Anda di halaman 1dari 3

LAMPIRAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

Di antara dalil yang menegaskan terjadinya proses sakaratul maut yang


mengiringi perpisahan jasad dengan ruhnya, firman Allah:

ُ ‫نت ِم ْنهُ ت َ ِحيد‬ ِ ‫ت بِ ْال َح‬


َ ‫ق ذَ ِل َك َما ُك‬ ِ ‫س ْك َرة ُ ْال َم ْو‬ ْ ‫َو َجآ َء‬
َ ‫ت‬

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu


selalu lari darinya”. [Qaaf: 19]

Maksud sakaratul maut adalah kedahsyatan, tekanan, dan himpitan kekuatan


kematian yang mengalahkan manusia dan menguasai akal sehatnya. Juga
ayat:

}28{ ‫اق‬ ُ ‫ظ َّن أَنَّهُ ْال ِف َر‬


َ ‫} َو‬27{ ‫ق‬ ٍ ‫} َو ِقي َل َم ْن َرا‬26{ ‫ي‬ ِ َ‫َكآل ِإذَا َب َلغ‬
َ ‫ت الت َّ َرا ِق‬
ُ ‫س‬
‫اق‬ َ ‫} ِإلَى َر ِب َك َي ْو َمئِ ٍذ ْال َم‬29{ ‫ق‬
ِ ‫سا‬ ُ ‫س‬
َّ ‫اق ِبال‬ َّ ‫ت ال‬ِ َّ‫َو ْالتَف‬

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai


kerongkongan. Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang dapat
menyembuhkan”. Dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu
perpisahan. Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Dan kepada
Rabbmulah pada hari itu kamu dihalau”. [Al Qiyamah: 26-30]

Syaikh Sa’di menjelaskan: “Allah mengingatkan para hamba-Nya


dengan keadan orang yang akan tercabut nyawanya, bahwa ketika ruh sampai
pada taraqi yaitu tulang-tulang yang meliputi ujung leher (kerongkongan),
maka pada saat itulah penderitaan mulai berat, (ia) mencari segala sarana
yang dianggap menyebabkan kesembuhan atau kenyamanan. Karena itu
Allah berfiman: “Dan dikatakan (kepadanya): “Siapakah yang akan
menyembuhkan?” artinya siapa yang akan meruqyahnya dari kata ruqyah.
Pasalnya, mereka telah kehilangan segala terapi umum yang mereka pikirkan,
sehingga mereka bergantung sekali pada terapi ilahi. Namun qadha dan qadar
jika datang dan tiba, maka tidak dapat ditolak. Dan dia yakin bahwa
sesungguhnya itulah waktu perpisahan dengan dunia. Dan bertaut betis (kiri)
dengan betis (kanan), maksudnya kesengsaraan jadi satu dan berkumpul.
LAMPIRAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

Urusan menjadi berbahaya, penderitaan semakin sulit, nyawa diharapkan


keluar dari badan yang telah ia huni dan masih bersamanya. Maka dihalau
menuju Allah Ta’ala untuk dibalasi amalannya, dan mengakui perbuatannya.
Peringatan yang Allah sebutkan ini akan dapat mendorong hati-hati untuk
bergegas menuju keselamatannya, dan menahannya dari perkara yang
menjadi kebinasaannya. Tetapi, orang yang menantang, orang yang tidak
mendapat manfaat dari ayat-ayat, senantiasa berbuat sesat dan kekufuran dan
penentangan”.[4]

Sedangkan beberapa hadits Nabi yang menguatkan fenomena


sakaratul maut: Imam Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anhuma, ia bercerita (menjelang ajal menjemput Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam)

‫ع ْلبَةٌ فِي َها‬


ُ ‫سلَّ َم َكانَ بَيْنَ يَدَ ْي ِه َر ْك َوة ٌ أ َ ْو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ِإ َّن َر‬
‫س ُح بِ ِه َما َو ْج َههُ َويَقُو ُل ََل إِلَهَ إِ ََّل‬ َ ‫اء فَيَ ْم‬ِ ‫َما ٌء فَ َجعَ َل يُ ْد ِخ ُل يَدَ ْي ِه فِي ْال َم‬
‫ب َيدَهُ فَ َج َع َل َيقُو ُل ِفي أخرجه البخاري‬ َ َ‫ت ث ُ َّم ن‬
َ ‫ص‬ ٍ ‫س َك َرا‬ ِ ‫َّللاُ ِإ َّن ِل ْل َم ْو‬
َ ‫ت‬ َّ
‫ك الرقاق باب سكرات الموت و في المغازي باب مرض النبي‬
‫ت‬ َ ‫ق ْاْل َ ْعلَى َحتَّى قُ ِب‬
ْ َ‫ض َو َمال‬ ِ ‫الرفِي‬
َّ .‫ووفاته‬

“Bahwa di hadapan Rasulullah ada satu bejana kecil dari kulit yang berisi air.
Beliau memasukkan tangan ke dalamnya dan membasuh muka dengannya
seraya berkata: “Laa Ilaaha Illa Allah. Sesungguhnya kematian memiliki
sakaratul maut”. Dan beliau menegakkan tangannya dan berkata: “Menuju
Rafiqil A’la”. Sampai akhirnya nyawa beliau tercabut dan tangannya
melemas”[5]
LAMPIRAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN MENJELANG AJAL

Dari Anas Radhiyallahu anhu, berkata:

َّ َ‫سلَّ َم َجعَ َل يَتَغ‬


ْ َ‫شاهُ فَقَال‬
‫ت‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُّ ِ‫َع ْن أَن ٍَس قَا َل لَ َّما ثَقُ َل النَّب‬
َ ‫ي‬
‫س ََلم َوا أخرجه البخاري في المغازي باب مرض‬ َّ ‫اط َمةُ َع َل ْي َها ال‬
ِ َ‫ف‬
َ‫ب بَ ْعد‬ ِ ‫علَى أ َ ِب‬
ٌ ‫يك َك ْر‬ َ ‫ب أَبَاهُ َف َقا َل لَ َها لَي‬
َ ‫ْس‬ َ ‫اليَ ْو ِم َْر‬.‫النبي ووفاته‬

“Tatkala kondisi Nabi makin memburuk, Fathimah berkata: “Alangkah berat


penderitaanmu ayahku”. Beliau menjawab: “Tidak ada penderitaan atas
ayahmu setelah hari ini…[al hadits]” [6]

Dalam riwayat Tirmidzi dengan, ‘Aisyah menceritakan:

‫ت بَ ْعدَ الَّذِي َرأ َ ْيتُ ِم ْن‬


ٍ ‫ط أ َ َحدًا ِب َه ْو ِن َم ْو‬
ُ ‫ت َما أ َ ْغ ِب‬ْ َ‫شةَ قَال‬َ ِ‫َع ْن َعائ‬
‫سلَّ َم أخرجه الترمذي ك‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ِل‬ُ ‫ت َر‬ ِ ‫ِشدَّةِ َم ْو‬
‫الجنائز باب ما جاء في التشديد عند الموت وصححه اْللباني‬

“Aku tidak iri kepada siapapun atas kemudahan kematian(nya), sesudah aku
melihat kepedihan kematian pada Rasulullah”.[7]

Dan penderitaan yang terjadi selama pencabutan nyawa akan dialami


setiap makhluk. Dalil penguatnya, keumuman firman Allah: “Setiap jiwa
akan merasakan mati”. (Ali ‘Imran: 185). Dan sabda Nabi: “Sesungguhnya
kematian ada kepedihannya”. Namun tingkat kepedihan setiap orang
berbeda-beda. [8]

Anda mungkin juga menyukai