Anda di halaman 1dari 11

Miskonsepsi

a. Hakikat Konsep

Menurut Syaiful Sagala, konsep merupakan buah pemikiran

seseorang atau sekelompok orang yang dinyatakan dalam definisi

sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan

teori.1 Dari pengertian konsep menurut Syaiful Sagala tersebut, jelas

bahwa konsep itu merupakan hasil murni dari pemikiran seseorang atau

sekelompok orang dimana dari hasil pemikiran tersebut dapat dijadikan

sebuah prinsip, hukum atau teori yang dapat dijadikan dasar pemikiran

orang lain dalam berteori.

Sedangkan menurut Rosser dalam Syaiful Sagala, konsep

merupakan suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek,

kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang

mempunyai atribut-atribut yang sama.2 Dari pengertian konsep menurut

Rosser tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa konsep adalah suatu

abstraksi yang mewakili suatu kejadian, kegiatan, atau hubungan yang

dialami atau diperoleh oleh masing-masing orang yang mempunyai

atribut yang sama.

Sedangkan menurut Ausubel dalam Syaiful Sagala, konsep-konsep

diperoleh dengan cara formasi konsep (concept formation) merupakan

bentuk perolehan konsep-konsep sebelum anak-anak masuk

1
Syaiful Sagala. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran (Bandung: Alfabeta), hlm. 71.
2
Ibid., hlm. 73.

8
sekolah.3Berdasarkan penjelasan Ausubel, jelas bahwa konsep itu bisa

berasal dari buah pemikiran siswa saat belum masuk sekolah. Hal ini bisa

terjadi kesalahan dalam mengartikan konsep tersebut karena kurangnya

pengetahuan siswa dan pengaruh lingkungan yang membuatnya terbiasa

untuk berpikir seperti itu akan suatu konsep tertentu.

Menurut Ormrod, konsep adalah cara mengelompokkan dan

mengkategorikan secara mental berbagai objek atau peristiwa yang mirip

dalam hal tertentu.4Sedangkan menurut Ferrari & Elik dalam Ormrod,

konsep merupakan inti pemikiran kita, beberapa ahli memandangnya

sebagai “unit pikiran yang paling kecil”.5

Menurut Bruner dalam Ormrod, konsep meningkatkan pemikiran

kita dalam beberapa cara salah satunya, konsep mengurangi kompleksitas

dunia, mengklasifikasikan objek dan peristiwa yang sama membuat

kehidupan lebih sederhana dan lebih mudah dipahami.6 Berdasarkan

penjelasan Bruner, jelas bahwa konsep dapat mempermudah seseorang

dalam memahami sesuatu kejadian atau fenomena yang sedang

dihadapinya sehingga dengan adanya konsep seseorang mampu untuk

memecahkan masalah.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep

merupakan hasil buah pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang

memiliki kejadian atau pengalaman yang sama dan masih bersifat abstrak

3
Ibid.
4
Jeanne Ellis Ormrod. 2009.Psikologi Pendidikan membantu siswa tumbuh dan
berkembang Jilid I Edisi ke-6 (Jakarta: Erlangga), hlm 327.
5
Ibid.
6
Ibid.

9
serta berkaitan dengan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa dalam

kehidupan sehari-hari yang akan menjadi sebuah hukum atau teori.

Suatu konsep dapat muncul saat seseorang belum masuk masa

sekolah, ini merupakan konsep awal seseorang yang dihasilkan dari buah

pemikiran atas kejadian tertentu yang dialaminya. Namun terkadang

konsep awal tersebut tidak sesuai dengan pemikiran para ahli dan inilah

yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi atau salah konsep.

b. Hakikat Miskonsepsi

Setelah kita memahami pengertian konsep, barulah kita mulai

untuk membahas pengertian dari miskonsepsi. Selama kegiatan

pembelajaran, siswa dituntut untuk memahami apa yang dijelaskan oleh

guru. Yang paling dasar harus dipahami adalah konsep. Ketika seseorang

sudah tidak bisa memahami konsep dari suatu materi yang dipelajarinya,

maka seiring berjalannya waktu siswa tersebut akan mengalami kesulitan

dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

Menurut Ormrod, miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak

sesuai dengan penjelasan yang diterima umum dan terbukti sahih tentang

fenomena atau peristiwa.7 Kepercayaan tersebut umumnya bersifat

melekat dan sulit untuk diperbaiki, terlebih jika siswa tersebut sudah

sejak lama memahami konsep yang jelas-jelas salah.

7
Ibid., hlm. 338.

10
Suparno menyatakan bahwa miskonsepsi sebagai pengertian yang

tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi

contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan

hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidakbenar.8

Berdasarkan pengertian miskonsepsi menurut Ormrod dan

Suparno, miskonsepsi merupakan suatu konsep yang dipercayai oleh

seseorang dan umumnya konsep tersebut salah dan tidak terbukti sah atau

sahih berdasarkan pandangan para ahli.

Driver dalam Ratna Wilis Dahar, mengemukakan bahwa:9

1) Miskonsepsi bersifat pribadi. Bila dalam suatu kelas anak-anak


disuruh menulis tentang percobaan yang sama (mungkin hasil
demonstrasi guru), mereka memberikan berbagai interpretasi.
Setiap anak “melihat” dan menginterpretasikan eksperimen itu
menurut caranya sendiri. Setiap anak mengonstruksi
kebermaknaannya sendiri.
2) Miskonsepsi memiliki sifat yang stabil. Kerap kali terlihat
bahwa gagasan anak yang berbeda dengan gagasan ilmiah ini
tetap dipertahankan anak, walaupun guru sudah berusaha
memberikan suatu kenyataan yang berlawanan.
3) Bila menyangkut koherensi, anak tidak merasa butuh
pandangan yang koheren sebab interpretasi dan prediksi
tentang peristiwa-peristiwa alam praktis kelihatannya cukup
memuaskan. Kebutuhan akan koherensi dan kriteria untuk
koherensi menurut persepsi anak tidak sama dengan yang
dipersepsi ilmuwan.

Berdasarkan penjelasan Driver, miskonsepsi itu bersifat pribadi

sehingga miskonsepsi yang dialami oleh seorang siswa akan berbeda

dengan miskonsepsi yang dialami temannya. Hal ini dikarenakan setiap

8
Suwarto. 2013.Pengembangan Tes Diagnostik dalam Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar), hlm. 76.
9
Ratna Wilis Dahar. 2011. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Erlangga), hlm.
154.

11
anak memiliki daya imajinasinya tersendiri dan daya imajinasi tersebut

tidak bisa disamakan antara yang satu dengan yang lainnya. Miskonsepsi

itu bersifat stabil artinya bila seorang siswa mengalami miskonsepsi

maka ia akan cenderung terus untuk mempercayainya bahkan jika

sekalipun guru sudah menjelaskan bahwa konsep tersebut salah.

Miskonsepsi itu dapat terjadi karena siswa tersebut cenderung tidak bisa

menerima pendapat orang lain yang ingin membenarkan persepsinya

sebab setiap mereka sudah merasa puas akan interpretasi dan prediksinya

tersebut.

Novak dalam Suparno mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu

interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat

diterima.10 Senada dengan yang dikatakan oleh Brown dalam Suparno,

menjelaskan bahwa miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naïf dan

mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan

pengertian ilmiah yang sekarang diterima.11

Feldsine menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan

hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.12 Sedangkan Fowler

memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan

konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

10
Paul Suparno. 2013.Miskonsepsi & Perubahan Konsep dalam Pendidikan Fisika (Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia), hlm. 4
11
Ibid.
12
Ibid.

12
salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis

konsep-konsep yang tidak benar.13

Dari beberapa pengertian para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa miskonsepsi merupakan suatu konsep yang salah dan tidak sesuai

dengan pandangan para ahli yang umumnya berkaitan dengan bidang

kognitif siswa. Biasanya miskonsepsi ini terjadi karena pandangan siswa

yang kuat akan konsep tersebut dan umumnya konsep itu sudah

diyakininya sejak lama serta tidak ada yang mengoreksi atau menjelaskan

kepada siswa bahwa konsep tersebut salah. Miskonsepsi cenderung

bersifat pribadi dan stabil, dan ketika diberi penjelasan yang benar akan

konsep tersebut siswa cenderung tidak merubah miskonsepsinya karena

mereka memiliki interpretasi dan prediksinya tersendiri.

Secara garis besar, penyebab miskonsepsi dapat diringkas dalam

lima kelompok, yaitu siswa, guru, bukuteks, konteks dan metode

mengajar.14

Tabel 2.1
PenyebabMiskonsepsiSiswa

SebabUtama SebabKhusus
Siswa a) Pra konsepsi
b) Pemikiranasosiatif
c) Pemikiran humanistic
d) Reasoning yang tidaklengkap/salah
e) Intuisi yang salah
f) Tahapperkembangankognitifsiswa
g) Kemampuansiswa
h) Minatbelajarsiswa

13
Ibid., hlm. 4-5.
14
Paul Suparno.Op. cit., hlm. 34.

13
Guru/ pengajar a) Tidakmenguasaibahan, tidakkompeten
b) Bukanlulusandaribidangilmufisika
c) Tidakmembiarkansiswamengemukakangagasan/
ide
d) Relasi guru-siswatidakbaik
Bukuteks a) Penjelasankeliru
b) Salah tulis, terutamadalamrumus
c) Tingkat
kesulitanpenulisanbukuterlalusulitbagisiswa
d) Siswatidaktahumembacabukuteks
e) Bukufiksisainskadang-
kadangkonsepnyamenyimpang demi
menarikpembaca
f) Kartunseringmemuatmiskonsepsi
Konteks a) Pengalamansiswa
b) Bahasasehari-hariberbeda
c) Temandiskusi yang salah
d) Keyakinandan agama
e) Penjelasanorangtua/ orang lain yang keliru
f) Kontekshidupsiswa (TV, radio, film yang keliru)
g) Perasaansenang/ tidaksenang; bebasatautertekan
Cara mengajar a) Hanyaberisiceramahdanmenulis
b) Langsungkedalambentukmatematika
c) Tidakmengungkapkanmiskonsepsisiswa
d) Tidakmengoreksi PR yang salah
e) Model analogi
f) Model praktikum
g) Model diskusi
h) Model demonstrasi yang sempit
i) Non-multiple intelligences

Four-Tier Test

Four-Tier Test merupakan salah satu jenis tes diagnostik yang

digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi. Dalam Four-Tier Test ini

terdapat confidence rating pada tingkat kedua dan keempatnya. Confidence

rating ini berfungsi untuk mengetahui seberapa yakin siswa dalam memilih

jawaban dan alasan jawaban.

14
Menurut Celeon dan Subramaniam, “A 4TMC test item involves the A

and R tiers of 2TMC tests, with additional tiers requiring students to specify

confidence ratings separately for their choice of answers in the A and R

tiers”.15

Tes 4TMC melibatkan A dan R tingkatan dari tes 2TMC, dengan

tingkatan tambahan yang membutuhkan siswa untuk menentukan tingkat

kepercayaan secara terpisah untuk pilihan jawaban mereka di A dan

tingkatan R.

Menurut Kaltakci,16

In a four tier test, if a student gives a correct answer to the main


question in the first tier and is sure about his answer for this tier, then
gives a correct answer to the reasoning question in the third tier but is
not sure about his answer for this tier, then the researcher’s decision
about the student’s answer for this item is “lack of knowledge”
because there is doubt about at least one tier of the student’s answer.
However in a parallel three-tier test in which the confidence rating is
asked for two tiers together, the same student may select “sure” or
“not sure” since he is not sure for at least one of the tiers. If he
chooses “not sure” the researcher’s decision would be that student
has a “lack of knowledge”, but if the student chooses “sure” then the
researchers’ decision for that student’s answer for this item would be
he has a “scientific knowledge” on this item.

Dalam tes empat lapis, jika seorang siswa memberikan jawaban yang
benar untuk pertanyaan utama di tingkat pertama dan yakin tentang
jawabannya untuk tingkat ini, kemudian memberikan jawaban yang
benar untuk pertanyaan penalaran di tingkat ketiga tetapi tidak yakin
menjawab untuk tingkat ini, maka keputusan peneliti tentang jawaban
siswa untuk item ini "kurangnya pengetahuan" karena ada keraguan

15
Imelda S. Caleon dan R. Subramaniam. 2010. Do Students Know What They Know and
What They Don’t Know? Using a Four-Tier Diagnostic Test to Assess the Nature of Students’
Alternative Conceptions. Artikel Jurnal. Tersedia Online. http://link.springer.com/article/...........
(Diakses pada 7 Maret 2016 pkl. 22:07 WIB), hlm. 315.
16
Derya Kaltakci. 2012. Development and Application of A Four-Tier Test to Assess Pre-
Service Physics Teachers‟ Misconceptions About Geometrical Optics. Tesis. Tersedia
Online.https://etd.lib.metu.edu.tr/upload/........(Diakses pada 29 Februari 2016 pkl. 18:31 WIB),
hlm. 60.

15
tentang setidaknya satu tingkat dari jawaban siswa. Namun dalam tes
tiga tingkat di mana kepercayaan siswa diminta untuk dua tingkatan
bersama-sama, siswa yang sama dapat memilih "yakin" atau
"tidakyakin". Jika ia memilih "tidakyakin" keputusan peneliti adalah
"kurangnya pengetahuan", tetapi jika siswa memilih "yakin" maka
keputusan peneliti untuk jawaban siswa pada item ini adalah memiliki
"pengetahuan ilmiah "pada item ini.

Sedangkan menurut Ismiara, Four-Tier Testmerupakan

pengembangan dari Three-Tier Test yang dipadukan dengan confidence

rating pada alasan jawaban, sehingga lebih akurat tingkat keyakinan atas

jawaban dan alasan jawaban.17

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Four-

Tier Testmerupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi

yang terdiri dari empat tingkatan. Pada tingkat yang pertama berupa soal

pilihan ganda, sedangkan pada tingkat kedua berupa tingkat kepercayaan

siswa dalam memilih jawaban pada tingkat pertama. Pada tingkat ketiga,

berupa alasan jawaban yang dipilih oleh siswa, terdiri dari empat alasan

yang diberikan atau disediakan oleh peneliti dan satu isian kosong yang bisa

diisi sesuai pemahaman siswa. Sedangkan pada tingkat keempat berupa

tingkat kepercayaan siswa dalam memilih alasan jawaban pada tingkat

keempat.

Pada tabel di bawah ini terdapat kemungkinan-kemungkinan jawaban

yang dipilih oleh siswa beserta kategori-kategorinya yang akan digunakan

untuk menganalisis miskonsepsi siswa:18

17
Ismiara Indah Ismail dkk. 2010. Diagnostik Miskonsepsi Melalui Listrik Dinamis Four-
Tier Test. Artikel Jurnal. Tersedia Online. http://portal.fi.itb.ac.id/snips2015/...... (Diakses pada 15
Desember 2015 pkl. 09:17 WIB), hlm. 381-382.
18
DeryaKaltakci, Op. cit., hlm. 61.

16
Tabel 2.2
Kombinasi Jawaban Four-Tier Test

Keputusan Keputusan
Tingkat 1 Tingkat 2 Tingkat 3 Tingkat 4 untuk Four- untuk Three-
Tier Test Tier Test
Konsep
Benar Yakin Benar Yakin Konsep Ilmiah
Ilmiah
Konsep Ilmiah
jika”yakin”
Tidak Kurang Kurang
Benar Yakin Benar
yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Konsep Ilmiah
jika “yakin”
Tidak Kurang Kurang
Benar Benar Yakin
yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Tidak Tidak Kurang Kurang
Benar Benar
yakin yakin Pengetahuan Pengetahuan
Benar Yakin Salah Yakin Miskonsepsi Miskonsepsi
Miskonsepsi
jika “yakin”
Tidak Kurang Kurang
Benar Yakin Salah
Yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Miskonsepsi
jika “yakin”
Tidak Kurang Kurang
Benar Salah Yakin
yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Tidak Tidak Kurang Kurang
Benar Salah
yakin yakin Pengetahuan Pengetahuan
Salah Yakin Benar Yakin Error Error
Error jika
“yakin”
Tidak Kurang Kurang
Salah Yakin Benar
yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Tidak Kurang Error jika
Salah Benar Yakin
yakin Pengetahuan “yakin”

17
Kurang
pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Tidak Tidak Kurang Kurang
Salah Benar
yakin yakin Pengetahuan Pengetahuan
Salah Yakin Salah Yakin Miskonsepsi Miskonsepsi
Miskonsepsi
jika “yakin”
Tidak Kurang Kurang
Salah Yakin Salah
yakin Pengetahuan Pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Miskonsepsi
jika “yakin”
Tidak Kurang Kurang
Salah Salah Yakin
yakin Pengetahuan pengetahuan
jika “tidak
yakin”
Tidak Tidak Kurang Kurang
Salah Salah
yakin Yakin Pengetahuan Pengetahuan

18

Anda mungkin juga menyukai