Anda di halaman 1dari 22

Bagian Ilmu Penyakit Dalam REFERAT

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Cor Pulmonale Chronicum (CPC)

oleh:
Raditya Aldi Pradhana
NIM. 1710029006

Pembimbing:
Dr. Mauritz Silalahi Sp.P

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Cor

Pulmonale Chronicum (CPC)”

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan ini tidak lepas dari bantuan

dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih kepada :

1. dr. Mauritz Silalahi sebagai dosen penguji stase ilmu penyakit Dalam.

2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga

pendidikan saat ini.


3. Rekan sejawat dokter muda angkatan 2017 yang telah bersedia memberikan saran

dan mengajarkan ilmunya pada penulis.


4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.

Akhir kata, ”Tiada gading yang tak retak”. Oleh karena itu, penulis membuka

diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna memperbaiki laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

Samarinda, Desember 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… 1


KATA PENGANTAR…………………………………………….. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………. 3
1. BAB 1: PENDAHULUAN………………………..................... 4
2. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA……………………………... 6
3. BAB3: PENUTUP…………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………... 22

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi

dari ventrikel kanan jantung sebagian akibat dari gangguan paru kronis.

Perubahan yang terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau

keduanya sebagai akibat dari adanya hipertensi arteri pulmoner. Dilatasi

adalah peregangan dari ventrikel, sebagai hasil cepat dari peningkatan tekanan

pada tempat yang elastis. Hipertrofi ventrikel adalah respon adaptif dari

peningkatan tekanan dalam jangka waktu lama. Setiap sel otot berkembang

membesar dan mengalami perubahan morfologis yang khas agar dapat

mencukupi peningkatan kekuatan kontraksi yang diperlukan untuk

menggerakkan darah melawan tahanan yang lebih besar.

Hipertensi pulmonal yang menghasilkan pembesaran ventrikel kanan

(hipertrofi dan atau dilatasi) dan berlanjut dengan berjalanannya waktu

menjadi gagal jantung kanan. Penyakit paru obstruktif konis (PPOK)

merupakan penyebab utama insudisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal

yang diperkirakan mencapai 80-90% kasus.

Penanganan Cor Pulmonale Chronicum ditunjukan untuk memperbaiki

hipoksia alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang diakibatkannya) dengan

pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati. Terapi optimal Cor

Pulmonale Chronicum karena PPOK juga harus dimulai dengan terapi optimal

PPOK untuk mencegah dan memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal.

Terapi tambahan baru diberikan bila timbul tanda-tanda gagal jantung kanan.

4
Pemakaian O2 yang terus menerus dapat menurunkan hipertensi pulmonal,

polisitemia, dan takipnea; memeprbaiki keadaan umum, dan mengurangi

mortalitas.

2. Tujun Penelitian

Penulisan referat ini bertujuan memenuhi tugas syarat kepaniteraan

klinik di SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unmul RSUD Abdul

Wahab Syahranie.

3. Manfaat Penulisaan
a. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan acuan dalam memahami dan mempelajari mengenai

tentang Cor Pulmonale Chronicum (CPC).

b. Bagi Masyarakat

Dapat menambah pengetahuan mengenai penyakit ini beserta

pencegahan dan pengobatannya. Dengan demikian penderita dapat

mengetahui bagaimana tindakan selanjutnya apabila mengalami gejala-

gelaja yang mengarah pada penyakit tersebut.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kor pulmonal adalah hipertrofi atau dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi

pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru

yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Defenisi lain berhubungan

dengan hipertensi pulmonal maka kor pulmonal adalah hipertensi pulmonal yang

disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darah paru;

hipertensi pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau

dilatasi) dan berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan.

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi

respiratorik kronik dan kor pulmonal. Kor pulmonal akut adalah peregangan atau

pembebanan akibat hipertensi pulmonal akut, sering disebabkan oleh emboli paru

massif, sedangkan kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan

akibat hipertensi pulmonal yang berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau

restriktif. Pada PPOK, progresifitas hipertensi pulmonal berlangsung lambat.

2.2 Epidemiologi

Meskipun prevalensi PPOK di Amerika Serikat terdapat sekitar 14 juta,

prevalensi yang tepat dari kor pulmonal sulit untuk ditentukan karena tidak terjadi

pada semua kasus PPOK, pemeriksaan fisik tidak sensitif untuk mendeteksi adanya

hipertensi pulmonal. Kor pulmonal mempunyai insidensi sekitar 6-7% dari seluruh

kasus penyakit jantung dewasa di Amerika Serikat, dengan penyakit paru obstruksif

kronik (PPOK) karena bronchitis kronik dan emfisema menjadi penyebab lebih dari

50% kasus kor pulmonal. Pada sebuah percobaan Administrasi Veteran 1966, pasien

6
dengan PPOK dan kor pulmonal memiliki angka kematian 73% tiap 4 tahunnya.

Sebaliknya, kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya

emboli paru masif. Tromboemboli paru akut adalah penyebab paling sering dari cor

pulmonal akut yang mengancam jiwa pada orang dewasa. Terdapat sekitar 50.000

angka kematian di Amerika Serikat dalam setahun akibat emboli paru dan sekitar

setengahnya terjadi dalam satu jam pertama akibat gagal jantung kanan.

Secara global, insidensi cor pulmonal bervariasi antar tiap negara, tergantung

pada prevalensi merokok, polusi udara dan faktor resiko lain untuk penyakit paru-paru

yang bervariasi.

2.3 Etiologi dan Klasifikasi

Pada umumnya etiologi dapat digolongkan dalam 4 kelompok:

1) Penyakit vaskular paru

2) Tekanan darah pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma,

granuloma dan fibrosis.

3) Penyakit neuromuscular dan dinding dada

4) Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk PPOK

Namun dapat juga dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu: penyakit vaskuler paru

dan penyakit pernafasan. Penyakit paru obstruktif kronik yang merupakan penyakit

paru obstruktif ialah penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor pulmonal,

diperkirakan 80-90% kasus.

7
Tabel 2.1 Kor Pulmonal

Mekanisme Respon Karakteristik


Penyakit vaskuler paru
Emboli, besar atau Penurunan curah jantung Kor pulmonal akut
multipel akut akibat obstruksi Distensi ventrikel kanan
Syok
Emboli, kecil, vaskulitis, Hipertensi pulmonal akibat Kor pulmonal subakut
kerusakan paru luas hipoksia ang luas dan Distensi ventrikel kanan
(ARDS) obstruksi mikrovaskuler sesak nafas dan demam
curah jantung tinggi
Emboli, medium dan Hipertensi pulmonal akibat Kor pulmonal kronik
rekuren; hipertensi obstruksi vaskuler curah Hipertrofi kanan
pulmonal primer; vasopati jantung rendang atau Sesak nafas
diet atau obat normal
Penyakit Pernafasan
Obstruktif
A. Bronkitis kronik
dan
emfisema; asma
kronik
Restriktif
A. Intrinsik; fibrosis Hipertensi akibat hipoksia, Kor pulmonal kronik
Interstisial, reseksi distorsi dan hilangnya Sesak Nafas
paru vaskuler Hiperventilasi
Curah jantung normal atau
rendah
B. Ekstrinsik; Hipertensi akibat hipoksia Kor pulmonal kronik
obesitas, alveolar Edema perifer
miksidema, Curah jantung normal atau Hipoventilasi
kelemahan otot, tinggi
kifoskeliosis,
obstruksi saluran
nafas atas, kendali
respirasi menurun,
ketinggian

8
Prevalensi kor pulmonal sulit ditentukan, karena kasus ini tidak terjadi pada

semua kasus PPOK. Selain itu, pemeriksaan fisik dan tes rutin kurang sensitive dalam

mendeteksi hipertensi pulmonal. Diperkirakan insidensi kor pulmonal mencapai 6-7%

dari keseluruhan kasus penyakit jantung pada orang dewasa di Amerika Serikat.

PPOK (bronchitis kronik dan emfisema) merupakan penyebab lebih besar yaitu lebih

dari 50%. Dilain pihak, kor pulmonal menyebabkan gagal jantung dekompensata

sebanyak 10-30%.

Pada kor pulmonal akut yang umumnya diakibatkan oleh emboli paru massif

sekunder. Secara umum, kejadian kor pulmonal bervariasi pada tiap negara,

bergantung pada prevalensi perokok, polusi udara, dan faktor-faktor lain yang

berhubungan dengan penyakit paru.

2.4 Patofisiologi

Beratnya pemberian ventrikel kanan pada kor pulmonal berbanding lurus

dengan fungsi pembesaran dari peningkatan afterload. Jika resistensi vaskuler paru

meningkat dan relative tetap, seperti pada penyakit vaskuler atau parenkim paru,

peningkatan curah jantung sebagaimana terjadi pada pengerahan tenaga fisik, maka

dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis secara bermakna. Afterload ventrikel

kanan secara kronik meningkat jika volume paru membesar, seperti pada penyakit

COPD, pemanjangan pembuluh paru, dan kompresi kapiler alveolar.

Penyakit paru dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan pada suatu waktu

akan mempengaruhi jantung serta menyebabkan pembesaran ventrikel kanan. Kondisi

ini sering kali menyebabkan terjadinya gagal jantung. Beberapa kondisi yang

menyebabkan penurunan oksigenasi paru dapat mengakibatkan hipoksemia

(penurunan PaO2) dan hiperkapnea (peningkatan PaO2), akan mengakibatkan

insufisiensi ventilasi. Hipoksia dan hiperkapnea akan menyebabkan vasokontriksi

9
arteri pulmonal dan memungkinkan terjadinya penurunan vaskularisasi paru seperti

pada emfisemi dan emboli paru. Akibatnya akan terjadi peningkatan tahanan pad

sirkulasi pulmonal yang akan menjadikannya hipertensi pulmonal. Tekanan rata-rata

pada arteri paru (arterial mean pressure) adalah 45 mmHg, jika tekanan ini meningkat

dapat menimbulkan kor pulmonal. Ventrikel kanan hipertrofi dan mungkin diikuti

oleh gagal jantung kanan.

2.5 Manifestasi Klinis

Manisfestasi klinis dimulai dengan tanda PPOK kemudian PPOK dengan

hipertensi pulmonal dan akhirnya menjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta

gagal jantung kanan.

Penyakit vaskuler

1. Kor pulmonal akut

Pada keadaan ini terjadi gagal ventrikel kanan akut sekunder akibat kontraksi

ventrikel kanan tidak mampu memompa darah ke paru.

 Pucat, berkeringat, hipotensi, takikardi dengan volume kurang terjadi

akibat curah jantung yang rendah.

 Distensi vena kolateral

 Bising sistolik akibat regurgitasi sternum sinistra

2. Kor Pulmonal kronik sekunder terhadap penyakit vaskuler paru

 Sesak nafas, dapat sangat hebat behkan pada aktifitas yang ringan, dan

tidak mereda dengan perubahan posisi menjadi duduk

 Batuk yang tidak produktif

 Nyeri dada anterior, akibat dilatasi arteri pulmonalis dan iskemia

ventrikel kanan

10
 Hepatomegali dan edema ektremitas bawah akibat peningkatan tekanan

vena sistemik.

 Takipnea dan kadang sianosis

 Distensi vena jugularis dan refluks hepatojugular

Penyakit Parenkim Paru

1. Penyakit paru obstruktif

 Dispnea sering memburuk pada malam hari karena hipoventilasi atau

obstruksi karena stridor

 Riwayat batuk produktif dan mengi

 Infeksi pernafasan sering sebagai faktor pencetus.

 Distensi dada bahkan barrel chest

 Bunyi jantung sering sulit dinilai oleh karena obstruksi aliran nafas,

ronki dan mengi

 Edema perifer

 Refluks hepatojugular atau peningkatan tekanan vena jugular (TVJ)

 Dapat dijumpai Gallop S3 dan regurgitasi trikuspid

 Pembesaran ventrikel kanan bahkan gagal ventrikel kanan

 FEV1 < 1,01 dan Pao2 ≤ 60 mmHg

 Hipertensi pulmonal akibat hipoksemia alveolar, asidemia dan

hiperkarbia (oleh karena efek mekanik volume paru yang meningkat),

dan akibat peningkatan viskositas (polisitemia)

 Sering disertai dengan penyakit jantung koroner (PJK)

 Pada keadaan berat dapat dijumpai adanya nyeri kepala rekuran,

bingung, bahkan muntah

11
2.6 Dignosa

Penegakan diagnosa pada kor pulmonal oleh karena PPOK dapat ditegakkan

dengan menemukan tanda PPOK, hipertensi pulmonal, hipertrofi/dilatasi

ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.

Tanda PPOK dapat di peroleh dari:

A. Gambaran klinis

a. Anamnesis

1) Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

2) Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

4) Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok

dan polusi udara

5) Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

6) Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

1) Inspeksi

 Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

 Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

 Penggunaan otot bantu napas

 Hipertropi otot bantu napas

 Pelebaran sela iga

12
 Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i

leher dan edema tungkai

 Penampilan pink puffer atau blue bloater

2) Palpasi

 Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

3) Perkusi

 Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

4) Auskultasi

 suara napas vesikuler normal, atau melemah terdapat ronki dan atau

mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa

 ekspirasi memanjang

 bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan

dan pernapasan pursed – lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat

edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer

B. Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan rutin

1. Faal paru

13
Spirometri: nilai obstruksi ialah % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%, VEP1%

(VEP1/KVP) < 75 %

Uji bronkodilator: Perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml.

2. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

3. Elektrokardiografi dan atau ekokardiografi

Untuk mengetahui komplikasi pada jantung yang di tandai dengan P pulmonal,

hipertrofi ventrikel kanan dan menilai fungsi jantung.

2.7 Penatalaksanaan

Terapi medis untuk cor pulmonal kronis umumnya difokuskan pada

pengobatan penyakit paru yang mendasari dan meningkatkan oksigenasi serta

fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas ventrikel kanan dan

mengurangi vasokonstriksi pulmonal. Pada ksus cor pulmonal akut dilakukan

terapi untuk menstabilkan hemodinamika pasien. Pada cor pulmonal akut dengan

gagal ventrikel kanan meliputi pemberian carian dan vasokonstriktor untuk

mempertahankan tekanan darah yang cukup. Untuk tromboemboli paru yang berat

pertimbangkan pemberian antikoagulasi, agen trombolitik dan embolectomy

terutama jika kolaps sirkulasi tidak dapat dicegah. Juga pertimbangkan pemberian

bronkodilator dan pengobatan infeksi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi

14
kronik (PPOK), dan agen steroid ataupun imunosupresant pada penyakit infiltratif

dan fibrosis paru.

Tujuan pengobatan kor pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama

dengan pengobatan kor pulmonal pada umumnya untuk

(1). Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas,

(2). Menurunkan hipertensi pulmonal

(3). Meningkatkan kelangsungan hidup

(4). Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.

Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan

hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan

kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan

diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana lanjut adalah sebagai

berikut:

a. Terapi oksigen

Terapi oksigen sangat penting pada pasein dengan PPOK yang

mendasarinya. Pada cor pulmobal tekanan parsial oksigen (PaO2)

cenderung berada dibawah 55 mmHg danmenurun lebih lanjut pada saat

beraktivitas ataupun tidur. Terapi oksigen dapat meningkatkan curah

jantung, meredakan hipoksemia jaringan dan meningkatkan perfusi ginjal.

Pada suatu penelitian dengan percobaan terapi oksigen nocturnal secara

acak menunjukkan bahwa terapi oksigen dengan aliran rendah yang terus

menerus untuk pasien dengan PPOK berat memberikan penurunan angka

kematian yang signifikan.

Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat meningkatkan

kelangsungan hidup belum diketahui. Ditemukan dua hipotesis yaitu : (1).

15
Terapi oksigen mengurangi vasokonstriksi dan menurunkan resitensi

vaskuar paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan.

(2). Terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan

hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lain.

Pemakaian oksigen secara kontinu selama 12 jam (National Institute of

Health/NIH, Amerika), 15 jam (British Medical Research Council/MRC)

dan 24 jam (NIH) meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan

pasien tanpa terapi oksigen.

Indikasi terapi oksigen (dirumah) adalah : (a). PaO2 <55 mmHg atau

SaO2 <88%, (b). PsO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : (b.1) edema

yang disebabkan oleh gagal jantung (b.2). P pulmonal pada EKG, (b.3),

eritrositosis, hematokrit >56%.

b. Vasodilator

Vasodilator (nitrat, hidralazin, antagonis kalasium, agonis alfa

andrenergic, ACE Inhibitor, dan prostaglandin sampai saat ini belum

direkomendasikan pemakaiannya secara rutin. Rubin menemukan pedoman

untuk menggunakan vasodilator bila didapatkan empat respon hemodika

sebagai berikut (a). Resistensi vaskular diturunkan minimal 20%, (b). curah

jantung meningkatkan atau tidak berubah, (c). tekanan arteri pulmonal

menurunkan atau tidak berubah, (d). tekanan darah sistemik tidak berubah

secara signifikan. Kemudian harus dievaluasi setelah 4 atau 5 bulan untuk

menilai apakah keuntungan hemodinamik diatas menetap atau tidak.

Pemakaian sildenafil untuk melebarkan pembuluh darah paru pada Primary

ulmonary Hipertension, sedang ditunggu hasil penelitian untuk kor

pulmonal lengkap.

16
c. Digitalis

Digitalis digunakan pada penderita CPC bila disertai gagal jantung kiri.

Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada penderita

CPC dengan fungsi ventrike kiri yang normal, hanya pada penderita CPC

dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun digoksin bisa meningkatkan

fungsi ventrikel kanan. Disamping itu pengobatan dengan digitalis

menunjukkan peningkatan terjadinya komplikasi aritmia.

d. Diuretika

Diuretic diberikan jika disertai gagal jantung kanan. Pemberian

diuretic yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolic yang bisa

memicu peningkatan hiperkapnea. Disamping itu denga terapi diuretic

dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatlan preload ventrikel

kenan dan curah jantung menurun.

e. Flebotomi

Tindakan flebotomi pada pasien CPC dengan kadar hematokrit yang

tinggi untuk menurunkan hematokrit sampai dengan nilai 59% hanya

merupakan terapi ambahan pada pasien kor pulmonal dengan gagal jantung

kanan akut.

f. Antikoagulan

Pemberian antikoagluan pada kor pulmonal didasarkan atas

kemungkinan terjadinya tromboemboli akibat pembesaran dan disfungsi

ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.

Warfarin merupakan antikoagulan yang dianjurkan pada pasien

dengan resiko tinggi tromboemboli. Peran menguntungkan dari penggunaan

17
antikoagulan dalam mengurangi gejala dan angka kematian pada pasien

telah dibuktikan dalam beberapa penelitian.

Disamping terapi diatas pasien kor pulmonal pada PPOK harus

mendapat terapi standar untuk PPOK, komplikasi dan penyakit penyerta.

2.8. Diagnosis Banding

a. Kor pulmonal akut

Kor pulmonal akut biasanya menjadi kelainan sekunder akibat adanya

emboli paru massif. Akibatnya tahanan vaskuler paru meningkat dan hipoksia

akibat pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu, hipoksia

tersebut akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah (arteri) paru.

Tahanan vaskuler paru semakin meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan

tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal).

Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu

yang cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah

kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan

arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung

kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah

jantung menurun sampai syok, JVP yang meningkat, liver yang membengkak

dan nyeri serta bising insufisiensi katup tricuspid.

b. Congestive heart failure (CHF)

Adalah keadaan patofisiologi berupa kelainan fungsi jantung, sehingga

jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian volume diastolik secara abnormal.

Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif adalah

18
penurunan kontraksi ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah (TD) dan penurunan volume

darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi

neurohormonal. Vasokonstriksi dan resistensi air untuk sementara waktu akan

meningkatkan tekanan darah, sedangkan peningkatan preload akan

meningkatkan kontraksi jantung melalui hokum starling. Apabila keadaan ini

tidak segera diatasi, peninggian afterload dan hipertensi disertai dilatasi

jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung

yang tidak terkompensasi.

c. Perikarditis

Perikarditis adalah peradangan perikard parietalis, visceralis atau

keduanya. Respon perikard terhadap peradangan bervariasi dari akumulasi

cairan atau darah (efusi perikard) deposisi fibrin, proliferasi jaringan fibrosa,

pembentukan granuloma atau klasifikasi. Salah satu reaksi radang dari

perikarditis akut adalah penumpukan cairan (eksudasi) di dalam rongga

perikard yang disebut sebagai efusi perikard. Efek hemodinamik efusi perikar

ditentukan oleh jumlah atau timbul cepat akan menghambat pengisian

ventrikel, penurunan volume akhir diastolik sehingga curah jantung sekuncup

dan semenit kurang.

Kompensasinya adalah takikardi, tetapi pada tahap berat atau kritis

akan menyebabkan gangguan sirkulasi dengan penurunan tekanan darah serta

gangguan perfusi organ dengan segala akibatnya yang disebut sebagai

tamponade jantung. Bila reaksi radang ini berlanjut terus menerus, perikard

mengalami fibrosis, jaringan parut luas, menebal, kalsifikasi, dan juga terisi

eksudat yang akan menghambat proses diastolic ventrikel, mengurangi isi

19
sekuncup dan semenit serta mengakibatkan kongesti sistemik (perikarditis

konstriktifa).

2.9. Prognosis

Cor Pulmonale Cronic (CPC) adalah variabel yang tergantung pada penyakit

yang mendasari. Pasien dengan penyakit ini karena PPOK memiliki angka

kematian 2 tahun lebih tinggi. Edukasi pasien mengenai pentingnya kepatuhan

terhadap terapi medis yang tepat sangat penting karena pengobatan, baik untuk

hipoksia dan penyakit yang mendasari dapat menentukan mortalitas dan

morbiditas.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

20
Cor Pulmonale Chronicum (CPC) adalah perubahan struktur dan fungsi dari

ventrikel kanan jantung sebagian akibat dari gangguan paru kronis. Perubahan yang

terjadi berupa hipertrofi ventrikel kanan atau dilatasi atau keduanya sebagai akibat

dari adanya hipertensi arteri pulmoner. Penanganan Cor Pulmonale Chronicum

ditunjukan untuk memperbaiki hipoksia alveolar (dan vasokontriksi paru-paru yang

diakibatkannya) dengan pemberian oksigen konsentrasi rendah dengan hati-hati.

DAFTAR PUSTAKA

•   Bhattacharya A. Cor Pulmonale. JIACM. 2004;5(2): 128­36.

21
•   Sovari AA, Cor pulmonale overview of cor pulmonale  

management. diakses dari 

http:// emedicine.medscape.com/article/165139­overviev pada 20 Juli 

2013.

•   American Heart Association. Chronic cor pulmonale : Report of 

an expert comittee. 1963. hal 594­615

•   Harun S., Ika PW. Kor pulmonal kronik dalam Buku Ajar Ilmu 

Penyakit Dalam jilid III edisi IV. 2008. Hal. 1695­96.

•   Shujaat A. et al. Pulmonary hypertension and chronic cor 

pulmonale in COPD. International journal of COPD. 2007:2(3) 273­

282.

22

Anda mungkin juga menyukai