Anda di halaman 1dari 45

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahan sawah merupakan penyedia bahan pangan utama bagi penduduk

Indonesia. Hal ini menjadikan lahan sawah memilki fungsi yang strategis.

Produktivitas padi lahan sawah dituntut hasil yang tinggi untuk mencukupi

kebutuhan penduduk. Menurut Wahyunto (2009), data luas bahan baku lahan

sawah untuk seluruh Indonesia menunjukan bahwa sekitar 41% terdapat di Jawa,

dan sekitar 59% terdapat di luar Jawa. Data menujukan bahwa dengan

bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan akan berbagai

sektor, konversi lahan sawah cenderung mengalami peningkatan.

Padi merupakan hasil lahan sawah yang menjadi bahan makanan pokok

sebagaian besar rakyat Indonesia. Azwir (2009) menyatakan bahwa kebutuhan

beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia terus

bertambah dengan laju peningkatan 2% per tahun, juga adanya perubahan pola

konsumsi penduduk yang semula non beras menjadi beras. Menurut Sari (2014),

tingginya jumlah penduduk Indonesia yang akan terus berkembang menjadi salah

satu kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia. Selain itu adanya

penggunaan pestisida kimia sintetik untuk pengendalian hama penyakit tanaman

secara intensif akan menyebabkan ketidakseimbangan rantai sistem di lahan

sawah yang menyebabkan populasi hama meningkat. Peningkatan populasi hama

akan mengakibatkan semakin berkurangnya produktivitas tanaman padi. Adanya

1
dampak negatif tersebut dapat dikurangi dengan penerapan Pengendalian Hama

Terpadu (PHT).

Menurut Effendi (2006), teknologi yang dikembangkan untuk

mengendalikan hama dan pertanaman padi didasarkan kepada konsep

pengendalian hama terpadu (PHT) dengan mempertimbangkan ekosistem,

stabilitas, dan ke- sinambungan produksi sesuai dengan tuntutan praktek pertanian

yang baik (Good Agricultural Practices, GAP). Meningkatnya kesadaran

masyarakat akan lingkungan hidup telah mendorong perlunya memprioritaskan

aspek kelestarian lingkungan dan faktor keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Salah satu contoh dari Pengendalian terpadu yang memperhatikan aspek

kelestarian lingkungan adalah dengan penerapan refugia pada ekosistem sawah.

Menurut Putri (2016), refugia adalah intervensi ekosistem dengan menyediakan

rumah untuk pemangsa hama yaitu dengan menanam tanaman bunga disekitar

persawahan. Musuh alami yang bersarang di tanaman bunga akan menjadi

predator atau parasitoid bagi hama pengganggu padi. Food and Agriculture

Organization memperkenalkan rekayasa ekosistem dengan refugia sejak Oktober

2014 dalam program Pengelolaan Hama Terpadu (PHT).

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas (Laboratorium

PHP Banyumas) merupakan salah satu institusi Balai Perlindungan Tanaman

Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Provinsi Jawa Tengah. Gedung dan

peralatannya merupakan hibah dari Pemerintah Jepang dan diserahterimakan dari

Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia pada tanggal 24 Februari 1988

2
dan mulai beroperasional penuh sejak tanggal 1 April 1988. Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas (Laboratorium PHT Banyumas)

menyelenggarakan praktikum, penelitian, identifikasi dan analisis organisme

pengganggu tumbuhan serta berperan dalam pelayanan masyarakat umum baik

dalam bentuk penyuluhan maupun pelatihan pengendalian OPT. Salah satu

program yang dilakukan adalah pengendalian hama dengan refugia. Refugia

ekosistem sawah di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas

(Laboratorium PHT Banyumas) sudah diterapkan di 7 unit daerah yaitu 3 unit di

Purbalingga, 2 unit di Banyumas dan 2 unit di Banjarnegara.

B. Tujuan dan Sasaran Praktik Kerja Lapang

1. Tujuan

a. Mengetahui kondisi umum, sejarah dan struktur organisasi Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas

b. Mengetahui cara penerapan refugia ekosistem sawah pada program

Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

c. Mengetahui manfaat penerapan refugia ekosistem sawah pada program

Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

d. Melatih kerja dan mengembangkan sikap mental yang siap berorientasi

pada dunia kerja.

3
2. Sasaran

a. Memperoleh wawasan tentang kondisi umum, sejarah dan struktur

organisasi Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

Banyumas

b. Memperoleh pengetahuan tentang cara penerapan refugia ekosistem

sawah pada program Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

c. Memperoleh ketrampilan pemanfaatan penerapan refugia ekosistem

sawah pada program Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

d. Menambah wawasan seputar kerja dan pengembangan sikap mental yang

siap berorientasi pada dunia kerja.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapang

a. Diperoleh pengetahuan tentang cara penerapan refugia ekosistem sawah pada

program Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama

dan Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah

b. Diketahui manfaat penerapan refugia ekosistem sawah pada program

Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

c. Diketahui kondisi umum dan program kerja yang ada di Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas.

4
d. Diperoleh tambahan wawasan kerja dan cara pengembangan sikap mental

siap berorientasi pada dunia kerja.

5
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Menurut Soesanto (2013), Sistem Pengendalian Hama Terpadu adalah

upaya pengendalian tingkat populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu

tumbuhan (OPT) dengan memakai satu atau lebih teknik pengendalian yang

dikembangkan dalam satu kesatuan, untuk mencegah dan mengurangi timbulnya

kerugian ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.

Pengendalian Hama Terpadu merupakan teknologi pengendalian hama yang

pendekatannya komprehensif berdasarkan ekologi dalam keadaan lingkungan

yang mengusahakan pengintegrasian berbagai taktik pengendalian yang kopatibel

satu sama lain serta memepertahankan kesehatan lingkungan dan menguntungkan

bagi pihak lain (Hasibuan,2008).

Pengendalian Hama Terpadu dilakukan dengan cara pendekatan atau cara

berpikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan

ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang

berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT

adalah : 1) produksi pertanian mantap tinggi, 2) Penghasilan dan kesejahteraan

petani meningkat, 3) Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara

ekonomi tidak merugikan dan 4) Pengurangan resiko pencemaran lingkungan

akibat penggunaan pestisida yang berlebihan. Pengendalian hama penyakit pada

padi sawah diharapkan menggunakan prinsip-prinsip dalam Pengendalian Hama

Terpadu (Mardiyanti,2013).

6
Menurut Herlinda (2008), setelah penyelenggaraan pelatihan PHT secara

terprogram, paradigma PHT yang berkembang adalah PHT Ekologi. PHT ekologi

merupakan proses pengendalian alami hama dan pengelolaan ekosistem lokal oleh

petani ditempatkan sebagai posisi sentral. Segala kegiatan pengelolaan ekosistem

pertanian dan pengendalian hama sepenuhnya didasarkan pada pengetahuan dan

informasi tentang dinamika ekosistem termasuk populasi musuh alami. Paradigma

ini secara jelas tidak mengembangkan perlunya dilakukan intervensi pengendalian

dengan pestisida kimia sintetik. Pengambilan keputusan pengelolaan ekosistem

kebun termasuk pengendalian hama harus didasarkan pada hasil analisis agro-

ekosistem yang dinamis.

B. Ekosistem Sawah

Sawah termasuk contoh suatu jenis agroekosistem penghasil padi. Sebagai

suatu ekosistem, maka sawah tersusun atas komponen biotik dan abiotik yang

saling berinteraksi satu sama lain. Komponen abiotik meliputi unsur udara (iklim),

tanah dan air. Komponen biotikterdiri atas unsur tanaman maupun binatang.

Sawah merupakan habitat (tempat hidup) bagi berbagai jenis binatang dan

tumbuhan yang membentuk keanekaragaman hayati pada ekosistem sawah

(Henuhili,2013).

Menurut Tauruslina (2015), ekosistem persawahan secara teoritis

merupakan ekosistem yang tidak stabil. Kestabilan ekosistem persawahan tidak

hanya ditentukan oleh keanekaragaman struktur komunitas tetapi juga oleh sifat-

sifat komponen serta interaksi antar komponen ekosistem. Hasil penelitian

7
mengenai kajian habitat menunjukkan bahwa tidak kurang dari 700 serangga

termasuk parasitoid dan predator ditemukan di ekosistem persawahan dalam

kondisi tanaman tidak ada hama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa

komunitas persawahan ternyata beranekaragam.

Ekosistem padi sawah bersifat cepat berubah karena sering terjadi

perubahan akibat aktivitas pengolahan tanah, panen, dan bera. Bera antar waktu

tanam tidak hanya menekan populasi hama tetapi juga berpengaruh pada

kerapatan populasi musuh alami pada awal musim tanam berikutnya, sehingga

pertumbuhan populasi predator tertinggal. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia

yang terus menerus dan berlebihan penggunaannya akan menimbulkan gangguan

terhadap keseimbangan ekosistem, termasuk ekosistem sawah. Terganggunya

ekosistem sawah akibat penggunaan bahan- bahan kimia sintetik tersebut

mengakibatkan terbunuhnya organisme yang ada di ekosistem sawah baik yang

merugikan maupun yang menguntungkan (Hadi, 2015).

C. Refugia

Refugia adalah intervensi ekosistem dengan menyediakan rumah untuk

pemangsa hama yaitu dengan menanam tanaman bunga disekitar persawahan.

Musuh alami yang bersarang di tanaman bunga akan menjadi predator atau

parasitoid bagi hama pengganggu padi. Food and Agriculture Organization

memperkenalkan rekayasa ekosistem dengan refugia sejak Oktober 2014 dalam

program Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) (Putri,2016).

8
Menurut Wardani (2013), perapan refugia di ekosistem sawah di setiap

periode pengamatan sehingga menunjukkan bahwa blok refugia memiliki tingkat

diversitas sedang sampai tinggi. Hal ini menunjukkan adanya kestabilan

lingkungan yang tinggi sehingga interaksi antar spesies yang terjadi tinggi.

Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kestabilan suatu

lingkungan pertumbuhan.

Ekosistem yang terganggu dan aplikasi pestisida menyebabkan penurunan

musuh alami. Blok refugia yang telah diterapkan menunjukkan tingkat daya tarik

yang tinggi untuk menarik Arthropoda sebagai musuh alami sehingga

pengendalian hayati dilakukan dengan manipulasi habitat. Penerapan refugia di

sekitar lahan pertanian berperan dalam menyediakan habitat alternatif bagi

banyak serangga predator dan parasitois serta menyediakan sumber makanan

yang sesuai utuk keberlangsungan hidupnya (Wardani,2013).

Cara penerapan refugia yaitu dengan menanam tumbuhan (baik tanaman

maupun gulma) disekitar tanaman yang dibudidayakan, yang berpotensi sebagai

mikrohabitat bagi musuh alami (baik predator maupun parasit), agar pelestarian

musuh alami tercipta dengan baik. Bagi musuh alami, tanaman refugia ini

memiliki banyak manfaat diantaranya adalah sebagai sumber nektar bagi musuh

alami sebelum adanya populasi hama di pertanaman. Beberapa jenis tanaman

refugia yang mudah ditemukan dan mudah dikembangkan di lokasi pertanaman

padi di Indonesia diantaranya adalah bunga matahari, bunga pukul 4, bunga

kenikir, bunga kertas, dan bunga tapak dara (Sari, 2014).

9
III. METODE PRAKTIK KERJA LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu Praktik Kerja Lapangan

Tempat pelaksanaan praktik kerja lapangan yaitu di Laboratorium

Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas (Laboratorium PHP Banyumas) Jawa

Tengah. Praktik Kerja Lapangan dilaksanakan selama 25 hari kerja, dimulai bulan

Juli sampai Agustus 2016.

B. Materi Praktik Kerja Lapangan

Materi praktik kerja lapangan diperoleh dari penerapan refugia ekosistem

sawah pada program Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan

Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

C. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

Praktik kerja lapangan ini dilaksanakan dengan metode magang, yaitu

dengan cara berperan aktif melakukan kegiatan secara langsung di lapangan dan

di laboratorium mengenai penerapan refugia ekosistem sawah pada program

Pengendalian Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Banyumas Jawa Tengah.

10
D. Cara Pengambilan Data

Pengambilan data meliputi data primer dan data sekunder:

1. Data primer

Data primer diperoleh dari pengamatan secara visual dari pengamatan dan

praktik secara langsung serta pencatatan data di lapangan dan laboratorium

serta foto atau dokumentasi yang diambil saat pelaksanaan kerja praktik.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari:

a. Data informasi atau arsip yang ada di Laboratorium Pengamatan Hama

dan Penyakit Tanaman Banyumas (Laboratorium PHP Banyumas) Jawa

Tengah.

b. Catatan, buku, dokumen, dan pustaka lain yang berhubungan dengan

kegiatan penerapan refugia ekosistem sawah pada program Pengendalian

Hama Terpadu di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

Banyumas Jawa Tengah.

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Banyumas Jawa Tengah

1. Sejarah dan Perkembangan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Banyumas Jawa Tengah

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT)

Banyumas merupakan instansi di bawah Balai Perlindungan Tanaman Pangan

dan Hortikultura (BPHPT) Semarang. BPHPT mulai aktif pada tahun 1982,

namun belum berdiri sendiri secara sempurna karena merupakan instansi

binaan dari Desa Pertanian Propnsi. Tahun 1987 mulai di rintis pembangunan

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman yang merupakan

kerjasama atara pemerntah Indonesia dengan pemerintah Jepang.

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT) Banyumas

merupakan salah satu dari 87 LPHPT yang telah direalisasikan

pembangunannya di Indoneesia. LPHPT Banyumas dibuka di wilayah

Provinsi Jawa Tengah yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada

tanggal 28 Juli 1988. Secara resmi, pada bulan April 1995 LPHPT Banyumas

terrbentuk. Tujuan didirikannya LPHPT Banyumas adalah,

1. Mengurangi rentang kendali yang besar dari BPTPH agar dalam bekerja

lebih efektif.

2. Mengawasi dan mengkoordinir kegiaran-kegiatan dalam wilayah

pengamatan terutama oleh pengamatan hama dan penyakit.

12
Gambar 1. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT)
Banyumas Jawa Tengah.

2. Sarana dan Prasarana

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas

Jawa Tengah dilengkapi dengan berbagai sarana fisik berupa laboratorum

hama ruang klinik tanaman, laboratorium penyakit, ruang administrasi

keuangan, mushola, gudang agensi hayati, dapur, ruang teknis dan mutu,

laboratorium agensi hayati, ruang pertemuan, ruang pimpinan puncak, ruang

perpustakaan, ruang administrasi umum dan ruang pertemuan.

Gambar 2. Lobi LPHPT Banyumas.

13
Gambar 3. Ruang Admibistrasi Umum dan Pertemuan

Gambar 4. Ruang Teknis dan Mutu.

Gambar 5. Laboratorium Penyakit.

3. Kedudukan dan Struktur Organisasi

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas

Jawa Tengah adalah bagian dari UPTD Balai Perlindungan Tanaman Pangan

dan Hortikultura Jawa Tengah adalah Unit Pelaksana Teknis, maka struktur

organisasi Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

Banyumas Jawa Tengah sebagai berikut:

14
1. Pimpinan Laboratorium PHPT

2. Urusan Tata Usaha

3. Kelompok Jabatan Fungsional

Daerah produksi tanaman pangan dan hortikultura di bagi habis

kedalam wilayah pengamatan yang sama. Wilayah administrasi kecamatan

merupakan wilayah kerja Pengendalian Hama terpadu secara teknis dan

urusan administrasi yang berkaitan dengan status dan kepegawaian PHP

dikoordinasi oleh Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

Banyumas.

Penataan administrasi di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman Banyumas meliputi administrasi kepegawaian, administrasi

keuangan dan administrasi umum.

1. Administrasi Kepegawaian

Pelaksanaan kegiatan kepegawaian di Laboratorium Pengamatan Hama

dan Penyakit Tanaman (LPHPT) Banyumas meliputi jumlah pegawai,

usulan tentang kenaikan pangkat, permohonan kartu tespen, karpeg, karis,

cuti pegawai, pengajuan pension dan lain-lain. Jumlah pegawai di

Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas baik

staf LPHPT Banyumas maupun POPT-PHP dilapang sejumlah 77 orang

terdiri dari PNS 66 orang, THL 11 orang, non struktural 17 orang dan

fungsional 49 orang.

2. Adminnistrasi Keuangan

15
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman (LPHPT)

Banyumas memiliki PUMK APBN dan APBD untuk mengelola kegiatan-

kegiatan Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

(LPHPT) Banyumas untuk kelencaran pelaksanaan tugas pokok dan

fungsi

3. Administrasi Umum

Pokok kegiatan administrasi umum adalah surat-menyurat, perlengkapan

dan rumah tangga kantor terutama tentan pemeliharaan kantor dan

lingkungan, pelayanan alat dan komunikasi.

Gambar 6. Struktur Organisasi Laboatorium Pengamatan Hama dan Penyakit


Tanaman Banyumas.

4. Visi dan Misi

Visi:

1. Laboratorium PHP Banyumas - UPTD BPTPH Jawa Tengah menjadi

lembaga terdepan dalam perlindungan tanaman yang profesional

16
dengan manajemen pengamanan produksi yang lebih terencana, lebih

cerdas, lebih tajam dan lebih operasional sesuai dengan tugas dan

fungsinya.

2. Terwujudnya kemandirian masyarakat petani dalam menerapkan PHT

pada system pertanian berkelanjutan yang berbasis pedesaan dan

berwawasan agribisnis.

Misi:

1. Memastikan pengawasan yang ketat terhadap produk yang dihasilkan.

2. Memastikan tingkat kepuasan pelanggan terpenuhi terhadap produk yang

dihasilkan.

3. Menciptakan kondisi yang konduksif untuk terbinanya kemandirian petani

dalam pengelolaan OPT

4. Menjadikan Petugas LOPT dan LAH serta POPT profesional dibagiannya

mampu bekerjasama dengan petani mengatasi masalah perlindungan

tanaman.

5. Mendorong dan memperluas kawasan ALPP/PFA , PFPS

6. Mendukung tersedianya agens pengendali hayati seperti Trichoderma sp,

Beauveria bassiana, Metharizium sp, Gliocladium sp, Pseudomonas

fluorescens, Paenibacillus polimyxa.

7. Peningkatan peran lembaga perlindungan ditingkat petani misalnya;

PPAH, RPT, Klinik Tanaman, Paguyuban Petani alumni SLPHT, IPPHTI.

17
8. Membuat inovasi / pengembangan untuk meningkatkan kualitas Agens

pengendali hayati serta menemukan Agens pengendali hayati baru dengan

cara melakukan eksplorasi.

9. Pengujian dan penerapan teknis pemantauan, peramalan dan pengendalian

organisme pengganggu tumbuhan (OPT), bencana alam dan faktor iklim

dibidang pertanian

10. Meningkat kemampuan inovasi dan kualitas SDM.

B. Budidaya Refugia Ekosistem Sawah

Penulis melakukan kegiatan penamanan tanaman refugia. Beberapa jenis

tanaman yang biasa digunakan dalam penerapan refugia ekosistem sawah adalah

tanaman bunga kenikir, tanaman bunga pacar air dan tanamn bunga pukul empat.

Kegiatan penanaman yang penulis lakukan adalah penanaman tanaman bunga

kenikir, tanaman bunga pacar air dan bunga pukul empat.

1. Bunga Kenikir

Tanaman bunga kenikir termasuk bunga yang banyak digunakan untuk

refugia ekosistem sawah di beberapa wilayah. Tanaman bunga kenikir yang

banyak terdapat di pinggiran sawah adalah yang memilki bunga kuning. Menurut

Hasan (2011), kenikir (Cosmos caudatus) adalah tumbuhan tahunan yang berumur

pendek, bersifat herbal, dan aromatik. Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tengah

dan hampr sebagain besar tumbuh di daerah tropis. Kenikir termasuk keluarga

Asteraceae. Tumbuhan ini termasuk tumbuhan herbal semusim dengan tinggi

antara 0,5-1,5 m. Batang tegak, beralur, dan mempunyai banyak percabanagn

18
serta berwarna hijau terang keunguan. Daun majemuk berbentuk lanset dengan

ujung meruncing dan berwarna hijau dengan tepi bergerigi. Bunga dari tanman ini

ditemukan soliter atau berkumpul dalam kelompk pada satu tangkai. Bunga

majemuk mempunyai tangkai bunga berbentuk cawan berwarna kuning. Setiap di

bagian bawah bunga terdapat daun pembalut warna hijau berbentuk lonceng.

Penanaman tanaman bunga kenikir diharapkan menjadi rumah musuh alami

dan menurunkan tingkat serangan serangga hama pada tanaman budidaya.

Menurut Karimy (2013), kenikir (Cosmos caudatus) diketahui mengandung

saponin (batang dan daun), alkaloid (batang dan daun), steroid (batang dan daun),

fenol (daun), flavonoid (batang dan daun) dan terpenoid (daun). Flavanoid

memilki aktivitas antioksidan serta memilki efek yang tidak disukai serangga

hama. Aktivitas alkaloid didapat dari sebagian besar tanaman berbunga

(magnoliopsida). Alkaloid merupakan salah satu komponen aktif dalam daun dan

bunga yang mempunyai sifat racun yang mempengaruhi aktivitas fisiologi secara

luas.

Tahapan budidaya tanaman bunga kenikir adalah sebagai berikut

a. Persiapan dan Penanaman

Media tanam yang digunakan untuk semai yaitu wadah besar yang sudah diisi

dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Benih yang telah

di seleksi di taburkan diatas media tanam lalu ditutup dengan tanah tipis-tipis

dan disiram dengan air agar kelembabannya terjaga. Bibit tanaman kenikir

berasal dari Desa Pliken, Jawa Tengah. Benih bunga kenikir yang akan

19
dijadikan bibit adalah biji yang berasal dari bunga yang sudah tua dan kering.

Biji berwarna hitam dan lebih keras.

Gambar 7. Pengambilan biji bunga kenikir di Desa Pliken.

b. Perawatan

Perawatan yang dilakukan berupa penyiraman setiap pagi hari tetapi

disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Ketika tanah masih dalam keadaan

lembab maka tidak perlu dilakukan penyiraman. Gulma yang tumbuh

disekitar tanaman perlu di cabut agar tidak mengganggu pertumbuhan

tanaman kenikir.

Gambar 8. Bunga Kenikir.

2. Bunga Pacar Air

Bunga pacar air termasuk bunga yang digunakan sebagi tanaman

refugia. Menurut Mardiyanti (2013), pacar air (Impatiens balsamina L.)

20
adalah tanaman yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara namun

telah diperkenalkan ke Amerika pada abad ke- 19. Tanaman ini adalah

tanaman tahunan atau dua tahunan dan memiliki bunga yang berwarna putih,

merah, ungu, atau merah jambu. Bentuk bunganya menyerupai bunga

anggrek yang kecil. Tinggi tanaman ini bisa mencapai satu meter dengan

batangnya yang tebal namun tidak mengayu dan daunnya yang bergerigi

tepinya. Pacar air juga dikenal sebagai bunga balsam yang merupakan

tanaman semusim, berakar serabut, berbatang basah, bulat, licin, tegak,

bercabang, warnanya hijau kekuningan dan biasa ditanam di halaman sebagai

tanaman hias atau tumbuhan liar ditempat yang cukup mendapat air dan sinar

matahari.

Bunga pacar air digunakan unuk refugia ekosistem sawah di beberapa

wilayah. Menurut Masfiyah (2013), biji dan daun paca air mengandung

saponin dan fixel oil (terdiri dari : spinasterol, ergosterol, balsaminasterol,

parinaric acid, minyak menguap, quercetin, derifat kaempferol, dan

naphthaquinon). Bunga mangandung anthocyanins, cyanidin, delphinidin,

pelargonidin, malvidin, kaempherol, quercetin. Akar mengandung cynadin

yang berfungsi sebagi penolak serangga hama. Bunga pacar air mengandung

nektar yang mengundang musuh alami.

21
Penulis melakukan budidaya pacar air pada tanggal 16 Agustus 2016.

Tahapan budidaya tanaman bunga pacar air adalah sebagai berikut

a. Pembibitan

Bibit tanaman pacar air di dapatkan ketika melakukan observasi di

daerah Wangon. Bibit bunga pacar air yang digunakan adalah biji nya.

Biji yang baik di dapatkan dari buah yang berukuran besar, berwarna

kuning atau kuning kehijauan, matang di pohon, belum pecah/meletup

dan didapatkan dari tanaman yang berbunga lebat. Biji dikeluarkan dari

buahnya, biji yang digunakan adalah yang berwarna cokelat kehitaman.

Biji diletakan dalam wadah yang kering dan tempat yang terkena sinar

matahari.

Gambar 9. Benih tanaman bunga pacar air.

b. Persiapan dan Penanaman

Media tanam yang digunakan untuk semai yaitu wadah besar yang sudah

diisi dengan tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Biji

yang telah di seleksi di taburkan diatas media tanam lalu ditutup dengan

tanah tipis-tipis dan disiram dengan air agar kelembabannya terjaga.

22
Gambar 10. Persemaian benih tanaman bunga pacar air.

c. Perawatan

Perawatan yang dilakukan berupa penyiraman setiap pagi hari tetapi

disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Ketika tanah masih dalam

keadaan lembab maka tidak perlu dilakukan penyiraman. Gulma yang

tumbuh disekitar tanaman perlu di cabut agar tidak mengganggu

pertumbuhan tanaman pacar air.

Gambar 11. Bunga pacar air.

3. Bunga Pukul Delapan

Tanaman bunga pukul delapan merupakan tanaman bunga yang banayk

digunakan sebagai refugia ekosistem sawa.h. Jenis tanaman bunga pukul

delapan yang paling sering digunakna adalah yang berwarna putih. Menurut

Hamid (2003),tanaman bunga pukul delapan (Turnera sp.) dikenal sebagai

23
tanaman hias (ornamental plant), sebagai tanaman obat (medicinal plant),

juga sebagai tanaman pengendali hama (beneficial plant). Bunga pukul

delapan biasanya mekar pada pukul delapan pagi dan juga layu di siang/sore

hari. Bunga pukul delapan memiliki akar pena yang cukup panjang, 30-80

cm. Herba berbatang basah dan bertumbuh ke samping atau naik ke atas,

memiliki panjang sekitar 60-150 cm dan bercabang mulai dari pangkalnya.

Daunnya tunggal, bentuk lancet, tidak memiliki tangkai, serta di ujung

batangnya berjejal padat, dan ke bagian pangkal daunnya lebih panjang.

Bunga pukul delapan berkumpul membentuk kelompok antara 2-8 kuntum.

berbentuk bulat telur terbalik, berwarna kuning cerah (varietas Turnera

ulmifolia) dan berwarna putih (varietas Turneria Subulata) , berkelamin

ganda, memiliki 5 helai mahkota bunga. Benang sari berjumlah 5 buah

sedangkan tangkai putik sebanyak 3 buah yang berbentuk seperti sikat. Bunga

tumbuh pada ketiak daun , dan memiliki 2 buah daun pelindung yang

berbentuk lancet. Biji berwarna putih tulang, berukuran kecil , berbentuk

panjang , pipih. Perbanyakan dengan biji (generatif), dan bisa juga dengan

stek.

Kegiatan budidaya bunga pukul delapan yang penulis lakukan dengan cara

stek.

a. Persiapan dan Penanaman

Disiapkan media tanam berupa tanah yang telah dicampur dengan pupuk

kandang 1:1. Media tanam dimasukan kedalam polybag kecil berukuran

Tanah dimasukan memenui ⅔ isi polybag. Pilih tanaman bunga pukul

24
delapan yang akan diambil batang nya untuk stek. Batang yang baik

berasal dari tanaman bunga pukul delapan yang sudah berumur tua,

berbunga lebat dan kokoh. Batang dipotong miring. Batang yang telah

dipotng di renndam dalam larutan PGPR (Plant Grow Promoting

Rhizobacteium) untuk mempercepat pertumbuhan akarnya.

Gambar 12. Penanaman bibit tanaman bunga pukul delapan di Desa


Pliken

b. Perawatan

Perawatan tanaman bunga pukul delapan yang di stek adalah dengan

melakukan penyiraman untuk menjaga kelembaban tanah nya dan

pencabutan gulma yang ikut tumbuh agar tidak mengganggu

pertumbuhan dan hasil stek dapat tumbuh dengan baik.

Gambar 13. Bunga pukul delapan.

25
C. Pemantauan Wilayah Refugia Ekosistem Sawah

Penulis melakukan kegiatan pemantauan wilayah yang dilakukan refugia

ekosistem sawah. Penulis melakukan pemantauan bersama pegawai Laboratorium

Pengamatan hama dan Penyakit Tanamanan (LPHPT) Banyumas. Wilayah yang

dilakukan pemantauan yaitu Desa Pliken Kecamatan Kembaran Kabupaten

Banyumas, Desa Penolih Kecamatan Kaligondang Kabupaten Purbalingga dan

Desa Kedung Menjangan Kecamatan Kedung Menjangan Kabupaten Purbalingga.

1. Pemantauan Wilayah Refugia Ekosistem Sawah Desa Pliken, Banyumas.

Pemantauan wilayah refugia ekosistem sawah Desa Pliken, Banyumas

dilakukan oleh penulis pada hari Jum’at, 22 Juli 2016 dan hari Jum’at, 05

Agustus 2016. Pemantauan yang dilakukan meliputi pemantauan jenis

tanaman refugia yang tumbuh, musuh alami yang terdapat di tanaman refugia

dan hama yang terdapat di tanaman padi.

Tanaman refugia yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa

Pliken, Banyumas meliputi tanaman bunga kenikir dan tanaman bunga pukul

empat. Musuh alami yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa

Pliken Banyumas meliputi belalang sembah, lebah, laba-laba, kumbang koksi

dan paederuss. Hama yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa

Pliken meliputi belalang, walang sangit dan kupu penggerek batang.

Gambar 14. Pemantauan wilayah refugia ekosistem sawah Desa Pliken

26
Gambar 15. Tanaman bunga pukul delapan sebagai refugia ekosistem sawah
Desa Pliken.

Gambar 16. Tanaman bunga kenikir sebagai refugia ekosistem sawah Desa
Pliken.

2. Pemantauan Wilayah Refugia Ekosistem Sawah Desa Kedung Menjangan,

Purbalingga.

Pemantauan wilayah refugia ekosistem sawah Desa Kedung Menjangan,

Purbalingga dilakukan oleh penuis pada hari Kamis, 28 Juli 2016 dan Rabu,

10 Agustus 2016. Pemantauan yang dilakukan meliputi pemantauan jenis

tanaman refugia yang tumbuh, musuh alami yang terdapat di tanaman refugia

dan hama yang terdapat di tanaman padi.

Tanaman refugia yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa

Kedung Menjangan, Purbalingga meliputi tanaman bunga pacar air, tanaman

bunga kenikir dan tanaman bunga pukul empat.

27
Musuh alami yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa Kedung

Menjangan, Purbalingga meliputi belalang sembah, lebah, laba-laba dan

kumbang koksi. Hama yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah

Desa Kedung Menjangan, Purbalingga meliputi walang sangit, wereng coklat

dan kupu penggerek batang.

Gambar 17. Tanaman bunga kenikir sebagai refugia ekosistem sawah Desa
Kedung Menjangan.

Gambar 18. Tanaman bunga pacar air sebagai refugia ekosistem sawah Desa
Penolih.

3. Pemantauan Wilayah Refugia Ekosistem Sawah Desa Penolih, Purbalingga.

Pemantauan wilayah refugia ekosistem sawah Desa Penolih, Purbalingga.

dilakukan oleh penuis pada hari Kamis, 28 Juli 2016 dan Kamis, 11 Agustus

2016. Pemantauan yang dilakukan meliputi pemantauan jenis tanaman

28
refugia yang tumbuh, musuh alami yang terdapat di tanaman refugia dan

hama yang terdapat di tanaman padi. Tanaman refugia yang terdapat di

wilayah refugia ekosistem sawah Desa Penolih, Purbalingga meliputi

tanaman wijen, tanaman bunga kenikir dan tanaman bunga pukul empat.

Tanaman refugia yang paling mendominasi adalah pertanaman wijen karena

selain dimanfaatkan sebaga tanaman refugia, tanaman wijen juga

mengutungkan dari segi keonomi karena memilki harga jua yang tinggi.

Musuh alami yang terdapat di wilayah refugia ekosistem sawah Desa Penolih,

Purbalingga meliputi laba-laba, kumbang koksi, belalang sembah, paederuss

dan kumbang karabid. Hama yang terdapat di wilayah refugia ekosistem

sawah Desa Penolih, Purbalingga meliputi ulat daun, wereng coklat, kupu

penggerek batang,belalang dan walang sangit.

Gambar 19. Tanaman wijen sebagai refugia ekosistem sawah Desa Penolih.

Gambar 20. Tanaman bunga turnera dan kenikir sebagai refugia ekosistem
sawah Desa Penolih.

29
D. Data Musuh Alami dan Serangga Hama Penerapan Refugia Ekosistem

Sawah

Pengamatan serangga hama dan musuh alami selama kegiatan Praktik Kerja

Lapangan dilakukan sebanyak 4 kali pada fase vegetatif tanaman padi.

Pengamatan refugia ekosistem sawah dilakukan di Desa Penolih Kecamatan

Kaligondang Kabupaten Purbalingga. Pengamatan dilakukan bersama petani

mulai dari pukul 06.00 – selesai. Setiap pengamatan dilakukan pencatatan data

dan evaluasi bersama pada minggu ke 4. Hal ini dilakasanakan untuk mendukung

program pemerintah yaitu pelaksanaan program pengendalian penyakit hama

terpadu (PPHT) di Wilayah Purbalingga.

Tabel 1. Data Pengamatan Serangga Hama dan Musuh Alami refugia ekosisitem
sawah di Desa Penolih
Minggu ke-
1 2 3 4
1 Ulat daun 2 5 3 1
2 Wereng coklat 12 26 57 25
3 Belalang 8 7 5 4
4 Walang Sangit 13 11 10 9
5 Kupu penggerek batang 9 10 8 7
6 Laba-Laba 16 20 21 23
7 Cocsinella 11 14 14 16
8 Paederus 9 8 15 17
9 Kumbang Karabid 5 4 4 6

Tabel 1. Menunjukan data pengamatan serangga hama adanya musuh alami

refugia ekositem sawah di desa Penolih. Pengamatan dilakukan selama 4 minggu

dan dilakukan pencatatan data setiap minggunya. Pengamatan minggu pertama

diperoleh data ulat daun 2 ekor , wereng coklat 12 ekor, belalang 8 ekor, walang

sangit 13 ekor, kupu penggerek batang 9 ekor, laba-laba 16 ekor, cocsinella 11

30
ekor, paederus 9 ekor dan kumbang karabid 5 ekor. Pengamatan minggu kedua

diperoleh data ulat daun 5 ekor , wereng coklat 26 ekor, belalang 7 ekor, walang

sangit 11 ekor, kupu penggerek batang 10 ekor, laba-laba 20 ekor, cocsinella 14

ekor, paederus 8 ekor dan kumbang karabid 4 ekor. Pengamatan minggu ketiga

diperoleh data ulat daun 3 ekor , wereng coklat 57 ekor, belalang 5 ekor, walang

sangit 10 ekor, kupu penggerek batang 8 ekor, laba-laba 21 ekor, cocsinella 14

ekor, paederus 15 ekor dan kumbang karabid 4 ekor. Pengamatan minggu

keempat diperoleh data ulat daun 1 ekor , wereng coklat 25 ekor, belalang 4 ekor,

walang sangit 9 ekor, kupu penggerek batang 7 ekor, laba-laba 23 ekor, cocsinella

16 ekor, paederus 17 ekor dan kumbang karabid 6 ekor.

Pengamatan di lakukan setiap minggu pukul 06.00 WIB-selesai. Kondisi

cuaca pada tiap pengamatan berbeda. Pengamatan minggu 1 memilki kondisi

cuaca yang cerah, kondisi cuaca pengamatan 2 kondisi cuaca yang cerah, kondisi

pengamatan 3 memilki kondisi cuaca yang cerah sedangkan pada pengamatan 4

memilki kondisi cuaca yang mendung pada saat pengamatan. Hasil pengamatn

yang dilakukan setiap minggunya bahwa jumlah serangga hama dan msuh alami

tidak mengalami kenaikan yang sigifikan. Hal ini sesuai dengan Mustakin (2014),

Besarnya suhu tidak mengalami fluktuasi yang begitu besar. Tinggi rendahnya

suhu dapat dipengaruhi oleh cuaca yang mudah berubah-ubah setiap waktu. Rata-

rata suhu pada jam 06.00-08.15 sebesar 23,9 °C, jam 09.00-10.15 sebesar 26 °C,

siang sebesar 25 °C dan sore hari sebesar 24 °C. Kisaran suhu yang efektif untuk

serangga adalah 15°C (minimum), 25°C (optimum) dan 45°C (maksimum). Oleh

karena itu, suhu yang ada di lahan pertanian mendukung untuk kehidupan

31
serangga. Suhu optimum sangat mendukung untuk keberlangsungan hidup

serangga.
Jumlah Serangga Hama dan Musuh Alami

60

50

40

30
Minggu 1
20
Minggu 2
10
Minggu 3
0
Minggu 4

Jenis Serangga Hama dan Musuh Alami


Gambar 21. Grafik pengamtan jumlah serangga hama dan musuh alami refugia
ekosistem sawah Desa Penolih.

Gambar 21. menunjukan grafik pengamatan jumlah serangga hama dan

musuh alami. Jenis serangga hama yang diamati yaitu ulat daun, wereng coklat,

belalang walang sangit, dan kupu penggerek batang. Sedangkan musuh alami

yang diamati yaitu laba-laba, cocsinella, paederus dan kumbang karabid. Jumlah

ulat daun mengalami kenaikan pada minggu ke 2 dan mrngalami penurunan pada

minggu ke 4. Jumlah wereng coklat mengalami kenaikan dari minggu ke 1 sampai

minggu 3 dan turun pada minggu ke 4 Jumlah belalang mengalami penurunan dari

minggu 1 sampai minggu ke-4. Jumlah walang sangit penaglami penurunan

penurunan dari minggu 1 sampai minggu ke-4. Jumlah kupu penggerek batang

mengalami kenaikan pada minggu ke-2 dan mengalami penurunan pada minggu

ke 3 dan minggu ke 4. Jumlah laba-laba mengalami kenaikan dari minggu 1

32
sampai minggu 4. Jumlah cocsinella mengalami kenaikan pada minggu ke 2 dan

kenaikan pada minggu ke 4. Jumlah paederuss mengalami kenaikan pada minggu

ke 1 sampai minggu ke 4. Jumlah kumbang karabid mengalami penurunan pada

minggu ke 2 dan kenaikan kembali pada minggu ke 4.

Jumlah serangga hama dan musuh alami refugia ekosistem sawah Desa

Penolih mengalami kenaikan dan penurunan jumlah setiap minggunya. Hal ini

sesuai dengan Wardani (2013), tinggi rendahnya tingkat kesamaan komposisi

serangga ekosistem sawah dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain letak

blok, aktivitas pola kunjungan serangga, ketersediaan makanan, mikro habitat,

predator, tempat bersarang dan intensitas gangguan. Selain itu,adanya tanaman

bunga di sekitar sawah dapat membantu menurunkan jumlah serangga hama

karena sebagai inang musuh alami.

Gambar 22. Kegiatan pencatatan data pengamatan jumlah serangga hama dan
musuh alami.

E. Analisis SWOT Tempat Praktik Kerja Lapangan

Analisis SWOT adalah metode perencanaan stratgis yang digunakan untuk

evaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan

33
ancaman (threat) dalam suatu nstansi. Analisis tersebut dilakukan oleh peserta

Praktik Kerja Lapang dengan tujuan agar instansi dapat mengevaluasi dan

memperbaiki segala sesuatu yang kurang sehingga dapat menjadi lebih baik.

Analisis SWOT yang dilakukan untuk Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas adalah sebagai berikut

Kekuatan (Strength) :

1. Segala kegiatan yang berlangsung di Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas didukung oleh tenaga kerja yang memiliki

status sebagai pegawai negeri sipil sehingga mempunyai kekuatan hukum

dalam melaksanakan kegiatannya.

2. Kerjasama dengan pihak luar berjalan dengan baik sehingga dapat menunjang

keberhasilan suatu instansi.

3. Adanya komunikasi yang baik antara peneliti dengan teknisi di lapang

sehingga tidak terjadi kendala teknis.

4. Dukungan para peneliti dan teknisi lapangan dalam memberikan kenyamanan

bagi peserta Praktik Kerja Lapangan (PKL) dalam berkomunikasi terkait teori

dan aplikasi di lapangan.

Kelemahan (Weakness):

1. Kurangnya tenaga kerja ahli yang berkerja di Laboratorium Pengamatan

Hama dan Penyakit Tanaman sehingga pekerjaan seringkali menumpuk.

2. Tidak adanya kebun percobaan di kawasan Laboratorium Pengamatan dan

Hama Penyakit Banyumas.

34
3. Kurangnya alat alat yang memadai guna menunjang suatu identifikasi dan

beberapa alat yang ada di Laboratorium Hama dan Penyakit Banyumas sudah

rusak sehingga perlu diperbaiki.

4. Tidak tersedianya penginapan (Mess) bagi peserta Praktik Kerja Lapangan

(PKL).

Peluang (Opportunity):

1. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas menjadi peluang

untuk menghasilkan peneltian tentang kajian hama dan penyakit tanaman

yang lebih berkualitas.

2. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas menjadi peluang

yang besar untuk mencari pekerjaan karena jumlah SDM yang masih sedikit

dan kebutuhan SDM yang diperlukan tinggi.

Ancaman (Threath):

1. Kurangnya standar operasional penggunaan alat laboratorium memungkinkan

terjadinya bahaya saat melakukan pengujian di Laboratorium Pengamatan

Hama dan Penyakit Tanaman.

35
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Banyumas merupakan instansi

di bawah Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPHPT)

Semarang yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah pada tanggal 28 Juli

1988. Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman Banyumas

Jawa Tengah dilengkapi dengan berbagai sarana fisik berupa laboratorum

hama ruang klinik tanaman, laboratorium penyakit, ruang administrasi

keuangan, mushola, gudang agensi hayati, dapur, ruang teknis dan mutu,

laboratorium agensi hayati, ruang pertemuan, ruang pimpinan puncak, ruang

perpustakaan, ruang administrasi umum dan ruang pertemuan guna

menunjang kegiatan suatu instansi. Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah masih memilki beberapa kendala

seperti kurangnya tenaga kerja ahli, kelengkapan alat alat penelitian serta

belum tersedianya kebun percobaan. Laboratorium Pengamatan Hama dan

Penyakit Tanaman Banyumas Jawa Tengah memberikan peluang untuk

mendapatkan pekerjaan serta menghasilkan penelitian tentang kajian hama

penyakut tanaman. Ancaman yang diperoleh dari kurangnya standar

operasional di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman

Banyumas Jawa Tengah adalah dapat terjadinya bahaya saat melakukan suatu

identifikasi hama dan penyakit tanaman.

36
2. s Penerapan refugia dilakukan dengan cara penanaman tanaman bunga

disekitar persawahan. Beberapa contoh tanaman bunga yang ditanam meliputi

tanaman bunga kenikir, bunga pacar air danbunga pukul delapan.

3. Pemanfaatan refugia ekosistem sawah adalah sebagai rumah untuk musuh

alami sehingga dengan berkembangnya musuh alami dapat mengurangi

intensitas serangan serangga hama pada persawahan.

4. Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit

Tanaman memberikan wawasan yang luas mengenai dunia pertanian dan

pengalaman kerja yang membentuk pribadi disiplin, kerja keras dan

professional.

B. Saran

Pengamatan jumlah serangga hama dan musuh alami perlu dilakukan

dengan alat khusus penangkap serangga agar data yang dihasilkan lebih

terpercaya. Perlu dilakukan pengamatan yang lebih intensif pada tanman refugia

dan perbandingan waktu pengamatan dengan jumlah serangga hama dan musuh

alami yang ada.

37
DAFTAR PUSTAKA

Azwir dan Ridwan. 2009. Peningkatan produktivitas padi sawah dengan


perbaikan teknologi budidiaya. Jurnal Akta Agrosia. 12 (2) : 212-218.
Effendi, Baehaki Suherlan. 2009. Strategi pengendalian hama terpadu tanaman
padi dalam perspektif praktek pertanian yang baik (Good Agricultural
Practices). Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. 2 (1) : 65-78.
Hadi, Mochammad. Hidayat Soesilohadi dan Wagiman. 2015. Keragaman
arthropoda tanah pada ekosistem sawah organik dan sawah anorganik.
Biodivindon. 1 (7) : 1577-1581.
Hamid, Hasmiandy. Damayanti Buchori dan Hermaru Triwidodo. 2003.
Keanekaragaman parasitoid dan parasitisnya pada pertanaman padi di
Kawasan Tanamn Nasional Gunung Halimun. Jurnal Hayati. 10 (3) : 85-90.
Hasan, Puji. Abu Umayah dan Weni. 2011. Peran tanaman refugia terhadap
kelimpahan serangga herbivore pada tanaman padi pasang surut. Jurnal
Lahan Suboptimal. 9 (5) : 9.
Hasibuan, Muainah. 2008. Kajian Penerapan Hama Terpadu (PHT) pada Petani di
Kabupaten Tapanuli Selatan. Tesis. USU Press, Sumatera Selatan.
Henuhili, Victoria dan Tien Aminatum. 2013. Konservasi musuh alami sebagai
pengendali hayati hama dengan pengelolaan ekosistem sawah. Jurnal
Penelitian Saintek. 18 (2) : 1-12
Herlinda, Siti. Waluyo dan Chandra Irsan. 2008. Perbandingan keanekargaman
spesies dan kelimpahan arthropoda predator penghuni tanah di sawah lebak
yang diaplikasikan dan tanpa aplikasi insektisida. Jurnal Entomol. 5 (2) :
96-107.
Karimy. Julendra dan Damayanti. 2013. Efektifitas ekstrak daun kenikir (Cosmos
caudatus), daun mengkudu (Morinda citrifolia), dan tepung cacing tanah
(Lumbricus rubellus) dalam sediaan granul larut air sebagai koksidiostat
alami. JITV Yogyakarta. JITV. 18 (2) : 88-98.
Mardiyanti, Devi Erlinda. Karuniawan dan Medha. 2013. Dinamika
keanekaragaman spesies tumbuhan pasca pertumbuhan padi. Jurnal
Produksi Tanaman. 1 (1) : 21-36.

Masfiyah, Evi. Sri Karindah dan Retno. 2013. Asosiasi serangga predator dan
parasitoid dengan beberapa jenis tumbuhan liar di ekosistem sawah. Jurnal
HPT. 2 (2) : 9-13.

38
Sari, Ria Pravita. 2014. Efek refugia pada populasi herbivora di sawah padi merah
organik Desa Sengguruh. Jurnal Biotropika. 2 (1) : 14-19.
Soesanto, Loekas. 2013. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Tauruslia, Enie. Trizella dan Yaher Wandi. 2015. Analisis keanekaragaman hayati
musuh alami pada eksosistem padi sawah di daerah endemik dan non
endemik wereng batang cokelat Nilaparvata lugens di Sumatera Barat.
Biodiversity Indonesia. 1 (3) : 581-589.

Tri, Artining Putri. 2016. Refugia, sistem pembasmi hama dengan bunga. (On-
line), https://m.tempo.co/read/news/2016/04/01/095758855/refugia-sistem-
pembasmi-hama-dengan-bunga diakses 04 Mei 2016.
Wahyunto. 2009. Lahan sawah di Indonesia sebagai pendukung ketahanan pangan
nasional. Jurnal Informatika Pertanian. 18 (2) : 139.

Wardani, Fevilia Sukma. Amin Setyo Laksono dan Bagyo Yanuwaidi. 2013. Efek
blok refugia (Ageratum conyzoides, Ageratum houstonianum, Commelina
diffusa) terhadap pola kunjungan arthropoda di perkebunan apel Desa
Poncokusumo. Jurnal Biotropika. 1 (14) : 134-139.
Wardani, Fevilia Sukma. Amin Setyo Laksono dan Bagyo Yanuwaidi. 2013.
ketertarikan arthropoda pada blok refugia (Ageratum conyzoides, Ageratum
houstonianum, Commelina diffusa) di perkebunan apel Desa Poncokusumo.
Jurnal Biotropika. 1 (2) : 70-75.

39
LAMPIRAN

Surat Keterangan Selesai Praktik Kerja Lapanagan

40
Laporan Aktivitas Praktik Kerja Lapanagan

41
42
43
Dokumentasi Praktik Kerja Lapangan

Foto pendampingan petani di Desa Penolih Purbalingga

Foto perbanyakan agensia hayati di LPHPT Banyumas

Foto perpisahan hari terakhir kegiatan praktik kerja lapanagan

44
Foto bersama pegawai LPHPT Banyumas

Foto di halaman LPHPT Banyumas

45

Anda mungkin juga menyukai