Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia adalah gizi yang diperoleh dari
makanan sehari-hari. Jenis dan cara pengolahan bahan pangan sangat menentukan kadar gizi
hasil olahan makanan tersebut. Kebutuhan pangan dan gizi keluarga dapat terpenuhi dari
ketersediaan pangan setempat, daya beli yang terjangkau dan memenuhi syarat menu seimbang.
Sudah diketahui bahwa bahan pangan, seperti daging, ikan, telur, sayur maupun buah, tidak
dapat disimpan lama dalam suhu ruang. Masa simpan bahan pangan dapat diperpanjang dengan
disimpan pada suhu rendah; dikeringkan dengan sinar matahari atau panas buatan; dipanaskan
dengan perebusan; diragikan dengan bantuan ragi, jamur atau bakteri; dan ditambah bahan-
bahan kimia seperti garam, gula, asam dan lain-lain.
Pendinginan biasanya dapat memperpanjang masa simpan bahan pangan selama
beberapa hari atau beberapa minggu, sedangkan pembekuan dapat bertahan lebih lama sampai
beberapa bulan. Pendinginan dan pembekuan masing-masing berbeda pengaruhnya terhadap
rasa, tekstur, warna,nilai gizi dan sifat-sifat lainnya. Pengawetan dengan jalan pendinginan
dapat dilakukan dengan penambahan es yang berfungsi mendinginkan dengan cepat suhu 0°C,
kemudian menjaga suhu selama penyimpanan. Jumlah es yang digunakan tergantung pada
jumlah dan suhu bahan, bentuk dan kondisi tempat penyimpanan, serta penyimpanan atau
panjang perjalanan selama pengangkutan. Bahan pangan yang diawetkan dengan cara
pendinginan tidak mengalami perubahan, sedangkan dengan cara pengeringan bahan mengalami
sedikit peruhanan rasa. Bahan pangan yang diawetkan dengan pemanasan, peragian atau
penambahan bahan-bahan kimia akan berubah baik rasa, bentuk maupun tampilannya,
misalnyua selai, sari buah, tempe, kecap, tapai dan lain-lain.
Untuk kebutuhan keluarga, daya tahan bahan pangan dapat diperpanjang untuk waktu
tertentu apabila disimpan pada suhu rendah, misalnya dalam lemari es. Namun masih banyak
masyarakat yang belum mampu memiliki lemari es yang masih tergolong barang mewah. Selain
itu masih banyak tempat tinggal di desa yang belum menggunakan listrik. Oleh karena itu,
pengetahuan cara mengolah dan mengawetkan bahan pangan untuk memperpanjang masa
simpannya perlu diketahui oleh masyarakat pedesaan atau yang ekonominya masih rendah.
II. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara pengolahan pangan dan pengawetan/teknologi pangan?
b. Bagaimana cara pengawetan/teknologi pangan dengan metode penggunaan garam,
asam, gula dan bahan kimia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Pengolahan Pangan Dan Gizi


Bahan dasar, utamanya yang baru dipetik akan tetap melaksanakan fungsi fisiologisnya
antara lain seperti respirasi. Kegiatan yang sama seperti masih melekat dengan induknya.
Pemanenan akan menyebabkan suplai yang melalui penyerapan akar terputus. Oleh karena itu
akan cepat sekali rusak, yang dapat menyebabkan nilai gizinya berkurang. Laju proses
kerusakan akan dapat cepat atau lambat, tergantung pada beberapa faktor. Kadar air yang tinggi
pada bahan segar dinilai menyebabkan kerusakan yang cepat. Kandungan air yang tinggi akan
memacu proses biologis yang dapat meneyebabkan kerusakan seperti pada sayuran dan daging.
Berbeda dengan biji-bijian yang dalam keadaan kering akan tahan terhadap kerusakan, bahkan
dapat disimpan sampai lebih daripada satu tahun.
Berbagai vitamin juga akan cepat rusak setelah dipanen, terutama vitamin C. Vitamin
A akan cepat teroksidasi, begitu pula dengan tokoferol atau vitamin E. Vitamin D peka terhadap
oksigen dan cahaya. Proses pengolahan itu sendiri akan dapat mengurangi nilai gizi bila
dibandingkan dengan keadaan segar. Makin banyak tingkat pengolahan nilai gizi akan semakin
banyak berkurang. Demikian pula kalau makin lama diolah.
Jazat renik kegiatan yang bersifat enzimatis, serta perubahan kimia dalam bahan hasil
pertanian merupakan penyebab utama kerusakan. Jazat renik tetap dianggap merupakan
penyebab susut utama, baik kualitas, maupun kuantitas bahan hasil pertanian. Kegiatan
enzimatis akan berlangsung pada kandungan air yang tinggi, serta suhu yang cocok untuk
kegiatan suatu enzim. Reaksi kimia akan berlangsung pada kadar air yang tinggi. Faktor suhu
sangat penting dalam menyebabkan kerusakan pangan. Sesuai dengan hukum vant’ Hoff, bahwa
kenaikan suhu 10 °C akan menyebabkan reaksi berlipat dua kecepatannya, tetapi akibat
pengerusakannya bisa lebih, misalnya pada sayur dan buah-buahan sampai 2,5 kali.
II. Pengawetan makanan dengan garam, asam, gula dan bahan kimia
Pengawetan pangan memiliki dua maksud yaitu menghambat pembusukan dan
menjamin mutu awal pangan agar tetap terjaga selama mungkin. Penggunaan pengawet dalam
produk pangan dalam prakteknya berperan sebagai anti mikroba atau anti oksidan atau
keduanya. Jamur, bakteri dan enzim sebagai penyebab pembusukan pangan perlu dihambat
pertumbuhan maupun aktivitasnya. Untuk menghambat pembusukan dan menjamin mutu awal
pangan agar tetap terjaga selama mungkin, maka makanan perlu diawetkan dengan
menggunakan:
a. Garam
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama dilakukan orang.
Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan menarik air dari bahan sehingga
mikroorganisme pembusuk tidak dapat berkembang biak karena menurunnya aktivitas air.
Garam digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme dan sebagai penghambat
selektif pada mikroorganisme pencemar seperti mikroorganisme proteolitik dan spora. Sifat-
sifat Anti mikroorganisme dari Garam : Garam memberi sejumlah pengaruh bila ditambahkan
pada jaringan tumbuh-tumbuhan yang segar. Garam akan berperan sebagai penghambat selektif
pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan
pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garamyang rendah
sekalipun (yaitu sampai 6%). Mikroorganisme patogen termasuk Clostridium botulinum
kecuali Streptococcusaureus dapat dihambat oleh konsentrasi garam sampai 10 – 12%.
Beberapa mikroorganisme terutama jenis Leuconostoc dan Lactobacillus dapat tumbuh dengan
cepat dengan adanya garam. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) dari bahan sehingga
dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme seperti bakteri
halofilik (bakteri yang tahan hidup padakonsentrasi garam yang tinggi) dapat tumbuh dalam
larutan garam yang hampir jenuh,tetapi membutuhkan waktu penyimpanan yang lama untuk
tumbuh dan selanjutnya terjadi pembusukan.
Contoh pengawetan makanan dengan penggunaan garam adalah sebagai berikut :
1. Penggaraman Ikan
Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni:
a. Penggaraman kering (dry salting) dengan menggunakan garam kering ; ikan disiangi
lalu dilumuri garam dan disusun secara berlapis-lapis dengan garam.
b. Penggaraman basah (brine salting) dengan menggunakan larutan garam jenuh ; ikan
ditumpuk dalam bejana/wadah kedap air lalu diisi dengan larutan garam.
c. Penggaraman kering tanpa wadah kedap air (kench salting); hampir sama dengan
cara (1), tetapi karena wadah yang digunakan tidak kedap air, maka
larutan/cairangaram yang terbentuk akan langsung mengalir ke bawah dan dibuang.
d. Penggaraman yang diikuti dengan proses perebusan (pindang) atau mencelupkan
dalam larutan garam panas (cue).
2. Telur Asin
Telur asin adalah suatu hasil olahan telur dengan prinsip penggaraman. Fungsi garam di
sini sama dengan penggaraman ikan yaitu menarik air sampai kadar air tertentu sehingga
bakteri tidak dapat berkembang lagi. Garam yang digunakan juga harus bersih dan
ukuran krista lgaramnya tidak terlalu halus.
3. Acar
Acar atau yang dikenal dengan pickle adalah sayur atau buah yang diberi garam dan
diawetkan dalam cuka baik diberi bumbu atau tidak. Proses penggaraman dilakukan
pada tahap awal pembuatan acar dengan cara fermentasi. Terkadang dilakukan
penambahan gula sebanyak 1% apabila sayur atau buah yang digunakan berkadar gula
rendah. Jadi, acar dibuat dengan kombinasi dua cara pengawetan yakni penggaraman
dan fermentasi.
4. Ikan Teri
Ikan teri merupakan produk setengah jadi dari hasil pengolahan ikan yang menggunakan
dasar proses penggaraman dan pengeringan. Namun demikian ada juga ikan teri tawar,
untuk ikan jenis ini maka ikan tidak dilakukan penggaraman
b. Gula
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan menghambat
pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30
gram/kg bahan. Gula atau sukrosa merupakan karbohidrat berasa manis yang sering pula
digunakan sebagai bahan pengawet khususnya komoditas yang telah mengalami perlakuan
panas. Perendaman dalam larutan gula secara bertahap pada konsentrasi yang semakin tinggi
merupakan salah satu cara pengawetan pangan dengan gula. Gula seperti halnya garam juga
menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri penyebab pembusukan, kapang, dan khamir.
Makanan yang dimasak dengan kadar sukrosa/gula pasir tinggi akan meningkatkan
tekanan osmotik yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri terhambat. Gula terlibat dalam
pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Beberapa diantaranya yang
biasa dijumpai termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah pekat, sirup buah-buhan, buah-buahan
bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis, chutney, susu kental manis,
madu walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu
produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut
biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari
teknik pengawetanbahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang
tinggi (pH rendah), perlakukan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu
rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pengawet kimia (seperti belerang dioksida, asam benzoat)
merupakan teknik-teknik pengawetan panganyang penting. Apabila gula ditambahkan ke dalam
bahan pangan dalam konsentrasi yang tinggi (paling sedikit40% padatan terlarut) sebagian dari
air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw)
dari bahan pangan berkurang walaupun demikian, pengaruh konsentrasi gula pada aw bukan
merupakan faktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan berbagai mikroorganisme
karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nilai
aw yang sama dapat menunjukkan ketahanan yangberbeda-beda terhadap kerusakan karena
mikroorganisme. Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi cenderung rusak oleh
khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas
(seperti dalam pasteurisasi) ataudihambat oleh hal-hal lain.
Monosakarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan dibanding dengan
disakarida ataupolisakarida pada konsentrasi yang sama, dan digunakan dengan sukrosa dalam
beberapa produkseperti selai.
c. Asam
Asam benzoat, asam propionat, dan asam sorbat merupakan zat pengawet makanan yang
aman untuk mencegah makanan agar tidak cepat rusak. Golongan asam ini digunakan untuk
menurunkan pH sampai kadar pH yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Biasanya,
digunakan pada jajanan pasar atau kue-kue basah.
Salah satu pengawet makanan dari golongan asam yang cukup terkenal adalah asam
benzoat. Pengawet makanan ini berbentuk kristal dengan warna yang putih. Pada 1875, seorang
peneliti, Salkowski, menemukan bahwa pengawet campuran asam benzoat akan cenderung
awet.
d. Bahan Kimia
Bahan tambahan kimia digunakan untuk bermacam-macam tujuan, namun pada
umumnya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil produksi. Berkaitan dengan proses
pembuatan produk-produk olahan atau awetan jahe, beberapa jenis bahan tambahan kimia yang
mungkin digunakan adalah sebagai berikut.
1. Kaporit
Kaporit berbentuk kristal putih dan berbau merangsang. Bahan kimia ini memiliki
kemampuan membunuh mikroba, termasuk mikroba penyebab kerusakan bahan
makanan dan minuman. Dalam kegiatan pengolahan atau pengawetan jahe, kaporit
diperlukan untuk menyucihamakan (sanitasi) peralatan produksi yang bersinggungan
secara langsung dengan bahan/adonan yang diproses serta botol/kaleng kemasan produk.
Dosis penggunaan Kaporit adalah 1% atau 10g/liter air perendam.
2. Asam sitrat dan asam asetat (cuka)
Asam sitrat berbentuk kristal, mirip dengan gula pasir. Bahan ini memiliki kemampuan
menurunkan derajat keasaman (pH) atau membuat suasana larutan menjadi asam.
Namun, pada kondisi tertentu suasana asam juga dapat dibuat dengan penambahan asam
asetat atau cuka (CH3COOH).
3. Natrium klorida (NaCl)
Dalam bahasa sehari-hari, natrium klorida dikenal sebagai garam dapur, yakni bahan
kimia yang berfungsi sebagai pemberi rasa asin,bahan ini dapat digunakan dalam jumlah
sesuai kebutuhan.
4. Natrium benzoate
Natrium benzoat berbentuk kristal putih. Bahan kimia ini berperan sebagai bahan
pengawet seperti produk jahe dalam sirup yang dikemas dalam wadah tertutup.
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Penggunaan garam, gula, asam dan bahan kimia lainnya dalam makanan biasanya
digunakan sebagai pengawet, hal ini dilihat dari daya menghambat pertumbuhan dari mikroba.
II. Saran
Penggunaan Bahan seperti garam, gula, asam maupun bahan kimia lainnya tidak boleh
melebihi batas yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012.”Pengawetan dan bahan kimia


II”.http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6a4. Diakses tanggal 17
Desember 2017

Anonim.2006.”Tekhnologi Pangan”.ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/MU/
teknologipangan.doc. Diakses tanggal 17 Desember 2017

Anonim.2012.”Gula dan garam”.http://www.scribd.com/doc/88720192/Tpp-Gula-Garam.


Diakses tanggal 17 Desember 2017

hyafile.blogspot.co.id/2013/01/pengolahan-makanan-dengan-garam-asam.html Diakses
tanggal 17 Desember 2017

Anda mungkin juga menyukai