Sinyal sitosolik menginduksi aktivitas protein secara berurutan atau meningkatkan jumlah
molekul kecil yang terdapat di dalam sel.
Reseptor juga mempunyai aktivitas kinase protein; kinase diaktivasi pada waktu ligand
terikat pada membran sel, yang akan menyebabkan otofosforilase pada cytoplasmic domain
receptor, sehingga menginduksi protein target pada sitoplasma yang akhirnya membentuk
substrat baru di dalam sel. Pada umumnya reseptor kinase adalah tyrosine kinase, selain itu
didapatkan juga reseptor serin kinase/treonin kinase. Beberapa peneliti juga telah membuktikan
terjadinya aktivasi NF-kB, melalui akivasi tyrosine kinase.4
Reseptor bagian luar (extracellular domain receptor) juga berinteraksi dengan protein G
yang terdapat pada reseptor yang berbatasan dengan sitoplasma (cytoplasmic domain receptor).
Protein G inaktif didapatkan dalam bentuk trimer yang berikatan dengan guanine diphosphate
(GDP). Pada keadaan reseptor menjadi aktif, terjadi perubahan konfirmasi yang akan
menyebabkan perubahan konfirmasi pada protein G sub unit a. Perubahan tersebut menyebabkan
lepasnya GDP yang sebelumnya terikat pada protein G sub unit a dan diganti guanine
triphosphate (GTP). Pengikatan GTP menyebabkan protein G sub-unit a melepaskan diri dari
reseptor dan protein G sub unit b g. Lama berlangsungnya aktivasi protein G dikontrol oleh
protein G sub-unit a. Protein G sub-unit a merupakan bentuk GTPase, yang akan menghidrolisis
GTP menjadi GDP, dan akhirnya protein G sub unit a akan terikat lagi dengan protein G sub unit
b g, sehingga siklus seperti semula akan berlangsung lagi. Peningkatan aktivasi beberapa
reseptor pada permukaan sel termasuk reseptor H1 mengakibatkan peningkatan aktivasi protein
G sehingga menimbulkan transduksi sinyal ke beberapa target/efektor (Gambar 2).
Berhubung telah dibuktikan bahwa histamin mengaktivasi NF-kB melalui aktivasi reseptor
H1; mekanisme aktivasi NF-kB dalam arti yang lebih luas masih diteliti lebih lanjut. Aktivitas
reseptor H1 dapat berupa aktivitas konstitutif; reseptor sudah dalam keadaan “siap” sampai
tingkat tertentu.
Agonis H1 adalah histamin H1 yang mempunyai afinitas meningkatkan aktivitas
konstitutif reseptor H1.
Akibat transduksi sinyal dari reseptor konstitutif, terjadilah aktivasi NF-kB konstitutif.
Begitu juga dengan cara yang sama terjadi peningkatan aktivasi NF-kB akibat peningkatan
aktivasi reseptor yang disebabkan agonis. Bakker et al4 membuktikan bahwa aktivasi NF-kB
yang diperantarai oleh aktivasi reseptor histamin H1 diperankan oleh protein G subunit b g dan
aq/11.4 Peningkatan aktivitas NF-kB terutama didapatkan pada penderita asma, sehingga diduga
NF-kB berperan penting pada patogenesis asma. Penghambatan aktivasi NF-kB konstitutif yang
disebabkan aktivasi reseptor H1 konstitutif hanya dapat dilakukan antagonis H1, sedangkan
antagonis H2 dan H3 tidak berperan, sehingga diduga antagonis H1 juga bersifat sebagai inverse
agonist. Diduga beberapa antagonis H1 misalnya cetirizin, ebastin, loratadin ,feksofenadin dapat
menghambat aktivasi NF-B konstitutif yang diperantarai oleh aktivasi konstitutif reseptor H1.
Pengobatan penyakit alergik dengan cara menghambat inflamasi yang diduga disebabkan
peningkatan aktivitas NF-B sedang dipikirkan oleh beberapa peneliti.4 Beberapa antagonis H1
yang selama ini lebih dikenal untuk menghilangkan rasa gatal dapat digunakan sebagai anti-
inflamasi pada penyakit yang disebabkan reaksi alergik.2,6,7
Ciprandi et al6 meneliti efikasi cetirizin pada penderita konjungtivitis yang disebabkan
alergen spesifik yaitu Parietaria judaica. Dari hasil penelitian itu, disimpulkan bahwa pada
kelompok yang diberi cetirizin didapatkan penurunan ekspresi ICAM-1 dan jumlah sel radang,
dibandingkan dengan kelompok yang diberi plasebo.
Boguniewicz8 menduga bahwa cetirizin juga mempunyai khasiat anti-inflamasi dengan
cara menghambat migrasi eosinofil. Holgate et al,2 mengutarakan mekanisme anti inflamasi yang
dimiliki beberapa antihistamin tidak selalu tergantung pada inverse agonist, sehingga masih
perlu diteliti lebih lanjut mekanisme antihistamin sebagai anti inflamasi.
Sampai saat ini masih diusahakan mendapatkan antihistamin yang berkhasiat sebagai
“antagonis H1 ditambah faktor ekstra” terutama faktor ekstra yang bersifat antiinflamasi.
Struktur Reseptor H1
Ikatan histamin dengan reseptor H1 didapatkan dalam bentuk 3 dimensi,9 sehingga
disimpulkan bahwa ikatan reseptor H1 dengan histamin/antihistamin merupakan ikatan
spesifik stereo. Beberapa antihistamin seperti cetirizin, loratadin dan levocetirizin dapat
berikatan dengan reseptor H1 dalam ikatan spesifik stereo.9
Hasil penelitian menunjukkan bahwa afinitas dan durasi ikatan antihistamin dengan
reseptor berperan pada efektivitas antihistamin. Metode untuk mengukur efektivitas antihistamin
dapat dengan cara melakukan uji tusuk kulit (skin prick test), yang diikuti penilaian
penghambatan antihistamin terhadap warna merah (flare) dan sembab (wheal) yang ditimbulkan
histamin.10,11
Antihistamin yang mempunyai afinitas besar terhadap reseptor H1, durasi ikatan antara
antihistamin dengan reseptor yang lebih lama dan mempunyai khasiat antiinflamasi akan
mempunyai efektivitas yang lebih baik daripada antihistamin lainnya. Selain itu farmakokinetik
dan farmakodinamik antihistamin masih perlu diteliti sehingga didapatkan antihistamin
yang tidak menimbulkan efek samping yang berarti.
Penutup
Pada awalnya mekanisme antihistamin pada pengobatan penyakit alergik dikenal sebagai
blokade reseptor H1 terhadap histamin. Akhir-akhir ini dibuktikan bahwa antihistamin
mempunyai khasiat anti inflamasi. Mekanisme antihistamin dalam menghambat radang melalui
penekanan ekspresi molekul adhesi, menghambat migrasi sel radang telah dibuktikan. Telah
diteliti juga hubungan antihistamin dengan aktivitas konstitutif reseptor H1, peningkatan
aktivitas reseptor H1 yang disebabkan agonis misalnya histamin. Peningkatan aktivitas reseptor
H1 mengakibatkan peningkatan aktivitas NF-B yang merupakan faktor transkripsi yang
berperan pada terjadinya reaksi radang, sedangkan antagonis H1 tidak dapat mempengaruhi
aktivitas reseptor H1. Akhir-akhir ini diduga beberapa antagonis H1 mempunyai khasiat sebagai
inverse agonist yaitu menghambat aktivasi reseptor H1, yang mengakibatkan penghambatan
aktivasi NF-B. Disimpulkan reaksi radang juga dapat dihambat antihistamin. Pada pengobatan
penyakit alergik, diharapkan antihistamin yang mempunyai khasiat anti-inflamasi dapat
mengurangi pemakaian kortikosteroid yang sering menimbulkan efek samping yang tidak
diinginkan.
Daftar Pustaka
1. Lázar-Molnár E. Signal-transduction pathways of histamine receptors.
In: Falus A, Grosman N, Darvas Zs.eds. Histamine: biology and medical aspects. Budapest,
Hungary: Spring Med Publishing; 2004.p.89-96.
2. Holgate ST, Simons FER, Tagliala M. Tharp M, Timmerman H, Yanai K. Consensus group on
new-generation antihistamines (CONGA): present status and recommendation. Clin Exp Allergy
2003;33:1305-24.
3. Tömösközi Z. Histamine agonists, antagonists, and inverse agonosts. In: Falus A, Grosman N,
Darvas Zs.eds. Histamine: iology and medical aspects. Budapest, Hungary: Spring Med
Publishing; 2004.p.78-88
4. Bakker RA, Schoonus SBJ, Smit MJ, Timmerman H, Leurs R. Histamine H1-receptor
activation of nuclear factor-KB: Roles for Gbg and Gaq/11-subunits in constitutive and agonist-
mediated signaling. Mol Pharmacol 2001;60:1133-42.
5. Lewin B. Signal transduction. In: Genes VII. Oxford: Oxford University Press; 2000.p.801-34
6. Ciprandi G, Buscaglia S, Pasce G. Cetirizine reduces inflammatory cell recruitment and
ICAM-1 (or CD54) expression on conjunctival epithelium in both early and late-phase reactions
after allergen-specific challenge. J Allergy Clin Immunol 1995; 95:612-21.
7. Day JH, Ellis AK, Rafeiro E. A new selective H1 receptor antagonist for use in allergic
disorders. Drugs of Today 2004:40(5):415-21.
8. Boguniewicz M, Leung DYM. Management of atopic dermatitis. In: Leung DYM ed. Atopic
dermatitis: from pathogenesis to treatment. New York: Springer-Verlag; 1996.p.185-220.
9. Noszál B, Kraszni M, Rácz A. Histamine: fundamentals of biological chemistry. In: Falus A,
Grosman N, Darvas Zs.eds. Histamine: biology and medical Aspects. Budapest, Hungary: Spring
Med Publishing; 2004.p.15-28
10. Purohit A, Melac M, Pauli G, Frossard N. Twenty-four-hour activity
and consistency of activity of levocetirizine and desloratadine in the skin. Br J Clin Pharmacol
2003;56:388-94.
11. Grant JA, Riethuisen JM, Moulaert B, DeVos C. A double-blind, randomized, single-dose,
crossover comparison of levocetirizine with ebastine, fexofenadine, loratadine, mizolastine, and
placebo: suppression of histamine-induced wheal-and-flare response during 24 hours in healthy
male subjects. Ann Allergy Asthma Immunol 2002;88:190-7.