Anda di halaman 1dari 53

GAGAL GINJAL AKUT DAN GAGAL GINJAL KRONIK

Disusun Oleh :

Yuristya Eka Putri

Dosen Pengampu :

Ns. Hj.Adriani,S.Kp.M.Kes

PROGRAM KHUSUS S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2017-2018

STIKES FORT DE KOCK

BUKITTINGGI
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan Makalah .

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam kata pengantar ini. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bukittinggi, 02 Mei 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi ................................................................................................ 2


B. Gagal Ginjal Akut
1. Definisi ................................................................................................ 5
2. Etiologi ................................................................................................ 5
3. Klasifikasi ................................................................................................ 7
4. Manifestasi klinis ................................................................................................ 7
5. Patofisiologi ................................................................................................ 9
6. Pathway ................................................................................................ 12
7. Pemeriksaan penunjang ...................................................................................... 12
8. Pemeriksaan diagnostik ...................................................................................... 13
9. Penatalaksanaan ................................................................................................ 14
10. Komplikasi ................................................................................................ 16
11. Pengkajian ................................................................................................ 16
12. Penatalaksanaan medis ........................................................................................ 19
13. Diagnosa dan intervensi ...................................................................................... 20
C. GAGAL GINJAL KRONIK
1. Definisi ................................................................................................ 23
2. Etiologi ................................................................................................ 23
3. Manifestasi klinis ................................................................................................ 25
4. Patofisiologi ................................................................................................ 29
5. Pathway ................................................................................................ 31
6. Pemeriksaan penunjang ...................................................................................... 31
7. Penatalaksanaan ................................................................................................ 35
8. Komplikasi ................................................................................................ 37
9. Pengkajian keperawatan ...................................................................................... 37
10. Diagnosa dan intervensi keperawatan ................................................................. 40

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 48
B. Saran ................................................................................................ 48

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring/membersihkan” darah.
Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring
menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak
1-2 liter/hari.
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolik tubuh
atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan, elektrolit, serta asam-basa. Gagal ginjal
merupakan penyakit sistematik dan merupakan jalur akhir yang umum dari berbagai
penyakit traktus urinarius dan ginjal. Setiap tahun 50.000 orang Amerika meninggal
akibat gagal ginjal menetap.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis dari GGK dan GGA ?
2. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan dari GGK dan GGA ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep medis dari GGK dan GGA
2. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari GGK dan GGA
BAB II

PEMBAHASAN

A. ANATOMI FISIOLOGI
1. Makroskopik
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium
(retroperitoneal), di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di
bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar
suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada
orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira
sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat
seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram. Bentuknya seperti biji
kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada dua buah yaitu
kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-
laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke
bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dekstra yang
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh
selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang
berwarna coklat gelap, dan medula renalis di bagian dalam yang berwarna coklat
lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medula berbentuk kerucut yang disebut
piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-
lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk
konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus.
Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang
menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medula terbagi menjadi bagian segitiga
yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan
tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau
apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
2. Mikroskopik
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada
tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula
bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle
dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. (Price,
1995).
Unit nefron dimulai dari pembuluh darah halus/kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut glomerulus, darah melewati glomerulus/kapiler tersebut dan disaring sehingga
terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari,
kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut tubulus. Urin ini dialirkan
keluar ke saluran ureter, kandung kemih, kemudian ke luar melalui uretra.
3. Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak
disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk ke dalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya
membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus (Price, 1995).
Glomerulus bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler
peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam
jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris,
dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh
sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah
jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada
korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medula. Sifat khusus aliran darah ginjal
adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol aferen mempunyai kapasitas
intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
4. Persarafan pada ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor),
saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini
berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal”.
5. Fisiologi ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah “menyaring/ membersihkan”
darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut
disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus.
Cairan filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari kedua ginjal
menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
6. Fungsi ginjal adalah
a. Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksik atau racun
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
c. Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh
d. Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan
amoniak
e. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang
f. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah
g. Produksi hormon erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah
B. GAGAL GINJAL AKUT
1. DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic tubuh
atau melakukan fungsi regulernya.Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di urin
menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan
gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam basa.Gagal
ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
GGA adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi produk-produk
limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat
azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria
dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
GGA dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalam, 2006).
2. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer Arif (2005), sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi
etiologi gagal ginjal akut dengan tiga kategori meliputi :
a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan
turunnya laju filtrasi glomeruls.Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan
fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun
bila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya
nekrosis tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
 Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
 Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
 Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok
kardioenik dn emboli paru)
 Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
b. Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan
ginjal.Kerusakan dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal
langsung terganggu.Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak
teratasi sehingga mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya
dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan–
lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia.Kelainan di ginjal ini dapat
merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian
menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
 Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan
sepsis dan renjatan hemoragik.
 Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus
nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
 Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang
langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
 Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia
lama, nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria
dan mioglobinuria.
 Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara
progresif.
 Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
c. Pascarenal / Postrenal
Pascarenal yang biasanya menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari
obstruksi di bagian distal ginjal.Tekanan di tubulus ginjal meningkat akhirnya laju
filtrasi glomerulus meningkat.Meskipun pathogenesis pasti dari gagal ginjal akut
dan oligoria belum di ketahui, namun terdapat masalah mendasar yang menjadi
penyebab.Beberapa faktor mungkin reversible jika diinvestigasi dan ditangani
secara tepat sebelum fungsi ginjal terganggu. Beberapa kondisi yang
menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal:
 Hipovelemia
 Hipotensi
 Penurunan curah jantung dan gagal jantung kongesif
 Obtruksi ginjal atau batu ginjal
 Obstruksi vena atau arteri bilateral ginjal
3. KLASIFIKASI
Tabel Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group (Roesli
R, 2007).

Peningkatan Kadar Penurunan Laju Filtrasi Kriteria Urine


Kategori
Serum Cr Glomerulus Output

<0,5 mL/kg/jam,
Risk >1,5 kali nilai dasar >25% nilai dasar
>6 jam

<0,5 mL/kg/jam,
Injury >2,0 kali nilai dasar >50% nilai dasar
>12 jam

<0,3 mL/kg/jam,
Failure >3,0 kali nilai dasar >75% nilai dasar
>24 jam

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4


Loss
Minggu

Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3


End stage
Bulan

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2004) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.Gagal ginjal
akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400 ml/24 jam.
a. Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b. Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh
ginjal (urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan
magnesium).Jumlah urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk
sampah normal tubuh adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam
sesudah trauma dan disertai azotemia.Pada bayi, anak-anak berlangsung selama
3–5 hari.Terdapat gejala-gejala uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus,
pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia,
hiponatremia, dan asidosis metabolik.
c. Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai
kadar normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus
dipantau dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi
dehidrasi, tanda uremik biasanya meningkat.
1) Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
2) Berlangsung 2-3 minggu
3) Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak
mengalami hidrasi yang berlebih
4) Tingginya kadar urea darah
5) Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
6) Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
d. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu
anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai
laboratorium akan kembali normal.
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:

a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
b. Nokturia (buang air kecil di malam hari).
c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan
yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
e. Tremor tangan.
f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
g. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan
protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema
paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan
kesadaran menurun sampai koma
5. PATOFISIOLOGI
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF (acute
renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute), tetapi masih ada kontroversi
mengenai patogenitas penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang biasanya
menyertai.Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab mungkin
didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan
menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan merkuri klorida,
uranil sitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbulkan renalis.
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi yang
dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal, yaitu
sebagai berikut :
a. Obstruksi tubulus
b. Kebocoran cairan tubule
c. Penurunan permeabilitas glomerulus
d. Disfungsi vasomotor
e. Umpan balik tubulo-glomerulus
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute)
mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, dan
kemudian membentuk silinder-silinder dan menyumbat lumen tubulus.Pembengkakan
seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya obstruksi dan
memperberat iskemia.Tekanan intratubulus menigkat, sehingga tekanan filtrasi
glomerulus menurun.Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor penting pada ARF
(acute renal fallure) yang disebabkan oleh logam berat, etilen glikol, atau iskemia
berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus mengatakan bahwa filtrasi glomerulus terus berlangsung
normal tetapi cairan tubulus bocor keluar dari lumen melalui sel-sel tubulus yang
rusak dan masuk ke dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membrane basalis dapat
terlihat pada NTA (necrosis tubular acute) yang berat, yang merupakan dasar
anatomic mekanisme ini.
Meskipun sindrom NTA (necrosis tubular acute) menyatakan adanya abnormalitas
tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa dalam keadaan-keadaan
tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan /atau sel-sel membrane basalis
mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas
permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan penurunan ultrafiltasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada ARF
oliguria.Tingkat RBF ini cocok dengan GFR (glomerular filtration rate) yang cukup
besar. Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik sering sama rendahnya atau
lebih rendah dari pada bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih memadai atau
berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan membuktikan bahwa RBF harus kurang
dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal.
Dengan demikian hipoperfusi ginjal saja tidak menyebabkan penurunan GFR dan
lesi-lesi tubulus yang terjadi pada ARF (acute renal fallure).Meskipun demikian,
terdapat bukti perubahan bermakna pada distribusi aliran darah intrarenal dari korteks
ke medulla selama hipotensi akut dan memanjang. Pada ginjal normal, kira-kira 90%
darah didistribusikan ke korteks (glomeruli) dan 10% menuju ke medulla. Dengan
demikian ginjal dapat memekatkan urin dan menjalankan fungsinya.Sebaliknya pada
ARF perbandingan antara distribusi korteks dan medulla ginjal menjadi terbalik,
sehingga terjadi iskemia relative pada korteks ginjal.Kontriksi arteriol aferen
merupakan dasar vascular dari penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR).
Iskemia ginjal akan mengaktifasi sistem renin-angiotensin dan memperberat iskemia
korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi ditemukan pada
korteks luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama berlangsungnya
ARF (acute renal fallure) pada hewan maupun manusia.
Umpan balik tubuloglomerulus merupakan suatu fenomena saat aliran ke nefron
distal diregulasi oleh reseptor dalam makula densa tubulus distal, yang terletak
berdekatan dengan ujung glomerulus. Apabila peningkat aliran filtrate tubulus kea rah
distal tidak mencukupi, kapasitas reabsorbsi tubulus distal dan duktus kolegentus
dapat melimpah dan menyebabkan terjadinya deplesi volume cairan ekstra sel. Oleh
karena itu TGF merupakan mekanisme protektif. Pada NTA (necrosis tubular acute),
kerusakan tubulus proksimal sangat menurunkan kapasitas absorbs tubulus. TGF
diyakini setidaknya berperan dalam menurunnya GFR (glomerular filtration rate)
pada keadaan NTA (necrosis tubular acute) dengan menyebabkan konstriksi arteriol
aferen atau kontriksi mesangial atau keduanya, yang berturut-turut menurun kan
permeabilitas dan tekanan kapiler intraglomerulus. Oleh karena itu, penurunan GFR
akibat TGF dapat dipertimbangkan sebagai mekanisme adaptif pada NTA.
6. PATHWAY

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Mansjoer Arif (2005) adalah :
1) Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas
2) Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3) Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4) Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.
5) Gangguan keseimbangan elektrolit: hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6) Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
setelah ginjal rusak.
7) Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
8) Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
9) PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
10) Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan
ratio urine/serum sering.
11) Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12) Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13) Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14) SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan
GF.
15) Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus
bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan
SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
16) Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal
terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Elektrokardiogram (EKG)
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan
gagal jantung.
b. Kajian foto toraks dan abdomen
Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan.
c. Osmolalitas serum
Lebih dari 285 mOsm/kg
d. Pelogram Retrograd
Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e. Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
f. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
g. Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular.
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Smeltzer & Bare (2004) adalah :
a. Penatalaksanaan secara umum adalah:
1) Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan
cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin,
volume darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian
inotropik dan dopamin.
2) Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung
kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang.
Dicoba memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga
untuk pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila
perlu dilakukan USG ginjal.
3) Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin,
dan pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya
b. Penatalaksanaan gagal ginjal
1) Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan
natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang
dikeluarkan jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan
kalium, pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
3) Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat
terjadi oliguria.
4) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi
saluran napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan
diterapi. Kateter harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih
dapat disingkirkan.
5) Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya
antagonis histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai
profilaksis.
6) Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal
paling baik dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten
dengan kateter subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan
untuk pasien katabolik yang tidak adekuat dengan dialisis
peritoneal/hemofiltrasi.
7) Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai
BUN dan nilai kreatinin.
8) Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan
masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang
paling mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau
akan adanya hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit
serum (nilai kalium >5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis.
Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti
resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.
10. KOMPLIKASI
Menurut Arif Muttaqin (2011) komplikasi pada GGA adalah :
a. Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.
b. Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.
c. Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,
kejang.
d. Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan
gastrointestinal.
e. Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.
f. Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.
11. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan
identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis
kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat
menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang
yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada
umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang
didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
b. Riwayat kesehatan
 Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.
 RiwayatPenyakit Sekarang
Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama
pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama
keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine
output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca
perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera
luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat
minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan
tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan
yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa
sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal.Penting untuk
dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat
alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi.Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu
tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana
frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut
nadi.tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
2) Pemeriksaan Pola Fungsi
B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan
jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut
uremia.Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan
pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan
asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul.
B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan
menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi
perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering
didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut
merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari
penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan
usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung
akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering
didapatkan adanya peningkatan.
B3 (Brain).
Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran
(azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko
kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala,
penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama
pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan
frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada
periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan
jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus.
Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih
pekat/gelap.
B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari
anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin.Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal,
pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari
350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering
1: 1.
2) Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap
dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein.Serum kratinin
meningkat pada kerusakan glomerulus.Kadar kreatinin serum bermanfaat
dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
3) Pemeriksaan elektrolit.Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium.Katabolisme protein
mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan
hiperkalemia berat.Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
4) Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik
normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun.Hal ini ditunjukkan
dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah
sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
12. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi,
yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
b. Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau
melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion
kalium menjadi natrium di saluran intenstinal.
c. Terapi cairan
d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat
e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialysis
13. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan fase diuresis dari gagal ginjal akut.
 Tujuan: Setelah dilakukannya asuhan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan defisit volume cairan dapat teratasi
 Kriteria: Klien tidak mengeluh pusing, membran muosa lembab, turgor kulit
normal, ttv normal, CRT < 2 detik, urine >600 ml/hari
Laboratorium: nilai hematokrit dan protein serum meningkat, BUN/kreatinin
menurun\
 Intervensi:
1. Monitoring status cairan (turgor kulit, membran mukosa, urine output)
2. Kaji keadaan edema
3. Kontrol intake dan output per 24 jam.
4. Timbang berat badan tiap hari.
5. Beritahu keluarga agar klien dapat membatasi minum.
6. Penatalaksanaan pemberian obat anti diuretik.
7. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium fungsi ginjal.
b. Pola nafas nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan pH pada ciaran
serebrospinal, perembesan cairan, kongesti paru efek sekunder perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan interstisial dari edema paru pada
respons asidosis metabolik.
 Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak
terjadi perubahan pola nafas
 Kriteria: klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal 16-20 x/menit
 Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab asidosis metabolik.
2. Monitor ketat TTV.
3. Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
4. Ukur intake dan output.
5. Kolaborasi berikan cairan ringer laktat secara intravena.
6. Berikan bikarbonat.
7. Pantau data laboratorium analisis gas darah berkelanjutan.
c. Risiko tinggi kejang b.d kerusakan hantaran saraf sekunder dari abnormalitas
elektrolit dan uremia.
 Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan kejang
berulang tidak terjadi
 Kriteria: klien tidak mengalami kejang
 Intervensi:
1. Kaji dan catat faktor-faktor yang menurunkan kalsium dari sirkulasi.
2. Kaji stimulus kejang.
3. Monitor klien yang berisiko hipokalsemi
4. d. Hindari konsumsi alkohol dan kafein yang tinggi.
5. Garam kalsium parenteral
6. Tingkatan masukan diet kalsium.
7. Monitor pemeriksaan EKG dan laboratorium kalsium serum.
d. Risiko perubahan perfusi serebral b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal
efek sekunder dari asidosis metabolic
 Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 2x24 jam diharapkan perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal
 Kriteria: klien tidak mengalami kegelisahan,tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual kejang. GCS 456 pupil isokor, reflek cahaya (+), TTV normal, serta klien
tidak mengalami defisit neurologis seperti: lemas , agitasi iritabel,
hiperefleksia, dan spastisitas dapat terjadi hingga akhirnya timbul koma,
kejang.
 Intervensi:
1. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
2. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati
pada hipertensi sistolik.
3. Bantu klien untuk membatasi muntah dan batuk. Anjurkan klien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
4. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
5. Monitor kalium serum
e. Risiko tinggi aritmia b.d gangguan konduksi elektrikal efek sekunder dari
hiperkalemi
 Tujuan: setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam diharapkan tidak
terjadi aritmia.
 Kriteria: Klien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual dan muntah, GCS 456,
tidak terdapat papiledema, TTV dalam batas normal, Klien tidak mengalami
defisit neurologis, kadar kalium serum dalam batas normal.
 Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu dan faktor-faktor
hiperkalemi.
2. Beri diet rendah kalium
3. Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam.
4. Monitoring klien yang berisiko terjadi hipokalemi
5. Monitoring klien yang mendapat infus cepat yang mengandung kalium
6. Pemberian kalsium glukonat.
7. Pemberian glukosa 10%.
8. Pemberian natrum bikarbonat.
C. GAGAL GINJAL KRONIK
1. DEFINISI
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah
serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam,
2006)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
terjadi uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain lain dalam darah).(Brunner &
Suddarth,2000)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB,
Vol 2 hal 1448).
2. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen
nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonephritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
d. maligna, stenosis arteria renalis
e. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
f. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
g. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amyloidosis
h. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
i. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur
uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

Penyebab gagal ginjal kronik yang tersering dapat dibagi menjadi delapan kelas
seperti yang tercantum pada tabel dibawah.

Tabel Klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik

Klasifikasi Penyakit Penyakit


Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronik atau refluks netropati
Penyakit Peradangan Glomerulonefritis
Penyakit Vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, dan Stenosis Arteria renalis
Gangguan Jaringan Ikat Lupus eritematosus sistemik, Poliarteritis
nodosa, Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polisikistik dan Asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Gout, Hiperparatiroidisme
, amiloidosis
Netropati toksik Penyalahgunaan analgesik dan Netropati
timah
Netropati obstruktif Traktus urinarius bagian bawah, hipertrofi
prostat, stiktur uretra, anomali kongenital
leher vesika urinaria dan uretra
Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak penyakit ginjal
yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam tetapi semuanya sama-sama
menyebabkan destruksi nefron yang progresif pada tabel dibawah dapat dilihat dua
golongan utama penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.
3. KLASIFIKASI
Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka Gagal ginjal kronik dapat di klasifikasikan
menjadi 4, dengan pembagian sebagai berikut:
a. Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 50 % – 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita belum
merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam
batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea
Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik.
b. Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun.
Pada tahap ini lebih dari 50 % jaringan yang berfungsi telah rusak. Kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
c. Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal sekitar 10-20%). Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tidak dapat melakukan tugas sehari hari
sebagaimana mestinya.. Pada Stadium ini, sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR nya 10-20 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin
sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
d. Stadium IV
Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD), yang terjadi apabila GFR menurun
menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang
tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
4. MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi klinik menurut (Long, 1996 : 369) :
 Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
 Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau
sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan,
pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah
B. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain :
Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin -
angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat
cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi)
C. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
 Kardiovaskuler : Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner,
perikarditis pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital friction rub
pericardial, pembesaran vena leher
 Integumen : Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
 Pulmoner : Krekels, sputum kental dan liat, nafas dangkal, pernafasan
kussmaul
 Gastrointestinal : Nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan mulut,
anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan saluran cerna
 Neurologi : Kelemahan dan keletihan, konfusi/ perubahan tingkat kesadaran,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
perubahan perilaku
 Muskuloskeletal : Kram otot, kekuatan otot hilang,kelemahan pada tungkai
Fraktur tulang, Foot drop
 Reproduktif : Amenore, Atrofi testekuler

Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada gagal ginjal kronis, sebagai berikut :
Kardiovaskuler :
 Hipertensi
 Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
 Edema periorbital
 Friction rub pericardial
Pembesaran vena leher Gastrointestinal :
 Napas berbau ammonia
 Ulserasi dan perdarahan pada mulut
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan pada saluran GI
Integumen :
 Warna kulit abu-abu mengkilat
 Kulit kering, bersisik
 Pruritus
 Ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan rapuh
Neurologi :
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi
 Disorientasi
 Kejang
 Kelemahan pada tungkai
 Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku
Pulmoner :
 Krekels
 Sputum kental dan liat
 Napas dangkal
 Pernapasan kussmaul

Muskuloskeletal :
 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Fraktur tulang
 Foot drop
Reproduktif :
 Amenore
 Atrofi testikuler
 Penurunan libido
 Impotensi
 Infertilitas
Tulang dan sendi :
 Hiperparatiroidisme
 Defisiensi vitamin D
 Gout
 Pseudogout
 Kalsiifikasi ekstra tulang

Penjelasan gejala-gejala klinik yang lain dari gagal ginjal kronis :


a. Hipertensi. Hipertensi sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh
meningkatnya produksi renin dan angiotensin, atau akibat kelebihan volume
yang disebabkan olleh retensi garam dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan
gagal jantung dan mempercepat kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan
dengan baik.
b. Kelainan kardiopulmoner. Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru
terjadi akibat kelebihan kelebihan volume. Aritma jantung dapat terjadi akibat
hiperkalemia. Perikarditis uremia mungkin terjadi pada penderita uremia dan
juga dapat muncul pada pasien yang sudah mendapat dialisis.
c. Kelainan hematologi. Selainn anemia, pasien dengan gagal ginjal memiliki
waktu perdarahan yang lebih lama dan kecenderungan untuk berdarah,
meskipun waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan hitung
trombosit normal. Mukosa gastrointestinal adalah tempat yang paling lazim
untuk perdarahan uremia.
d. Efek gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan muntah-muntah terjadi pada
uremia. Perdarahan gastrointestinal sering ditemukan dan dapat diakibatkan
oleh bgastritis erosif dan angiodisplasia. Kadar amilase serum dapat
meningkat sampai tiga kali kadar normal karena menurunnya bersihan ginjal.
e. Osteodistrofi ginjal. Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika
dengan pola radiologik yang klasik berupa resorpsi tulang subperiostial (yang
paling mudah dilihat pada falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua
dan ketiga), osteomalasia, dan kadang-kadang osteoporosis.
f. Efek neuromuskular. Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah
dapat menyebabkan gejala “restless leg”, mati rasa, kejang, dan foot drop bila
berat. Penurunan status jiwa, hiperrefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan
kejang mungkin terjadi pada uremia yang telah parah.
g. Efek imunologis. Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi
bakterial yang berat karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat
beredarnya toksin uremia yang tidak dikenal.
h. Efek dermatologis. Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal
kronis.
i. Obat. Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus
dihindari (NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur
pada pasien dengan gagal ginjal.
Uremia berkepanjangan merupakan hasil akhir semua penyakit ginjal. Adapun
manifestasi sisemik utama pada gagal ginjal kronik dan uremia sebagai berikut :
Cairan dan Elektrolit :
a. Dehidrasi
b. Edema
c. Hiperkalemia
Asidosis metabolik Kalsium Fosfat dan Tulang :
a. Hiperfosfatemia
b. Hipokalsemi
c. Hiperparatiroidisme sekunder
d. Osteodistrofi renal
Kardiopulmonal :
a. Hipertensi
b. Gagal Jantung kongestiv
c. Edema Paru
d. Perikarditis uremik
Gastrointestinal :
a. Nausea dan vomitus Perdarahan
b. Esofagitis, gastritis, colitis
Neuromuskuler :
a. Miopati
b. Neuropati perifer
c. Ensefalopati
Dermatologik :
a. Warna pucat
b. Pruritis
c. Dermatitis
Hematologik :
a. Anemia
b. Diatesis perdarahan
D. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-
nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat
disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–
nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang
bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya
karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi
produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas
dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996,
368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis.(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi lima stadium yaitu:
1. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan
lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan
hiperfiltrasi. Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat
menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks
mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin
kapiler.
2. Stadium 2, insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan.
Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi
hipertensi.
4. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan
hipertensi hampir selalu ditemui.
5. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan
kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.

Sesuai dengan test kreatinin klirens, maka GGK dapat di klasifikasikan menjadi 4,
dengan pembagian sebagai berikut :
1. 100-76 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal berkurang.
2. 75-26 ml/mnt, disebut insufisiensi ginjal kronik.
3. 25-5 ml/mnt, disebut gagal ginjal kronik.
4. < 5 ml/mnt, disebut gagal ginjal terminal.
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium :
 Natrium. Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tidak
mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan natrium; ini
sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat edema, hipertensi dan
gagal jantung kongestif. Sejumlah kecil pasien (1-2%) menderita nefropati
“membuang garam” (salt wasting nephropathy), yang mengakibatkan
kekurangan natrium meskipun diet natrium tak dibatasi. Pasien ini
biasanya memilki penyakit ginjal interstisial yang mendasari dan mungkin
membutuhkan tambahan garam dalam diet untuk mempertahankan
keseimbangan natrium.
 Air. Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar urin
menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih utuh biasanya
dapat mempertahankan keseimbangan air sampai perjalanan penyakit telah
lanjut. Pembatasan air yang berat dapat mengakibatkan hipernatremia,
menurunnya ekskresisolut, dan kenaikan BUN dan kreatinin serum;
sementara asupan air yang terlalu banyak menyebabkan hiponatremia.
 Kalium. Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan sekresi di
tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat peningkatan
kadar aldosteron. Tetapi, bila GFR turun sampai 10 mL/menit pasien dapat
mengalami hiperkalemia kalau sistemnya diberi tekanan oleh beban
kalium akibat peningkatan konsumsi buah, sayur-mayur, atau garam
kalium (pengganti garam) ; pemberian obat tertentu misalnya antagonis-
aldosteron (spironolakton, triamterin) dan penghambat enzim pengubah
angiotensin (ACEis); asidosis metabolik; atau asidosis tubulus ginjal tipe
IV.
2. Keseimbangan Asam-Basa
 Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa celah
anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal gagal ginjal, terutama pada
pasien dengan penyakit tubulointestinal yang kronik. Ini terjadi karena
ginjal tidak mampu meningkatkan produksi amonia dan ekskresi ion
hydrogen
 Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik celah anion
terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat yang tak terukur.
 Kalsium, Fosfor, dan Mangnesium. Hipokalsemia terjadi akibat
menurunnya produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh
ginjal, yang menyebabkan berkurangnya absorpsi kalsium oleh sistem
gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga berkurang,
mengakibatkan peningkatan fosfor serum. Hiperfosfatemi juga
menybabkan kadar ion kalsium dalam serum. Hipokalsemia merangsang
absorpsi sekresi hormon patiroid (PTH), yang mengakibatkan penyakit
tulang hiperparatiroid (oeteitis fibrosa). Hipermagnesemia biasanya ringan
dan asimptomatis. Pemberian laksatif, enema, atau antasida yang
mengandung magnesium dapat menyebabkan hipermagnesia simptomatis
yang mengakibatkan gejala neuromuskuler (letargi, kelemahan, paralisis,
kegagalan pernapasan).
 Anemia. Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis
eritropoietein pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapkan anemia
normokromik, normostik dengan sedikit sel burr dan sel helmet. Besi,
feritin, dan transferin dalam serum biasanya normal kecuali kalau terdapat
perdarahan gastrointestinal, atau terjadi kehilangan darah selama dialisis.
Terapi penggantian dengan eritropoietin rekombinan manusia dapat
memperbaiki anemia.
 Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
 Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
 Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
 Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
 Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau
hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
 Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24
jam setelah ginjal rusak.
 Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,
Mioglobin, porfirin.
 Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh :
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk
memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
 PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan
gagal ginjal kronik.
 Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan
ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
 Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum
BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
 Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila
ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
 Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
 SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
 Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat
rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada
NTA biasanya ada proteinuria minimal.
 Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna
tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel
tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga
nefritis glomular.
 Darah :
a. Hb. : menurun pada adanya anemia.
b. Sel Darah Merah : Sering menurun mengikuti peningkatan
kerapuhan/penurunan hidup.
c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan
hasil akhir metabolisme.
d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama
dengan urine.
f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi
h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan
penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
3. Gambaran Radilogis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
melewati filtrat glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi.
d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang menegcil,
korteks yang menipis, adanya hidronefritis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi.
e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.(2:1037)
4. Pemeriksaan Lainnya :
DPL, ureum, kreatinin, UL, Tes klirens kreatinin (TTK) ukur, elektrolit (Na,
K, Cl, Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI,
TIBC,feritin serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostatis lengkap, foto polos abdomen, renogram,
foto toraks, EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HbsAg, Anti HCV, Anti HIV.
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :
1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid ccondition)
3. Memperlambat pemburukan (progression) fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan teerapi terhadap komplikasi
5. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Terapi Nonfarmakologis :

a. Pengaturan asupan protein :


1. Pasien non dialisis 0,6-075 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan CCT dan
toleransi pasien.
2. Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB/hari
3. Pasien peritoneal dialisis 1,3 Kal/kgBB/hari
b. Pengaturan asupan kalori : 35Kal/kgBB ideal/hari
c. Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah
yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh.
d. Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total.
e. Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
f. Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
g. Fosfor : 5-10mg/kgBB/hari. Pasien HD ;17mg/hari.
h. Kalsium : 1400-1600 mg/hari
i. Besi : 10-18 mg/hari
j. Magnesium : 200-300 mg/hari
k. Asam folat pasien HD :5 mg
l. Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (invesible water)
m. Pada CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan
berat badan di antara waktu HD <5% BB kering.

Farmakologis :

1. Kontrol tekanan darah :


a. Penghambat ACE atau antagonis reseptor Angiotensin II-> evaluasi
kreatinin dan kallium serum, bila terdapat peningkatan kreatinin >35%
atau timbul hiperkalemi harus dihentikan.
b. Penghambat kalsium dan diuretik.
c. Pada pasien DM, kontrol gula darah -> hindari pemakaian metformin dan
obat-obat sulfonilurea dengan masa kerja panjang. Target HbAlC untuk
DM tipe 1 0,2 di atas nilai normal tertinggi, untuk DM tipe 2 adalah 6%.
d. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
e. Kontrol hiperfosfatemi : kalsium karbonat atau kalsium asetat
f. Kontrol osteodistrofi renal : Kalsitriol
g. Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO320-22 mEq/l
h. Koreksi hiperkalemi
i. Kontrol dislipidemia dengan target LDL<100 mg/dl, dianjurkan golongan
statin
j. Terapi pengganti ginjal
H. KOMPLIKASI
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume , ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia
2. Pada gagal ginjal stadium 5 ( penyakit stadium akhir ), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernafasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, pruritus
(gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi
4. Penurunan pembentukan eritropoitin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskuler, dan
penyakit ginjal yang akhirnya yang akhirnya menyebabkan morbiditas dan
mortalitas
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif
6. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Tanggal pengkajian :
No. Med. Rec :
Diagnose Medis : GGK ( gagal ginjal kronik )
b. Riwayat kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya badan tersa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan pernapasan, anemia,
hiperkelemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit,
asidosis metabolik.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien dengan GGK, memili riwayat hipertensi.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Diperlukan


pengkajian yang cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat memberi arah
kepada tindakan keperawatan (Lismidar, 2005).

1. Aktivitas/istirahat.
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(Insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi : nyeri dada
(angina).
Tanda : Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting
pada kaki, telapak, tangan.
3. Distritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir.
4. Integritas Ego.
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan
sebagainya. Perasaan yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
5. Eliminasi.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal tahap
lanjut). Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
6. Makanan/cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan ammonia).
Tanda : Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi
(umum, tergantung), Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
7. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki
gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, strupor, koma.
Penurunan DTR.
Tanda chvostek dan trosseau positif, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
8. Nyeri/kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari).
Tanda : Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.
9. Pernapasan.
Gejala : Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernapasan kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru).
10. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.
Tanda : Pruritis.
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal
(efek GGK/depresi respon imun), petekie, area ekimosis pada kulit.
Fraktur tulang; deposit fosfal kalsium (klasifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
11. Seksualitas.
Gejala : Penurunan libido; amenonea; infertilitas.
12. Interaksi sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
13. Pembelajaran/penyuluhan.
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal) penyakit
polikistik, nefritis, herediter, kalkulus urinaria, malignansi. Riwayat terpajan
pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.Penggunaan antibiotic nefrotoksik
saat ini/berulang.
J. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan dan Rencana Tindakan yang mungkin timbul pada klien
dengan perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) adalah sebagai berikut :
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan
glomerulo filtration rate.
Tujuan : Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kriteria :
a. Rasio intake dan output pada batas normal
b. Berat badan normal
c. Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan elektrolit K,
Ca, Mg, Fosfat, Na pada batas normal.
Intervensi
a. Kaji adanya edema dengan distensi vena jugolaris, dispnea, tachikardi,
peningkatan tekanan darah crakles pada auskultasi.
b. Kaji kelemahan otot tidak adanya reflek tendon dalam, kram abdomen
dengan diare, tidak teraturnya nadi.
c. Kaji kelemahan, kelelahan, penurunan reflek tendon
d. Kaji kram otot, kaku atau gatal-gatal jari, ibu jari, perubahan dalam 10
hari.
e. Kaji kram otot parastesia
f. Kaji nausea, muntah, hipotensi, bradikardi dan perubahan reflek tendon
dalam
g. Monitor intake dan output setiap 4-8 jam dengan memperhatikan output
di bawah 30 ml/jam
h. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam untuk meningkatkan tekanan darah
i. Monitor BUN, kreatinin, asam urat
j. Monitor urinalisasi sampai hematuria, penurunan kreatinin clerence,
ekskesi elektrolit, penurunan gaya berat khas dan ketidak normalan
lainnya.
k. Monitor elektrolit untuk K, Na, Ca, Mg dan P tingkatkan.
l. Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan ureum pada
saliva mulut/peningkatan asam gastrin
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat dalam batas normal
Kriteria :
a. Hilangnya anoreksia
b. Hilangnya mual dan muntah
c. Intake 2000 kalori perhari
d. Porsi makan di habiskan
e. Berat Badan
Intervensi
a. Kaji anoreksia, nausea dan muntah
b. Kaji penerimaan ketidaksukaan diet pembatasan protein
c. Kolaborasi pemberian obat anti emetik (metociropmid)
d. Kolaborasi pemberian multivitamin
e. Batasi protein 20-60 gram perhari, intake karbohidrat 100 gram perhari
2000 kalori perhari keseluruhan intake.
f. Kaji berat badan perhari dengan (pakaian, waktu skala yang sama)
g. Beri informasi alasan untuk pembatasan protein dan bagaimana
memantang makanan selama 24 jam.
h. Hindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau
i. Berikan intake ayam, ikan sebagai sumber protein.
3. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan produksi eritrosit
menurun
Tujuan : Kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi
Kriteria :kontinuitas partisipasi ADL, mengemukakan kemampuan untuk
memelihara tingkat energi, hilangnya komplikasi.
Intervensi
1. Kaji tingkat aktivitas dan toleransi, pola aktivitas kemampuan dalam ADL
keadaan bedrest
2. Kaji perubahan tekanan darah dan pola selama aktivitas
3. Kaji kelemahan dyspnoe, pucat dan pusing
4. Kaji perdarahan dari gusi, luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal.
5. Monitor jumlah darah merah, hematokrit, hemoglobin, jumlah platelet
RBC kurang dari 6 juta Hct kurang dari 20% Hgb kurang dari 10 g/dl
6. Kaji tanda-tanda vital setiap 4 jam
7. Obat parrous sulpat (feosl, folic acid/flovite)
8. Bantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL
9. Tingkatan aktivitas bila memungkinkan dan mendukung
10. Hindari aktivitas atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau cukur) yang
mungkin menyebabkan trauma pada jaringan: catat setiap perdarahan dari
mukosa memar berlebih
11. Kontrol dan catat tekanan darah meningkat atau menurun
4. Gangguan integrasi kulit berhubungan dengan garukan akiba gatal-gatal
Tujuan : kulit tetap utuh
Kriteria :
a. Kemerahan tidak ada
b. Pecah dan erosi kulit tidak ada akibat garukan
c. Tidak terjadi mucosa mulut
Intervensi
a. Kaji gatal-gatal, pecah dalam kulit, kemerahan pada titik tekanan
b. Kaji mukosa oral ada stomatitis dan pernafasan bau ammonia
c. Dyspnea, krakles sputrum tebal kekuning-kuningan
d. Kering, rambut mudah rusak dan kuku pucat, warna pada kulit
e. Dyspnea, frekuensi, urgency urin bau atau kotor
f. Monitor suhu setiap 4 jam
g. Monitor sputum dan kultur urine
h. Kolaborasi pemberian obat anti biotik (ampicilin).
i. Jaga tekhnik aseptik pada seluruh teknik keperawatan catatan, pakaian.
j. Kesungguhan obat yang lembut yang seperti baking soda/jagung kaji pada
bak mandi gunakan sabun dan kering rambut.
k. Suhu ruangan dingin, kompres dingini pada daerah gatal-gatal
l. Anjurkan klien untuk menghindari pemakaian dari bahan kapas
m. Ajari klien untuk menekan area yang gatal
n. Ajari klien gunakan aktivitas penyimpanan/ hiburan untuk menghindari
garukan.
5. Gangguan rasa aman cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang penyakitnya.
Tujuan : kecemasan tidak ada/hilang
Kriteria :
a. Klien mengungkapkan bahwa kecemasan berkurang
b. Tanda-tanda vital dalam ketentuan batas 140/90 mmHg, nadi 80-100
x/m, respirasi 16-20x/m.
c. Klien memperbaharuhi coping, terbukti dengan layaknya.
d. Tidak tampak melemah, murung.
Intervensi
a. Kaji tingkat cemas, ekspresi verbal perasaan tentang prognosa dan
pengaruh pada gaya hidup
b. Kaji tingkat penggunaan mekanisme koping, kemampuan menjelaskan
masalah
c. Kaji kepribadian, sumber untuk koping dengan stress dan kecemasan
d. Berikan informasi penerimaan tidak menyesuaikan/memutuskan sikap
tanpa perasaan kecewa, ketidak sadaran atau marah.
e. Ciptakan lingkungan yang mencegah kecemasan, situasi kemajemukan.
f. Anjurkan teknik relaksasi seperti penyimpangan lingkungan, kegiatan
relaksasi otot, musik.
g. Berikan informasi prognosa penyakit dan pengaruhnya perubahan gaya
hidup mengontrol gejala dengan pengobatan dan keluhan obat berpantang.
h. Ajari koping memecahkan masalah dan kemampuan komunikasi
i. Ajak partisipasi klien keluarga mendukung kelompok dan konseling
perorangan untuk mengurangi stres/relsasi
6. Gangguan proses pikir berhubungan dengan terlalu memperhatikan penyakit
dan pembatasan.
Tujuan : Proses pikir sempurna
Kriteria :
a. Klien mampu mengungkapkan pikiran yang rasional
b. Mampu meningkatkan peristiwa-peristiwa yang sudah lewat
c. Orientasi tempat, waktu dan orangMampu memutuskan suatu yang
bersifat dua pilihan
Intervensi
a. Kaji luasnya gangguan kemampuan berpikir, memori dan orientasi
perhatikan lapangan perhatian
b. Pastikan dari orang terdekat, tingkat mental klien biasanya
c. Berikan informasi orang terdekat tentang status klien
d. Berikan lingkungan dan izinkan menggunakan televisi, radio dan
kunjungan.
e. Orientasi terhadap lingkungan orang dan sebagainya, berikan kalender,
jam, jendela keluar.
f. Hadirkan kenyataan secara singkat ringkas dan jangan menentang dengan
pikiran yang logis.
g. Komunikasi/informasi/ instruksi dalam kalimat pendek sederhana.
Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai keperluan
h. Buat jadwal teratur sesuai yang diharapkan
i. Tingkat istirahat adekuat dan tidak menganggu periode teratur.
7. Gangguan pada eliminasi defekasi : konstipasi berhubungan dengan
pembatasan makanan yang berserat dan cairan
Tujuan : Eliminasi menjadi lancer
Kriteria :
a. Klien menyatakan dapat buang air besar
b. Feaces lembek
c. Tidak terdapat benjolan pada saat palpasi di bagian epigastrium bawah
kiri.
Intervensi
a. Lakukan aktivitas yang cukup
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian nutrisi yang tinggi serat
c. Kolaborasi dengan dokter pemberian laksative
8. Kurang perawatan diri berhubungan dengna intoleren aktivitas
Tujuan : perawatan diri terpenuhi
Kriteria :
a. Berpartisipasi pada aktivitas sehari-hari
b. Personal hygiene terjaga
Intervensi
a. Tentukan kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas
perawatan diri.
b. Berikan dengan aktivitas yang diperlukan.
c. Dorong dan gunakan tehnik penghematan energi, contoh duduk tidak
berdiri; mandi duduk; melakukan tugas dalam peningkatan bertahap.
d. Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien cukup waktu untuk
menyelesaikan tugas pada kemampuan paling baik
9. Cedera, resiko tinggi terhadap (profil darah abnormal) penekanan
produksi/sekresi eritroetin berhubungan dengan penurunan
produksi, gangguan faktor pembekuan; peningkatan kerapuhan kapiler.
Tujuan : Tidak mengalami tanda/perdarahan
Kriteria : Klien dapat mempertahankan/menunjukkan perbaikan nilai
laboratorium
Intervensi
a. Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan. Observasi
takikadi, kulit/membran mucosa pucat, dispnea dan nyeri dada.
Rencanakan aktivitas pasien untuk menghindari kelelahan.
b. Awasi tingkat kesadaran dan prilaku
c. Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.
Bantu sesuai kebutuhan dan buat jadwal untuk istirahat.
d. Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratium bila mungkin.
e. Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan,
perdarahan/area ekimosis karena trauma kecil, petekie; pembengkakan
sendi atau membran mucosa, contoh perdarahan gusi, epitaksis berulang,
hematemesis, melena dan urine merah/berkabut.
f. Hematemesis sekresi GI/darah feces
g. Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik; gunakan jarum kecil bila
mungkin dan lakukan penekanan lebih lama seteleah
menyuntikan/penyusunan vaskular.
10. Gangguan kebutuhan sexual berhubungan dengan gagal ginjal kronik
Tujuan : Kebutuhan sexual terpenuhi
Kriteria :
a. Klien dapat mengidentifikasi keterbatasan seksual yang disebabkan oleh
masalah kesehatan (GGK)
b. Klien dapat mengidentifikasi modifikasi kegiatan seksual yang pantas
dalam respon terhadap keterbatasannya
c. Melaporkan adanya kepuasan dalam aktivitas seksual.

Intervensi

a. Kaji faktor penyebab dan penunjang


b. Hilangkan atau kurangi faktor-faktor penyebab bila mungkin
c. Berikan informasi yang tepat pada pasien dan pasangan tentang
keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadan penyakit
d. Ajarkan modifikasi yang mungkin dalam kegiatan menyesuaikan dengan
keterbatasan akibat sakit
e. Berikan tujuan sesuai indikasi
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
GGA adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi produk-produk limbah
metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia
(uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan aliguria dimana
haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong, 2000).
GGA dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai
dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta
komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam, 2006)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain lain dalam darah).(Brunner & Suddarth,2000)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) ( KMB, Vol 2
hal 1448).
B. SARAN
Kepada seluruh pembaca baik mahasiswa maupun dosen pembimbing untuk melakukan
kebiasaan hidup sehat, karena pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus
dihindari, pengetahuan tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk
menanamkan pola hidup sehat

Anda mungkin juga menyukai