Anda di halaman 1dari 6

ADAPTASI PERTUMBUHAN

DAN DIFERENSIASI SEL


(Robbins-Pathologic Basis of Disease)

HIPERPLASIA HIPERTOFI

Pendahuluan

Sebagaimana telah diterangkan pada bab terdahulu, sel secara konstan pasti
beradaptasi, meskipun berada dalam kondisi normal sekalipun, berubah dalam
lingkungannya. Adaptasi yang fisiologis ini merupakan respons dari sel-sel terhadap
stimulasi normal oleh hormonal atau endogenous substansi kimiawi – misalnya,
pembesaran payudara dan induksi laktasi oleh suatu kehamilan. Sedangkan adaptasi yang
sifatnya patologis dapat saja melalui mekanisme yang sama, tetapi perubahan-perubahan
tersebut menyediakan sel-sel tersebut dengan kemampuan untuk survive di dalam
lingkungannya dan mungkin terlepas dari injuri.

Adaptasi seluler, adalah suatu keadaan yang terletak diantara sel normal (sel tanpa
stress) dan sel yang injured (sel yang mengalami overstress).

Ada beberapa tipe seluler adaptasi. Beberapa yang terlibat di dalam up and down
– regulation of spesific cellular receptors yang terlibat di dalam metabolisme dari
komponen-komponen tertentu- misalnya dalam regulasi dari reseptor-reseptor permukaan
sel yang terlibat dalam pengambilan (uptake) dan regulasi dari low density lipoproteins
(LDL). Sebagian dihubungkan dengan – induksi dari sintesa protein baru oleh target sel,
sebagai respons dari heat shock. Sedangkan adaptasi lainnya terlibat pada perubahan
mendadak (switch) oleh sel-sel yang seharusnya memproduksi satu tipe famili dari
protein-protein menjadi jenis lainnya atau memproduksi dalam jumlah yang berlebihan
dari satu jenis protein; misalnya pada keadaan ini sel-sel yang memproduksi beberapa
tipe kolagen dan protein ECM pada inflamasi kronik dan fibrosis. Adaptasi-adaptasi
seperti ini tentu saja akan melibatkan seluruh step dari metabolisme protein seluler – dhi
– mulai dari receptor binding, signal transduction, transcription, translation, atau
regulation of protein packaging and release.

Pada bagian ini akan ditetapkan beberapa perubahan adaptasi yang umum dalam
pertumbuhan sel, ukuran sel dan diferensiasi yang mendasari banyak perubahan dan
proses-proses patologik.

HIPERPLASIA

Hiperplasia dibentuk oleh peningkatan dari jumlah sel didalam suatu organ atau
jaringan, yang mana akan menyebabkan peningkatan volume organ/jaringan.

Hipertrofi (adalah peningkatan didalam ukuran sel) dan hiperplasia sangat dekat
hubungannya dan sering berkembang bersamaan. Hipertrofi tidak melibatkan pembelahan
sel, tetapi hiperplasia umumnya terjadi bilamana keadaan populasi sel menginjinkan
untuk berbiak dan sintesa DNA menginjinkan – jadi disini terjadi pembelahan sel secara
mitosis.

Hiperplasia dapat fisiologik atau patologik.

Hiperplasia Fisiologik

Hiperplasia yang fisiologik dapat dibagi menjadi: 1) hormonal hiperplasia dan


2)Compensatory hiperplasia.

Hormonal hiperplasia: contoh yang paling baik adalah proliferasi dari epitel kelenjar dari
payudara wanita pada saat pubertas dan selama kehamilan, dan pada uterus wanita hamil.

Compensatory hiperplasia: contohnya bilamana hiperplasia yang terjadi akibart bagian


dari hati (liver) diangkat (partial hepatectomy). Pada jaman sejak Yunani kuno sudah
dikenal bahwa liver dapat regenerasi. Didalam mitologi Yunani kuno, dewa Prometheus
dirantai pada satu gunung, dan hatinya setiap hari ditelan oleh satu vulture, dan aneh akan
beregenerasi baru lagi setiap malamnya.

Pada percobaan partial hepatectomy khususnya sangat berguna untuk menguji


mekanisme kompensasi hiperplasia. Di dalam hati dewasa yang normal, hanya 0,5
sampai 1% dari sel senantiasa mengalami replikasi DNA. Peningkatan DNA sintesis
dimulai setelah 12 jam setelah hepatectomy dan mencapai puncaknya antara 1 dan 2 hari
kemudian dimana sebanyak 10% dari semua sel terlibat dengan DNA sintesis. Awal dari
pertumbuhan sel dihubungkan dengan peningkatan ekspresi dari proto-oncogen yang
spesifik yaitu c-fos, c-myc, c-ras dan selanjutnya akan menurun dan sel liver jadi normal
lagi setelah 1-2 minggu kemudian.

Ada bukti yang jelas bahwa proliferasi sel dalam hal ini tergantung dari aksi dari
polypeptides growth factors. Growth faktor yang sangat kritikal adalah TFG-alpha dan
hepatocyte growth factor (HGF). TGF-alpha I dan HFG adalah mitogenik faktor di dalam
sel kultur. Akan tetapi kedua growth faktor ini tampaknya tidak begitu efisien terhadap
pertumbuhan sel hati secara in-vivo. Sedangkan TNF derivat dari cytokinin atau
oxydative stress dikenal sebagai aktifasi dari pertumbuhan awal dari responsi gene yaitu
gen c-fos, c-jun, dan c-miyc. Sehubungan dengan hal hepatectomy maka horman-
hormaon tertentu seperti insulin. Glucagon, dan norepinephrin meningkat yang mana
merupakan faktor penambah bagi proliferasi sel. Pemberhentian proliferasi sel setelah
massa sel hati telah dicapai, nampaknya disebabkan oleh inhibitor faktor yang dihasilkan
oleh sel hati itu sendiri. Salah satunya adalah TGF-beta yang diproduksi oleh non
parenchymal sel hati.

Hiperplasia Patologik

Pada umumnya bentuk-bentuk hiperplasia patologik disebabkan oleh karena


kelebihan stimulasi hormon, atau disebabkan oleh karena efek dari growth faktor
terhadap target sel.
Satu contoh dari hormon yang menginduksi hiperplasia adalah – hiperplasia dari
endometrium. Setelah periode menstruasi, akan tampak pertumbuhan yang besar dan
aktifitas proliferasi yang reparasi atau berupa hiperplasia fisiologik. Diketahui proliferasi
ini akibat pengaruh hormon hypophyse dan estrogen ovarium yang mencapai puncaknya
dan dibatasi pertumbuhannya akibat pengaruh hormon progesteron pada hari 10-14
sebelum menstruasi. Pada keadaan tertentudimana balance antara hormon estrogen dan
progesteron terganggu. Hal ini mungkin menyebabkan terjadi peningkatan relatif dari
estrogen atau keduanya meningkat, mengakibatkan terjadinya hiperplasia dari glandula-
glandula endometrium. Hal ini menyebabkan menstrual bleeding yang abnormal
(perdarahan diluar masa menstruasi). Hal ini bisa berlangsung aman bilamana kadar
estrogen kembali normal dan hiperplasia menghilang. Akan tetapi perlu ditekankan disini
bahwa hiperplasia patologik membentuk daerah yang subur bagi proliferasi yang
mengarah ke arah pertumbuhan kanker di kemudian hari. Sehingga pasien dengan
hiperplasia patologik (hiperplasia endometrium) mempunyai resiko yang tinggi untuk
menjadi kanker endometrium dikemudian harinya.

Hiperplasia juga respon yang penting dari jaringan ikat (connective tissue) pada
penyembuhan luka, dimana proliferasi dari jaringan ikat dan pembuluh darah membantu
proses penyembuhan luka. Dalam keadaan ini pengaruh growth factors bertanggung
jawab atas terjadinya hiperplasia. Stimulasi dari hiperplasia dapat dihubungkan dengan
adanya infeksi virus tertentu, misalnya papilloma virus yang menyebabkan warts pada
kulit seperti kutil.

Hipertrofi

Hipertrofi dihubungkan dengan peningkatan dari ukuran sel dan dengan demikian
akan terjadi pembesaran ukuran organ. Jadi pembesaran organ tanpa penambahan jumlah
sel, hanya pembesaran ukuran sel-sel. Tetapi pembesaran ini bukanlah disebabkan oleh
penimbunan cairan di dalam sel atau pembengkakan sel atau edema, tetapi disebabkan
oleh sintesis pembentukan komponen sel.

Hipertrofi bisa fisiologik dan patologik dan disebabkan oleh kebutuhan fungsi
yang meningkat atau akibat stimulasi hormon tertentu. Pertumbuhan fisiologik dari uterus
yang sedang hamil melibatkan keduanya baik hipertrofi dan hiperplasia. Hipertrofi
sellular distimulasi oleh hormon estrogen melalui estrogen reseptor pada otot polos, yang
mengijinkan interaksi dari hormon dan DNA, yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan sintesis protein otot polos dan menyebabkan pembesaran ukuran sel otot
polos tersebut. Ini contoh dari hipertrofi akibat pengaruh hormonal.

Sedangkan hipertrofi yang merupakan adaptasi hipertrofi dapat dicontohkan pada


otot skeletal dan otot jantung, mungkin disebabkan karena kedua otot tersebut tidak dapat
beradaptasi dengan jalan mitosis akibat kebutuhan beban yang meningkat, selain
membesarkan diri. Hal ini umumnya akibat dari penambahan dari beban kerja. Misalnya
pada jantung akibat gangguan hemodinamik darah dan gangguan katup jantung sehingga
otot jantung membesar. Sedangkan pada otot rangka oleh kerja berat akan terbentuk
sintesis protein dan filaments sehingga tercapai kebutuhan kerja.

Tidak hanya ukuran yang berubah tetapi fenotipe dari otot skeletalpun juga
berubah akibat hipertrofi. Pada volume overload akan terjadi perubahan protein kontraktil
otot menjadi bentuk fetal atau neonatal. Misalnya terjadi akfiasi dari beta-myosin heavy
chain (betaMHC) dan penurunan alpha MHC gene atau perubahan dari cardiac alpha
skeletal isoactin gene - kedua perubahan ini menyebabkan penurunan kecepatan
kontraksi dari otot akibat fiber yang hipertrofi.

Menjadi pertanyaan, apakah yang menjadi pencetus terjadinya hipertrofi ?


Sehingga terjadi perubahan ekspresi gene? Di jantung paling tidak ada dua pencetus,
yaitu mekanik dan tropik pencetus (mechanical and trophic triggers). Thropic factors
misalnya polypeptide growth factor dan Vasoactive agents (angiotensin II, alpha –
adrenergic agonist).

Bilamana mekanisme hipertrofi ini melebihi batas limit, maka akan terjadi lisis
dan degenerasi dari myofibril otot jantung sehingga terjadi cardiac dysfunction. Hal ini
mungkin disebabkan oleh karena terbatasnya vaskularisasi, berkurangnya kemampuan
oksidasi dari mitokondria, perubahan sintesa protein dan degradasi atau perubahan dari
sitoskeletal.

Meskipun hipertrofi dan hiperplasia adalah dua proses yang sangat bebeda, namun
dalam kenyatannya sering keduanya terjadi bersamaan dan mungkin keduanya
ditimbulkan dengan mekanisme yang sama.
Contohnya – Estrogen – menyebabkan peningkatan DNA sintesis dan pembesaran ukuran
otot polos dan epitel uterus. Pada keadaan tertentu ada sel yang mampu membelah seperti
sel epitel ginjal, bukannya membelah tetapi malah membesar hipertrofi dari pada
hiperplasia.

Atrophy

Pengecilan ukuran sel disebabkan hilangnya subtansi sel disebut atrofi. Ini
merupakan suatu bentuk dari adaptasi sel. Bilamana mencapai jumlah sel yang atrofi
banyak, akan menyebabkan pengecilan jaringan dan organ dan menjadi atrofi.

Sebab-sebab dari atrofi adalah :

1. Penurunan beban kerja


2. Hilangnya inervasi saraf
3. Berkurangnya suplai darah
4. Nutrisi yang tidak cukup
5. Hilangnya stimulasi endokrin
6. Ketuaan (Aging)
Bilamana tangan yang patah diplester dan tidak digunakan serta kaki yang lumpuh
akibat penyakit polio, maka akan menyebabkan pengecilan otot-otot anggota gerak
tersebut. Pada usia tua jaringan otak menjadi kecil, hal ini kemungkinan disebabkan oleh
karena kurangnya aliran darah dan penyusutan kelenjar kelamin sebagai akibat dari
hilang stimulasi endokrin misalnya pada menopause. Contoh hormonal dan gangguan
saraf pada polio merupakan penyebab atrofi yang jelas. Akan tertapi pengecilan sel akibat
turunnya aliran darah, nutrisi dan stimulasi tropik merupakan suatu keseimbangan baru
antara sel dan kondisi tersebut. Sel yang atrofi walaupun fungsinya berkurang namun sel
tersebut belum mati.
Akan tetapi apoptosis (kematian sel) dapat diinduksi dengan signal yang sama
sehingga menyebabkan atrofi dari organ. Contohnya adalah pengecilan kelenjar kelamin
tadi. Atrofi merupaka reduksi dari struktur komponen sel. Sel mengandung lebih sedikit
mitochondria dan myofilamen dan jumlah retikulum endoplasmik yang lebih sedikit.
Mekanisme terjadinya atrofi kurang jelas, tetapi yang pasti terjadi keseimbangan antara
sintesis prostein dan degradasi sel yang normal.
Hormon-hormon khususnya seperti insulin, hormon-hormon tiroid, gluocosteroids dan
prostaglandin sangat berpengaruh terhadap perputaran (produksi) protein. Sehingga
sedikit saja peningkatan degradasi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi
seperti pada otot yang dystrofi. Intracytoplasmic nonlysosmal proteinase berperan pada
degradasi protein. Pada banyak situasi atrofi juga diikuti oleh peningkatan jumlah
vakuole autofagik. Dimana vakuole yang bermembran berisi komponen-komponen sel
misalnya mitochondrial dan endoplasmic reticulum. Untuk digestasi (dimakan) oleh
lysosomes. Terjadinya vacuole dapat berlangsung sangat cepat, misalnya pada oklusi
vena porta hepar eksperimental, maka akan terbentuk vakuole aotofagik dalam jumlah
besar dalam waktu 5-10 menit setelah terjadi penyumbatan pembuluh darah tersebut.
Beberapa sia-sisa sel di dalam vakuole autofagik bertahan terhadap proses digesti
(dimakan) tetapi tetap berada di dalam membrane sebagai – residuan bodies - di dalam
cytoplasma. Dan sebagai contoh dari residual bodies adalah lipufuscin granules sehingga
menyebabkan sel menjadi berwarna coklat dan disebut sebagai brown discoloration.
Seyogianya atrofi dapat berkembang hingga sel akan rusak dan mati. Jika suplai darah
tidak cukup untuk mempertahankan sel yang atrofi, maka kematin sel akan lebih cepat
terjadi. Kemudian jaringan yang atrofi tadi akan digantikan oleh jaringan lemak.

Yang paling umum bentuk adaptasi metaplasia adalah dari kolumner ke sel
skuamous, yang terjadi pada epitel saluran pernapasan sebagai respons terhadap iritasi
kronik. Pada perokok berat sel bronchus yang biasa kolumner berubah menjadi sel
berlapis gepeng. Adanya batu pada duktus saluran ekresi kelenjar saliva, pankreas atau
saluran empedu, seringkali epitel kolumner menjadi sel berlapis gepeng. Suatu keadaan
defisiensi vitamin A (retinoic acid), akan merangsang metaplasi skuamous pada saluran
epitel pernapasan, dan kelebihan vitamin A dapat menyebabkan penekanan proses
keratinisasi. Pada keadaan ini, semakin berlapis gepeng, maka lapisan epitel tersebut akan
lebih tahan terhadap tekanan dibandingkan dengan sel kolumner. Meskipun metaplasi
epitel skuamous pada saluran pernapasan lebih tahan, akan tetapi mekanisme pertahanan
berupa sekresi mukus akan menghilang. Sehingga metaplasia epitel bagaikan pedang
bermata dua, dan pada kebanyakan keadaan merupakan suatu perubahan yang tidak
dinginkan. Lebih lanjut bilamana pengaruh yang menyebabkan terjadinya metaplasia
tetap menetap (persisten), maka dapat menginduksi terjadinya transformasi kanker pada
epitel yang metaplastik. Jadi dalam bentuk umum kanker saluran pernapasan berbentuk
epitel skuamous sel. Akan tetapi metaplasia dapat juga terjadi dari bentuk skuamous
menjadi sel kolumner, misalnya pada Barrett’s oesophagitis dimana epitel skumoaus
oesophagitis digantikan oleh sel kolumnar gaster, sehingga kanker yang terjadi adalah
dalam bentuk glandular (adeno) karsinoma..
Metaplasia dapat juga terjadi pada sel-sel mesenchymal tetapi kurang jelas
sebagai bentuk adaptasi respons. Jaringan fibrous sel dapat berubah menjadi osteoblast
atau dalam undifferentiated mesenchymal sel yang berada pada jaringan ikat. Zat kimia,
vitamin atau faktor pertumbuhan nampaknya memegang perana dalam kejadian
metaplasia. Retinoid misalnya berasal dari asam retinoid (vitamin A), dikenal sebagai
regulator pertumbuhan sel dan diferensiasi sel pada saat embryogenesis. Faktor-faktor
morphogenitik tulang dari family TGF beta –1 menyebabkan difrensiasi penulangan baik
dalam in-vivo maupun in vitro. Obat sitostatika tertentu menyebabkan destruksi pola-pola
methylasi DNA dan dapat mestransformasi sel-sel mensencymal dari satu tipe (fibroblast)
ke tipe yang lain (muscle, cartilage/ tulang rawan) Penyelidikan terakhir tentang jaringan
spesifik dan gen-gen difrensiasi disatukan untuk membantu memperjelas beberapa bahan-
bahan untuk mencegah terjadinya metaplasia di dalam jaringan.

Anda mungkin juga menyukai