Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN APENDISITITS


AKUT DI RUANG MAWAR RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Kelompok 2
M. Fachrillah Iskandar A., S.Kep NIM 132311101015
Sintya Ayu Puspitasari, S.Kep NIM 132311101049
Devi Maharani Hapsari, S. Kep NIM 132311101056
Dutya Intan Larasari, S.Kep NIM 142311101100

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JUNI, 2018
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP DASAR KEPERAWATAN
PENYAKIT APPENDISITIS AKUT

A. DEFINISI/PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm
(94 inci) melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum.
Karena pengosongannya tidak efektif danlumennya kecil, appendiks cenderung
menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Apendisitis adalah dari apendiks oleh hyperplasia folikel limpiod, fekalit,
benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau
neoplasma (Arief Mansjoer, dkk. 2010).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi
bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus
yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum
(cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut
kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak
mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lender (Anonim, Apendisitis,
2007).
Apendisitis adalah inflamasi vermiformis (umbai cacing) paling sering
pada penyakit bedah abdomen mayor dan fatal bila tidak ditangani akan timbul
gangren dan perforasi dalam 36 jam (Kimberly, 2011).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Brunner dan Suddarth, 2001).
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah
abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
B. ETIOLOGI
Apendisitis akut disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan
oleh beberapa faktor pencetus. Ada beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya radang apendiks, diantaranya :
1) Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringan lymphoid
submukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab
lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing.
2) Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada appendiksitis
akut. Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis,
Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
3) Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter
dari organ apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan
letaknya yang memudahkan terjadi appendiksitis.
4) Faktor Ras dan Diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan
sehari – hari.
5) Faktor Infeksi Saluran Pernapasan
Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi
influenza dan pneumonitis, jumlah kasus appendiksitis ini meningkat.
Namun, hati – hati karena penyakit infeksi saluran pernapasan dapat
menimbulkan seperti gejala permulaan appendiksitis.

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
predisposisi yaitu :
a. Menurut kapita selekta kedokteran bahwa faktor yang tersering adalah
obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi oleh karena :
1. Hiperplasia dari folikel limpoid, ini merupakan penyebab yang terbanyak.
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks.
3. Adanya benda asing yang keras seperti biji – bijian.
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari kolon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptokokus.
c. Faktor Sex
Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dan dewasa). Ini disebabklan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk appendiks.
1. Appendiks yang terlalu panjang.
2. Messo appendiks yang pendek.
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen apendiks.
4. Kelainan katup di pangkal apendiks.

C. PATHOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebaban oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks
lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Betz, Cecily, 2000 :
a. Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kana bawah.
b. Anoreksia.
c. Mual.
d. Muntah (tanda awal yang umum, kurang umum pada anak yang lebih
besar).
e. Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
f. Nyeri lepas.
g. Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
h. Konstipasi.
i. Diare.
j. Disuria.
k. Iritabilitas.
l. Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam
setelah munculnya gejala pertama.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas anamnesa
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting
adalah :
a. Nyeri mula – mula di epigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
b. Muntah oleh karena nyeri visceral.
c. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
d. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
2. Pemeriksaan yang Lain
a. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi
paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga
terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti
ada tumor di titik Mc. Burney.
b. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
1) Leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi.
2) Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di
dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan
diagnosis banding seperti, infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang
mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.
4. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis) tampak :
1) Scoliosis ke kanan.
2) Psoas shadow tak tampak.
3) Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak.
4) Garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak.
5) 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak.
b. USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan
USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti
kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
c. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi –
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda – tanda dari appendicitis. Selain itu, juga dapat
menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung. Teknik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix
maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix
(appendectomy).

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2010 :
1. Pre Operatif
a) Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
b) Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
c) Rehidrasi.
d) Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara
intravena.
e) Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil
untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah
rehidrasi tercapai.
f) Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Intra Operatif
a) Apendiktomi.
b) Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
c) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu
beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif
sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Post Operatif
a) Observasi TTV.
b) Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan
lambung dapat dicegah.
c) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
d) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama
pasien dipuasakan.
e) Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa
dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
f) Berikan minum mulai15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30
ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya
diberikan makanan lunak.
g) Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat
tidur selama 2×30 menit.
h) Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
i) Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. DATA FOKUS
a. Data Subyektif
1) Pre Operatif
1) Rasa sakit di epigastrium atau daerah periumbilikalis kemudian
menjalar ke bagian perut kanan bawah.
2) Rasa sakit hilang timbul.
3) Mual dan muntah.
4) Diare atau konstipasi.
5) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan.
6) Rewel dan menangis.
7) Lemah dan lesu.
8) Suhu tubuh meningkat.
2) Post Operatif
a) Mengeluh sakit pada daerah luka operasi terutama bila digerakkan.
b) Haus dan lapar.
c) Takut melakukan aktivitas.
d) Pendarahan.
b. Data Obyektif
1) Pre Operatif
a) Nyeri tekan titik Mc. Burney.
b) Bising usus meningkat, perut kembung.
c) Suhu tubuh meningkat, nadi cepat.
d) Hasil lekosit meningkat 10.000 - 12.000 dan 13.000 UI bila sudah
terjadi perforasi.
e) Obstipasi.
2) Post Operatif
a) Luka operasi di kuadran kanan bawah abdomen.
b) Bed rest / aktivitas terbatas.
c) Puasa dan infus.
d) Bising usus berkurang.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operatif
1) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan, mual, muntah, anoreksia.
3) Hipertermi berhubungan dengan respon sistemik dari inflamasi
gastrointestinal.
4) Ansietas berhubungan dengan proknosis penyakit rencana pembedahan.
b. Intra Operatif
1) Risiko hipotermi berhubungan dengan suhu ruangan yang dingin.
2) Risiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
c. Post Operatif
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan
yang tidak adekuat.
3) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
Diagnosa NOC NIC
1) Nyeri akut Tujuan : 1. Lakukan
berhubungan dengan Nyeri berkurang sampai pengkajian nyeri
inflamasi dan dengan hilang secara secara
infeksi. bertahap. komprehensif
Kriteria Hasil : termasuk lokasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri,mampu kualitas dan
menggunakan teknik non faktor
farmakologi untuk presipitasi.
mengurangi nyeri) 2. Kaji kultur yang
2. Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi
berkurang dengan respon nyeri.
menggunakan 3. Kontrol
manajemen nyeri lingkungan yang
3. Mampu mengenali nyeri dapat
(skala,intensitas, menpengaruhi
frekuensi, dan tanda nyeri seperti
nyeri) suhu ruangan,
4. Menyatakan rasa nyaman pencahayaan dan
setelah nyeri berkurang kebisingan.
4. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.
5. Kaji tipe dan
sumber nyeri
untuk
menentukan
intervensi.
6. Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyeri.
2) Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan
nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan kemampuan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien adekuat. pasien untuk
berhubungan dengan NOC : Status Gizi, kriteria memenuhi
ketidakmampuan hasil : kebutuhan
mencerna makanan, 1. Mempertahankan berat nutrisi.
mual, muntah, badan. 2. Pantau
anoreksia. 2. Toleransi terhadap diet kandungan
yang dianjurkan. nutrisi dan kalori
3. Menunjukan tingkat pada catatan
keadekuatan tingkat asupan.
energi. 3. Berikan
4. Turgor kulit baik. informasi yang
tepat tentang
kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
memenuhinya.
4. Minimalkan
faktor yang dapat
menimbulkan
mual dan
muntah.
5. Pertahankan
higiene mulut
sebelum dan
sesudah makan.

3) Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Jelaskan semua


berhubungan dengan keperawatan diharapkan prosedur dan apa
proknosis penyakit kecemasan pasien yang dirasakan
rencana berkurang. selama prosedur.
pembedahan. 1. Klien mampu 2. Temani pasien
mengidentifikasi dan untuk
mengungkapkan gejala memberikan
cemas keamanandan
2. Vital sign dalam batas mengurangi
normal takut.
3. Ekspresi wajah, bahasa 3. Identifikasi
tubuh, dan tingkat tingkat
aktivitas menunjukan kecemasan
berkurangnya 4. Observasi vital
kecemasan. sign.
5. Berikan obat
untuk
mengurangi
kecemasan.

b. Post Operasi

Diagnosa NIC NOC


1) Nyeri berhubungan Tujuan : 1. Lakukan pengkajian
dengan terputusnya Nyeri berkurang sampai nyeri secara
kontinuitas jaringan. dengan hilang secara komprehensif
bertahap. termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi,
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas
nyeri (tahu penyebab dan faktor
nyeri,mampu presipitasi.
menggunakan teknik 2. Kaji kultur yang
non farmakologi untuk mempengaruhi
mengurangi nyeri) respon nyeri.
2. Melaporkan bahwa 3. Kontrol lingkungan
nyeri berkurang yang dapat
dengan menggunakan menpengaruhi nyeri
manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
3. Mampu mengenali pencahayaan dan
nyeri kebisingan.
(skala,intensitas,freku 4. Kurangi faktor
ensi, dan tanda nyeri) presipitasi nyeri.
4. Menyatakan rasa 5. Kaji tipe dan sumber
nyaman setelah nyeri nyeri untuk
berkurang menentukan
intervensi.
6. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri.
2) Risiko kekurangan Setelah dilakukan 1. Pertahankan catatan
volume cairan tindakan keperawatan intake dan output
berhubungan dengan diharapkan keseimbangan yang akurat.
asupan cairan yang cairan pasien normal dan 2. Monitor vital sign
tidak adekuat dapat mempertahankan dan status hidrasi.
hidrasi yang adekuat. 3. Monitor status
Kriteria hasil : nutrisi.
1. Mempertahankan 4. Awasi nilai
urine output sesuai laboratorium, seperti
dengan usia dan BB, Hb/Ht, Na+albumin
BJ urine normal, HT dan waktu
normal. pembekuan.
2. Tekanan darah, nadi, 5. Kolaborasikan
suhu tubuh dalam pemberian cairan
batas normal. intravena sesuai
3. Tidak ada tanda – terapi.
tanda dehidrasi, 6. Atur kemungkinan
elastisitas, turgor transfusi darah
kulit, membran
mukosa lembab.
4. Tidak ada rasa haus
yang berlebihan.

3) Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Pantau tanda dan


berhubungan dengan tindakan keperawatan gejala infeksi (suhu,
prosedur invasif. diharapkan tidak terjadi denyut jantung,
infeksi pada luka bedah. penampilan luka).
NOC : Pengendalian 2. Amati penampilan
Risiko, kriteria hasil : praktik higiene
1. Bebas dari tanda dan pribadi untuk
gejala infeksi. perlindungan
2. Higiene pribadi yang terhadap infeksi.
adekuat. 3. Instruksikan untuk
3. Mengikuti prosedur menjaga higiene
dan pemantauan pribadi untuk
melindungi tubuh
terhadap infeksi.
4. Lindungi pasien
terhadap kontaminasi
silang dengan
pemakaian set ganti
balut yang steril.
5. Bersihkan
lingkungan dengan
benar setelah.

4) Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji tanda dan gejala


tindakan keperawatan yang menunjukkan
diharapkan dapat ketidaktoleransi
melakukan aktivitas terhadap aktivitas
mandiri. dan memerlukan
Kriteria Hasil : pelaporan terhadap
1. Berpartisipasi dalam perawat dan dokter
aktivitas fisik tanpa 2. Buat jadawal latihan
disertai peningkatan aktivitas secara
tekanan darah, nadi bertahap untuk
dan RR pasien dan berikan
2. Mampu melakukan periode istirahat
aktivitas sehari-hari 3. Berkan suport dan
secara mandiri libatkan keluarga
3. Tanda-tanda vital dalam program terapi
normal. 4. Bantu dengan
4. Energy psikomotor aktivitas fisik teratur
5. Level kelemahan ( misalnya ambulasi,
6. Mampu berpindah transfer, perubahan
dengan atau tanpa posisi, perawatan
bantuan alat. personal) sesuai
7. Status kebutuhan
kardiopulmonari 5. Batasi rangsangan
adekuat. lingkungan
8. Sirkulasi status baik. (kebisingan dan
Status respirasi adekuat cahaya) untuk
meningkatkan
relaksasi
6. Bantu pasien untuk
memonitor diri
dengan
mengembangkan dan
menggunakan
dokumetasi tertulis
tentang intake kalori
dan energi sesuai
kebutuhan.
7. Tentukan faktor
penyebab kelelahan,
monitor respon
kardiorespiratory
(tacikardi, dypsneu,
pucat), monitor
respon O2 thd
aktivitas, monitor
intake nutrisi)
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily L, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3. Jakarta :
EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United


Sates of America: Elsevier.

Dongoes, Marilyn. E.dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencana Pendokumentasian Perawatan Klien. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Bilotta, Kimberly. A. J (ed). 2011. Kapita selekta penyakit: dengan implikasi


keperawatan. Jakarta : EGC.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.

Markum.1991.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.

Mansjoer. A. Dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta :


Media Aesculapius.

Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan : Defnisi dan Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta: EGC.

Syamsuhidayat. R & De Jong W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2 .Jakarta :
EGC.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :


EGC.

Anda mungkin juga menyukai