Oleh:
Ulfayanti Syahmar
1740312091
PRESEPTOR:
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pneumonia yang terjadi pada lobus paru disebut pneumonia lobaris yang
ditandai dengan gejala respiratorik akut dan gambaran infiltrat pada foto rontgen.
Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat
bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa dan anak yang lebih
besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenza.2,3
Pneumonia hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6 %
kematian bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan
terutama pneumonia.1
Permasalahan gizi juga masih menjadi masalah utama di Indonesia. Hal ini terbukti
dengan masih ditemukannya kasus gizi kurang dan gizi buruk pada anak di berbagai daerah di
Indonesia. Angka kesakitan yang diakibatkan oleh gizi buruk cenderung meningkat dari tahun
Menurut Sediaoetama, gizi merupakan bahan dasar penyusunan bahan makanan yang
mempunyai fungsi sumber energi atau tenaga, menyokong pertumbuhan badan, memelihara
dan mengganti jaringan tubuh, mengatur metabolisme dan berperan dalam mekanisme
pertahanan tubuh
2
1.1 Tujuan Penulisan
Penulisan Case science Session ini bertujuan untuk menambah pengetahuan
penulis tentang pneumonia lobaris dan gizi kurang pada anak.
1.2 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang komplikasi pada tuberkulosis.
1.3 Metode Penulisan
Penulisan Case science Session ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan
mengacu pada berbagai literatur.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pneumonia Lobaris
2.1.1 Defenisi
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang mengenai parenkim paru yang
sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil oleh
hal lain (seperti aspirasi dan radiasi).1
Pneumonia yang terjadi pada lobus paru disebut pneumonia lobaris. Pneumonia
lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. 2
2.1.2 Epidemiologi
Pneumonia penyebab utama penyakit infeksi yang menyebabkan kematian pada
anak-anak di seluruh dunia. Diperkirakan 920.136 anak di bawah usia lima tahun
mengalami kematian karena pneumonia di tahun 2015, yaitu 16% dari seluruh
penyebab kematian pada anak dibawah usia lima tahun.3
Pneumonia hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama pada anak di
negara berkembang. Menurut Survei Kesehatan Nasional (SKN) 2001, 27,6 %
kematian bayi dan 22,8% kematian balita disebabkan oleh penyakit sistem pernapasan
terutama pneumonia.1
2.1.3 Etiologi
Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan
sebagian kecil oleh hal lain (seperti aspirasi dan radiasi).1 Umumnya penyebab
pneumonia pada anak adalah bakteri tipik terutama Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza, dan Staphyloccous Aureus yang responsif
terhadap pengobatan antibiotik beta-laktam. Selain itu ditemukan pneumonia yang tidak
responsif terhadap antibiotik beta-laktam, pneumonia ini digolongkan sebagai pneumonia
atipik (atypical pneumonia).2
Beberapa bakteri atipik respiratorik yang telah dikenal ialah Mycoplasma pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae, Legionella pneumophila dan Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma
4
pneumoniae dan Chlamydia spp. merupakan penyebab potensial infeksi saluran napas dan
pneumonia pada anak, sedangkan Legionella pneumophila dan Ureaplasma urealyticum
jarang dilaporkan sebagai penyebab infeksi pada anak.2
Selain mikroorganisme, pneumonia juga dapat disebabkan oleh aspirasi dari
cairan lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan-bahan lipoid, dan reaksi
hipersensitivitas.1
Faktor yang memegang peranan penting dalam kekhasan dan perbedaan
pneumonia pada anak terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan adalah usia penderita. Mikroorganisme penyebab pneumonia pada
neonatus dan bayi berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonia pada
neonatus dan bayi diantaranya disebabkan oleh Streptococcus group B dan bakteri
gram negatif seperti E.coli, Pseudomonas sp, dan Klebsiella sp. Pada balita
pneumonia disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza tipe B,
dan Staphyloccous Aureus, sementara pada anak yang lebih besar dan remaja, selain
bakteri tersebut juga dapat disebabkan oleh Mycoplasma pneumoniae.1
5
2.1.4 Patogenesis
2.1.4.1 Streptococcus pneumoniae
Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri patogen yang paling sering
ditemukan pada kasus pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe pada anak
ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang
dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir
selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan anak besar hingga remaja.3
Organisme Streptococcus pneumoniae teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran
nafas bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang mendukung
multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya ke bagian paru lain yang
berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau bagian-bagian dari lobus. Infeksi
Streptococcus pneumonia pada bayi umumnya bermanifestasi sebagai bercak-bercak
konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia), dan pada anak yang
lebih besar atau remaja dapat berupa peradangan pada satu lobus (pneumonia
lobaris).1,3 Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus atau saliva
(droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru karena adanya efek
gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli akan menimbulkan respon yang khas
yang terdiri dari 4 tahap yang berurutan, yaitu :5
Gambar 2.2
6
2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin dan
lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi
padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar. Stadium ini berlangsung sangat singkat.
Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak kelabu karena
lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli dan permukaan pleura yang
terserang melakukan fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler tidak lagi mengalami
kongesti.
Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi berat yang
cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta bila tidak segera
diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan kesakitan yang berkepanjangan
dan mempunyai angka mortalitas tinggi. Penyakit bronkopneumonia akibat organisme
ini jarang ditemukan. Seperti pada infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering
didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada umumnya
terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di bawah 3 bulan dan 70%
berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini terjadi di dalam ruang perawatan bayi,
biasanya berhubungan dengan strain- strain organisme patologis spesifik, yang
biasanya resisten terhadap berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit
dalam beberapa hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian..3
7
Staphylococcus sering menimbulkan abses-abses kecil atau pneumotokel pada
bayi karena kuman ini menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim misalnya
hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Toksin enzim ini menyebabkan
nekrosis, perdarahan dan kavitasi. Koagulasi berinteraksi dengan faktor plasma
menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga
terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan
virulensi kuman.1
Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan pada bayi
dan anak-anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi Hib dan sangat
berhubungan dengan adanya riwayat meningitis, otitis media, infeksi traktus
respiratorius dan epiglotitis.3
2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Gambaran Klinis
3.1.3 Etiologi
3.1.4 Patofisiologi
8
3.1.5 Diagnosis
9
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : An. HP
No MR : 01002293
Seorang pasien perempuan berumur 1 tahun 4 bulan dirawat dibagian anak RSUP
jumlah ±3-4 sendok makan setiap kali muntah, berisi makanan dan minuman
Demam sejak 3 jam SMRS, tidak tinggi, hilang timbul, tidak menggigil, dan
tidak berkeringat.
Buang air besar encer 1 jam SMRS, frekuensi 1 kali, ampas tinja sedikit, tidak
Buang air kecil warna dan jumlah biasa, buang air kecil terakhir 1 jam SMRS
10
Kaki dan tangan teraba hangat
Sebelumnya pasien memakan makanan yang sudah biasa dan dimasak oleh
Pasien saat ini masih mengonsumsi nasi lunak dengan lauk pauk
Pasien sudah bisa berjalan dengan dipengang dan dapat mengucapkan kata.
Ibu tidak merasakan penurunan berat badan pada anaknya saat digendong
Panjang badan : 49 cm
Bayi :
11
Anak:
Sayur : 3 x/minggu
Riwayat imunisasi:
BCG : 2 bulan
Hepatitis B : Saat lahir (0), 2 bulan (I), 3 bulan (II), 4 bulan (III)
Campak : 9 bulan
Riwayat keluarga:
Ayah Ibu
Nama Tn MM Ny. RI
: 32 tahun 34 tahun
Umur S1 SMA
12
: Wiraswasta Wiraswasta
Pendidikan Pertama Pertama
: Tidak ada Tidak ada
Pekerjaan
:
Perkawinan
:
Penyakit yang pernah diderita :
Saudara kandung:
Rumah : Permanen
Perkarangan : Luas
Pemeriksaan Fisik
Pemriksaan Umum
Kesadaran : Sadar
Suhu : 37,5oC
13
Ikterus : Tidak ada
Berat badan : 8 kg
Tinggi badan : 70 cm
Mata : Tampak sedikit cekung, air mata ada, konjungtiva tidak anemis,
Gigi dan mulut : Mukosa basah, sianosis pada bibir tidak ada
Paru
Perkusi : Sonor
Jantung
14
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Abdomen
Palpasi : Teraba supel, tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, tidak ada nyeri
Perkusi : Timpani
Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 11,7 g/dl
Leukosit : 9990/mm3
Ht : 35%
Trombosit : 465.000/mm3
Kesan : Trombositosis
Tatalaksana:
Zinc 1x20 mg PO
15
Paracetamol 3 x 100mg PO
ASI OD
ML 800kkal
Follow Up
1. 31 Desember 2017
S/ buang air besar encer ada, frekuensi 4 kali pada 30 Desember 2017, ampas
ada. Namun pada 31 Desember 2017 buang air besar encer ada, dengan
frekuensi 2 kali
Zinc 1x20 mg PO
Paracetamol 3 x 100mg PO
ASI OD
ML 800kkal
16
2. 1 Januari 2018
S/ muntah tidak ada, buang air besar encer tidak ada, demam tidak ada, sesak
Zinc 1x20 mg PO
Paracetamol 3 x 100mg PO
ASI OD
ML 800 kklal
rencana pulang
17
BAB III
DISKUSI
18
DAFTAR PUSTAKA
5. Yataco JC, Dweik RA. 2005. Pleural effusions : evaluation and management.
Cleveland clinic journal of medicine, vol 72, No 10.
7. Davies HE, Lee YCG. 2008. Pleural effusion, empyema, and pneumothorax.
Di dalam : Albert RK, Spiro SG, Jett JR, editor. Clinical Respiratory
Medicine. Philadelphia (US) : Mosby Inc.Hlm 853-62
9. Gamal E, Oea Khairsyaf, Elly Usman. 2015. Profil Kasus Tuberkulosis Paru di
Instalasi rawat Inap RSUP M.Djamil Padangpada Periode 1 Januari 2010- 31
Desember 2011. Jurnal Kesehatan Andalas, Vol 4, No 3.
12. Halim H. Penyakit-penyakit Pleura. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed VI. 2014.
13. Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. Profil penderita batuk darah yang
berobat kebagian paru RSUP Persahabatan Jakarta. J Respir Indo
1999;19:54-9
14. Intan Irva, Irvan Medison, Detty Iryani. 2014. Gambaran Kejadian Hemoptisis
pada Pasien di Bangsal Paru di RSUP M.Djamil Padang Periode Januari
2011-Desember 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 3. No 3.
15. Ceva W Pitoyo. Hemoptisis. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II I Ed VI. 2014.
19
16. AK Singh, Varun Gupta, Bindu Rani, Manish Kumar, Saurabh Kaushik. 2016.
Rasmussen Aneurysm. Journal of the Association of Physician of india. Vol 64.
17. Sudoyo AW dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2006. Pp:1063
18. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack A.
Fishman’s Pulmonary Disease and Disorders. 4th edition. Volume 1.
McGraw-Hill. 2008. Pp : 1517 – 1532
20. Fishman AP, Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Senior RM, Pack A.
Fishman’s Pulmonary Disease and Disorders. 4th edition. Volume 1.
McGraw-Hill. 2008. Pp : 1517 – 1532
23. PAPDI. 2012. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir
Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan
medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
24. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at
a glance Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81.
25. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2009.Hal : 94-95
29. Pitoyo CW. 2011. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I,Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid
II,edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
20