Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien


 Nama : Yolanda Yewi
 No. DM : 12 – 81 – 06
 Umur : 22 tahun
 Berat Badan : 48 kg
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : Kristen Protestan
 Asal Suku :
 Alamat : Genyem
 Jaminan : KIS
 Golongan Darah :
 Tanggal MRS : 25 April 20017
 Tanggal Pemeriksaan : 27 april 2017

1.2. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis, yaitu cara anamnesis langsung dengan


penderita penyakit yang bersangkutan.

1.2.1. Keluhan Utama

Sesak

1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan sesak napas yang dirasakan ± 1 minggu di sertai batuk yang dirasakan selama ± 1
bulan batuk yang disertai dengan darah. Menurut pasien ia kesulita mengeluarkan lendir saat
batuk. Sulit tidur pada malam hari karena sesak dan nyeri pada dada bagian kiri. Sesak napas
mulai terasa berkurang apabila pasien dalam keadaan duduk atau tidur dengan menggunakan
bantal kepala yang cukup tinggi, sesak napas dan nyeri dada terasa memberat saat pasien
batuk dan dalam keadaan berbaring. Pasien mengaku napsu makan menurun± 1 minggu
karena lidah terasa pahit saat menelan sehingga pasien kehilangan napsu makan. Menurut
pasien, pasien juga mengalami demam sejak ± 1 minggu hingga masuk RS saat ini, pasien
juga mengeluh belum BAB sejak ±3 hari yang lalu. Sebelum pasien di bawah ke RSUD
YOWARI sebelumnya pasien sempat dibawah ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan
penangan namun keluhan yang dirasakan pasien tidak kunjung berkurang. Dilakukan
pemeriksaan α dengan hasil dinyatakan non reaktif pada tanggal 25 april 2017 di lanjutkan
pada tanggal 27 april 2017 pemeriksaan cairan ascites positif ke arah eksudat. Sudah
diberikan obat program paru kategori I (1x3 tablet) acc dr. David, Sp.PD.

1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien memiliki riwayat batuk darah satu bulan yang lalu
 Pasien tidak memiliki riwayat penyakit Tubercolusis sebelumnya
 Pasien memiliki tidak memiliki riwayat pengobatan penyakit tuberkulosis
i. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada keluarga yang memilikin riwayat penyakit tubercolusis serta
pengobatan tubercolusis sebelumnya.
ii. Riwayat Sosial

1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Lemas
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6
Berat Badan : 48 kg
Tinggi Badan : 159 kg
IMT : BB (kg) / TB (m2)
48 (kg) / 1,59 (m2) = 9,7 (kurus)
Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 100/80 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Respirasi : 28 x/menit
- Suhu badan : 37 oC
- SpO2 : 99 %
Kepala/leher : Kepala : Normochepal, deformitas (-
Mata : )Udema palpebra (-/-),
conjungtiva anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil bulat isokor
(+/+)
Hidung : Jejas (-/-), sekret (-/-), pernapasan
cuping hidung (+/+), fungsi
pembau : tidak dilakukan
pemeriksaan
Telinga : Sekret (-/-), fungsi pendengaran :
normal
Bibir : Asianosis, kering (+), mukosa
basah, oral candidiasis (-)
Gigi, gusi : Kelainan (-), perdarahan (-)
Leher : Jugularis Venous PressureR-2
cmH2O, Pembesaran Kelenjar
Getah Bening (-)
Thoraks :
Pulmo : Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas,
retraksiintercostae D=S (+)
Palpasi : Vocal fremitus (tidak diperiksa)
Perkusi : Sonor pada lapang paru dextra,
redup pada lapang paru sinistra
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler
(dekstra=sinistra), rhonki (+/+)
rhonki basah kasar pada apex dan
medial pulmo dextra, rhonki
basah kasar pada basal paru
sinistra, wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II regular murni, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : Tampak datar
Palpasi : Supel, nyeri tekan pada regio
epastrium hingga regio
hypochondrium kiri, hati/limpa
tidak teraba
Perkusi : Timpani, ascites (-), nyeri ketok
Costo Vertebrae Angel(tidak
diperiksa)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, tremor (-), edema (-), ulkus (-),
Capillary Refill Time<2”.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium Tanggal 27 Februari 2017 (saat pasien tiba IGD)
Pemeriksaan Hasil
Leukosit 13,373/mm3
Trombosit 4543/mm3
Hematokrit 41,2 %
Darah
Hemoglobin 13,7 g/dl
Lengkap
MCV 83,1 fL
MCH 27,6 pg
MCHC 33,3 g/dL
DDR Negatif

1.5 Resume
Keluhan sesak napas yang dirasakan ± 1 minggu di sertai batuk yang dirasakan selama ± 1
bulan batuk yang disertai dengan darah. Menurut pasien ia kesulita mengeluarkan lendir saat
batuk. Sulit tidur pada malam hari karena sesak dan nyeri pada dada bagian kiri. Sesak napas
mulai terasa berkurang apabila pasien dalam keadaan duduk atau tidur dengan menggunakan
bantal kepala yang cukup tinggi, sesak napas dan nyeri dada terasa memberat saat pasien
batuk dan dalam keadaan berbaring. Pasien mengaku napsu makan menurun± 1 minggu
karena lidah terasa pahit saat menelan sehingga pasien kehilangan napsu makan. Menurut
pasien, pasien juga mengalami demam sejak ± 1 minggu hingga masuk RS saat ini, pasien
juga mengeluh belum BAB sejak ±3 hari yang lalu. Sebelum pasien di bawah ke RSUD
YOWARI sebelumnya pasien sempat dibawah ke puskesmas terdekat untuk mendapatkan
penangan namun keluhan yang dirasakan pasien tidak kunjung berkurang. Dilakukan
pemeriksaan α dengan hasil dinyatakan non reaktif pada tanggal 25 april 2017 di lanjutkan
pada tanggal 27 april 2017 pemeriksaan cairan ascites positif ke arah eksudat. Sudah
diberikan obat program paru kategori I (1x3 tablet) acc dr. David, Sp.PD.
Pada pemeriksaan fisik kesadaran pasien composmentis, GCS E4V5M6, tekanan darah
100/20 mmHg, nadi 102x/menit, respirasi 28x/menit, suhu badan 37, oC, SpO2 99%. Pada
inspeksi bagian mata tidak terdapat conjungtiva anemis,pada pemeriksaan daerah thoraks
didapatkan retraksi intercostae D=S dan pada pemeriksaan auskultasi didapatkan rhonki,
rhonki basah kasar pada apex dan medial pulmo dextra, rhonki basah kasar pada basal
paru sinistra. Pada pemeriksaan laboratorium nilai hemoglobin 13,7 g/dl, trombosit
454+, hematokrit 41,2%, MCV 83,1 fL, MCH 27,6 pg, MCHC 33,3 g/dl.
1.6 Diagnosis Kerja
 Efusi pleura sinistra
 TB
1.7 Penatalaksanaan
 IVFD RL ½ guyur, lanjut RL 20tpm
 Ceftriaxon 2x1 gr
 Dexametazon3x1 ampul
 Ranitidin 2x1 ampul
 PCT 3x1 tablet
 Codein 3x1/2
 New dratab 3x1
 O2 2-3 lpm
Rencana :
 Edukasi keluarga untuk tindakan yang akan dilakukan
 Observasi vital sign
 Konsul Sp.PD
 Pro rontgen thorax AnteroPosterior/Lateral
1.8 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

1.9. Follow Up
Hari/Tanggal Follow Up
Jumat, S : lemas (+), sakit kepala (+) sesak berkurang
28-04-2017 O : KU: Lemas, Kes: composmentis
TTV:TD=100/80 mmHg, N=120x/menit, R=32x/menit
SB=36oC, SpO2=98%
Kepala/Leher :Normochepal, conjungtivaanemis (-),
skleraikterik (-), oral candidiasis (-),
pernapasan cuping hidung (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Pulmo : tampaksimetris, ikutgeraknapas (+),
suara napas vesikuler (+/+), retraksi (-),
rhonki (+/+) rhonki basah kasar pada apex,
rhonki basah kasar pada basal paru sinistra,
wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, supel, bunyi usus (+), nyeri tekan
pada regio epigastrium, hepar/lien tidak
teraba
Ekstremitas :Akral teraba hangat, udem (-), CRT <2”
A : -TB paru extra pulmonal
- GEA
P : IVFD D5% 20 tetes per menit / 24 jam
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram (IV) “skin test terlebih dahulu”
Inj. Ranitidine 2x1 ampul (IV)
Paracetamol tablet 3x500 mg (p.o) “jika demam ≤ 38oC”
O2 2-3 liter per menit
Bisculvan 3x1 iv
Acc pengobatan TB ambil di PKM genyem
Sabtu,
29-04-2017 S : sesak (+)
O : Ku: Lemas, Kes: composmentis
TTV:TD=110/70 mmHg, N=118x/menit, R=45x/menit
SB=36,9oC, SpO2=98%,

Kepala/Leher :Normochepal, conjungtiva anemis (-),


skleraikterik (-), oral candidiasis (-),
pernapasan cuping hidung (-),
pembesarankelenjargetahbening (-).
Thoraks : Pulmo : tampak simetris, ikut gerak napas (+),
suaranapas vesikuler (+/+) retraksi (-), rhonki
(+/+) rhonki basah kasar pada apex, rhonki
basah kasar pada basal paru sinistra,
wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, supel, bunyi usus (+), hepar/lien
tidakteraba
Ekstremitas: Akral teraba hangat, udem (-), CRT <2”
A : - TB extra paru
- GEA
P : IVFD D5% 20 tetes per menit
Inj. Ceftriaxone 2x1 gram (IV)
Inj. Ranitidine 2x1 ampul (IV)
Inj. Biscolvan 3x1 (IV)
Paracetamol tablet 3x500 mg (p.o) “jika demam ≤ 38oC
O2 2-3 liter permenit jika perlu
Acc pengobatan OAT di PKM genyem

Minggu,
30-04-2017
S : sesak (-)
O : Ku: tampak baik, Kes: composmentis
TTV :TD=100/60 mmHg, N=83x/menit, R=24x/menit
SB=36,oC, SpO2=99%
Hasil Golongan darah : “AB”
Kepala/Leher :Normochepal, conjungtiva anemis (-),
skleraikterik (-), oral candidiasis (-),
pernapasan cuping hidung (-), pembesaran
kelenjar getah bening (-).
Thoraks: Pulmo : tampak simetris, ikut gerak napas (+),
suara napas vesikuler (+/+) retraksi (-), rhonki
(-/-),wheezing (-/-)
Cor: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tampak datar, supel, bunyi usus (+), hepar/lien
tidak teraba
Ekstremitas: Akral teraba hangat, udem (-), CRT <2”
A : -TB extra pulmonal
P : boleh pulang
-salbutamol 3x2 gr
Azytromizin 1x50 gr
Ranitidin 2x1 p.o
Vit B complex 3x1 gr
Codein 3x10 gr
MP 3x4 gr
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Efusi Pleura

Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura.Kelainan ini disebabkan


oleh gangguan keseimbangan antara produksi dan absorbsi.

2.1.1. Pendahuluan

Pleura adalah membran tipis terdiri dari dua lapisan, yaitu pleura viseralis
dan pleura parietalis.Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis,
serabut saraf dan pembuluh limfe.Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari
sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler, dan pembuluh getah
bening.

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan,


misalnya hidrotoraks dan pleuritis eksudatif karena infeksi, hemotoraks bila
rongga dada berisi cairan, maupun empyema thoracis bila berisi nanah,
pneumotoraks bila berisi udara.

Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam,


terutama karena infeksi tuberculosis maupun non-tuberkulosis, keganasan,
trauma, dan lain-lain.

2.1.2. Patofisiologi

Patofisiologis terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara


cairan dan protein dalam rongga pleura.Dalam keadaan normal cairan pleura
dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi
ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial
submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga
pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik maka akan
terbentuk pus, sehingga terjadi empiema atau piotoraks. Bila proses ini
mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura


parietalis sehingga udara masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.

Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain


bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik,
dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, pericarditis
konstriktiva, keganasan, atelectasis paru dan pneumotoraks.

Efusi eksudat terjadi bila terdapat proses peradangan yang menyebabkan


permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial
berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudatif yang paling sering adalah karena
mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudatif tuberkulosa.
Sebab lain seperti para pneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis,
ekinokokus), jamur, pneumonia, keganasan paru, proses imunologik seperti
pleuritis lupus, pleuritis rematoid, sarkoidosis, radang oleh karena sebab lain
seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.

2.1.3. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta


dengan pungsi percobaan, biopsi, dan analisa cairan pleura.

2.1.3.1. Foto Toraks (X Ray)

Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan


membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila pemukaan horizontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat
berasal dari luar maupun dalam paru-paru sendiri. Kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi
lateral dekubitus, maka akan terlihat cairan bebas mengikuti arah gaya
gravitasi.

Cairan bebas dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva,


karena terperangkap atau terlokalisasi.Keadaan ini sering terdapat pada
daerah bawa paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas
diafragma.Cairan ini dinamakan sebagai efusi
subpulmonik.Gambarannya pada sinar tembus sering terlihat sebagai
diafragma yang terangkat.Jika terdapat bayangan dengan udara dalam
lambung, ini cenderung menunjukkan efusi subpulmonik.Begitu juga
dengan bagian kanan di mana efusi subpulmonik sering terlihat sebagai
bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan dengan diafragma
kanan.Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas bisa dengan foto
dada lateral decubitus, sehingga gambaran perubahan efusi menjadi
lebih nyata.

Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus


paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai fisura
interlobaris, bisa juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung,
sehingga terlihat sebagai kardiomegali.

Cairan seperti empiema dapat juga terlokalisasi.Gambaran yang


terlihat adalah sebagai bayangan dengan densitas keras di atas
diafragma, keadaan ini sulit dibedakan dengan tumor paru. Hal lain
yang dapat terlihat dari foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Di samping itu, gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula
terjadinya efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar,
adanya massa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada
pneumonia atau abses paru.

Pemeriksaan dengan USG pada pleura dapat menentukan adanya


cairan dalam rongga pleura.Pemeriksaan ini sangat membantu sebagai
penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi yang
terlokalisasi. Pemeriksaan CT scan dada juga dapat membantu. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura.Pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

2.1.3.2. Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) sangat berguna sebagai


sarana untuk diagnosis maupun terapeutik.Pelaksanaanya sebaiknya
digunakan pada pasien dengan posisi duduk.Aspirasi dilakukan pada
bagian bawah paru sela iga garis aksial posterior dengan memakai
jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya
tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih
baik dikerjakan berulang daripada satu kali aspirasi sekaligus untuk
menghindari pleural-shock (hipotensi) atau edema paru akut.Edema
paru dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu
cepat.Mekanisme rincinya sebenarnya belum terlalu jelas diketahui,
namun diperkirakan karena adanya tekanan intra pleural yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan aliran darah melalui permeabilitas
kapiler yang abnormal.

Komplikasi lain torakosintesis adalah dapat terjadi pneumotoraks,


hemotoraks, dan emboli udara. Dapat juga terjadi laserasi pleura
viseralis, tapi biasanya akan sembuh sendiri dengan cepat. Bila
laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk
ke vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk mencegah
emboli udara ini terjadi, pasien dibaringkan pada sisi kiri di bagian
bawah, posisi kepala lebih rendah dari leher, sehingga udara tersebut
dapat terperangkap di atrium kanan.Menegakkan diagnosis cairan
pleura dilakukan dengan pemeriksaan.

Warna cairan biasanya berwarna agak kekuning-kuningan (serous-


santokrom).Bila agak kemerah-merahan, mugkin disebabkan oleh
trauma, infark paru, keganasan, dan adanya kebocoran anaurisma
aorta.Bila kuning-kehijuan dan agak purulent, ini menunjukkan adanya
empiema.Bila merah coklat, mungkin dikarenakan adanya abses karena
amoeba.

Secara biokimia, efusi pleura terbagi atas transudatdan


eksudat.Dalam keadaan normal, cairan pleura yang jumlahnya sedikit
itu adalah transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotic menjadi terganggu
sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi
reabsorbsi oleh pleura lainnya.

Cairan transudat biasanya terdapat pada keadaan: (1)


meningkatnya tekanan kapiler sistemik, (2) meningkatnya tekanan
kapiler pulmoner, (3) menurunnya tekanan koloid osmotic dalam
pleura, (4) menurunnya tekanan intra pleura. Penyakit yang menyertai
transudat adalah: (1) gagal jantung kiri, (2) sindrom nefrotik, (3)
obstruksi vena cava superior, (4) asites pada sirosis hati, (5) Sindrom
Meig, (6) efek tindakan dialysis peritoneal, (7) ex vacuo effusion,
karena pada pneumotoraks, tekanan intra pleural menjadi sub-atmosfir
sehingga terdapat pembentukan dan penumpukan transudat.

Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane


kapiler yang permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi
tinggi dibandingkan protein transudat.Terjadinya perubahan
permeabilitas membrane adalah karena peradangan pada pleura,
infeksi, infark paru atau neoplasma.Protein yang terdapat dalam cairan
pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening, sehingga dapat
menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura, maka
muncullah cairan eksudat.

2.1.3.3. Sitologi

Pemeriksaan sitology terhadap cairan pleura amat penting untuk


diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan sel-sel patologis
atau dominasi sel-sel tertentu.

 Sel neutrophil menunjukkan adanya infeksi akut.


 Sel limfosit menunjukkan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma maligna.
 Sel mesotel bila meningkat, menunjukkan adanya infark paru,
biasanya ini disertai dengan ditemukannya sel eritrosit.
 Sel LE biasanya ditemukan pada lupus erimatosus sistemik.
 Sel maligna ditemukan jika terjadi metastase paru.

2.1.3.4. Bakteriologi

Biasanya cairan steril, tapi kadang dapat mengandung


mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen.Efusi yang purulent
dapat mengandung kuman aerob maupun anaerob. Jenis kuman yang
paling sering ditemukan dalam cairan pleura adalah: Pneumokokus, E.
coli, Kliebsella, Pseudomonas, Enterobacter. Pada pleurititis
tuberkulosa, biakan cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat
menunjukkan yang positif sampai 20-30%.

2.1.3.5. Biopsi Pleura

Pemeriksaan histopatologis satu atau beberapa contoh jaringan


pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleurititis
tuberculosis dan tumor pleura. Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak
memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulang.Komplikasi biopsi
adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi maupun tumor
dinding dada.

2.1.4. Pengobatan

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa


intubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif.Mungkin sebelumnya
dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan
antiseptik.Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tetapi ini
tidak berarti bila tidak diiringi pengeluaran cairan yang adekuat.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi, dapat
dilakukan pleurodesis yakni melengketnya pleura viseralis dan pleura
parietalis.Zat yang dipakai adalah tetrasiklin, bleomisin, korinebakterium
parvum, tio-tepa, 5 flourourasil.

2.1.4.1. Prosedur Pleurodesis

Pipa selang dimasukkan pada ruang antar iga dan cairan efusi
dialirkan ke luar secara perlahan. Setelah tidak adal lagi cairan yang
keluar, masukkan 500 mg tetrasiklin yang dilarutkan dalam 20 cc
garam fisiologis ke dalam rongga pleura, selanjutnya diikuti dengan 20
cc garam fisiologis. Kunci selang selama 6 jam dan selama itu pasien
diubah-ubah posisinya, sehingga tetrasiklin dapat didistribusikan ke
saluran rongga pleura. Selang antar iga kemudian dibuka dan cairan
dalam rongga pleura kembali dialirkan keluar sampai tidak ada lagi
yang tersisa.Selang kemudian dicabut. Jika dipakai zat korinebakterium
parvum, masukkan 7 mg yang dilarutkan dalam 20 cc garam fisiologis
dengan cara seperti sebelumnya.

2.2. Pleuritis Tuberkulosa

Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serous-santokrom dan bersifat
eksudat. Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui
focus subpleura yang robek atau melaui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga
secara hematogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan efusi yang biasanya
serous, kadang bisa juga hemoragik.Bisa ditemukan jumlah leukosit antara 500 – 2000
per cc. Mula-mula yang domina adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel
limfosit.Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman tuberkulosis, karena adanya
reaksi hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein.Pada dinding pleura dapat ditemukan
adanya granuloma.

Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberculosis dalam cairan efusi


(biakan) atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah di mana frekuensi tuberculosis
paru tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah
karena pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi
jaringan pleura.
Pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (Rifampisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tetapi untuk dapat menghilangkannya
eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis.Umumnya cairan diresolusi
dengan sempurna, namun kadangkala dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik
(prednisone 1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

2.3. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis.Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius,
yang terutama menyerang parenkim paru.

2.3.1. Definisi

Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit yang diketahui banyak


menginfeksi manusia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
kompleks.Penyakit ini biasanya menginfeksi paru.Transmisi penyakit biasanya
melalaui saluran nafas yaitu melalui droplet yang dihasilkan oleh pasien yang
terinfeksi TB paru.

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)


paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2.3.2. Klasifikasi

Berdasarkan hasil pemerikasaan sputum, Tuberkulosis paru dikategorikan


menjadi 2 bagian, yaitu:

1. TB Paru BTA positif


 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan basil
tahan asam (BTA) positif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif.
2. TB Paru BTA Negatif
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis
aktif.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan menunjukkan tuberkulosis positif.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi


beberapa tipe pasien, yaitu:

 Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan obat anti


tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan (4 minggu).

 Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat


pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).

 Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan


atau lebih dengan BTA positif.

 Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif


atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.

 Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.

 Kasus Lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di


atas.Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien
dengan hasil pemeriksaan masih BTA (+) setelah selesai
pengobatan ulangan.

2.3.3. Manifestasi Klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula
pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik.Bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah
gejala respiratori.

 Gejala respiratori

Gejala respiratori sangat bervariasi dari mulai tidak bergejala sampai


gejala yang cukup berat bergantung dari luas lesi. Gejala respiratorik
terdiri dari :

a. Batuk produktif ≥ 2 minggu.


b. Batuk darah.
c. Sesak nafas.
d. Nyeri dada.

 Gejala sistemik
Gejala sistemik yang timbul sebagai gejala-gejala tuberkulosis paru
dapat berupa :

a. Demam.
b. Keringat malam.
c. Anoreksia.
d. Berat badan menurun.
2.3.4. Diagnosa

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis,


pemeriksaan bakteriologis, radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya.Pada
pemeriksaan fisis, kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus
inferior. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan antara lain suara nafas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma, dan mediastinum. Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis
yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.Bagian paru
yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Pada
pemeriksaan radiologi, gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah :

 Bayangan berawan atau nodular disegmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah.
 Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular.
 Bayangan bercak milier.
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

2.3.5. Penatalaksanaan

Paduan OAT yang sering digunakan sebagai lini pengobatan tuberculosis


paru di Indonesia,yaitu :

1. Kategori I
a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks terdapat
lesi luas.
b. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2RHZE/4RH atau
2RHZE/6HE atau 2RHZE/4R3H3.
2. Kategori II
a. TB paru kasus kambuh

Paduan obat yang dianjurkan adalah 2RHZES/1RHZE


sebelum ada hasil uji resistensi.Bila hasil uji resistensi telah ada,
berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi.

b. TB paru kasus gagal pengobatan

Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada


hasil uji resistensi (contoh: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,
etionamid, sikloserin).

Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan


2RHZES /1RHZE.Fase lanjutan dapat diberikan sesuai dengan hasil uji
resistensi.Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5RHE.

c. TB Paru kasus putus berobat.


 Berobat ≥ 4 bulan.

Jika BTA saat ini negativ, klinis dan radiologi tidak aktif
atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila
gambaran radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka
pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih
kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama
(2RHZES/1RHZE/5R3H3E3).

Jika BTA saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal


dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu
pengobatan yang lebih lama.

 Berobat ≤ 4 bulan
Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan
yang lebih lama (2RHZES/1RHZE/5R3H3E3).

Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif,


pengobatan diteruskan.

3. Kategori III
a. TB paru (kasus baru), BTA negatif atau pada foto toraks terdapat
lesi minimal.
b. Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE/4R3H3.
4. Kategori IV

TB paru kasus kronik.Paduan obat yang dianjurkan bila belum ada


hasil uji resistensi, berikan RHZES.Bila telah ada hasil uji resistensi,
berikan sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif ditambah
obat lini 2 (pengobatan minimal 18 bulan).

5. Kategori V

Multi Drug Resistance (MDR) TB, paduan obat yang dianjurkan


sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup.
BAB III

PEMBAHASAN
BAB IV

PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. (2002).Tuberkulosis Paru. Dalam: Alsagaff, H., Mukty, A, ed.,Dasar-Dasar


Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Airlangga.

Hadi, H. (2015). Penyakit – Penyakit Pleura. Dalam: S. Sutiati et al, ed.,Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, edisi ke-6. Jakarta: InternaPublishing.

WHO. (2010).Treatment of Tuberculosis Guidelines, 4th ed. Geneva: WHO Press.

Anda mungkin juga menyukai