Anda di halaman 1dari 16

Trauma Ginjal

PENDAHULUAN

Ginjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot punggung di


sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya. Karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. trauma ginjal
merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada
abdomen mencederai ginjal. Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal
menduduki angka tertinggi sekitar 50% tidak membedakan ginjal kiri atau kanan. Trauma
biasanya disebabkan oleh karena jatuh, kecelakaan lalu lintas, pukulan, olah raga, tusukan atau
senjata api.

Abdominal trauma merupakan cedera ke bagian perut. Mungkin tumpul atau tajam dan
mungkin melibatkan kerusakan pada Abdominal organ. Trauma ginjal adalah cedera pada
ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Tanda-
tanda dan gejala meliputi nyeri pada perut, kesakitan, kaku, dan lebam dari perut eksternal.
Abdominal trauma menyajikan risiko berat kehilangan darah dan infeksi.

Trauma ginjal perlu mendapatkan perhatian dan penanganan khusus serta pertolongan
segera karena pada trauma ginjal sering diikuti oleh kerusakan organ lainya dan dapat
menyebabkan kematian.

1
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI GINJAL

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak pada rongga retroperitoneal.
Bentuk ginjal seperti kacang, dengan bagian yang cekung menghadap ke medial, dimana pada
sisi ini terdapat hillus renalis, tempat masuk dan keluarnya sitem arteri, vena, pembuluh
limfatik, sistem saraf dan ureter. Ukuran ginjal pada orang dewasa bervariasi, panjangnya
sekitar 11-14 cm, lebar 5-7 cm dengan tebal 2.5-3 cm dan memiliki berat sekitar 115-170 g.

Gambar 1 : Ginjal dan bagian-bagianya

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian korteks dan medula ginjal. Di dalam
korteks terdapat berjuta-juta nefron sedangkan dalam medula banyak terdapat duktuli ginjal.
Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal terdiri atas tubulus kontortus proksimal,
tubulus kontortus distal, dan tubulus koligentes. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks
minor, infudibulum, kaliks mayor dan pelvis renalis. Mukosa dan dinding terdiri atas otot polos
yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke ureter.

2
Gambar 2 : Unit fungsional ginjal (Nefron)

Terletak pada kedua sisi collumna vertebralis, ginjal memiliki axis sejajar musculus
psoas dan terletak di sebelah lateralnya. Secara topografis, ginjal berbatasan dengan beberapa
organ abdomen seperti hepar, gaster, duodenum, jejunum, colon dan lien pada sisi anterior.
Pada sisi anterior ginjal dilindungi oleh organ-organ intraperitonia dan Pada sisi posterior,
ginjal menempel pada musculus psoas dan quadratus lumborum serta dilindungi oleh tulang
rusuk ke XI dan XII.

Letak ginjal kanan relatif lebih rendah 2-3 cm dari ginjal kiri, karena adanya hepar.
Masing-masing ginjal pada sisi posterior dibatasi oleh kosta kedua belas, diafragma, muskulus
psoas dan lumborum. Saraf ilioinguinal dan iliohipogastrika secara obliq menyilang disebelah
ventral muskulus quadratus lumborum. Hilus ginjal berdekatan dengan ujung prosesus
transversus vertebra lumbal teratas.

3
Gambar 3 : Posisi Ginjal dalam abdomen

Ginjal kiri terletak dorsal dari lien, kauda pankreas, lambung, fleksura lienalis kolon
dan kolon desenden. Sebelah ventral ginjal kanan terdapat hepar, kolon asenden dan
duodenum. Sebelah medial ginjal kanan terdapat vena cava, sementara sebelah medial ginjal
kiri terdapat aorta. Ginjal terletak sepanjang tepi muskulus psoas, sehingga terletak obliq.
Posisis hepar menyebabkan ginjal kanan lebih rendah dibanding ginjal kiri..Berat ginjal dewasa
sekitar 150 gram. Kedua ginjal disokong lemak perirenal (yang berada pada fasia perirenal),
pedikel pembuluh ginjal, tonus otot abdomen, serta gumpalan visera abdomen. Variasi faktor-
faktor tersebut diatas menyebabkan variasi derajat mobilitas ginjal. Pada posisi tegak , rata-rata
penurunan kedua ginjal saat inspirasi adalah 4-5 cm.Kehilangan mobilitas menunjukkan
kemungkinan adanya fiksasi abnormal seperti perinefritis, walaupun adanya mobilitas ekstrem
tidak selalu menunjukkan hal yang patologis.

Masing-masing ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis mengkilat, yang disebut
true capsule (kapsula fibrosa), di sebelah luarnya terdapat jaringan lemak perirenal. Bersama-
sama dengan kelenjar adrenal dan lemak perirenal, ginjal dibungkus oleh fascia Gerota. Pada
sisi luar fascia gerota, terdapat jaringan lemak pararenal Pool atas ginjal kiri berada pada
pertengahan vertebra thorakal 12 , sedang pool inferior setinggi vertebra lumbal ke-3 dan
secara umum ginjal kanan setengah vertebra lebih rendah daripada ginjal kiri.

4
Vaskularisasi

Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari aorta
abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan melalui vena renalis yang bermuara ke vena cava
inferior. Sistem arteri ginjal adalah end arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis
dengan cabang-cabang dari arteri lain, sehingga jika terjadi kerusakan pada salah satu cabang
arteri ini berakibat timbulnya iskemik/nekrosis pada daerah yang dilayani. Arteri terletak
posterior dari vena renalis dan anterior dari pelvis renalis. Sebelum memasuki hillum renalis,
arteri ini bercabang menjadi :

a. Anterior yang bercabang lagi menjadi 4 segmen yaitu : Arteri segmental apikal, arteri
segmental upper, arteri segmental middle, arteri segmental lower anterior.

b. Posterior : tidak ada percabangan sampai memasuki ginjal dan mensuplai segmen posterior
ginjal. Bidang intersegmental yang divaskularisasi oleh arteri segmental anterior dan arteri
segmental posterior adalah bidang yang benar-benar hipovaskuler yang disebut “Brodel
avasculer line“, terletak kira-kira 5 mm posterior dari permukaan terbesar cembung ginjal. Di
dalam ginjal, arteri segmentalis berjalan sepanjang sinus renalis dan kemudian bercabang
menjadi : arteri lobaris, arteri interlobaris, arteri arkuata, arteri interlobaris.

Inervasi

Inervasi ginjal berasal dari pleksus renalis yang merupakan sisitem saraf autonom,
berjalan melewati aorta tepat pada bagian kranial dari arteri renalis, berasal dari serabut-serabut
preganglionik dari T 12 dan segmen lumbar bagian atas. Serabut-serabut ini bersama-sama
dengan arteri renalis masuk ginjal melalui hillum dan melanjutkan diri mengikuti percabangan
arteri. Sinaps terjadi dalam ganglion renal. Inervasi parasimpatik berasal dari n. Vagus.

FISIOLOGI GINJAL

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat
vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah ”menyaring/membersihkan” darah. Proses
pembentukan urin melewati tahap, yaitu ultrafiltrasi glomerular, reabsorpsi tubular, dan sekresi
tubular.

5
Fungsi dari ginjal meliputi :

1. Mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh

2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES

3. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam pengaturan
jangka panjang tekanan darah arteri.

4. Membantu memelihara keseimbangan asam dan basa tubuh dengan mengeluarkan H+


dan HCO3- melalui urin.

5. Memelihara osmolalitas (Konsentrasi zat pelarut) berbagai cairan tubuh terutama


melalui pengaturan keseimbangan H2O.

6. Mengeksresikan (eliminasi) produk sisa dari metabolisme tubuh misalnya urea, asam
urat, kreatinin. Jika dibiarkan zat tersebut menjadi senyawa toksik terutama bagi otak.

7. Mengeksresikan (eliminasi) senyawa asing misalnya obat, zat penambah pada


makanan, pestisida, dan bahan eksogen.

8. Menseksresikan eritropoetin suatu hormon yang merangsang pembentukan sel darah


merah.

9. Menseksresikan renin hormon yang penting untuk memacu reaksi berantai yang
penting dalam proses konversi garam oleh ginjal.

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya.

DEFINISI TRAUMA GINJAL

Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh berbagai macam
rudapaksa baik tumpul maupun tajam. Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat
benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera
deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium.
Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal
sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu
terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri
renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika sebelumnya sudah ada
kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal.
6
ETIOLOGI

1. Trauma langsung misalnya tabrakan, olahraga, tendangan, pukulan yang dapat mengani
abdomen depan, samping, atau belakang.

2. Trauma tidak langsung misalnya jatuh, duduk berdiri, sehingga terjadi counter croup.

3. Kontraksi otot-otot abdomen yaitu pada pasien dengan hidronefrosis berat.

4. Luka tembus dan luka tembak.

5. Iatrogenik.

6. Intraoperatif

7
Gambar 4 : mekanisme trauma

PATOGENESIS

Ginjal yang terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh
pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan
lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi
sejumlah kecil hematom, tidak sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas
kebawah sepanjang ureter, meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava
inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan hebat sehingga perdarahan
melewati garis tengah dan mengisi rongga retroperitoneal.

Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi
maupun deselerasi mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting system
atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi parsial maupun komplet
pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat terperangkap didalam rongga retroperitoneal
sebelum dilakukan stabilisasi. Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di
ruang gawat darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan retroperitoneal.
Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat. Trauma yang menyebabkan robekan
kapsul sehingga menimbulkan perdarahan pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian
dibanding trauma yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul.

Vena renalis kiri terletak ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa
menyebabkan trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara pankreas
dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal kanan bisa menyebabkan

8
trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan ginjal. Anatomi ginjal yang mengalami
kelainan seperti hidronefrosis atau tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh
adanya trauma ringan.

DERAJAT TRAUMA GINJAL

Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam


terapi dan prognosis. Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal
dibedakan menjadi cedera minor, cedera mayor, cedera pada pedikel atau pembuluh darah
ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15%
termasuk cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.

Gambar 5 : Derajat kerusakan ginjal

Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh Federle :

Derajat Jenis kerusakan


Derajat I · Kontusi ginjal
· Minor laserasi korteks dan medulla tanpa gangguan pada sistem
pelviocalices
· Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang kadang)

9
· 75- 80 % dari keseluruhan trauma ginjal

Derajat · Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus kolektivus


II sehingga terjadi extravasasi urine
· Sering terjadi hematom perinefron
· Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke medulla
· 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal

Derajat · Ginjal yang hancur


III
· Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
· 5 % dari keseluruhan trauma ginjal

Derajat · Avulsi pada ureteropelvic junction


IV
· Laserasi dari pelvis renal

GEJALA KLINIS

Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi
tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang
menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang
terjadi.

Nyeri terlokalisasi pada satu pinggang atau seluruh perut. Trauma lain seperti ruptur
visera abdomen atau fraktur pelvis multiple juga menyebabkan nyeri abdomen akut sehingga
mengaburkan adanya trauma ginjal. Kateterisasi biasanya menunjukkan adanya hematuria.
Perdarahan retroperitoneal bisa menyebabkan distensi abdomen, ileus, nausea serta vomitus.

Perlu diperhatikan adanya syok atau tanda-tanda kehilangan darah masiv karena
perdarahan retroperitoneal. Cermati adanya ekimosis atau hematom pada pinggang atau
kuadran atas abdomen. Juga adanya patah tulang iga bagian bawah. Mungkin ditemukan nyeri
abdomen difus pada palpasi yang merupakan tanda akut abdomen karena adanya darah pada
cavum peritonei. Distensi abdomen mungkin ditemukan dengan bising usus yang menghilang.
Masa yang palpable menandakan adanya hematom retroperitoneal besar atau suatu ekstravasasi
urin. Namun jika retroperitoneum robek, darah bebas masuk ke cavum peritonei tanpa
ditemukan masa palpable pada pinggang.

10
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Hematuri baik gross maupun mikroskopis. Beratnya hematuri tidak berbanding lurus
dengan beratnya kerusakan ginjal. Pada trauma minor bisa ditemukan hematuri yang berat,
sementara pada trauma mayor bisa hanya hematuri mikroskopis. Sedangkan pada avulsi total
vasa renalis bahkan tidak ditemukan hematuri.

Kadar hemoglobin dan hematokrit menurun karena ada perdarahan di abdomen.

Darah rutin (Angka lekosit, hitung jenis lekosit, angka eritrosit, trombosit, )

Kimia darah (ueum dan creatinin)

Radiologi

Ø Foto polos abdomen

Adanya obliterasi psoas shadow menunjukkan hematom retroperitoneaal atau


ekstravasasi urin. Udara usus pindah dari posisinya. Pada tulang tampak fraktur prosesus
transversalis vertebra atau fraktur iga.

Ø Intravenous Pielonefrography (IVP)

Pada trauma ginjal, semua semua trauma tembus atau trauma tumpul dengan
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan eksplorasi segera harus dilakukan single shot
high dose Intravenous Pielonefrography (IVP) sebelum eksplorasi ginjal. Kerbatasan
pemeriksaan IVP adalah tak bisa mengetahui luasnya trauma. Dengan IVP bisa dilihat fungsi
kedua ginjal, adanya serya luasnya ekstravasasi urin dan pada trauma tembus bisa mengetahui
arah perjalanan peluru pada ginjal. IVP sangat akurat dalam mengetahui ada tidaknya trauma
ginjal. Namun untuk staging trauma parenkim, IVP tidak spesifik dan tidak sensitive. Pada
pasien dengan hemodinamik stabil, apabila gambaran IVP abnormal dibutuhkan pemeriksaa
lanjutan dengan Computed Tomography (CT) scan. Bagi pasien hemodinamik tak stabil,
dengan adanya IVP abnormal memerlukan tindakan eksplorasi.

Ø CT Scan

11
Staging trauma ginjal paling akurat dilakukan dengan sarana CT scan. Teknik
noninvasiv ini secara jelas memperlihatkan laserasi parenkim dan ekstravasasi urin,
mengetahui infark parenkim segmental, mengetahui ukuran dan lokasi hematom
retroperitoneal, identifikasi jaringan nonviable serta cedera terhadap organ sekitar seperti lien,
hepar, pancreas dan kolon.(Geehan , 2003; Brandes , 2003) CT scan telah menggantikan
pemakaian IVU dan arteriogram.Pada kondisi akut, IVU menggantikan arteriografi karena
secara akurat dapat memperlihatkan cedera arteri baik arteri utama atau segmental. Saat ini
telah diperkenalkan suatu helical CT scanner yang mampu melakukan imaging dalam waktu
10 menit pada trauma abdomen.

Ø Arteriografi

Bila pada pemeriksaan sebelumnya tidak semuanya dikerjakan, maka arteriografi bisa
memperlihatkan cedera parenkim dan arteri utama. Trombosis arteri dan avulsi pedikel ginjal
terbaik didiagnosis dengan arteriografi terutama pada ginjal yang nonvisualized dengan IVU.
Penyebab utama ginjal nonvisualized pada IVU adalah avulsi total pedikel, trombosis arteri,
kontusio parenkim berat yang menyebabkan spasme vaskuler. Penyebab lain adalah memang
tidak adanya ginjal baik karena kongenital atau operasi sebelumnya.

Ø Ultra Sonography (USG)

Pemeriksa yang terlatih dan berpengalaman dapat mengidentifikasi adanya laserasi


ginjal maupun hematom. Keterbatasan USG adalah ketidakmampuan untuk membedakan
darah segar dengan ekstravasasi urin, serta ketidakmampuan mengidentifikasi cedera pedikel
dan infark segmental. Hanya dengan Doppler berwarna maka cedera vaskuler dapat
didiagnosis. Adanya fraktur iga , balutan, ileus intestinal, luka terbuka serta obesitas membatasi
visualisasi ginjal.

DIAGNOSIS BANDING

1. Trauma terhadap otot-otot di daerah pinggang

2. Trauma terhadap tulang costa dan vertebra lumbal.

3. Contusio Jaringan lunak di daerah ginjal.

Pada keadaan tersebut timbul nyeri yang hebat pada pinggang menyerupai trauma ginjal namun
pada pemeriksaan laboratorium urin tidak terdapat kelainan dan BNO dan IVP normal (3).

12
DIAGNOSIS

Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat :

1. Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas
dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu.

2. Hematuria.

3. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra.

4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.

5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.

KOMPLIKASI

Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma mayor dan trauma
pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan kematian. Selain itu
kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urine hingga menimbulkan urinoma,
abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca
cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau
pielonefritis kronis (7).

PENATALAKSANAAN

Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk
melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak memerlukan
operasi. Manajemen pada trauma ginjal adalah:

13
Gambar 6 : alogaritma pada trauma ginjal

Penatalaksanaan Pertama kali saat datang di IGD :

 Jaga Airway, Breathing (Pasang oksigen), Circulating (Pasang infus).

 Pasang Kateter untuk mengetahui adanya hematuri.

 Pantau tanda Vital (Tensi, Respirasi, Nadi, suhu).

Konservatif

Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Diawalin dengan ABC. Dilakukan
observasi tanda-tanda vital, kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya
pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar haemoglobin darah, dan perubahan warna urine.

Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau kebocoran urine yang
menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi.

Operasi

Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitu syok yang tidak teratasi dan syok berulang.

14
Selanjutnya perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal atau tidak jarang harus dilakukan
nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.

KESIMPULAN

Trauma ginjal adalah trauma yang paling sering pada sistem urinaria. Trauma sering
kali disebabkan kerana jatuh, kecelakaan lalu lintas, luka tusuk, dan luka tembak. Ruptur
spontan ginjal adalah jarang. Trauma ginjal biasa diklasifikasikan kepada trauma tumpul dan
tajam.

Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi cedera minor, cedera mayor, cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal.
Sebagian besar trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera
mayor (derajat III dan IV), dan termasuk cedera pedikel ginjal.

Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi
tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang
menyertainya. Gejala berupa Hematuria (massif atau mikroskopis), nyeri abdominal dan
lumbar, terlihat adanya hematom pada pinggang, Syok hipovolemik, mual dan muntah.

Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk menunjang BNO-IVP, Foto Abdomen AP, CT-
SCAN, dan USG. Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal dapat dilakukan terapi
konservatif dan operatif.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Edisi kedua. Sagung seto. Yogyakarta.
2. Taufik Abidin. 2008. Laporan Kasus trauma ginjal. Fakultas kedokteran Universitas
mataram. NTB.
3. Fari Trivira S.ked. 2004. Trauma Ginjal. FKUMY. Yogyakarta.
4. Price Wilson.1995. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi I. EGC.
Jakarta.
5. Sheerwood. 2001. Fisiologi manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. EGC. Jakarta.
6. Snell. 1998. Anatomi Klinik untuk mahasiswa Kedokteran. EGC. Edisi I,II,III. Jakarta
7. Purnawan Junadi. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 2. Media Aesculapius FKUI.
Jakarta.
8. www.bedahugm.net/Bedah-Urologi/Trauma-Pada-Ginjal.html - 90k -
9. http://refmedika.blogspot.com/2009/02/trauma-ginjal.html.Radiologi
10. http://www.scielo.br/img/revistas/ibju/v29n2/2a02f1.gif (alogaritma)
11. http://catscanman.net/blog/wp-content/uploads/2008/renaltrauma11.jpg (derajat
kerusakan ginjal).
12. http://www.biomedcentral.com/1471-2490/8/11/figure/F1 (alo blunt)
13. http://tubulus.multiply.com/journal/item/32/Anatomi_Fisiologi_Ginjal_Anfis

16

Anda mungkin juga menyukai