Anda di halaman 1dari 27

REFERAT April 2018

SIROSIS HEPATIS

Oleh :
MUHAMMAD TAUFIQ USMANI
N 111 17 067

PEMBIMBING KLINIK :
dr. EVA YUNITA W., Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Sirosis adalah entitas patologis yang berkaitan dengan suatu spektrum


manifestasi klinis yang khas. Gambaran patologik utama mencerminkan cedera
parenkim hati yang kronik dan ireversibel yaitu fibrosis disertai pembentukan
nodulus-nodulus regeneratif.10
Sirosis Hati (SH) merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang
panjang dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim
hati. Deskripsi suatu "Sirosis" hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis
maupun klinis, dan untuk menetapkan prognosis pasien dengan penyakit hati.5
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronik yang menyebabkan proses difus
pembentukan nodul dan fibrosis. (Lovena) Batasan fibrosis sendiri adalah
penumpukan berlebihan matriks ekstraselular seperti kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikan dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat
reversibel. Namun, pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya
tidak reversible.4
Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri
tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider
nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema,
splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.
Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises esofagus
menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi
SH dekompensasi.11
Prevalensi sirosis hepatis di dunia diperkirakan 100 (kisaran 25-100)/100.000
penduduk, tetapi hal tersebut bervariasi menurut negara dan wilayah. Sirosis hepatis
menempati urutan ke-14 penyebab tersering kematian pada orang dewasa di dunia.
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi
sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di bangsal Penyakit
Dalam.12
Etiologi sirosis hepatis diantaranya virus hepatitis (B, C, dan D), alkohol,
kelainan metabolik, hemakhomatosis, penyakit Wilson, defisiensi
Alphalantitripsin, galaktosemia, tirosinemia, kolestasis, sumbatan saluran vena
hepatika, sindroma Budd-Chiari, payah jantung, gangguan imunitas, toksin dan
obat-obatan, operasi pintas usus pada obesitas, kriptogenik dan malnutrisi.
Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hati atas 3 jenis yaitu
mikronodular, makronodular dan campuran (yang memperlihatkan gambaran
mikro-dan makronodular).9
Sirosis hepatis secara klinis terbagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan
sirosis hepatis dekompensata, perubahan dari kompensata menjadi dekompensata
disebabkan oleh insufisiensi sel hati dan hipertensi portal.12
Prognosis pasien sirosis hepatis dapat diperkirakan menggunakan klasifikasi
Child Pugh, yang dibagi menjadi Child pugh A, B, dan C yang masing-masing
mempunyai angka ketahanan hidup dua tahun sebesar 85%, 57%, dan 35%.12
Komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis akan meningkatkan risiko
kematian dan angka kesakitan pasien, komplikasi yang dapat terjadi adalah
perdarahan saluran cerna, asites, sindrom hepatorenal, ensefalopati hepatik,
peritonitis bakterial spontan dan karsinoma hepatoselular.12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hati
A. Anatomi Hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg
atau kurang lebih 25 % berat badan orang dewasa dan merupakan pusat
metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen. Batas hati sejajar dengan
interkosta V kanan dan batas bawah menyerong keatas dari iga IX kanan
dan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan
terdapat celah transversal sepanjang 5cm dari sistem porta hepatis.
Omentum minor terdapat mulai dari sistem porta yang mengandung
arteri hepatika, vena porta dan duktus koledokus. Sistem porta terletak
didepan vena kava dan di balik kandung empedu.5

Gambar 2.1 Gambaran anatomi permukaan hati


Permukaan anterior yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh
adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan
yang berukuran kira-kira 2 kali lobus kiri. Pada daerah antara
ligamentum falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan kadang-
kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut
sebagai lobus kaudatus yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior
dan ligamentum venosum pada permukaan posterior.5
Arteria hepatica propria, cabang arteria coeliaca (truncus
coeliacus), berakhir dengan bercabang menjadi ramus dexter dan sinister
yang masuk ke dalam porta hepatis. Vena porta berakhir dengan
bercabang menjadi cabang dexter dan sinister yang masuk porta hepatis
di belakang arteri. Venae hepaticae (tiga buah atau lebih) muncul dari
permukaan posterior hepatis dan bermuara ke dalam vena cava inferior.
Pembuluh-pembuluh darah yang mengalirkan darah ke hepar adalah
arteria hepatica propria (30%) dan vena porta (70%). Arteria hepatica
propria membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, dan vena porta
membawa darah yang kaya akan hasil metabolisme pencernaan yang
sudah diabsorbsi dari tractus gastrointestinalis. Darah arteri dan vena
dialirkan ke vena centralis masing-masing lobulus hepatis melalui
sinusoid hati. Vena centralis mengalirkan darah ke vena hepatlca dextra
dan sinistra, dan vena-vena ini meninggalkan permukaan posterior hepar
dan bermuara langsung ke dalam vena cava inferior.7

B. Fisiologi Hepar
Hati adalah organ metabolic terbesar dan terpenting di tubuh.
Organ ini data dipandang sebagai pabrik biokimia utama di tubuh.
Perannya dalam system pencernaan adalah sekresi garam empedu, yang
membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Hati juga melakukan
berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan pencernaan, termasuk yang
berikut :
1. Memproses secara metabolis ketiga kategori utama nutrient
(karbohidrat, protein dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari
saluran cerna.
2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormone serta
obat dan senyawa lain.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan
untuk pembekuan darah dan yang untuk mengangkut hormone
steroid dan tiroid serta kolestrol dalam darah
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga dan banyak vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan
ginjal.
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adnya
makrifag residennya.
7. Mengekskresikan kolestrol dan bilirubin, bilirubin adalah produk
penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah tua.6

Tiga fungsi dasar hepar adalah membentuk dan mensekresikan


empedu ke dalam tractus intestinalis; berperan pada banyak metabolisme
yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak, dan protein; menyaring
darah, menyingkirkan bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam
darah dari rongga intestinum. Hepar mensintesis heparin, sebuah zat
antikoagulan, dan mempunyai fungsi detoksikasi yang penting. Hepar
menghasilkan pigmen empedu dari hemoglobin yang keluar dari sel
darah merah dan mengsekresikan garam empedu. Pigmen dan gatam
empedu dibawa ke duodenum oleh ductus choledochus. Menarik untuk
dicatat bahwa hepar mempunyai kapasitas cadangan dan regeneratif yang
besar. Diperkirakan bahwa seorang pasien dengan hepar normal dapat
bertahan hidup dengan reseksi sekitar 85% dari volume total.7
Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks ini, namun tidak
banyak spesialisasi ditemukan diantara sel-sel hati. Setiap sel hati atau
hepatosit melakukan beragam tugas metabolic dan sekretorik yang sama.
Spesialisasi ditimbulkan oleh organel-organel yang berkembang maju di
dalam setiap hepatosit. Satu-satunya fungsi hati yang tidak dilakukan
hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilaksanakan oleh makrofag
residen yang di kenal sebagai sel kupffer.6
Untuk melaksanakan beragam tugas ini, susunan anatomic hati
memungkinkan setiap hepatosit berkontak langsung dengan darah dari
dua sumber, darah arteri yang dating dari aorta dan darah vena yang
langsung dating dari saluran cerna. Seperti sel lain, hepatosit menerima
darah arterisegar melalui arteri hepatica, yang menyalurkan oksigen dan
metabolit-metabolit darah untuk di proses oleh hati. Darah vena juga
masuk ke hati melalui system porta hati. Suatu jaringan vascular unik dan
kompleks antara saluran cerna dan hati. Vena-vena yang mengalir dari
saluran cerna tidak langsung menuju ke vena cava inferior, vena besar
yang mengembalikan darah ke jantung. Namun vena-vena dari lambung
dan usus masuk ke vena porta hati, yang membawa produk yang diserap
dari saluran cerna langsung ke hati untuk di proses, disimpan atau di
detoksifikasi sebelum produk-produk ini memperoleh akses ke sirkulasi
umum. Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang menjadi
anyaman kapiler (sinusoid hati) untuk memungkinkan terjadinya
pertukaran antara darah dan hepatosit sebelum darah mengalir ke dalam
vena hepatica, yang kemudian menyatu ke dalam vena cava inferior.6

2.2 Sirosis Hati


A. Definisi
Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir
berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali
oleh laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa yunani scirrhus atau
kirrhus yang artinya warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan
warna oranye atau kuning kecoklatan permukaan hati yang tampak pada
saat autopsi.4
Sirosis didefinisikan sebagai proses patologis yang bersifat difus
ditandai dengan fibrosis dan perubahan arsitektur hati normal menjadi
struktur nodular yang abnormal. Pada definisi tersebut ditekankan bahwa
perubahan arsitektur hati bukan bersifat fokal melainkan menyeluruh
atau melibatkan hampir seluruh jaringan hati.8
B. Klasifikasi
 Klasifikasi morfologi
Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai
makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular(
besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan
makronodular.5
 Klasifikasi fungsional
1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan laten Sirosis hati. Pada tipe
kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata, tekanan
vena porta belum terlalu tinggi dan masih terdapat sel-sel hati
yang sehat untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
2. Sirosis hati dekompensata
Dikenal dengan aktifsirosis hati. Pada stadium ini terlihat
gejala yang sudah jelas, misalnya ascites, edema dan ikterus.
Pada hati terjadi gangguan arsitektur hati yang mengakibatkan
kegagalansirkulasi dan kegagalan parenkim hati yang masing-
masing memperlihatkan gejala klinis berupa spider nevi,
alopesia pectoralis, ginekomastia, kerusakan hati, ascites,
rambut pubis rontok, eritema palmaris, atropi testis, kelainan
darah (anemia, hematom / mudah terjadi perdarahan) dan koma.

C. Patogenesis
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis laennec
ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel
hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-
kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi
alkohol adalah 1. Perlemakan 2. Hepatitis kronik, dan 3. Sirosis
alkholik.5
Tiga proses yang memiliki peran sentral pada patogenesis sirosis
yaitu kematian sel hati, penimbunan matriks ekstraseluler dan
reorganisasi vaskular. Perubahan yang terjadi pada jaringan ikat dan
matriks ekstraseluler(ECM) merupakan gambaran umum yang terlihat
pada semua bentuk sirosis. Pada jaringan hati normal ECM yang terdiri
atas kolagen interstitium (terbentuk dari serat-serat kolagen tipe I,III,V,
dan IX) hanya terdapat pada simpati hati, area portal dan sekeliling vena
sentralis. Sel hepatosit sendiri tidak memiliki membran basal seperti pada
sel kelenjar pada umumnya namun memiliki kerangka jaringan ikat tipis
yang terdiri atas kolagen tipe IV dan beberapa jenis protein yang mengisi
ruang antar sel endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse). Kondisi
yang berbeda pada sirosis hati, dalam mengisi ruang disse adalah kolagen
tipe I dan III serta komponen ECM yang lain.8
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir,
memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel
stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks
ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan
adanya perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu
yang berlangsung secara terus menerus ( misal: hepatitis virus, bahan-
bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk
kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di
dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh
jaringan ikat.5
Jejas dan perubahan vaskuler juga berperan penting pada
perubahan struktur jaringan hati normal menjadi sirosis. Radang dan
trombosis pada vena portal, arteri hepatik dan atau vena sentral
menyebabkan perubahan yang sifatnya berselang-seling antara area
hipoperfusi dan area hiperperfusi. Pada area hipoperfusi ditemukan
atrofia parenkim hati dan pada area hiperperfusi tampak gambaran
regenerasi dan kompensasi berlebih parenkim hati. Lesi vaskular yang
banyak berperan dalam proses terjadinya gangguan fungsi hati adalah
hilangnya kemampuan fenestrasi sel endotel sinus dan terbentuknya
hubungan pintas vena portal dengan vena hepatik dan antara arteri
hepatik dengan vena portal. Pada dinding sinusoid normal terdapat
fenestra sel endotel yang berfungsi memudahkan terjadinya penebalan
membran basal mengubah dinding sinusoid meningkat. Tekanan
sinusoid yang meningkat menyebabkan aliran vaskular menjadi lebih
cepat tanpa disertai pertukaran material terlarut dalam plasma maupun
yang terlarut di sitoplasma sel hati.keadaan tersebut terutama berdampak
pada pertukaran protein (contoh albumin, faktor pembekuan, lipoprotein)
antara plasma dengan sel hati. Perubahan fungsional ini diperparah oleh
kondisi awal yang menyebabkan tekanan vaskular di hati menjadi
abnormal dan berperan pada disfungsi hati karena hilangnya mikrovili
yang terdapat pada permukaan sel hati, berikutnya akan terjadi pula
hilangnya kemampuan transfer membran.8

D. Manifestasi Klinik
Pasien dengan sirosis dapat dating ke dokter dengan sedikit
keluhan sama sekali, atau dengan keluhan penyakit lain. Keluhan yang
terakhir ini dapat timbul tidak khas sehingga kita menduga bukan
penyakit hati yang jadi penyebabnya. Beberapa keluhan dan gejala yang
sering timbul pada sirosis antara lain kulit berwarna kuning, rasa capek,
lemah, nafsu makan menurun, gatal, mual, penurunan berat badan, nyeri
perit, dan mudah berdarah (akibat penurunan produksi factor-faktor
pembekuan darah).4
Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat
komplikasi sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat
menjadi gejala pertama, yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien
sirosis dapat tetap bejalan kompensata selama bertahun-tahun, sebelum
berubah menjadi dekompensata. Serosis dekompensata dapat di kenal
dari timbulnya bermacam komplikasi seperti icterus, perdarahan varises,
asites atau ensefalopati. Icterus terjadi karena kegagalan fungsi hati dan
pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan, kecuali
pasien mendapat transplantasi. Karena itu, penting untuk mengenal dan
mengobati penyebab (misalnya hepatitis alkoholik, obat hepatotoksik)
yang mungkin menjadi pencetus timbulnya icterus tersebut.4
Sesuai dengan consensus baveno IV, sirosis hati dapat di
klasifikasikan menjadi empat stadium klinis berdasarkan ada tidaknya
varises, asites dan perdarahan varises.
Stadium 1 : tidak ada varises, tidak ada asites
Stadium 2 : varises, tanpa asites
Stadium 3 : asites dengan atau tanpa varises
Stadium 4 : perdarahan dengan atau tanpa asites
Stadium 1 dan 2 dimasukkan dalam kelompok sirosis kompensata,
sementara stadium 3 dan 4 dalam kelompok sirosis dekompensata.4

E. Diagnosis
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lebih lanjut stadium
kompensata bias di tegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang
cermat, labolatorium biokimia/serologi dan pemeriksaan pencitraan
lainnya. Pada stadium dekompensata, diagnosis tidak terlalu sulit karena
gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya
komplikasi.4
Anamnesis
 Perasaan mudah lelah dan berat badan menurun
 Anoreksia, dyspepsia
 Nyeri abdomen
 Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses dapat lebih pucat
 Edema tungkai atau asites
 Perdarahan : hidung, gusi, kulit, saluran cerna
 Libido menurun
 Riwayat : jaundice, hepatitis, obat-obatan hepatotoksik, transfuse
darah
 Kebiasaan minum alcohol
 Riwayat keluarga : penyakit hati, penyakit autoimun
 Perlu juga di cari gejala dan tanda :
 Gejala awal sirosis (kompesata)
Perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan menurun,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun.
 Gejala lanjut sirosis (dekompesata)
Bila terdapat kegagalan hati dan hipertensi portal, meliputi
hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam sub febris,
perut membesar. Bias terdapat gangguan pembentukan darah,
perdarahan gusi, epistaksis, hematemesis, melena, icterus,
perubahan siklus haid, serta perubahan mental. Pada laki-laki
dapat impotensi, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas.5

Pemeriksaan fisik
o Status nutrisi, demam, factor hepatikum, icterus, pigmentasi,
purpura, clubbing finger, white nails, eritema palmaris,
ginekomastia, atrofi testis, distribusi rambut tubuh, pemesaran
kelenjar parotis, kontraktur dupuytren (dapat di temukan pada sirosis
akibat alkoholisme namun dapat juga idiopatik), hipogonadisme,
asterixis bilateral.
o Hepatomegaly dan atau splenomegaly. Pada palpasi hati teraba lebih
keras dan berbentuk lebih ireguler dari pada hati yang normal. Spider
teleangiectasis, terutama pada pasien dengan sirosis alkoholik.
o Spider ditemukan di kulit dada. Namun spider juga dapat di jumpai
pada mereka yang tidak mempunyai penyakit hati.
o Icterus atau jaundice
o Asites dan edema
o Pasien dengan deposit tembaga (copper) yang abnormal dimatanya
atau yang menunjukan gejala-gejala neurologi tertentu, mungkin
mengidap penyakit Wilson, yang merupakan kelainan genetic akibat
akumulasi tembaga yang abnormal di seluruh tubuh, termasuk dalam
hati yang dapat menimbulkan sirosis.4,5

Pemeriksaan labolatorium

o Darah : bias dijumpai Hb rendah, aneia normokromik normositik,


hipokromik normositik atau hipokromik mikrositik. Anemia dengan
trombositopenia, leukopenia dan neutropenia akibat splenomegaly
kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi
hiperplenisme. Peningkatan kadar enzim transaminase SGOT dan
SGPT merupakan petunjuk berat dan luasnya kerusakan parenkim
hati. Kenaikan kadarnya dalam serum timbul akibat kebocoran dari
sel yang mengalami kerusakan. Peningkatan kadar GT sama dengan
transaminase, ini lebih sensitive tetapi kurang spesifik. Bilirubin
konsentrasinya bias normal pada sirosis hati kompensata tapi bias
meningkat pada sirosis hati lanjut.
o Albumin : kadar albumin yang menurun merupakan gambaran
kemampuan sel hati kurang dalam memproduksi protein-protein
plasma. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin
merupakan tanda kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi
stress seperti pada tindakan operasi. Konsentrasi globulin meningkat
pada sirosis akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari
system porta ke jaringan limfoid. Selanjutnya menginduksi produksi
immunoglobulin.
o Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet. Dalam hal ensefalopati, kadar Na >
145mEq/l, mempunyai nilai diagnostic suatu kanker hati primer.
Natrium serum terutama menurun pada sirosis dengan asites
dikaitkan dengan ketidakmampuan sekresi air bebas.
o Waktu protrombin mencerminkan derajat atau tingkatan disfungsi
sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang.4

Pemeriksaan radiologis
o Pemeriksaan barium meal, dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi porta.
o USG : bias menilai permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan
adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular dan peningkatan ekogenitas parenkim hati.
USG juga dapat melihat asites, splenomegaly, thrombosis vena
porta, pelebaran vena porta serta skrining adanya karsinoma hati
pada sirosis.4

Pemeriksaan endoskopi

Dalam pemeriksaan endoskopi dapat di temukan varises


esophagus, sesuai dengan consensus baveno IV, bila pada pemeriksaan
endoskopi pasien sirosis tidak di temukan varises, dianjurkan
pemeriksaan endoskopi ulang dalam 2 tahun. Bila di temukan varises
kecil, endoskopi ulang dilakukan dalam 1 tahun. Sebaliknya bila di
temukan varises besar, harus secepatnya di kerjakan terapi prevensi
untuk mencegah perdarahan pertama.4

F. Penatalaksanaan
Pengobatan spesifik dapat di berikan untuk berbagai kelainan hati
sebagai usaha mengurangi keluhan dan mencegah sirosis hati. Beberapa
contoh, misalnya prednisolone azatioprin untuk hepatitis autoimun,
interferon dan antiviral yang lain untuk hepatitis B dan C, flebotomi
untuk hemokromatosis, ursoedeoxycholoc acid (UDCA) untuk sirosis
bilier primer, dan zinc serta penisilamin untuk penyakit Wilson. Semua
pengobatan ini menjadi tidak efektif bila hepatitis kronik sudah menjadi
sirosis. Sekali sirosis terjadi, pengobatan terutama di tujukan kepada
komplikasi yang mungkin telah timbul.4
Pengobatan sirosis antara lain mencegah kerusakan hati lebih
lanjut, mengobati komplikasi sirosis, mencegah kanker hati atau deteksi
sedini mungkin, dan transplantasi hati.4

Mencegah kerusakan hati lebih lanjut


 Konsumsi diet seimbang dan multivitamin setiap hari. Pasien sirosis
bilier primer dengan gangguan penyerapan vitamin larut lemak
membutuhkan tambahan vitamin D dan K.
 Hindari alcohol yang merusak hati. Semua pasien sirosis harus
menghindari alcohol guna memperbaiki fungsi hati.
 Hindari obat-obatan anti inflamasi non steroid (NSAID) karena
dapat mengalami kemunduran fungsi hati dan ginjal.
 Eradikasi virus hepatitis B dan C dengan menggunakan obat-obat
antivirus. Namun tidak semua pasien dengan hepatitis kronik di
berikan antivirus, karena dapat menyebabkan kemunduran fungsi
hati atau efek samping yang sangat berat. Oleh karena itu, keputusan
pengobatan sangat bergantung pada masing-masing individu setelah
mengadakan konsultasi dengan ahli hepatology.
 Pengambilan darah (flebotomi) pada pasien hemokromatosis guna
menurunkan kadar besi dalam darah dan mencegah kerusakan hati
lebih lanjut.
 Pada penyakit Wilson, dapat digunakan obat-obat yang dapat
meningkatkan ekskresi tembaga dalam urin dan menurunkan kadar
tembaga dalam tubuh.
 Sistem imun dapat di tekan dengan obat-obat seperti prednisone dan
azatioprin untuk mengurangi inflamasi hati pada hepatitis autoimun.
 Pasien sirosis bilier primer dapat diobati dengan preparat asam
empedu sepertu UDCA.5
G. Komplikasi
Edema dan asites
Dengan makin beratnya sirosis, terjadi pengiriman sinyal ke ginjal
untuk melakukan retensi garam dan air dalam tubuh. Garam dan air yang
berlebihan akan menyebabkan edema dan asites.4
Peritonitis bacterial spontan
Cairan dalam perut merupakan tempat ideal untuk pertumbuhan
kuman. Pada sirosis, cairan yang mengumpul dalam perut tidak mampu
lagi menghambat invasi bacteri secara normal. Selain itu lebih banyak
bakteri yang mampu mendapatkan jalannya sendiri dari usus kea sites.5
Perdarahan varises esofagus
Pada pasien sirosis, jaringan ikat dalam hati menghambat aliran
darah dari usus yang kembali ke janung. Kejadian ini dapat
meningkatkan tekanan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil
peningkatan aliran darah dan peningkatan tekanan vena porta ini, vena-
vena di bagian atas lambung dan vena di bagian bawah esofagus akan
melebar sehingga timbul varises esofagus. Makin tinggi tekanannya,
makin besar varisesnya dan makin besar kemungkinan terjadi perdarahan
esofagus.4
Ensefalopati hepatikum
Mekanisme terjadinya ensefalopati hepaikum adalah akibat
hiperamonia, terjadi penurunan hepatic uptake sebagai akibat dari
intrahepatic portal systemic shunt atau penurunan sintesis urea dan
glutamic. Beberapa faktor merupakan prisipitasi timbulnya ensefalopaty
hepatikum diantaranya infeksi, perdarahan, ketidak seimbangan
elektrolit, pemberian obat-obat sedative dan protein porsi tinggi.5
Sindrom hepatorenal
Pasien dengan sirosis yang memburuk dapat berkembang menjadi
sindrom hepatorenal. Sindrom ini merupakan komplikasi serius karena
terdapat penurunan fungsi ginjal namun secara fisik sebenarnya tidak
mengalami kerusakan sama sekali. Ada dua tipe sindrom hepatorenal:
tipe 1 penurunan terjadi dalam beberapa bulan dan tipe 2 penurunan
fungsi ginjal terjadi sangat cepat dalam waktu satu sampai 2 munggu.5

H. Prognosis
Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi
sirosis. Pasien sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama
bila tidak berkembang menjadi sirosis dekompensata. Di perkirakan
harapan hidup sepuluh tahun pasien sirosis kompensata sekitar 47%.
Sementara ini pasien sirosis dekompensata mempunyai harapan hidup
hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.4
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain
yang menyertai. Klasifikasi child-pugh juga untuk menilai prognosis
pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabel meliputi kadar
bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status
nutrisi.5
Tabel 2.1 klasifikasi child-pugh
Klasifikasi child-pugh pasien sirosis hati dalam terminologi cadangan
fungsi hati
Derajat kerusakan Minimal sedang Berat

Bilirubin serum <35 35-50 >50


Alb. Serum >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah Sukar
dikontrol
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat/koma
Nutrisi sempurna Baik Kurang/ koma
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. P
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun IV Sosial Kec. Dolo Barat
Agama : Kristen
Tanggal Pemeriksaan : 5/02/2018
Ruangan : Pav. Bougenville RSUD UNDATA PALU

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien laki-laki umur 50 tahun rujukan dari
Pkm. Kaleke dengan diagnosis hepatoma perlangsungan sirosis. Masuk rumah
sakit dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sudah sejak lama, tiap malam
terasa sakit. Perut terasa keras, dan tidak nyaman serasa penuh dibagian perut
kanan atas keluhan ini dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien juga
mengeluhkan tampak kekuningan di seluruh tubuhnya dan nyeri belakang.
Tangan kiri tidak bisa digerakkan. Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri
kepala (-), demam (-), pusing (-), sesak (-), BAB (+) biasa, BAK (+) tidak
lancer, urin keluar sedikit-sedikit dan tampak berwarnah seperti teh pekat.
Pasien mengatakan menyangkal mengkonsumsi minuman beralkohol.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Hipertensi (-), Diabetes mellitus (-), riwayat penyakit kuning (-), riwayat
Trauma(-). Riwayat stroke(-).
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Tidak ada dalam keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama.
Riwayat HT(-), DM(-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum:
SP:CM/SS/Gizi Cukup BB: 50 Kg TB: 160 cm IMT: 19.53
Vital Sign
TD: 110/60 mmHg
N : 77 x/menit
R : 24 x/menit
S : 36,6 °C

Kepala
Wajah : Simetris, posisi central, tampak lemas
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normochepali
Mata
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterus +/+
Pupil : Bulat, isokor +/+
Mulut : Sianosis (-), Lidah kotor (-).
Leher
KGB : pembesaran (-)
Tiroid : pembesaran (-)
JVP : peningkatan (-)
Massa Lain : Tidak ada
Dada
Paru-Paru
Inspeksi : Simetris bilateral, Spider nevi (+) thorax lateral sinistra
Palpasi : Massa (-), Vocal fremitus simetris bilateral Ka=ki
Perkusi : Sonor lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesiculer +/+, Rh -/-, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas Kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas Kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, Murmur (-),
Perut
Inspeksi : tampak sedikit cembung, dan berwarna kuning, umbilikus
menonjol. Spider nevi (+) abdomen lateral sinistra
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : tympani dan didapatkan asites (+) (pada pemeriksaan
Shifting dullness)
Palpasi : Distensi abdomen (+), hepatomegali (+) dan konsistensinya
teraba kasar dan teraba seperti nodul, splenomegaly (-)
nyeri tekan kuadran kanan atas (+)
Anggota Gerak
Atas : Akral Hangat +/+, edema -/-. kekuatan otot 5/5. Kuku murchrche
(+), eritema palmaris(-)
Bawah : Akral Hangat +/+, edema -/-. Kekuatan otot 5/3. Kuku murchrche
(+)

D. RESUME : Pasien laki-laki umur 50 tahun rujukan dari Pkm. Kaleke


dengan diagnosis hepatoma perlangsungan sirosis. Masuk rumah sakit
dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sudah sejak lama, tiap malam
terasa sakit. Perut terasa keras, dan tidak nyaman serasa penuh dibagian
perut kanan atas keluhan ini dirasakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien juga mengeluhkan tampak kekuningan di seluruh tubuhnya dan nyeri
belakang. Tangan kiri tidak bisa digerakkan. Demam (-), mual (-), muntah
(-), nyeri kepala (-), demam (-), pusing (-), sesak (-), BAB (+) biasa, BAK
(+) tidak lancer, urin keluar sedikit-sedikit dan tampak berwarnah seperti
teh pekat. Pasien mengatakan menyangkal mengkonsumsi minuman
beralkohol.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan perut cembung
berwarna kuning, umbilicus menonjol, auskultasi didapatkan peristaltik
normal, perkusi didapatkan asites (+), palpasi didapatkan distensi abdomen
(+), heparomegali (+), splenomegali (-), nyeri tekan pada kuadran kanan
atas (+).

E. DIAGNOSIS KERJA : Sirosis Hepatis dekompensata ec. HBV


F. DIAGNOSIS BANDING :
- BPH
G. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG:
- Urinalisis
- Kadar bilirubin serum

H. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah lengkap :
- RBC : 3,37 x 106/UL
- WBC : 11.1 x 103/UL
- HGB : 11.0 x g/dl
- HCT : 34.5 %
- PLT : 102 X 103/UL
Kimia darah :
- SGOT : 216 U/L
- SGPT : 112 U/L
- Urea : 49.3 mg/dl
- Creatinin : 0.79 mg/dl
- Glukosa : 73 mg/dl
HBsAg : positif (+)
USG Abdomen : - sirosis hepatis
I. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa :
- Tirah Baring (Bed Rest)
- Menghindari minum yang berlebih
- Berhenti mengkonsumsi Alkohol
- Pembatasan jumlah natrium (4,6 – 6.9 gr/ hari).
- Perlu diperhatikan jumlah energi (35 – 40 kcal/kg/hari) dan jumlah protein
(1.0-1.5 g/kg/ hari)
Medikamentosa :
- IVFD Asering/D 5% 20 tpm
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Spironolactone 100 mg 1-0-0
- Inj. Furosemid 20 mg 1 amp/ 24 jam
- Inj. Ketorolac 1 amp (KP)
- Curcuma 3 x 2 cth

J. DIAGNOSIS AKHIR : Sirosis hepatis


K. PROGNOSIS :
Ad Vitam: Malam.
Ad Fungsionam: Malam.
Ad Sanationam: Malam.
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki umur 50 tahun rujukan dari Pkm. Kaleke dengan diagnosis
hepatoma perlangsungan sirosis. Masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut
yang dirasakan sudah sejak lama, tiap malam terasa sakit. Perut terasa keras, dan
tidak nyaman serasa penuh dibagian perut kanan atas keluhan ini dirasakan 5 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluhkan tampak kekuningan di
seluruh tubuhnya dan nyeri belakang. Tangan kiri tidak bisa digerakkan. Demam (-
), mual (-), muntah (-), nyeri kepala (-), demam (-), pusing (-), sesak (-), BAB (+)
biasa, BAK (+) tidak lancer, urin keluar sedikit-sedikit dan tampak berwarnah
seperti teh pekat. Pasien mengatakan menyangkal mengkonsumsi minuman
beralkohol.
Pada pemeriksaan fisik di temukan wajah tampak lemas dan terlihat agak
kuning. konjungtiva anemis (-/-) sklera tampak ikterus (+/+), mulut tidak tampak
sianosis. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah
bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-) dan peningkatan JVP (-), dan massa (-).
Pada pemeriksaan regio thoraks tampak berwarna kuning, pernapasan
simetris, dan reguler, tidak teraba adanya massa, pada pemeriksaan perkusi
didapatkan sonor dikedua lapang paru, bunyi nafas vesikuler dikedua lapang paru,
ronkhi (-/-). Wheezing (-/-), pada jantung iktus kordis tidak terlihat, dan saat di
palpasi iktus cordis teraba (+), cardiomegali(-), bunyi jantung s1 dan s2 tampak
reguler dan murmur(-).
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan perut cembung berwarna
kuning, umbilicus menonjol, auskultasi didapatkan peristaltik normal, perkusi
didapatkan asites (+), palpasi didapatkan distensi abdomen (+), heparomegali (+),
splenomegali (-), nyeri tekan pada kuadran kanan atas (+).
Pada pemeriksaan labolatorium, di dapatkan hasil darah rutin RBC : 3,37 x
106/UL, WBC : 11,1 x 103/UL, HGB : 11,0 x g/dl, HCT : 34,5 %, PLT : 102 X
103/UL. Pemeriksaan HBsAg di dapatkan reaktif (+). Pada pemeriksaan fungsi hati
didapatkan SGOT: 216 U/L, SGPT: 112 U/L dan ginjal Urea: 49.3 mg/dl, creatinin:
0.79 mg/dl. Pada pemeriksaan laboratorium diadapatkan trombositopenia dan
hipoalbumin. Trombositopenia terjadi akibat terganggunya kerja trombopoetin
yang diakibatkan dari kerusakan hati sehingga mengakibatkan gangguan
keseimbangan antara destruksi dan produksi trombosit sehingga menurun
jumlahnya. Pada penderita sirosis hepatis terjadi penurunan kadar serum albumin
(hipoalbuminemia) karena penurunan sintesis akibat nekrosis sel parenkim hepar.
Dengan terjadinya jaringan parut maka fungsi hati untuk mensekresi albumin makin
berkurang.
Pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan kesimpulan pasien didiagnosis
sirosis hepatis dengan hipertrofi prostat grade III.
Penatalaksanaan pada kasus ini terbagi 2 yaitu non medikamentosa dan
medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa berupa tirah baring, diet
rendah garam, diet rendah lemak. Sementara itu penatalaksanaan medikamentosa
berupa IVFD Asering/D 5% 20 tpm, spironolactone 100 mg 1-0-0, furosemide inj.
Apl/24jam, Inj. Ketorolac 1 amp (KP), curcuma 3x2.
Penatalaksanaan dalam kasus ini lebih kepada penatalaksanaan pada
komplikasi dari sirosis hepatis. Penatalaksanaan asites berupa tirah baring, diet
rendah garam yaitu konsumsi garam 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Pemberian obat
antidiuretic diawali dengan spironolactone 100-200 mg sekali sehari maksimal 400
mg. bila respon tidak adekuat di kombinasi dengan furosemide. Parasintesis bila
asites sangat besar, hingga 4-6 liter dan di lindungi pemberian albumin.
Spironolactone adalah kelompok obat antagonis aldosterone diuretic, tapi
obat ini lebih di kenal dengan nama potassium sparing diuretic. Berbeda halnya
dengan diuretic lain, obat ini tidak menyebabkan terbuangnya potassium (kalium)
dari tubuh. Karena itu obat ini juga bias mengatasi penimbunan cairan atau edema,
gangguan ginjal, gagal jantung aldostreronisme primer, hipertensi, penyakit hati,
dan sindrom nefrotik. Spironolactone juga berfungsi mencegah penimbunan cairan
dalam tubuh dengan meningkatkan jumlah urine yang di produksi oleh ginjal.
Furosemide merupakan obat yang digunakan untuk membuang cairan
berlebih di dalam tubuh. Cairan berlebih yang menumpuk di dalam tubuh dapat
menyebabkan sesak nafas, lelah, kaki dan pergelagan kaki membengkak. Kondisi
ini juga dikenal dengan sebutan edema dan bias disebabkan oleh penyakit gagal
jantung, penyakit hati, dan penyakit ginjal. Furosemide juga digunakan untuk
tekanan darah tinggi saat obat diuretic lainnya tidak bias mengatasinya lagi. Obat
ini bias digunakan sendiri atau di kombinasikan dengan obat diuretic lainnya seperti
triamtene atau spironolactone. Kadang-kadang obat ini juga diberi bersama dengan
mineral kalium.
Sirosis menyebabkan fungsi hati mulai terganggu, curcuma yang berperan
sebagai hepatoprotektor berfungsi membantu memelihara fungsi hati. Walaupun
kerusakan hati tidak teratasi dengan obat ini, tetapi cukup ebantu dalam menjaga
fungsi hati. Dan pemberian human albumin berfungsi untuk meningkatkan kadar
albumin dalam darah agar tidak terjadi akumulasi cairan dalam peritoneum.
Prognosis pasien sirosis tergantung ada tidaknya komplikasi sirosis. Pasien
sirosis kompensata mempunyai harapan hidup lebih lama bila tidak berkembang
menjadi sirosis dekompensata. Di perkirakan harapan hidup sepuluh tahun pasien
sirosis kompensata sekitar 47%. Sementara ini pasien sirosis dekompensata
mempunyai harapan hidup hanya sekitar 16% dalam waktu 5 tahun.
BAB V
KESIMPULAN

Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hati yang berlangsung progresif ditandai dengan distorsi arsitektur
hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat,
distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

Pasien sirosis juga dapat mengalami keluhan dan gejala akibat komplikasi
sirosis hatinya. Pada beberapa pasien, komplikasi ini dapat menjadi gejala pertama,
yang membawa pasien pergi ke dokter. Pasien sirosis dapat tetap bejalan
kompensata selama bertahun-tahun, sebelum berubah menjadi dekompensata.
Serosis dekompensata dapat di kenal dari timbulnya bermacam komplikasi seperti
icterus, perdarahan varises, asites atau ensefalopati. Icterus terjadi karena kegagalan
fungsi hati dan pengobatan terhadap komplikasi ini biasanya mengecewakan,
kecuali pasien mendapat transplantasi. Karena itu, penting untuk mengenal dan
mengobati penyebab (misalnya hepatitis alkoholik, obat hepatotoksik) yang
mungkin menjadi pencetus timbulnya icterus tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyo S., Profilaksis Primer Perdarahan Varises Gastrointestinal pada


Sirosis Hati: Peranan Penghambat Beta. CKD. 2016. Volume 43. No 12.
2. Budhiarta, D. M., Penatalaksanaan dan Edukasi Pasien Sirosis Hati dengan
Varises Esofagus di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2014. Intisari sains medis.
2017. Vol 8. No 1.
3. Marselina. N. M. T., Gambaran Klinis Pasien Sirosis hati: Studi Kasus DI
RSUP DR KARIADI Semarang Periode 2010-2012. Jurnal media medika
muda. 2014.
4. Sulaiman, A., Akbar, N., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. 2012. Sagung
Seto Jakarta
5. Alwi, I., Setiat, S.,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. 2015
Interna Publishing. Jakarta.
6. Sherwood. Fisiologi Manusia Edisi 6. 2012. EGC. Jakarta
7. Snell R ., Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 2011. EGC. Jakarta
8. Kumar., dkk. Buku Ajar Patologi Robbins edisi 9. 2013. Elsevier Saunders:
singapura
9. Danastri, C, N,. Sirosis hepatis pada pasien dengan Riwayat Mengkonsumsi
Alkohol Kronik. 2013. Medula. Vol 1, No 2.
10. Isselbacher, et al. Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 2014. EGC:
Jakarta.
11. Emiliana W., Sirosis Hepatis Child Pugh Class C Dengan Komplikasi Asites
Grade Iii dan Hiponatremia. 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Medula, Vol. 1, No. 5.
12. Lovena A. dkk. Karakteristik Pasien Sirosis Hepatis di RSUP Dr. M. Djamil
Padang. 2017. Jurnal Kesehatan Andalas.

Anda mungkin juga menyukai