Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem

perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat

penting dalam perekonomian dan pembangunan nasional. Pembangunan ekonomi

mensyaratkan bahwa kesejahteraan penduduk harus meningkat, dan salah satu

ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

ekonomi (Abdul, 2002).

Hubungan antara ekspor dan pertumbuhan ekonomi dalam waktu

belakangan ini sudah menjadi perhatian berbagai kalangan. Perdagangan

internasional khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan

dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama

dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983.

Semenjak saat itu ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi

seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri

substitusi impor ke industri promosi ekspor. Ekspor memiliki peran yang penting

dalam waktu-waktu mendatang, apalagi dengan digulirkannya perundingan-

perundingan WTO menuju perdagangan dunia tanpa hambatan (Faisal, 2002).

Sejumlah lokasi di Indonesia memiliki keadaan lahan yang cocok untuk

pertanaman karet, sebagian besar berada di wilayah Sumatera dan Kalimantan.


Luas area perkebunan karet tahun 2005 tercatat mencapai lebih dari 3.2 juta ha

yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya 85% merupakan

perkebunan karet milik rakyat, dan hanya 7% perkebunan besar negara serta 8%

perkebunan besar milik swasta. Produksi karet secara nasional pada tahun 2005

mencapai 2.2 juta ton. Jumlah ini masih akan bisa ditingkatkan lagi dengan

melakukan peremajaan dan memberdayakan lahan-lahan pertanian milik petani

serta lahan kosong/tidak produktif yang sesuai untuk perkebunan karet.

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di

dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 20

tahun terakhir terus menunjukkan adanya peningkatan dari 1.0 juta ton pada tahun

1985 menjadi 1.3 juta ton pada tahun 1995 dan 2.0 juta ton pada tahun 2005.

Pendapatan devisa dari komoditi ini pada semester pertama tahun 2006 mencapai

US$ 2.0 milyar, dan diperkirakan nilai ekspor karet pada tahun 2006 akan

mencapai US $ 4,2 milyar.

Berikut ini adalah tabel hasil produksi karet alam di Indonesia berdasarkan

kepemilikan perkebunan rakyat, BUMN dan swasta :

Tabel 1.1 Produksi Karet Alam Indonesia (ribu Ton)


Tahun
Produksi 2005 % 2006 % 2007 % 2008 % 2009 % 2010 %
Rakyat 1.839 80,9 2.115 80,2 2.190 80,8 2.174 78,9 1.942 78,6 2.936 80,7
BUMN 210 9,1 250 9,7 277 9,1 277 9,2 239 10,6 236 9,6
Swasta 222 10,0 272 10,1 288 10,1 301 11,9 259 10,8 273 9,9
Total 2.271 100 2.637 100 2.755 100 2.752 100 2.440 100 3.445 100
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perkebunan rakyat masih

mendominasi sekitar 80% dari total produksi karet alam di Indonesia dari tahun

2005 sampai tahun 2010. Secara umum, produksi karet alam Indonesia dari tahun
2005 hingga tahun 2010 terus mengalami peningkatan walaupun pada tahun 2009

sedikit mengalami koreksi, dimana hal ini kemungkinan disebabkan adanya krisis

global yang menyebabkan kelesuan diseluruh negara sehingga permintaan

terhadap karet alam Indonesia juga mengalami pengaruh yang signifikan.

Arah pembangunan Sub sektor Perkebunan seperti yang ditetapkan oleh

Direktoraat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, adalah mewujudkan perkebunan

yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk kemakmuran rakyat secara

berkeadilan dan berkesinambungan. Program Pembangunan Perkebunan yaitu

melaksanakan pengembangan Agribisnis yang berbasis komoditas dan

memantapkan ketahanan pangan. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

mempertangguh daya saing, guna menghadapi sistem perdagangan bebas.

Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang menyebabkan terjadinya

inflasi yang sangat tinggi. Hal ini terjadi karena kurangnya kepercayaan

masyarakat pada pemerintahan waktu itu. Krisis ini mengakibatkan perekonomian

menjadi tidak stabil dimana harga-harga barang melambung dan tidak terkendali.

Sehingga sangat berdampak terhadap rakyat kecil. Untuk mengatasi keadaan

tersebut pemerintah berusaha mengambil kebijakan-kebijakan baru yang bisa

menekan tingginya inflasi. Meskipun krisis ini sangat mempengaruhi

perekonomian Indonesia namun untuk sektor ekspor terutama ekspor karet ke

Amerika tidak terlalu terpengaruh.

Bukan hanya produksi karet saja yang didominasi oleh perkebunan rakyat,

luas lahan perkebunan karet di Indonesia juga didominasi oleh perkebunan rakyat.

Dimana dominasi tersebut perkuat dengan trend pertumbuhan luas lahan dari

tahun ke tahun, dimana hal ini tidak diikuti oleh peningkatan luas lahan dari
perkebunan milik BUMN dan Swasta. Adapun tabel perkembangan luas lahan

perkebunan karet di Indonesia berdasarkan kepemilikan lahan tersebut adalah

sebagai berikut :

Tabel 1.2 Luas Perkebunan Karet Indonesia (ribu Ha)

Tahun
Luas
Kebun % % % % % %
2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rakyat 89,1 80,1 80,0 80,2 80,8 81,3


2.767 2.838 2.899 2.910 2.921 2.936
BUMN 9,9 9,7 9,8 9,7 9,2 9,0
238 238 239 238 238 236
Swasta 10,0 10,2 10,2 10,1 10,0 9,7
275 275 276 275 275 273
Total 3.280 100 3.346 100 3.414 100 3.424 100 3.435 100 3.445 100
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2012.

Karet sintetik sebagai produk hasil industri harganya relatif lebih stabil

dibandingkan dengan karet alam. Selain itu, karet sintetik yang umumnya

diproduksi dan dikonsumsi negara industri, harganya cenderung naik sejalan

dengan harga bahan baku, kenaikan biaya produksi dan tingkat inflasi dari negara

produsen. Hal ini sangat berbeda dengan harga karet alam yang berfluktuasi yang

dipengaruhi oleh kondisi alam (cuaca/iklim), nilai tukar dan perkembangan

ekonomi negara konsumen. Untuk menghindari kerugian karena gejolak harga

karet alam, pasar berjangka (future trading) karet menyediakan sarana dan

mekanisme lindung nilai (hedging).


Tabel 1.3 Harga Karet Alam Internasional (US Dollar/100 gr)

Tahun
Kuartal
2008 2009 2010 2011
I 264,75 155,90 336,35 544,85
II 307,95 219,60 380,65 536,60
III 304,80 235,65 376,50 460,15
IV 140,65 297,25 461,50 399,55
Jumlah 1018.15 908.4 1555 1941.15
Sumber : International Rubber Study Group, 2012.

Pasar berjangka karet alam yang saat ini menjadi panutan/pedoman dunia

adalah Singapura (SICOM) dan Jepang (TOCOM), serta yang relatif baru di

Thailand (AFET) dan China (SHFE). Sedangkan pasar fisik (physical/spot) karet

alam, selain di Singapura dan Jepang juga terdapat di negara produsen seperti

Malaysia dan Thailand serta di negara-negara konsumen seperti di Amerika

Serikat, Inggris, dan Jepang.

Dengan harga minyak bumi dan tingkat suku bunga jangka pendek, inflasi

yang tinggi serta adanya bencana alam, pertumbuhan ekonomi global tetap

kontinu sesuai dengan harapan. Hal tersebut ditunjang oleh kondisi pasar uang

dan kebijakan ekonomi makro yang akomodatif. Pertumbuhan ekonomi Amerika

Serikat masih tetap menjadi lokomotif pertumbuhan global, dengan pertumbuhan

ekonomi Jepang mulai menggeliat, dan pemulihan ekonomi di daratan Eropa

mulai menunjukan tanda-tanda berkelanjutan, walaupun pertumbuhan permintaan

domestiknya belum pulih. Pertumbuhan ekonomi yang menonjol untuk negara

berkembang adalah China, India dan Rusia.


Tabel 1.4 Perkembangan GDP Amerika (Milyar Dollar)
Tahun
Kuartal
2008 2009 2010 2011
I 14.273,90 13.893,70 14.277,90 14.867,80
II 14.415,50 13.854,10 14.467,80 15.012,80
III 14.395,10 13.920,50 14.605,50 15.176,10
IV 14.081,70 14.087,40 14.755,00 15.319,40
Jumlah 57166,20 55755,70 58106,20 60376,10
Sumber : US Statistic (data diolah).

Amerika Serikat diharapkan dengan pertumbuhan GDP yang relatif rendah

seperti terlihat pada tabel di atas, tetapi dengan kenaikan pendapatan, tabungan

yang tinggi dan tingkat pembelanjaan kapital yang meningkat pada tahun 2011,

tetap menjadi lokomotif perekonomian dunia, sehingga dengan adanya depresiasi

dollar akan menjadikan keseimbangan melalui naiknya ekspor, dimana barang

ekspor menjadi lebih kompetitif pada pasar dunia.

Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di

dunia disamping Malaysia dan Thailand. Keunggulan Indonesia dalam

peningkatan produksi karet untuk yang masa yang akan datang adalah pada masih

tersedianya lahan tropis yang cukup besar yang sesuai untuk penanaman pohon

karet. Produksi karet di Malaysia dan Thailand terus mengalami penurunan karena

kebijakan pemerintahnya.

Diantara beberapa negara tujuan utama ekspor karet Indonesia seperti

Jepang, Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan lainnya, Amerika

Serikat merupakan negara yang paling banyak mengimpor karet dari Indonesia.

Setelah ada tanggapan positif dari para pelaku ekonomi dan masyarakat pada

umumnya terhadap kebijakan baru yang diambil pemerintah, akhirnya kondisi


perekonomian dapat membaik. Hal itu ditunjukkan dengan mulai normalnya

harga-harga barang di pasaran.

Tabel 1.5 Volume Ekspor Karet Indonesia Menurut Negara Tujuan Utama
(metrik Ton)

Tahun
Negara Tujuan
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jepang 357.539 397.776 400.693 272.878 313.242 387.655
Korea Selatan 90.593 93.091 106.460 99.548 91.810 120.059
China 337.222 341.821 318.841 457.118 418.098 409.377
Singapura 135.406 161.255 151.260 100.165 117.592 104.262
Amerika Serikat 590.946 644.270 622.167 394.307 546.548 607.870
Kanada 66.045 53.628 59.163 51.210 69.546 77.262
Brasil 48.360 65.749 77.066 58.507 110.079 94.426
Perancis 42.989 48.197 46.380 30.083 47.779 65.642
Jerman 82.100 80.809 57.705 36.639 57.492 60.757
Spanyol 40.954 41.538 41.885 25.299 43.061 59.065
Lainnya 493.843 478.622 413.836 465.509 536.668 569.364
Jumlah 2.285.997 2.406.756 2.295.456 1.991.263 2.351.915 2.555.739
Sumber : BPS Indonesia, 2012.

Sekarang ini konsumen karet dunia semakin meningkat. Sampai tahun

2005 konsumsi karet dunia akan naik dari 15 juta ton menjadi 20 juta ton. Selain

itu harga karet dunia menembus 1 dollar AS per kilogram dan diyakini akan terus

naik mendekati 1,77 dollar AS per kilogram seperti pada masa kejayaan karet

pada tahun 1958. Dengan asumsi tersebut, maka ke depan prospek komoditas

perkebunan yang paling menjanjikan adalah karet (Kompas 5 April 2003). Karena

itu, investasi paling berharga dalam perkebunan saat ini adalah peremajaan pohon

karet petani.
Tabel 1.6 Perkembangan Ekspor Karet Indonesia ke Amerika Serikat
Dalam Bentuk Remah Tahun 2005-2010 (000ton)

Tahun Ekspor Karet Indonesia Ekspor Karet Indonesia


(000ton) (000000 US$)
2005 633,5 520,0
2006 557,2 685,3
2007 609,0 803,8
2008 589,5 1039,7
2009 368,5 1216,5
2010 507,4 1571,9
Sumber : BPS, Tahun 2010/2011

Pada tabel 1.6 dapat di jelaskan bahwa dari tahun 2005 perkembangan

ekspor karet Indonesia ke Amerika sebesar 633,5 ton, tahun 2006 557,2 ton, tahun

2007 609,0 ton, tahun 2008 589, 5 ton, 2009 368,5 ton dan 2010 507,4 ton, untuk

ekspor karet ke Amerika dalam US$ pada tahun 2005 520,0, tahun 2006 685,3,

tahun 2007 803,8, tahun 2008 1039,7, tahun 2009 1216,5, dan tahun 2010 1571.9.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis berusaha untuk mengetahui lebih

jauh mengenai seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan oleh beberapa faktor

terkait terhadap permintaan ekspor karet. Untuk itu penulis menuangkannya

dalam skripsi dengan judul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI EKSPOR KARET INDONESIA KE AMERIKA

SERIKAT.
1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah :

1. Bagaimana pengaruh produksi karet Indonesia terhadap ekspor karet

Indonesia ke Amerika Serikat?

2. Bagaimana pengaruh harga karet internasional terhadap ekspor karet

Indonesia ke Amerika Serikat?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah terhadap

ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat?

4. Bagaimana pengaruh GDP Amerika terhadap ekspor karet Indonesia ke

Amerika Serikat?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis pengaruh produksi karet Indonesia terhadap ekspor

karet Indonesia ke Amerika Serikat.

2. Untuk menganalisis pengaruh harga karet internasional terhadap ekspor

karet Indonesia ke Amerika Serikat.

3. Untuk menganalisis pengaruh nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah

terhadap ekspor karet Indonesia ke Amerika Serikat.

4. Untuk menganalisis pengaruh GDP Amerika terhadap ekspor karet

Indonesia ke Amerika Serikat.


1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk menambah wawasan dan pemantapan teori dan ilmu yang penulis

peroleh selama kuliah di Magister Ekonomi Pembangunan Universitas

Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

sumber referensi bagi peneliti yang berminat dengan pembahasan yang

sejenis di masa mendatang.

3. Sebagai bahan masukan untuk para pengambil kebijakan ekonomi pusat

khususnya dibidang perkebunan karet.

Anda mungkin juga menyukai