Anda di halaman 1dari 10

IDENTIFIKASI PERILAKU SEKSUAL DAN KEJADIAN HIV (HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUS) PADA SOPIR ANGKUTAN UMUM DI


KABUPATEN SIDOARJO
Identification of Sexsual Behavior and HIV Insidence on Public Transportation Driver in Sidoarjo

Fufa Nandasari1, Lucia Y Hendrati2


1FKM UA, Fufa.nanda@yahoo.co.id
2Departemen Epidemiologi FKM UA, hendratilucia@yahoo.com
Alamat Korespondensi: Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
Surabaya, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRAK
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh manusia.
Terjadinya penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen, host, dan environment. di tinjau dari kasus HIV- AIDS
dari tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus meningkat, maka penyakit ini menjadi masalah kesehatan yang
mengkhawatirkan bagi masyarakat, karena di samping belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan, penyakit
ini juga tidak menimbulkan gejala selama perjalanan penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku
seksual yang memiliki risiko tinggi terhadap kejadian HIV pada sopir angkutan umum di Kabupaten Sidoarjo yaitu siapa
pasangan seksual selama satu bulan terakhir, frekuensi berhubungan seksual selain dengan istri selama satu bulan terakhir,
dan pemakaian kondom saat berhubungan selain dengan istri. Penelitian Cross sectional dengan populasi seluruh sopir
angkutan umum yang datang mengikuti pemeriksaan Voluntary Counseling and Testing (VCT). Didapatkan 62 responden
yang datang mengikuti pemeriksaan dan dilakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan pengisian kuesioner
serta observasi. Kemudian dikaji hasil dengan teori yang sudah ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5%
sopir angkutan umum dengan hasil positif HIV, dengan perilaku risiko 22.8% melakukan hubungan seksual dengan istri
dan PSK, dan 4,8% dengan PSK saja, dari kebiasaan tersebut terdapat 62.9% saat melakukan tidak menggunakan
kondom. Untuk mengurangi risiko terkena HIV maka perlu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan memberi
motivasi dalam perilaku risiko tertular HIV.

Kata kunci: Human Immunodeficiency Virus (HIV), jumlah pasangan, frekuensi seksual, penggunaan kondom, sopir
angkutan umum

ABSTRACT
Human Immunodeficiency Virus (HIV) is a virus that may degrade human immune system. This is resulting from
interaction between agent, host, environment. Viewed from year to year, case of HIV-AIDS on all parts of world is keep
increasing, therefore this disease become health problem feeling concerned about to the society, because beside
the vaccine and drug for the prevention of this not yet been found, this disease not generate symptom during its natural
history. The objectives of this research were to analyze high risk sexual behavior causing HIV to the drivers of public
transportation in Sub-Province Sidoarjo Those were sexual couple during last month, frequency of intercourse with
another during last one mont, and usage of condom when doing intercourse with another. This was cross sectional study
with the population were all drivers of public transportation who come to follow Voluntary Counseling and Testing
(VCT) examination. There were 62 respondents who came to follow it. Data collection was conducted through interview,
admission filling of questionnaire and observation. The results than studied by using existing theory. The result of this
research showed that any 5% of drivers with positive result of HIV, with risk behavior 22,8% doing intercourse with wife
and whore, 4,8% with whore only, 62,9% of them were not use condom while doing intercourse. to reduce risk exposed
to HIV, it is recommended to increase their knowledge and give motivation about contagious risk of HIV.

Keywords: Human Immunodeficiency Virus (HIV), the number of couple, sexual frequency, condom utilization, public
transportation driver

PENDAHULUAN
sebagian besar penyakit infeksi menular, namun
Indonesia mengalami masalah kesehatan yang pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan
kompleks, penyakit yang diderita oleh masyarakat penyakit tidak menular. Sedangkan Indonesia juga

377
378 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 377–386

menghadapi penyakit yang muncul seperti demam Tabel 1. Kasus HIV menurut usia di kabupaten
berdarah dengue (DBD), HIV-AIDS, chikungunya, Sidoarjo periode 2001-2012
Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS).
Usia Kasus
Mengenai penyakit HIV-AIDS yaitu (HIV) Human ≤ 4 tahun 23 kasus
Immunodeficiency Virus yaitu virus yang dapat 5-14 tahun 11 kasus
menurunkan sistem kekebalan tubuh yang akan 15-19 tahun 10 kasus
berlanjut ke fase AIDS. Penyakit ini telah menjadi 20-24 tahun 74 kasus
pandemik yang mengkhawatirkan masyarakat dunia, 25-49 tahun 735 kasus
karena penyakit ini memiliki fase asimtomatik ≥ 50 tahun 41 kasus
(tanpa gejala) yang relatif panjang dalam perjalanan
penyakitnya, sedangkan jumlah kasus HIV- AIDS Dari table 1 menunjukkan bahwa kasus yang
dari tahun ke tahun terus meningkat (Kurniasih, paling tinggi yaitu pada usia 25-49 tahun. Dilihat
2006). dari jenis kelamin, laki-laki lebih berisiko terhadap
Prevalensi jumlah kumulatif kasus HIV sampai HIV-AIDS dari pada perempuan karena laki-laki
dengan tahun 2011 yang terlaporkan sebanyak 77.779 lebih mobile dari pada wanita dengan mengacu
kasus dengan kasus HIV tertinggi yakni di Provinsi pada jenis pekerjaan yang rentan terhadap HIV-
DKI Jakarta 19.899 kasus, Jawa Timur 9.950 kasus, AIDS, ibu rumah tangga juga memiliki persentase
Papua 7.085 kasus, dan Jawa Barat 5.741 kasus. cukup besar namun itu merupakan dampak dari
Berdasarkan laporan kasus AIDS sampai dengan sebagian suami yang memiliki kebiasaan buruk dan
Desember 2011, jumlah kumulatif kasus AIDS berisiko terhadap HIV-AIDS. Ada 3 hal yang perlu
sampai dengan tahun 2011 sebanyak 29.879 kasus diperhatikan dalam upaya pencegahan HIV-AIDS
dengan kasus AIDS tertinggi yakni Provinsi DKI yaitu pekerjaan, golongan umur serta faktor resiko
Jakarta 5.117 kasus, Jawa Timur 4.598 kasus, Papua terkena HIV- AIDS. Wiraswasta paling berisiko
4.449 kasus, dan Jawa Barat 3.939 kasus. Untuk terkena HIV-AIDS karena selalu berhubungan
mengendalikan laju penularan kasus HIV dan AIDS, dengan orang banyak dan kesempatan untuk
telah dilakukan berbagai upaya pencegahan. Salah bepergian dan menginap di hotel-hotel, untuk itu
satu upaya tersebut yakni penggunaan kondom pada kesempatan terkena HIV-AIDS sangat berkaitan
hubungan seksual yang berisiko tinggi menularkan dengan pekerjaan (BKKBN, 2012).
HIV dan AIDS. Dalam rangka upaya pengobatan Sopir termasuk kelompok berisiko tertular HIV,
terhadap penduduk yang terinfeksi HIV tingkat dikarenakan sopir termasuk lelaki wiraswasta yang
lanjut, telah diberikan pengobatan antiretroviral bekerja mobilitas di luar rumah lebih lama dan
(ARV) (BAPPENAS, 2011). rutin, risiko dikarenakan beberapa faktor, yaitu
Berdasarkan profi l kesehatan Provinsi Jawa banyak tersedia wanita pekerja seksual yang bisa
Timur tahun 2012, kasus HIV diperoleh dari laporan dengan mudah mereka dapatkan, dalam berhubungan
seksual sebagian besar mereka tidak pakai kondom
klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT)
secara konsisten (STBP, 2007).
di masing-masing Unit Pelayanan Kesehatan
Dari fenomena itu, maka peneliti tertarik untuk
(UPK). Kasus AIDS tertinggi di Provinsi Jawa
menyusun penelitian yang berjudul Hubungan
Timur terdapat di Kota Surabaya dan jumlah kasus
Perilaku Seksual Berisiko dengan Kejadian HIV
tertinggi kedua terdapat di Kabupaten Sidoarjo,
(Human Immunodeficiency Virus) Pada Sopir
hal ini menunjukkan jika kasus AIDS tinggi maka
Angkutan Umum di Kabupaten Sidoarjo.
kasus HIV juga tinggi. Berdasarkan jenis kelamin,
pada kelompok laki-laki lebih besar dibandingkan
pada kelompok. Sedangkan dari segi kelompok METODE
umur didominasi oleh kelompok umur seksual aktif Pengambilan sampel dalam penelitian ini
(Dinkes Prov. Jatim, 2012). secara Accidental Sampling. Sampel adalah seluruh
Dari data kasus HIV-AIDS Kabupaten Sidoarjo populasi yang menjadi obyek penelitian. Dalam
periode 2001 sampai dengan 2012 terdapat 894 hal ini populasi adalah sopir angkutan umum yang
kasus, ditinjau dari persebaran segi jenis kelamin, datang mengikuti pemeriksaan VCT di terminal
laki -laki sebanyak 635 kasus sedangkan wilayah kabupaten Sidoarjo yang di selenggarakan
perempuan 259 kasus. Sedangkan dari kelompok oleh LSM Orbit yang bekerja sama dengan Dinas
usia yaitu: Kesehatan pada April-Juni 2014. Pengumpulan data
dengan cara wawancara dengan alat bantu kuesioner
Fufa Nandasari dan Lucia Y Hendrati, Identifikasi Perilaku Seksual Dan … 379

yang dibacakan kepada responden secara langsung, Pada gambar 2. dapat dilihat bahwa responden
dan data hasil pemeriksaan VCT. Pertanyaan yang tidak melakukan hubungan seksual selama
perilaku seksual meliputi jumlah pasangan seksual satu bulan terakhir sebanyak 10orang atau 16.1%,
selama satu bulan terakhir, frekuensi melakukan yang berhubungan dengan istri saja sebanyak 33
hubungan seksual, dan kebiasaan menggunakan orang atau 53.2%, yang berhubungan dengan
kondom ketika berhubungan seksual selain dengan PSK saja sebanyak 3 orang atau 4.8%, dan yang
istri. yang kemudian di analisis secara deskriptif melakukan hubungan seksual dengan istri dan PSK
sesuai teori. dan sebanyak 16 orang atau 25.8%.

HASIL Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir Angkutan


Umum Berdasarkan Frekuensi Melakukan
Kejadian HIV di Kabupaten Sidoarjo Hubungan Seksual Selain dengan Istri
Kejadian HIV yang di dapat dalam pemeriksaan Frekuensi hubungan seksual responden dibagi
VCT pada sopir angkutan umum dibagi menjadi menjadi empat kategori yaitu, tidak pernah, 1kali,
dua kategori yaitu, positif dan negatif. Hasil 2kali dan 3kali/lebih. Hasil penelitian dapat dilihat
penelitian dapat dilihat pada diagram di bawah ini: pada diagram di bawah ini:

PosiƟf

Gambar 1. Distribusi Kejadian HIV.


Pada gambar 1. dapat dilihat bahwa responden
dengan hasil positif terdapat 3 orang atau 4.80% dan
responden dengan hasil negative terdapat 59 orang
atau 95.20%.
Gambar 3. Distribusi Frekuensi Melakukan
Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir Angkutan Hubungan Seksual Responden Selain
Umum Berdasarkan Pasangan Seksual dengan Istri.
Perilaku pasangan seksual responden dibagi Pada gambar 3. dapat dilihat bahwa responden
menjadi empat kategori yaitu, tidak berhubungan, yang tidak pernah melakukan hubungan seksual
istri saja, PSK saja, istri, PSK dan teman. Hasil selain istri selama satu bulan terakhir sebanyak
penelitian dapat dilihat pada diagram di bawah ini: 43 orang atau 67.7%, yang melakukan hubungan
seksual selain istri 1kali dalam satu bulan terakhir
sebanyak 12 orang atau 19.4%, yang melakukan
hubungan seksual selain istri 2 kali dalam satu
bulan terakhir sebanyak 5 orang atau 9.7%, yang
melakukan hubungan seksual selain istri 3kali/lebih
dalam satu bulan terakhir sebanyak 2 orang atau
3.2%.

Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir


Berdasarkan Kebiasaan Menggunakan Kondom
Kebiasaan responden menggunakan kondom
ketika melakukan hubungan selain istri dibagi
menjadi tiga kategori yaitu, tidak pernah, kadang-
Gambar 2. Distribusi Perilaku Seksual Responden kadang dan selalu. Hasil penelitian dapat dilihat
Berdasarkan Pasangan Seksual. pada diagram di bawah ini:
380 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 377–386

Ditinjau dari kasus HIV-AIDS dari


tahun ke tahun di seluruh bagian dunia terus
meningkat meskipun berbagai upaya preventif
terus dilaksanakan, maka penyakit ini menjadi
masalah kesehatan yang kompleks, dan menjadi
mengkhawatirkan bagi masyarakat, karena di
samping belum ditemukan obat dan vaksin untuk
pencegahan, penyakit ini juga tidak menimbulkan
gejala selama perjalanan penyakitnya. Terjadinya
penyakit disebabkan adanya interaksi antara agen,
host dan environment. Pada kejadian penyakit HIV
Gambar 4. Distribusi Kebiasaan menggunakan ini yang berperan sebagai Agen yakni dilihat dari
kondom seberapa banyak Human Immunodeficiency Virus
(HIV) atau virus itu di dalam tubuh, sedangkan
Host yakni dilihat dari individu itu sendiri di
Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa responden mana keadaan individu tersebut bermacam-macam
yang tidak pernah menggunakan kondom ketika sehingga menjadi faktor risiko untuk timbulnya
berhubungan dengan selain istri sebanyak 39 HIV seperti sopir angkutan umum yang memiliki
orang atau 62.9%, responden yang kadang-kadang risiko tinggi terkena HIV, sedangkan Environment
menggunakan kondom ketika berhubungan yakni dilihat dari faktor lingkungan yang
dengan selain istri sebanyak 17 orang atau 27.4%, mempengaruhinya seperti faktor sosial, ekonomi,
responden yang selalu menggunakan kondom ketika
budaya dan agama. Seperti halnya sopir angkutan
berhubungan dengan selain istri sebanyak 6 orang
umum yang sering merasa kelelahan di jalan,
atau 9.7%.
sehingga mudahnya mendapat pengaruh di sepanjang
jalan untuk melakukan hubungan seksual berisiko
PEMBAHASAN yang berpotensi menularkan HIV.
Sopir angkutan umum yang berhubungan
Kejadian HIV di Kabupaten Sidoarjo
seksual dengan mitra seksual (PSK) akan berisiko
Meningkatnya perilaku seksual berisiko di tertular HIV apabila mitra seksualnya tersebut
Indonesia, tidak hanya pada kelompok heteroseksual, terinfeksi HIV dan dapat menularkan HIV kepada
tetapi juga pada kelompok lelaki yang suka seks istrinya. Sehingga apabila satu mitra seksual tersebut
dengan lelaki, antara lain waria penjaja seks, terinfeksi HIV maka pasangan seksual tersebut
lelaki penjaja seks dan gay. Hasil surveilans HIV akan berisiko terkena HIV di dalam tubuhnya.
menunjukkan peningkatan penularan HIV seiring Perilaku sopir angkutan umum ini tak lepas dari
dengan peningkatan kegiatan seksual berisiko tiga faktor yakni: faktor predisposisi (predisposing
yang tumbuh pesat. Bila tidak bisa meningkatkan factor) seperti pengetahuan mengenai HIV, faktor
penanggulangan salah satunya penggunaan kondom, pemungkin (enabling factor) seperti ketersediaan
maka penularan akan terus berlangsung. Tidak fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau, dan
hanya pada penjaja seks, tetapi akan meluas ke faktor pendorong (reinforcing factor) bagaimana
pasangan dari penjaja seks. Penanggulangan di perilaku petugas kesehatan dan masyarakat sekitar
mulai dari upaya pencegahan penularan dengan dalam menanggapi masalah penyakit HIV. Teori
memperhatikan rasio kasus HIV-AIDS berdasarkan yang dikembangkan oleh Lawrence Green, yang
jenis kelamin, artinya dengan melihat rasio ini akan dirintis sejak tahun 1980, menganalisis perilaku
diketahui cara yang efektif pencegahan HIV-AIDS di manusia dari tingkat kesehatan. Perilaku seseorang
samping pengobatan bagi penderitanya. Mengingat dipengaruhi 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
sampai saat ini obat untuk mengobati dan vaksin dan faktor di luar perilaku.
untuk mencegah penyakit ini belum ditemukan, Berdasarkan Green (1990), dalam Notoatmodjo
maka alternative untuk menanggulangi masalah
(2010), faktor perilaku dipengaruhi oleh 3
kejadian penyakit ini yang terus meningkat adalah
faktor utama yang dirangkum dalam PRECEDE
pencegahan oleh semua pihak untuk terlibat dalam
(Predisposing, Enabling, dan Reinforcing). Faktor
lingkaran transmisi yang memungkinkan dapat
predisposisi (predisposing factor), yang terwujud
terserang HIV.
dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
Fufa Nandasari dan Lucia Y Hendrati, Identifikasi Perilaku Seksual Dan … 381

dan nilai-nilai dari diri sendiri. Faktor pemungkin sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar
(enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat
fisik, ketersediaan fasilitas kesehatan seperti menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
puskesmas. Faktor pendorong (reinforcing factor) diketahui tersebut. Aplikasi (application) Aplikasi
yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas diartikan apabila orang yang telah memahami
kesehatan, maupun orang sekitar (Notoatmodjo, objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
2010). mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut
Perilaku dapat diartikan suatu respons pada situasi yang lain. Analisis (analysis) adalah
organisme atau seseorang terhadap rangsangan kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan
(stimulus) dari luar objek tersebut. Respons ini atau memisahkan, kemudian mencari hubungan
dapat dibedakan dua macam yaitu: Bentuk pasif, antara komponen-komponen yang terdapat dalam
respons internal yaitu yang terjadi di dalam diri suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi
manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada
oleh orang lain misalnya berfikir, tanggapan tingkat analisis adalah orang tersebut telah dapat
atau sikap batin dan pengetahuan. Bentuk pasif membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
juga disebut dengan perilaku terselubung (covert membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan
behaviour). Bentuk aktif, apabila perilaku itu jelas atas objek tersebut. Sintesis (syntesis) menunjukkan
dapat diobservasi secara langsung. Perilaku tersebut suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (overt melekatkan dalam satu hubungan yang logis dari
behaviour). Pengetahuan dan sikap merupakan komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.
respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan Dengan kata lain sintesis adalah suatu
yang masih bersifat terselubung dan disebut covert kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
behaviour. Sedangkan tindakan nyata seseorang formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat
sebagai respons seseorang terhadap stimulus membuat atau meringkas kata-kata atau kalimat
(practice) adalah overt behaviour (Notoatmodjo, sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
2007). didengar, dan dapat membuat kesimpulan tentang
Perilaku merupakan keseluruhan (totalitas) artikel yang telah dibaca. Evaluasi (evaluation)
pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
hasil bersama-sama antara faktor internal dan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
eksternal. Perilaku seseorang yang sangat kompleks tertentu. Penelitian ini dengan sendirinya didasarkan
dan mempunyai bentangan sangat luas. Benyamin pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
Bloom (1908), seorang ahli psikologi pendidikan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sikap
dalam Notoatmodjo (2010), terdapat 3 tingkat ranah (attitude) adalah respons tertutup seseorang terhadap
perilaku yaitu: Pengetahuan (knowledge) adalah hasil stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan
penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak
hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya baik, dan sebagainya).
pada waktu penginderaan sehingga menghasilkan Berdasarkan kutipan Allport (1954) dalam
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh Notoatmodjo (2010), komponen sikap terdiri
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. dari 3 macam: Kepercayaan atau keyakinan, ide
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh dan konsep terhadap objek atau arti bagaimana
melalui indra pendengaran (telinga), dan indra keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang
penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap terhadap objek. Kehidupan emosional atau evaluasi
objek mempunyai intensitas atau tingkat yang orang terhadap objek artinya bagaimana penilaian
berbeda. (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut
Secara garis besar dibagi dalam 6 tingkat terhadap objek. Kecenderungan untuk bertindak
pengetahuan, adalah: tahu diartikan hanya sebagai (tend to behave) artinya sikap adalah merupakan
recall (memanggil) memori yang telah ada komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yaitu untuk terbuka. Sikap merupakan ancang-ancang untuk
mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).
sesuatu dapat menggunakan sebuah pertanyaan. Ketiga komponen tersebut diatas secara
Memahami (comprehension) suatu objek bukan bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
382 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 377–386

attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh fisik maupun sosial budaya yang mempengaruhi
ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi kesehatannya (Notoatmodjo, 2007).
memegang peranan penting. Seperti halnya Perpaduan antara perkembangan usia psikologis
pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat- dan usia biologis sangat dipengaruhi multifaktor
tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: yang terjadi di berbagai bidang dalam masyarakat
Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa sehingga mempengaruhi bertambahnya kasus
orang atau subjek mau menerima stimulus yang penyakit menular seksual. Masalah ini tidak dapat
diberikan (objek). Menanggapi (responding), didekati hanya dari aspek klinis oleh para ahli
menanggapi diartikan memberi jawaban atau kedokteran. Namun perlu di perhatikan persoalan
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang sosial dan ekonomi yang berhubungan erat dengan
dihadapi. Menghargai (valuing), menghargai nilai, etika, agama dan kebudayaan. Namun dibalik
diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai itu semua, faktor internal yang paling memengaruhi
yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti perilaku seksual adalah berkembangnya organ
membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak seksual (Niniek, 2010).
atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain Penyakit HIV ini menular melalui cairan tubuh
merespons. Bertanggung jawab (responsible), sikap seperti darah cairan genetalia, dan ASI. Virus ini
yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung juga terdapat dalam saliva, air mata dan keringat
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. (Widoyono, 2011).
Seseorang yang telah mengambil sikap Selain itu, faktor yang utama adalah dari
tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus penularan HIV melalui: Agen yakni dilihat dari
berani mengambil resiko bila ada orang lain yang seberapa banyak Human Immunodeficiency Virus
mencemooh atau ada resiko lain. Tindakan atau (HIV) atau virus itu di dalam tubuh. Host yakni
praktik (practice) Sikap belum tentu diwujudkan dilihat dari individu tersebut seperti umur, jenis
dengan tindakan (praktik), sebab untuk terwujudnya kelamin, dan perilaku seksualnya. Environment
tindakan perlu adanya faktor lain antara lain adanya yakni dilihat dari faktor lingkungan yang
fasilitas atau sarana dan prasarana. Tindakan mempengaruhinya seperti faktor sosial, ekonomi,
dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan Berdasarkan budaya dan agama (Soewarso, 1989).
kualitasnya, yakni: Praktik terpimpin (guided Setelah seseorang terinfeksi, virus HIV akan
response), apabila seseorang telah melakukan sesuatu bergabung dengan DNA, sehingga orang yang
tetapi masih mampu tergantung pada tuntunan atau terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi,
menggunakan panduan. Praktik secara mekanisme cara penularan virus ditinjau dari perilaku, dapat
(mechanism), apabila subjek atau seseorang telah melalui: hubungan seksual secara vaginal, anal,
melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan.
otomatis maka disebut praktik atau tindakan Selama berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada
mekanisme. Adopsi (adoption), suatu tindakan atau vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan
praktik yang sudah berkembang artinya apa yang HIV masuk ke aliran darah pasangan seksual. Ibu
dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja pada bayinya bisa terjadi pada saat kehamilan (in
tetapi sudah melakukan modifikasi atau tindakan atau utero), selama persalinan kontak antara kulit bayi
perilaku yang berkualitas (Notoatmodjo, 2010). dengan darah, pemberian ASI ibu positif HIV pada
Perilaku kesehatan ini pada garis besarnya di bayinya. Transfusi darah dan produk darah yang
kelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni: Perilaku tercemar HIV-AIDS Sangat cepat menularkan HIV
pemeliharaan kesehatan (Health maintenance) karena virus langsung masuk ke pembuluh darah
yaitu perilaku seseorang dalam menjaga kesehatan dan menyebar ke seluruh tubuh. Jarum suntik yang
seperti menyembuhkan ketika sakit, meningkatkan digunakan di fasilitas kesehatan maupun digunakan
kesehatan ketika sehat, dan menjaga asupan oleh para pengguna narkoba secara bergantian
makanan bergizi. Perilaku perilaku pencarian berpotensi menularkan HIV. Pemakaian alat yang
pelayanan kesehatan (Healthy seeking behavior) tidak steril seperti speculum yang menyentuh darah,
yaitu perilaku ini dilihat bagaimana seseorang cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,
untuk memperoleh kesembuhan ketika sakit dari alat tajam dan runcing seperti pisau, silet, alat tato
pengobatan sendiri sampai pengobatan keluar negeri. dan memotong rambut bisa menularkan HIV sebab
Perilaku kesehatan lingkungan yaitu bagaimana alat tersebut mungkin dipakai tanpa disterilkan
seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan (Nursalam dan Ninuk, 2007).
Fufa Nandasari dan Lucia Y Hendrati, Identifikasi Perilaku Seksual Dan … 383

Pada orang dewasa, tanda dan gejala pada rendah akan sulit menerima pesan dan informasi
infeksi HIV awal bisa sangat tidak spesifik dan yang disampaikan.
menyerupai infeksi virus lain yaitu: letargi, malaise, Sebagian besar responden berdasarkan status
sakit tenggorokan, mialgia (nyeri otot), demam dan perkawinan sebagian besar responden yang datang
berkeringat. Penderita akan mengalami beberapa mengikuti pemeriksaan adalah responden memiliki
gejala, tetapi tidak mengalami keseluruhan gejala. status sudah kawin yaitu sebanyak 52 orang (83,9%).
Oleh sebab itu harus ditegakkan dengan pemeriksaan Sesuai degan penelitian yang ada, bahwa seseorang
laboratorium (Nursalam, 2007). yang memiliki status kawin atau belum kawin akan
Gejala klinis pada orang dengan infeksi HIV: berbeda dalam memaknai suatu pekerjaan. Bagi
Masa inkubasi 6 bulan-5tahun, window period mereka yang sudah kawin akan menilai pekerjaan
selama 6-8minggu, saat tubuh sudah menerima sangat penting karena mereka sudah memiliki
HIV namun belum terdeteksi oleh pemeriksaan sejumlah tanggung jawab sebagai kepala keluarga,
laboratorium. Gejala klinis yang tidak jelas dari status perkawinan atau kepala rumah tangga
seperti: Diare kronis, kandidiasis mulut yang luas, maka mereka memiliki kewajiban untuk bekerja
Pneumocystis carinii, Pneumonia interstsiasis, dan (Sopiah, 2008).
Ensefalopati kronik (Widoyono, 2008). Selain itu, faktor yang utama adalah dari
Laki-laki yang menjadi pelanggan wanita penularan HIV melalui: Agen yakni dilihat dari
penjaja seks (WPS) disebut sebagai kelompok laki- seberapa banyak Human Immunodeficiency Virus
laki berisiko tinggi. Kelompok laki-laki tersebut (HIV) atau virus itu di dalam tubuh, Host yakni
dapat sebagai jembatan utama penularan terinfeksi dilihat dari individu tersebut seperti umur, jenis
HIV melalui hubungan seksual dengan frekuensi kelamin, dan perilaku seksualnya dan Environment
hubungan seksual tanpa kondom dengan pasangan yakni dilihat dari faktor lingkungan yang
seksual masih rendah. Perilaku seks berisiko dapat mempengaruhinya seperti faktor sosial, ekonomi,
meningkat karena mereka jarang menggunakan budaya dan agama (Soewarso dkk, 2006).
layanan kesehatan bila memiliki gejala IMS, mereka Setelah seseorang terinfeksi, virus HIV akan
memilih mengobati sendiri atau tidak berobat sama bergabung dengan DNA, sehingga orang yang
sekali (STBP, 2007). terinfeksi HIV seumur hidup akan tetap terinfeksi,
Dalam penelitian ini didapatkan responden cara penularan virus ditinjau dari perilaku, dapat
sebagian besar berusia usia dewasa, di mana mereka melalui: Hubungan seksual dengan pengidap HIV-
adalah kepala rumah tangga yang bekerja sebagai AIDS dengan penderita HIV tanpa perlindungan,
sopir angkutan umum untuk menafkahi keluarga. Ibu pada bayinya, Transfusi darah dan produk darah
Sesuai dengan teori Green bahwa umur termasuk yang tercemar HIV-AIDS, Menggunakan jarum
faktor presdiposing dari suatu konsep perilaku. Di suntik secara bergantian (Nursalam dan Ninuk,
mana tingkat kematangan dan kekuatan seseorang 2007).
dalam berpikir dan berperilaku dipengaruhi Dari hasil VCT pada sopir angkutan umum
umur. Secara empiris bahwa umur menentukan di Kabupaten Sidoarjo selama April-Juni 2014
perilaku seorang individu. Umur juga menentukan yang telah dilakukan di tiga terminal di
kemampuan seseorang untuk bekerja. Sidoarjo, oleh Yayasan LSM Orbit yang dibiayai
Sebagian besar responden memiliki pendidikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo, dan
tamat SMP (Sekolah Menengah Pertama) yaitu 30 yang melaksanakan pemeriksaan adalah pihak
orang (48.4%). Hal ini dikarenakan sopir angkutan Puskesmas terdekat dari wilayah pemeriksaan VCT,
umum tidak ada syarat lulusan pendidikan tinggi. didapatkan hasil positif 3 orang atau 4.80% dan
Pendidikan bisa berfungsi untuk mencari nafkah dan responden dengan hasil negative terdapat 59 orang
mengembangkan bakat. Sesuai dengan teori Green atau 95,20%. Kejadian ini tidak lepas dari perilaku
bahwa pendidikan termasuk faktor presdiposing berisiko pada laki-laki yang memiliki mobilitas di
dari suatu konsep perilaku. Di mana pendidikan luar rumah tinggi, di mana banyak faktor yang bisa
mempengaruhi proses belajar, semakin tinggi mempengaruhi mereka untuk melakukan perilaku
pendidikan seseorang semakin mudah orang tersebut seksual berisiko atau seksual komersial, dengan
untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi pengetahuan yang cukup namun tidak seluruhnya
maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan mengaplikasikan dalam perilakunya seperti tidak
informasi, baik dari orang lain maupun dari media melakukan pengamanan dari penyakit menular
massa. Berdasarkan teori, pendidikan yang terlalu seksual, meskipun mereka mengetahui bagaimana
384 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 377–386

salah satu pencegahannya dengan menggunakan Dari kejadian ini bisa dilihat bahwa setiap
kondom atau mengonsumsi obat setelah melakukan orang berpeluang sakit dan tertular oleh HIV, dapat
hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. berakhir dengan kematian akibat serangan infeksi
Hasil pemeriksaan ini hanya menunjukkan oportunistik atau keganasan sebagai manifestasi
sebagian kecil atau tidak bisa dilakukan pada seluruh dari Aquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
sopir angkutan umum, dikarenakan profesi mereka dikarenakan virus yang merusak sistem kekebalan
harus mobilitas tinggi dalam satu hari untuk mencari tubuh manusia. Virus adalah jasad renik idup yang
penumpang. Hasil dari pemeriksaan yang di lakukan amat kecil dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop
oleh puskesmas ini, dan diberi dana oleh pemerintah electron, virus juga merupakan organisme yang
yang bekerja sama dengan pihak LSM. Kejadian ini bersifat parasitik dan hidup dalam sel tubuh manusia,
sesuai dengan laporan pembangunan millennium yang memiliki waktu paruh virus berlangsung cepat.
mengenai jumlah kumulatif sampai dengan tahun Sebagian besar virus akan mati, tetapi karena mulai
2011, bahwa propinsi jawa timur termasuk propinsi awal infeksi, replikasi virus berjalan cepat dan
tertinggi kedua kasus HIV yaitu sebanyak 9.950 terus menerus. Replikasi inilah yang menyebabkan
kasus. Di dalam profil kesehatan Provinsi Jawa kerusakan sistem kekebalan tubuh. Penyakit HIV ini
Timur, Kabupaten Sidoarjo termasuk kasus tertinggi menular melalui cairan tubuh seperti darah cairan
kedua yaitu sebanyak 894 kasus. genetalia, dan ASI. Virus ini juga terdapat dalam
Di Indonesia HIV pertama kali dilaporkan di saliva, air mata dan keringat (Widoyono, 2011).
Bali pada April 1987, HIV ini menyerang orang Program pemantauan kasus HIV yang di
Belanda. Pada tahun 1999 terdapat 635 kasus HIV selenggarakan pemerintah yang sudah berjalan
dan 183 kasus baru yaitu AIDS. Mulai tahun 2000- salah satunya VCT. VCT merupakan tes rahasia,
2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara suka rela yang bertujuannya untuk mengetahui
signifikan di Indonesia. Dari data pencatatan dan apakah seorang tertular virus HIV/AIDS atau tidak.
pelaporan kasus dengan klinik Voluntary Counseling Persyaratan dasar untuk VCT meliputi konseling
and Testing (VCT) yang diperoleh adalah DKI pretes, konseling postes, informed consent dan
Jakarta memiliki jumlah penderita terbesar, diikuti kerahasiaan. Konseling pretes harus diberikan
oleh Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, dan Bali sebelum testing HIV untuk memastikan dan
(Widoyono, 2011). membantu klien membuat pilihan yang baik apakah
VCT merupakan tes rahasia, suka rela yang
akan menjalani tes atau tidak. Konseling postes
bertujuannya untuk mengetahui apakah seorang
harus diberikan setelah hasil tes diketahui, baik
tertular virus HIV/AIDS atau tidak. Persyaratan dasar
hasilnya positif maupun negatif. Konseling postes
untuk VCT meliputi konseling pretes, konseling
sangat penting untuk membantu mereka yang positif
postes, informed consent dan kerahasiaan. Konseling
mengatasinya dan hidup secara positif, serta untuk
pretes harus diberikan sebelum testing HIV untuk
menasehati mereka yang hasil tesnya negatif tentang
memastikan dan membantu klien membuat pilihan
cara-cara pencegahan infeksi HIV selanjutnya.
yang baik apakah akan menjalani tes atau tidak.
Informed consent artinya bahwa seseorang setuju
Konseling postes harus diberikan setelah hasil tes
untuk di tes dan telah mengerti betul apa yang
diketahui, baik hasilnya positif maupun negatif.
tercakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian
Konseling postes sangat penting untuk membantu
mereka yang positif mengatasinya dan hidup testing dan hal-hal yang berkaitan dengan hasil
secara positif, serta untuk menasehati mereka yang positif atau hasil negatif. Keputusan untuk menjalani
hasil tesnya negatif tentang cara-cara pencegahan tes harus dibuat oleh orang itu sendiri tanpa tekanan
infeksi HIV selanjutnya. Informed consent artinya dan paksaan dari orang lain.
bahwa seseorang setuju untuk di tes dan telah Kerahasiaan berarti informasi tentang seseorang
mengerti betul apa yang tercakup dalam tes itu, apa tidak diberitahukan kepada orang lain tanpa izin dari
keuntungan dan kerugian testing dan hal-hal yang orang tersebut. Konseling, testing dan hasil tes harus
berkaitan dengan hasil positif atau hasil negatif. dirahasiakan (Gunung, 2002).
Keputusan untuk menjalani tes harus dibuat oleh
Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir Angkutan
orang itu sendiri tanpa tekanan dan paksaan dari
Umum Berdasarkan Pasangan Seksual
orang lain. Kerahasiaan berarti informasi tentang
seseorang tidak diberitahukan kepada orang lain Berdasarkan distribusi perilaku seksual berisiko
tanpa ijin dari orang tersebut. Konseling, testing dan dilihat dari pasangan seksual yang berhubungan
hasil tes harus dirahasiakan (Gunung, 2002). dengan istri saja sebanyak 33 orang (53.2%),
Fufa Nandasari dan Lucia Y Hendrati, Identifikasi Perilaku Seksual Dan … 385

kemudian yang melakukan hubungan seksual dengan memberi peluang risiko tertularnya virus HIV dalam
istri dan PSK sebanyak 16 orang (25.8%). Dari hasil tubuh ke tubuh yang lain. Sesuai dengan Depkes
ini bisa dilihat masih ada kemungkinan melakukan RI dalam laporan KPA (2008) bahwa Frekuensi
hubungan dengan selain pasangan sendiri dalam satu melakukan hubungan seksual selain dengan istri
bulan yang mengakibatkan kemungkinan terjadinya atau kontak seksual komersial termasuk dalam
penularan penyakit HIV semakin meluas. Hal ini perilaku berisiko. Semakin sering melakukan
sesuai dengan teori bahwa ada hubungannya jumlah hubungan seksual dengan berganti pasangan akan
pasangan dengan kejadian HIV. Di mana semakin memperbanyak peluang tertularnya virus dalam
banyak pasangan seksual maka semakin banyak pula tubuh ke tubuh yang lain. Karena Virus HIV dapat
peluang tertularnya virus HIV dalam tubuh ke ditularkan pada saat hubungan seksual.
tubuh yang lain. Sehingga virus ini juga berdampak
pada ibu rumah tangga yang memiliki suami dengan Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir Angkutan
risiko tinggi. Umum Berdasarkan Kebiasaan Menggunakan
Sesuai dengan hasil peta masalah oleh KPA Kondom
(2008), bahwa jumlah WPS (wanita pekerja seks) Pencegahan penyakit HIV-AIDS antara lain:
mencapai 221.000 orang yang melayani sekitar 4 Menghindari hubungan seksual dengan penderita
juta pelanggan per tahun. Dari hasil itu, Depkes HIV-AIDS, mencegah berganti-ganti pasangan
memperkirakan ada 12-19 juta orang Indonesia hubungan seksual, menghindari hubungan seksual
tertular HIV karena perilaku seksualnya atau dari dengan pecandu narkotika obat suntik, melarang
pasanganya. Dari hal ini sesuai dengan Depkes orang berisiko tinggi untuk melakukan donor darah,
bahwa jumlah pasangan termasuk dalam perilaku memastikan sterilisasi alat suntik (Widoyono,
berisiko tertularnya penyakit HIV atau IMS 2011).
lainnya. Berdasarkan distribusi perilaku seksual berisiko
dilihat dari kebiasaan responden menggunakan
Perilaku Seksual Berisiko Pada Sopir Angkutan kondom, salah satu kegiatan penanggulangan HIV
Umum Berdasarkan Frekuensi Melakukan adalah mengupayakan peningkatan penggunaan
Hubungan Seksual Selain dengan Istri kondom pada setiap kegiatan seks berisiko. Survey
Berdasarkan distribusi perilaku seksual di banyak Negara menunjukkan semakin tinggi
berisiko dilihat dari frekuensi hubungan seksual, penggunaan kondom pada kegiatan seks berisiko
kegiatan seks berisiko tanpa menggunakan kondom mampu mencegah penularan HIV, terlihat dari
serta penggunaan paza suntik yang dilakukan semakin rendah kasus penularan infeksi menular
berulang atau sering maka epidemi HIV akan seksual, termasuk HIV.
semakin meluas karena tingkat penularan yang tinggi Dari hasil penelitian responden yang
dari kelompok napza, ke kelompok penjaja seks lalu menggunakan kondom ketika melakukan hubungan
ke kelompok pelanggan seks dan juga ke pasangan selain istri sebanyak 39 orang (62,9%) yang tidak
seksual. menggunakan dikarenakan tidak berhubungan
Berdasarkan hasil penelitian responden yang dengan selain istri, dan dikarenakan alasan yang
tidak pernah melakukan hubungan seksual selain lain seperti kurang nyaman atau tidak memiliki
istri selama satu bulan terakhir sebanyak 43 orang kondom. Berbagai alasan digunakan untuk menolak
(69.4%), dan yang melakukan hubungan seksual memakai kondom ketika mereka berhubungan selain
selain istri 1kali dalam satu bulan terakhir dengan istri. Pencegahan HIV dalam hubungan
sebanyak 12 orang (19.4%), hal ini menunjukkan terletak pada laki-laki di mana penggunaan kondom
bahwa responden melakukan hubungan dengan lebih ditentukan oleh laki-laki. Virus HIV pada
selain istri sedikitnya dalam satu bulan satu kali. spesmatozoa bisa dicegah dengan kondom agar
Hal ini sesuai dengan teori bahwa ada hubungannya tidak tertular kepada pasangan seksual. Hal ini
frekuensi melakukan hubungan seksual selain sesuai dengan teori bahwa kondom bisa mencegah
dengan istri dengan kejadian HIV. Di mana semakin terjadinya penularan penyakit HIV. Di mana semakin
sering seseorang melakukan hubungan seksual selain sering seseorang melakukan hubungan seksual selain
dengan istri maka akan rentan terkena HIV. Sehingga dengan istri dengan tidak menggunakan kondom
virus ini juga berdampak pada ibu rumah tangga maka akan memberi peluang risiko tertularnya virus
yang memiliki suami dengan risiko tinggi. Di mana HIV lebih cepat.
frekuensi melakukan pertukaran cairan spermatozoa
386 Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 377–386

SIMPULAN DAN SARAN Dinkes Kabupaten Sidoarjo 2012. Data Dinas


Simpulan Kesehatan Kabupaten Sidoarjo 2012. Sidoarjo;
Dinkes Kabupaten Sidoarjo.
Berdasarkan penelitian dari 62 responden, Dinkes Provinsi Jawa Timur. 2012. Profil Kesehatan
didapatkan hasil yang positif HIV. Ditinjau dari Provinsi Jawa Timur Tahun 2012. Surabaya;
perilaku seksual berisiko pada sopir angkutan umum Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur: 22.
sebagian kecil memiliki hubungan pasangan seksual Gunung, Komang., Sumantera, Gusti Made., 2002.
selain dengan istri, dalam perilaku seksual tersebut Buku Pegangan Konselor HIV/AIDS. Jakarta;
sebagian kecil melakukan hubungan seksual satu AusAid: 61.
bulan sekali, dan sebagian kecil tidak menggunakan Kurniasih, Nuning., Manullang, Evida., Wardah dkk.,
kondom saat melakukan hubungan seksual selain 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-
dengan istri yang mengakibatkan kejadian HIV. 2006. Jakarta; Depkes RI: 1.
Niniek, Pratiwi., Basuki, Hari., 2010. Analisis
Saran Hubungan Perilaku Seks Pertamakali Tidak
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Aman pada Remaja Usia 15-24Tahun dan
terdapat beberapa masukan kepada pihak terkait Kesehatan Reproduksi. Surabaya; Universitas
guna menurunkan risiko terjadinya HIV. Salah Airlangga: 318.
satunya meningkatkan kegiatan pemberian motivasi Notoatmodjo, Sokidjo., 2007. Promosi Kesehatan
penerapan pengetahuan pada sopir angkutan dan Ilmu perilaku. Jakarta: Rineka Cipta: 133-
mengenai pencegahan HIV dengan menggunakan 139.
kondom ketika melakukan hubungan seksual Notoatmodjo, Sokidjo., 2010. Ilmu Perilaku
dengan selain istri, dan selalu aktif ikut serta dalam Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta: 26-33, 75-76
pemeriksaan VCT sampai dengan pemberian hasil Nursalam., Kurniawati, Ninuk Dian., 2007. Asuhan
dan konseling yang telah di selenggarakan oleh dinas Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
kesehatan Jakarta; Salemba Medika 47-51.
Bersama LSM dan pihak puskesmas. Dari Soewarso, Titi Indijati., Sumantri, Djumhana., Djalil,
hasil tersebut agar meningkatkan pemantauan hasil Syarifudin., 2006. AIDS Petunjuk Untuk Petugas
pemeriksaan VCT dan pemberian pembinaan pada Kesehatan. Jakarta; Depkes RI: 40-41
orang yang didapatkan hasil positive, agar bisa Sopiah., 2008. Perilaku Organisasi. Yogyakarta;
menurunkan kejadian HIV. C.V ANDI: 14.
STBP. 2007. Surveilans Terpadu Biologis Perilaku
Pada Kelompok Beresiko Tinggi di Indonesia
REFERENSI 2007. STBP.
AUSAID. 2002. Buku Pegangan Konselor HIV/ Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi
AIDS. Jakarta; AusAid: 61. Penulara, Pencegahan dan Pemberantasannya.
BAPPENAS. 2011. Laporan Pencapaian Tujuan Erlangga. Jakarta.
Pembangunan Millenium di Indonesia 2011; Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi
BAPPENAS: 69. Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya
BKKBN. 2012. Policy Brief. Surabaya; BKKBN edisi kedua. Erlangga. Jakarta.
Surabaya Provinsi Jawa Timur: 1.

Anda mungkin juga menyukai