Anda di halaman 1dari 53

DAFTAR ISI

Daftar isi.....................................................................................................................2

Skenario .....................................................................................................................3

Kata sulit ...................................................................................................................4

Pertanyaan dan jawaban ...........................................................................................5

Hipotesis ...................................................................................................................6

Sasaran belajar (learning objective) .........................................................................7

Daftar pustaka……………………………………………………………………..36

1
SKENARIO 2

BATUK
Seorang laki-laki, umur 40 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan batuk sejak 3 minggu
yang lalu. Keluhan baru pertama kali dirasakan pasien.

Dalam keluarga : Istri pasien sedang dalam pengobatan TB

Pemeriksaan fisik : tanda vital dalam batas normal, bentuk habitus atletikus, dan ada
ronkhi basah halus nyaring pada apeks paru kanan.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan laju endap darah tinggi.
Pemeriksaan sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA) +/-/+
Pemeriksaan foto toraks : ada infiltrat di apeks paru kanan.
Dokter memberi terapi obat anti tuberkulosis (OAT) kategori I dan menunjuk seorang
keluarganya sebagai pengawas minum obat (PMO)
Dokter juga menganjurkan anggota keluarga yang serumah untuk melakukan pemeriksaan
dan mengajarkan etika batuk untuk mencegah penularan penyakit.

2
KATA SULIT

1. Infiltrat
Menembus sela-sela jaringan atau bahan, bahan atau larutan yang diendapkan.
2. Habitus Atletikus
Bentuk tubuh olah ragawan, kepal dan dagu terangkat keatas, dada penuh, perut rata,
lengkung tulang belakang dalam batas normal.
3. Ronkhi Basah
Bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinu pada saat inspirasi.
4. Laju Endap Darah
Kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung uji dengan satuan mm/jam
5. BTA
Bakteri yang tahan asam, dan tahan terhadap dekolorisasi alkohol asam.
6. PMO
Orang yang mengawasi pasien untuk minum obat secara teratur

3
PERTANYAAN

1. Mengapa bisa terjadi bentuk habitus atletikus pada tubuh pasien?

2. Mengapa LED meningkat?

3. Mengapa terdapat infiltrat pada apex paru kanan?

4. Mengapa ditemukan ronkhi basah halus pada apex paru kanan?

5. Bakteri tahan asam apa yang di temukan pada pemeriksaan sputum?

6. Apa manifestasi klinik lain yang mugkin terjadi pada pasien?

7. Apa diagnosis dan prognosis pasien?

8. Mengapa perlu PMO pada kasus ini?

9. Mengapa dokter memberikan OAT kategori I?

10. Apa saja contoh OAT kategori I?

11. Berapa lama pemberian OAT?

12. Bagaimana etika batuk dalam islam?

13. Pemeriksaan lain apa yang dapat dilakukan?

14. Kapan waktu yang tepat untuk pengambilan sputum?

15. Apa faktor penyebab pasien terinfeksi?

JAWABAN

1. Bentuk tubuh masih normal karena baru merasakan keluhan selama 3 minggu.
2. Karena terjadi inflamasi akibat infeksi pada bagian alveolus.
3. Karena pada apex paru terdapat oksigen yang tinggi, tidak banyak bergerak dan
bakteri bersifat obligat aerob.
4. Karena adanya sekret dalam alveoli.
5. Mycobacterium Tuberculosis.
6. Gejala utama : batuk > 3 minggu dan demam
Gejala tambahan : Berat badan turun, sesak nafas, batuk berdarah, badan lemas,
tubuh habitus asthenicus
7. Diagnosis : TB Paru
Prognosis : Baik, jika ditangani dengan baik dan minum obat secara teratur.
8. Karena pasien harus rutin minum obat selama 6 bulan. 1 kali tertinggal harus
mengulang lagi dari awal.
9. Karena pasien baru didiagnosis TB Paru, BTA (+), dan foto torax (+).
10. Contoh obat : Rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, streptomisin.

4
11. Pemberian selama 6 bulan.
12. Ditutup dengan sarung tangan, lengan atas saat batuk.
13. Tes mantoux (biasanya efektif untuk anak), radiologi, PCR, aspirasi pleura,
ELISA.
14. Sewaktu (saat datang pertama kali ke dokter), Pagi (saat pagi hari setelah pergi
ke dokter), Sewaktu (saat kedatangan berikutnya ke dokter).
15. Lingkungan, imunitas, usia, gaya hidup.

5
HIPOTESIS

Tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri tahan asam mycobacterium


tuberculosis dengan gejala utama : batuk > 3 minggu dan demam, dan gejala
tambahan : berat badan turun, sesak nafas, batuk berdarah, badan lemas, tubuh
habitus asthenicus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk diagnosis tes
mantoux (biasanya efektif untuk anak), radiologi, PCR, aspirasi pleura, ELISA.
Dapat ditangani dengan pemberian OAT TB paru dapat disembuhkan dengan
penanganan baik dan pengobatan teratur yang dibantu dengan PMO.

6
SASARAN BELAJAR

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Pernafasan Bawah


1.1. Makroskopik
1.2. Mikroskopik

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan


2.1. Mekanisme Pernafasan Normal
2.2. Proses Pertukaran Udara Normal

LO.3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


3.1. Morfologi
3.2. Klasifikasi
3.3. Struktur dan Sifat
3.4. Cara Identifikasi

LO.4. Memahami dan Menjelaskan TB Paru


4.1. Definisi
4.2. Epidemiologi
4.3. Etiologi
4.4. Patofisiologi
4.5. Manifestasi Klinis
4.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
4.7. Pemeriksaan
4.8. Tatalaksana, farmako OAT
4.9. Prognosis
4.10. Pencegahan, Pencegahan Penularan
4.11. Penyuluhan TB Paru, PMO

LO.5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dan Membuang Ludah dalam Pandangan
Islam

7
1. Memahami dan Menjelaskan Saluran Pernafasan Bawah
1.1. Makroskopik

Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari : trakea, bronkus primer (bronchus
pricipalis), broncus sekunder (bronchus lobaris), bronkus tersier (bronchus segmentalis),
bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratory, ductus alveolaris, saccus alveolaris,
alveoli.

TRAKEA
Trachea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra torakal
ke-7 yang bercabang menjadi 2 bronkhus. Terletak di tengah-tengah leher sampai
incisura jugularis di belakang manubrium sternum masuk mediastinum superior. Ujung
cabang trachea disebut bifurcatio trakea. Trachea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan
memiliki panjang 12 cm pada pria dan 10 cm pada wanita yang terdiri dari 16-20 cincin.
Kartilago berbentuk huruf C dan pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak yang
mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).

BRONKUS
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V. Bronkus itu berjalan kebawah dan
kesamping kearah tampak paru–paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari
pada bronkus kiri, terdiri dari 6–8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9–12 cincin mempunyai 2
cabang. Bronkus principal bercabang–cabang menjadi bronkus lobaris kemudian
bronkus segmentalis.

8
Broncus dextra membentuk sudut 25 derajat dengan garis tengah, sedangkan broncus
sinistra 45 derajat. Jadi posisi broncus yang kanan lebih curam dari yang kiri. Dengan
posisi anatomi tersebut di atas maka benda asing dari trache lebih mudah masuk ke
broncus dextra dan mudah terjadi infeksi broncus (BRONCHITIS).

A. BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) :


a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior

2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :


a. Broncus segmentalis lateralis
b. Broncus segmentalis medialis
3. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior

B. BRONKUS SINISTRA

1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) :


b. Broncus segmentalis Apicoposterior
c. Broncus segmentalis Anterior
d. Broncus segmentalis Lingularis superior
e. Broncus segmentalis lingularis inferior
2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior

PULMO (PARU)

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai

9
tiga lobus( superior, media, inferior ) sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus
( superior, inferior ). Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Pemisah antar
lobus dektra disebut fisura obliq dan horizontal sedangkan pemisah antar lobus sinistra
disebut fisura obliq. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa sub bagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan
dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava,
pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar timus
terdapat pada mediastinum.

Hillus pulmonalis adalah suatu daerah lipatan pleura pada Facies mediastinalis, dimana
terjadinya peralihan dari pleura parietalis menjadi pleura Viseralis. Pada jaringan paru
bagian posterior di dapatkan jejas ( Alur ) Dari Alat alat yang lewat yang menekan
jaringan paru, Antara Lain : Mediastinum Posterior, Impressio cardiaca, Sulcus vena
cava. Sulcus aorta Thoracica, Sulcus Esophagia.

ALVEOLI
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru.
Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveolimerupakan kantong
udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorus
sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit alveoli (zona
respirasi) terdiri ats bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs
(kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2
diantara kapiler pulmoner dan alveoli.

DADA, DIAFRAGMA, DAN PLEURA


Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah
besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas
dada pada daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan
sternocleidomastoid. Diafragma terletak di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk
seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan saraf diafragma (Nervus Phrenicus)
terdapat pada susunan saraf spinal.

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam
yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru)
dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru. Diantara kedua pleura terdapat
cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-
paru.
Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas :
a. Pleura costalis : Melapisi iga
b. Pleura diafraghmaica : Melapisi diafhragma
c. Pleura Mediastinalis : Melapisi mediastinum
d. Pleura Cervicalis : Melapisi Apex paru

Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga
mencegah kolaps paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura
akan menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura
akan mengalami peradangan.

PERDARAHAN PARU

10
Bronchi, jaringan ikat paru, dan pleura visceralis menerima darah dari arteriae
bronchiales yang merupakan cabang aorta ascendens. Venae bronchiales (yang
berhubungan dengan venae pulmonales) mengalirkan darahnya ke vena azygos dan
vena hemiazygos.

Alveoli menerima darah terdeoksigenasi dari cabang-cabang terminal arteriae


pulmonales. Darah yang teroksigenasi meninggalkan kapiler-kapiler alveoli masuk ke
cabang-cabang venae pulmonales yang mengikuti jaringan ikat septa intersegmentalis
ke radix pulmonis. Dua venae pulmonales meninggalkan setiap radix pulmonis untuk
bermuara ke dalam atrium sinistrum cor

PERSARAFAN PARU
Serabut aferrent dan eferrent visceralis berasal dari truncus sympaticus dan serabut
parasympatiscus berasal dari nervus vagus.
1. Serabut Symphatis
Truncusympaticus kanan dan kiri memberikan cabang – cabang pada paru
membentuk plexus pulmonalis yang terletak didepan dan dibelakang broncus prim.
Fungsi saraf sympatis untuk merelaxasi tunica muscularis dan menghambat sekresi
bronchus.
2. Serabut Para-sympatis
Nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang – cabang pada plexus
pulmonalis kedepan dan kebelakang. Fungsi saraf parasympaticus untuk konstraksi
tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi broncus,
bronchokonstrinksi, vasodilatasi, dan peningkatan sekresi kelenjar.

1.2.Mikroskopik
TRAKEA
Dilapisi oleh mukosa respirasi, epitel bertingkat silindris. Ligamen fibroelastis dan
berkas-berkas otot polos (M. trakealis) terikat pada periostium dan menjembatani
kedua ujung bebas tulang rawan berbentuk C ini. Ligamen mencegah overdistensi dari
lumen,sedangkan muskulus memungkinkan lumen menutup.Kontraksi otot dan
penyempitan lumen trakea akibat bekerjanya refleks batuk.

11
12
BRONKUS DAN BRONKIOLUS

a. Bronkus
Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel
goblet. lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar
seromukous dan kartilago lebih pipih
b. Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan
beberapa sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil
bronkiolusnya epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil
terdapat sel clara yang menghasilkan surfaktan.
c. Epitel Bronkiolus terminalis
Kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia)
terdapat di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia
tersusun atas sel otot polos dan serabut elastic.
d. Bronkiolus respiratoris
Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki
sedikit sel clara dan memiliki lapisan otot polos.
e. Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis
gepeng, diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan
septum interalveolaris.

ALVEOLI
Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel
gepeng, didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara
dinding alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15
mm,disebut stigma alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum
Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop
elektron :
1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding
alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

13
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
2.1. Mekanisme Fisiologi Pernafasan
Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu
tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara.
Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi di dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula
struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring
partikel-partikel yang masuk.

Pengaturan Fisiologi Pernafasan


Respirasi dalam pengertian sebenarnya adalah pertukaran gas, dimana O 2 yang dibutuhkan
untuk metabolisme sel masuk ke dalam tubuh dan CO 2 yang dihasilkan dari metabolisme
tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk
metabolisme tubuh diperlukan usaha kerja pernapasan.

Pengendalian dan pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persyarafan, mekanisme


kimia, dan mekanisme non kimia. Sistem syaraf secara normal mengatur kecepatan
ventilasi alveolus hampir sama dengan permintaan tubuh, sehingga tekanan O2 darah arteri
(PO2) dan tekanan CO2 (PCO2) hampir tidak berubah bahkan selama latihan sedang sampai
berat dan kebanyakan stress pernapasan lainnya.

1. Pengendalian Pernapasan Oleh Sistem Persarafan


Pengaturan pernapasan oleh persarafan dilakukan oleh korteks cerebri, medulla
oblongata, dan pons.
a. Korteks Cerebri
Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter sehingga
memungkinkan kita dapat mengatur napas dan menahan napas. Misalnya pada saat
bicara atau makan.
b. Medulla oblongata
Terletak pada batang otak, berperan dalam pernapasan automatik atau spontan.
Pada kedua oblongata terdapat dua kelompok neuron yaitu Dorsal Respiratory
Group (DRG) yang terletak pada bagian dorsal medulla dan Ventral Respiratory
Group (VRG) yang terletak pada ventral lateral medula. Kedua kelompok neuron
ini berperan dalam pengaturan irama pernapasan. DRG terdiri dari neuron yang
mengatur serabut lower motor neuron yang mensyarafi otot-otot inspirasi seperti
otot intercosta interna dan diafragma untuk gerakan inspirasi dan sebagian kecil
neuron akan berjalan ke kelompok ventral. Pada saat pernapasan kuat, terjadi
peningkatan aktivitas neuron di DRG yang kemudian menstimulasi untuk
mengaktifkan otot-otot asesoris inspirasi, setelah inspirasi selesai secara otomatis
terjadi ekspirasi dengan menstimulasi otot-otot asesoris.
Kelompol ventral (VRG) terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi. Pada
saat pernafasan tenang atau normal kelompok ventral tidak aktif, tetapi jika

14
kebutuhan ventilasi meningkat, neuron inspirasi pada kelompok ventral diaktifkan
melalui rangsangan kelompok dorsal. Impuls dari neuron inspirasi kelompok
ventral akan merangsang motor neuron yang mensyarafi otot inspirasi tambahan
melalui N IX dan N X. Impuls dari neuron ekspirasi kelompok ventral akan
menyebabkan kontraksi otot-otot ekspirasi untuk ekspirasi aktif.
c. Pons
Pada pons terdapat 2 pusat pernapasan yaitu pusat apneutik dan pusat pnumotaksis.
Pusat apneutik terletak di formasio retikularis pons bagian bawah. Fungsi pusat
apneutik adalah untuk mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan ekspirasi
dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan menghambat
ekspirasi. Sedangkan pusat pneumotaksis terletak di pons bagian atas. Impuls dari
pusat pneumotaksis adalah membatasi durasi inspirasi, tetapi meningkatkan
frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan teratur, proses
inspirasi dan ekspirasi berjalan secara teratur pula.
2. Kendali Kimia
Banyak faktor yang mempengaruhi laju dan kedalaman pernapasan yang sudah diset
oleh pusat pernapasan, yaitu adanya perubahan kadar oksigen, karbon dioksida dan ion
hidrogen dalam darah arteri. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan kimia dan
menimbulkan respon dari sensor yang disebut kemoreseptor. Ada 2 jenis kemoreseptor,
yaitu kemoreseptor pusat yang berada di medulla dan kemoreseptor perifer yang berada
di badan aorta dan karotid pada sistem arteri.
a. Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam
darah arteri, cairan serebrospinal peningkatan ion hidrogen dengan merespon
peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan.
b. Kemoreseptor perifer, reseptor kimia ini peka terhadap perubahan konsentrasi
oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen. Misalnya adanya penurunan oksigen,
peningkatan karbon dioksida dan peningkatan ion hidrogen maka pernapasan
menjadi meningkat.
3. Pengaturan Oleh Mekanisme Non Kimiawi
Beberapa faktor non kimiawi yang mempengaruhi pengatuan pernapasan di antaranya :
pengaruh baroreseptor, peningkatan suhu tubuh, hormon epineprin, refleks hering-
breuer.
a. Baroreseptor, berada pada sinus kortikus, arkus aorta atrium, ventrikel dan
pembuluh darah besar. Baroreseptor berespon terhadap perubahan tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah arteri akan menghambat respirasi, menurunnya tekanan
darah arteri dibawah tekanan arteri rata-rata akan menstimulasi pernapasan.
b. Peningkatan suhu tubuh, misalnya karena demam atau olahraga maka secara
otomatis tubuh akan mengeluarkan kelebihan panas tubuh dengan cara
meningkatkan ventilasi.
c. Hormon epinephrin, peningkatan hormon epinephrin akan meningkatkan
rangsangan simpatis yang juga akan merangsang pusat respirasi untuk
meningkatkan ventilasi.
d. Refleks hering-breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
inspirasi mencapai batas tertentu terjadi stimulasi pada reseptor regangan dalam
otot polos paru untuk menghambat aktifitas neuron inspirasi. Dengan demikian
refleks ini mencegah terjadinya overinflasi paru-paru saat aktifitas berat.

2.2. Proses Pertukaran Udara Normal


Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu :
1. Menarik napas (inspirasi)

15
Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal).
Otot-otot tersebut diantaranya adalah M. Intercostalis Eksterna, M.
Sternocleidomastoideus, M. Serratus anterior & M. Scalenus

Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus
lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis kontraksi. Dengan demikian jarak antara
sternum dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura
akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.

2. Menghembus napas (ekspirasi)


Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk
menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur
lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar. Tetapi
setelah ekspirasi normal, kita pun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam
karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis.

Sistem respirasi bekerja melalui 3 tahapan yaitu :


1. Ventilasi
Terdapat 3 tekanan berbeda yang penting dalam ventilasi :
1) Tekanan Atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer terhadap benda-benda
dipermukaan bumi. Tekanan ini ± 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring
dengan penambahan ketinggian diatas permukaan laut.
2) Tekanan Intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus
3) Tekanan Intrapleura
Tekanan dalam kantung pleura, dikenal juga sebagai tekanan Intra toraks, yaitu
tekanan yang terjadi diluar paru. Tekanan intra pleura biasanya lebih kecil daripada
tekanan atmosfer, ± 756mmHg saat istirahat
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat
inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara
dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi
tekanan intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan

16
tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan
karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan
diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga
oleh surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel
sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan
permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air &
mencegah kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara
lapisan cairan dan udara.
2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah
pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari
tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam
keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.
3. Transportasi
Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan
karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh
sangat penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah
berirama medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari
pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi
dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit
inspirasi.

Volume dan kapasitas paru

Volume dan kapasitas paru dapat diukur:


a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada setiap
kali pernapasan normal. Besarnya ± 500 ml pada rata-rata orang dewasa kondisi
istirahat.
b. Volume Cadangan Inspirasi adalah volume udara ekstra yang diinspirasi setelah
volume tidal, dan biasanya mencapai ± 3000 ml.

17
c. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat dikeluarkan
dengan ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi normal, pada keadaan normal besarnya
± 1000 ml.
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-paru
setelah ekspirasi kuat. Besarnya ± 1200 ml.
e. Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 Detik (VEP 1), volume udara yang dapat
dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan KV.
Biasanya berkisar 80% dari KV; yaitu, dalam keadaan normal 80% udara yang
dapat dihembuskan secara paksa dari paru yang telah mengembang maksimal
dapat dihembuskan dalam satu detik. Pengukuran ini menunjukkan laju aliran
udara paru maksimal yang dapat dicapai.
f. Kapasitas Inspirasi, sama dengan volume tidal + volume cadangan inspirasi.
Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang
mulai pada tingkat ekspirasi normal dan mengembangkan paru sampai jumlah
maksimum.
g. Kapasitas Residu Fungsional, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume
residu. Besarnya ± 2200 ml, dan merupakan besarnya udara yang tersisa dalam
paru pada akhir eskpirasi normal.
h. Kapasitas Vital, sama dengan volume cadangan inspirasi + volume tidal + volume
cadangan ekspirasi. Besarnya ± 4500 ml, dan merupakan jumlah udara maksimal
yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara
maksimal dan kemudian mengeluarkannya sebanyak-banyaknya.
i. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya ±
5700 ml, adalah volume maksimal dimana paru dikembangkan sebesar mungkin
dengan inspirasi paksa.

3. Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis


3.1. Morfologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok,
berukuran panjang 1 sampai 4 µ dan lebar 0,2 sampai 0,8 µ, dapat ditemukan bentuk
sendiri maupun berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang
bersifat tidak bergerak, tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M.
tuberculosis tampak seperti manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6°C selama 15-20 menit.
b. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20°C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol
5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat.

3.2. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae

18
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

Spesies yang selalu dipertimbangkan sebagai pathogen


Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum
M.tuberculosis Manusia Paru-paru dan tuberkulosis
disseminate
M.leprae Manusia Leprosi
M.bovis Manusia dan ternak Penyakit mirip tuberculosis

Spesies yang potensial patogen terhadap manusia


Spesies Reservoir Manifestasi Klinis Umum
M.avium complex Tanah,air,unggas,burung,te Disseminata,paru-
rnak,dan lingkungan paru,sangat umum pada
AIDS
M.kansaii Air,ternak Paru-paru
M.africanum Manusia,kera Biakan paru-paru mirip
tuberculosis
M.genavense Manusia,burung Tidak diketahui
M.malmoense Tidak diketahui Paru-paru mirip
tuberculosis
M.marinum Ikan,air Nodul subkutaneus dan
abses
M.scrofulaceum Tanah,air,makanan yang Limfadenitis servikal
lemba
M.simiae Kera,air Pulmonary,disseminated
pada pasien AIDS
M.szulgai Tidak diketahui Pulmonary
M.ulcerans Manusia,lingkungan Nodul dan ulcer
subkutaneus
M.xenopi Air,burung Pulmonary

3.3. Struktur dan Sifat


3.3.1.Sifat
1. Mikrobakterium tidak dapat diklasifikasikan sebagi gram positif atau gram negatif
karena sekali diwarnai dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat dihilangkan
dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium, karenanya ia termasuk dalam bakteri tahan
asam.
2. Mikrobakterium cenderung lebih resisten terhadap faktor kimia dari pada bakteri yang
lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan bergerombol.
3. Mikrobakterium tidak menghasilkan kapsul atau spora; dinding selnya terdiri dari
peptidoglikan dan DAP; dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%.
4. Bakteri ini adalah bakteri aerob, karenanya pada kasus TBC biasanya mereka
ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
5. Mikrobakterium mendapat energi dari oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana.

19
6. Aktivitas biokimianya tidak khas, dan laju pertumbuhannya lebih lambat dari
kebanyakan bakteri lain karena sifatnya yang cukup kompleks dan dinding selnya yang
impermeable, sehingga penggandaannya hanya berlangsung setiap kurang lebih 18 jam.
7. Bentuk saprofit cenderung tumbuh lebih cepat, berkembang biak dengan baik pada
suhu 22-23oC, menghasilkan lebih banyak pigmen, dan kurang tahan asam dari pada
bentuk yang patogen.
8. Mikrobakterium cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.
3.3.2. Struktur
Dinding sel mycobacterium dapat menginduksi hipersensitifitas lambat dan beberapa
resistensi terhadap infeksi seta dapat menggantikan seluruh sel mikobakterium hanya
membangkitkan reaksi hipersensitivitas lambat pada binatang yang sebelumnya
disensitisasi.
a. Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang yang terdiri dari asam mikolat (asam lemak
rantai panjang C78-C90), lilin, dan fofat. Di dalam sel lipid banyak yang terikat
dengan protein dan polisakarida. Muramil peptide (peptidoglikan) yang mebuat
kompleks dengan asam mikolat dapat menyebabkan pembentukan granuloma;
fosfolipid penginduksi nekrosis kaseosa. Lipid pada beberapa hal bertanggung
jawab pada sifat asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang
panas menghancurkan sifat tahan asam pada bakteri ini, yang tergantung dari
integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat tahan asam juga dapat
dihilangkan setelah sinokasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh kromatografi
gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.
Strain virulen basil tuberkel membentuk “serpentine cords” mikroskopik; pada
bentuk ini basil tahan asam tersusun dalam untai parallel. Pembentukan cord
berkaitan dengan virulensi. Sebuah “factor cord” (trehalosa -6,6’- dimikolat) telah
diekstraksi dari basil virulen dengan petroleum eter. Factor ini menghambat migrasi
leukosit, menyebabkan granuloma kronis, dan dapat berfungsi sebagai “adjuvant”
imunologik
b. Protein
Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan
reaksi tuberculin. Protein berikatan dengan wax fraction can , setelah injeksi, akan
menginduksi sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang
pembentukan antibodi.
c. Polisakarida
Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam
pathogenesis penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi
hipersensitifitas tipe cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan
serum pasien yang terinfeksi.

3.4. Cara Identifikasi


Media untuk kultur primer mikobakteri sebaiknya mencakup media nonselektif dan
media selektif mengandung antibiotik untuk mencegah pertumbuhan berlebihan bkteri
dan jamur kontaminan. Terdapat tiga formulasi umum yang dapat diguakan baik untuk
media nonselektif dan media selektif.
1. Media agar semisintetik

20
Media ini mengandung garam tertentu, vitamin, kofaktor, oleic acid, albumin, katalse,
dan gliserol. Albumin menetralkan sifat toksik dan efek inhibitor asam lemak pada
spesimen atau medium.
Media ini digunakan untuk mengobservasi morfologi koloni, untuk tes resistensi dan
dengan tambahan antibiotik dan hijau malakit, sebagai media selektif.

21
2. Media telur kental
Media ini mengandung garam tertentu, gliserol dan substansi kompleks dan dengan
tambahan antibiotik bisa diguanakan sebagai media selektif.
3. Media kaldu
Biasanya mikobakteri tumbuh dalam gumpalan atau massa karena karakter hidrofobik
permukaan sel. Jika pada media ini ditambahkan tweens (ester asam lemak yang larut
air), tweens akaan membasahi permukaan dan memungkinkan pertumbuhan pada
media cair.

4. Memahami dan Menjelaskan TB Paru


4.1. Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis yang
bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
Terdapat perbedaan antara infeksi TB dengan sakit TB. Seorang anak yang positif
terinfeksi TB belum tentu menderita sakit TB. Pasien sakit TB perlu mendapat terapi obat
antituberkulosis (OAT), sedangkan infeksi TB tanpa sakit TB tidak memerlukan terapi
OAT. Pada kelompok risiko tinggi, pasien infeksi TB tanpa sakit TB, perlu mendapatkan
profilaksis.
4.2. Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO
mendeklarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia.
Indonesia adalah negri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah cina dan india.
Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India, dan Indonesia berturut turut 1.828.000,
1.414.000, 591.000 kasus. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga 1985 dan survey
kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking no 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 %. Berikut
survey mengenai prevalensi TB yang dilaksanakan di 15 provinsi Indonesia tahun 1979-
1982.

22
4.3. Etiologi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke hampir seluruh bagian
tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya terjadi 2-10
minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic
tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV.Bakteri yang
jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M.Avium.
4.4. Patofisiologi
Infeksi primer terjadi setelah seseorang menghirup Myobacterium tuberculosis. Setelah
melalui barier mukosilier saluran napas, kuman TB akan mencapai alveoli. Kuman akan
mengalami multiplikasi di paru, yang disebut sebagai focus Gohn. Melalui aliran limfe,
kuman TB akan mencapai kelenjar limfe hilus. Fokus Gohn dan limfadenopati hilus
membentuk kompleks primer TB. Melalui kompleks primer, kuman TB akan menyebar
melalui pembuluh darah ke seluruh tubuh.
Respon tubuh terhadap infeksi kuman TB berupa respon imun seluler hipersensitifitas tipe
lambat yang terjadi 4-6 minggu setelah terinfeksi. Banyaknya kuman TB serta kemampuan
daya tahan host menentukan perjalanan penyakit selanjutnya. Pada sebagian besar kasus,
respon imun tubuh dapat menghentikan multiplikasi kuman, sebagian kecil kuman
dorman.
Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon imun tidak dapat menghentikan
multiplikasi kuman sehingga host akan sakit beberapa bulan kemudian. Berdasar
penularannya maka tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 bentuk, yaitu: Tuberkulosis primer.
Terdapat pada anak-anak. Setelah 6-8 minggu akan mulai terbentuk mekanisme imunitas
dalam tubuh, sehingga test tuberkulin akan positif. Pada pasien ini akan terbentuk
kompleks primer TB dan selanjutnya dapat menyebar secara hematogen ke apeks paru
yang kaya oksigen. Reaktifasi dari tuberkulosis primer. Infeksi TB primer akan mengalami
reaktifasi terutama pada 2 tahun post infeksi primer maka keadaan ini disebut sebgai
tuberkulosis postprimer. Kuman akan disebarkan secara hematogen ke segmen apikal
posterior. Reaktifasi dapat kjuga terjadi melalui metastase hematogen ke berbagai jaringan
tubuh. Reinfeksi. Keadaan ini terjadi pada saat adanya penurunan imunitas tubuh atau
terjadi penularan secara terus-menerus oleh kuman TB dalam satu keluarga.

23
Gambar 4.1 Skema Patofisiologi Tuberkulosis Paru

4.5. Manifestasi Klinis


Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan
bersifat hilang timbul.
b. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening
yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang
disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.
c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu
saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini
akan keluar cairan nanah.
d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru
dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan
serologi/darah.

4.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding


4.6.1. Diagnosis
A. Diagnosis TB

24
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah:
A. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis
kelamin, ras, status pernikahan, agama dan pekerjaan.
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
a. Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
b. Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
c. Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
d. Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
e. Faktor-faktor yang memperberat keluhan.
f. Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
g. Analisis sistem yang menyertai keluhan utama (keluhan yang menyertai)

2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


3. Riwayat Kesehatan Keluarga
4. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan,
pekerjaan pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan (pola tidur, minum
alkohol atau merokok, obatobatan, aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi
kesehatan dan kepercayaan).
B. Pemeriksaan fisik.
C. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
D. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
E. Rontgen dada (thorax photo).
F. Uji tuberkulin.
B. Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu ataulebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis
langsung pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilaikeberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak untukpenegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi - Sewaktu (SPS):
S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
P (Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S (sewaktu):

25
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya.
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi over diagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit.
4.6.2. Diagnosis Banding
1. Bronkopneumonia : Gejala awal : Rinitis ringan, Anoreksia, Gelisah, jika berlanjut
sampai Demam, Malaise, Nafas cepat dan dangkal.
2. Kanker paru : Kanker paru-paru stadium dini seringkali tidak menunjukkan gejala
apapun. Tapi dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadiantara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
3. Pneumonia
4. Abses paru
5. Bronkiektasis
6. Pneumonia aspirasi

4.7. Pemeriksaan
ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan
bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi,
patologi anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN FISIK

26
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa
ronki basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.

PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada
pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS):
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan
mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan
auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode
konvensional, yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media
agar.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:
1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif
2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA
positif. Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

27
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai
berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura

SUSPEK TB PARU

28
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara
lain:
1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric
2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan
pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah
uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat
sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)
kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum
abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi
paru terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu
sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi
untuk dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa

Tes Serologi
Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis
adalah Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri

29
pengenceran serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif,
yang berarti proses tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam “Screening TBC”. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan
uji tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang
menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%,
4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat
bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux
lebih sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada ½ bagian atas
lengan bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 5–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

4.8. Tata Laksana


A. OAT GENERASI I
1. ISONIAZIDA (H)
Identitas
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Isoniazida 100 mg dan 300
mg / tablet Nama lain Isoniazida : Asam Nicotinathidrazida; Isonikotinilhidrazida;
INH
Dosis
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg per berat
badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang dewasa
sesuai dengan petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya. Umumnya dipakai
bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa dipakai
300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900 mg,
kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu. Untuk anak dengan dosis 10 20 mg per
kg berat badan. Atau 20 – 40 mg per kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali
seminggu.
Indikasi
Obat ini diindikasikan untuk terapi semua bentuk tuberkulosis aktif, disebabkan
kuman yang peka dan untuk profilaksis orang berisiko tinggi mendapatkan infeksi.
Dapat digunakan tunggal atau bersama-sama dengan antituberkulosis lain.
Kontraindikasi
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus, termasuk
demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi : kehamilan(kecuali
risiko terjamin).
Kerja Obat

30
Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari
pertama pengobatan.
Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang
berkembang. Mekanisme kerja berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid,
yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri.
Dinamika/Kinetika Obat
Pada saat dipakai Isoniazida akan mencapai kadar plasma puncak dalam 1 – 2 jam
sesudah pemberian peroral dan lebih cepat sesudah suntikan im; kadar berkurang
menjadi 50 % atau kurang dalam 6 jam. Mudah difusi kedalam jaringan tubuh, organ,
atau cairan tubuh; juga terdapat dalam liur, sekresi bronkus dan cairan pleura,
serobrosfina, dan cairan asitik. Metabolisme dihati, terutama oleh karena asetilasi dan
dehidrazinasi(kecepatan asetilasi umumnya lebih dominan ). Waktu paro plasma 2-4
jam diperlama pada insufiensi hati, dan pada inaktivator ”lambat”. Lebih kurang 75-
95 % dosis diekskresikan di kemih dalam 24 jam sebagai metabolit, sebagian kecil
diekskresikan di liur dan tinja. Melintasi plasenta dan masuk kedalam ASI.

31
Interaksi
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi
mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan
obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan
dapat menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin
adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid.
Isofluran, parasetamol dan Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas, antasida
dan adsorben menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP,
menghambat metabolisme karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan
kadar plasma teofilin.
Efek Rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid, sehingga efek keseluruhan
dari kombinasi isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya konsentrasi dari
obat-obatan tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin
Efek Samping
Efek samping dalam hal neurologi: parestesia, neuritis perifer, gangguan
penglihatan, neuritis optik, atropfi optik, tinitus, vertigo, ataksia, somnolensi,
mimpi berlebihan, insomnia, amnesia, euforia, psikosis toksis, perubahan tingkah
laku, depresi, ingatan tak sempurna, hiperrefleksia, otot melintir,
konvulsi.Hipersensitifitas demam, menggigil, eropsi kulit (bentuk morbili,mapulo
papulo, purpura, urtikaria), limfadenitis, vaskulitis, keratitis. Hepatotoksik: SGOT
dan SGPT meningkat, bilirubinemia, sakit kuning, hepatitis fatal. Metaboliems
dan endrokrin: defisiensi Vitamin B6, pelagra, kenekomastia, hiperglikemia,
glukosuria, asetonuria, asidosis metabolik, proteinurea. Hematologi:
agranulositosis, anemia aplastik, atau hemolisis, anemia, trambositopenia.
Eusinofilia, methemoglobinemia. Saluran cerna: mual, muntah, sakit ulu hati,s
embelit. Intoksikasi lain: sakit kepala, takikardia, dispenia, mulut kering, retensi
kemih (pria), hipotensi postura, sindrom seperti lupus, eritemamtosus, dan
rematik.
Peringatan/Perhatian
Diperingatkan hati-hati jika menggunakan Isoniazid pada sakit hati kronik,
disfungsi ginjal, riwayat gangguan konvulsi.
Perlu dilakukan monitoring bagi peminum alkohol karena menyebabkan hepatitis,
penderita yang mengalami penyakit hati kronis aktif dan gagal ginjal, penderita
berusia lebih dari 35 tahun, kehamilan, pemakaian obat injeksi dan penderita
dengan seropositif HIV. Disarankan menggunakan Piridoksin 10-2 mg untuk
mencegah reaksi adversus.
Overdosis.
Gejala yang timbul 30 menit sampai 3 jam setelah pemakaian berupa mual,
muntah, kesulitan berbicara, gangguan penglihatan atau halusinasi, tekanan
pernafasan dan SSP, kadang kadang asidosis, asetonurea, dan hiperglikemia pada
pemeriksaan laboratorium
Penanganan penderita asimpatomimetik dilakukan dengan cara memberikan
karbon aktif, mengosongkan lambung, dan berikan suntikan IV piridoksin sama
banyak dengan isoniazid yang diminum, atau jika tidak diketahui, berikan 5 gram
suntikan piridoksin selama 30-60 menit untuk dewasa, dan 80 mg / kg berat badan
untuk anak anak.
Sedangkan penanganan penderita simpatomimetik, ditangani dengan memastikan
pernafasan yang cukup, dan berikan dukungan terhadap kerja jantung. Jika jumlah
Isoniazid diketahui, berikan infus IV piridoksin dengan lambat 3 – 5 menit,
dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah isoniazid. Jika tidak diketahui

32
jumlah isoniazid, berikan infus IV 5 gram piridoksin untuk dewasa dan 80 mg / kg
berat badan untuk anak anak.

Informasi Untuk Penderita


Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang :
1. Alergi yang pernah dialami,
2. Penggunaan obat lain bila menggunakan Isoniazid ( lihat Interaksi)
Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat
ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan , yakni :
a. Jika obat dalam bentuk cair seperti sirup, agar menggunakan takaran yang tepat
sesuai petunjuk dalam kemasan obat.
b. Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau
petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila
lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya
c. Dapat dianjurkan menggunakan Vitamin B6 untuk mengurangi pengaruh efek
samping.
d. Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan
kepada petugas, harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika
lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minumk obat seharusnya.
Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka
minum obat sesuai dengan waktu/dosis berikutnya.
e. Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain
misalnya pada pagi hari.
f. Jangan makan keju, ikan tuna dan sardin karena mungkin menimbulkan reaksi.
g. Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami kulit gatal,
merasakan panas, sakit kepala yang tidak tertahankan, atau kesulitan melihat
cahaya, kurang nafsu makan, mual, muntah, merasa terbakar, pada tangan dan
kaki.
h. Menghindari meminum alokhol
i. Bagi penderita diabetes, agar diberitahu, sebab dapat mempengaruhi pemeriksaan
kadar gula dalam air seni yakni hasil palsu.
Penyimpanan Obat Yang Benar
Obat ini harus disimpan :
a. Jauh dari jangkauan anak –anak.
b. Dihindari dari panas dan cahaya langsung
c. Simpan ditempat kering dan tidak lembab
d. Untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas.

2. RIFAMPISIN
Identitas
Sediaan dasar yang ada adalah tablet dan kapsul 300 mg, 450 mg, 600 mg
Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau 600
mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti
tuberkulosis lain. Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter / tenaga
kesehatan lain berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari
maupun 2-3 kali seminggu. Biasanya diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan.
Anjuran Ikatan Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg
untuk 10 – 20 kg, dan 300 mg untuk 20 -33 kg.
Indikasi

33
Di Indikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan
antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang
Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak dapat
dibunuh oleh isoniazid.
Mekanisme kerja, Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri
Ribose Nukleotida Acid (RNA)-polimerase sehingga sintesis RNA terganggu.
Dinamika / Kinetika Obat
Obat ini akan mencapai kadar plasma puncak (berbeda beda dalam kadar) setelah
2-4 jam sesudah dosis 600 mg, masih terdeteksi selama 24 jam. Tersebar merata
dalam jaringan dan cairan tubuh, termasuk cairan serebrosfinal, dengan kadar
paling tinggi dalam hati, dinding kandung empedu, dan ginjal. Waktu paruh
plasma lebih kurang 1,5- 5 jam( lebih tinggi dan lebih lama pada disfungsi hati,
dan dapat lebih rendah pada penderita terapi INH). Cepat diasetilkan dalam hati
menjadi emtablit aktif dan tak aktif; masuk empedu melalui sirkulasi enterohepar.
Hingga 30 % dosis diekskresikan dalam kemih, lebih kurang setengahnya sebagai
obat bebas. Meransang enzim mikrosom, sehingga dapat menginaktifkan obat
terentu. Melintasi plasenta dan mendifusikan obat tertentu kedalam hati.
Interaksi
Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon, absorpsi dikurangi
oleh antasida, mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari
dizopiramid, meksiletin, propanon dan kinidin, mempercepat metabolisme
kloramfenikol, nikumalon, warfarin, estrogen,teofilin, tiroksin, anti depresan
trisiklik, antidiabetik (mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil
urea), fenitoin, dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin,
haloperidol, indinafir, diazepam, atofakuon, betabloker(propanolol),diltiazem,
nifedipin, verapamil, siklosprosin, mengurangi khasiat glukosida jantung,
mengurangi efek kostikosteroid, flufastatin
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang
dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu
ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah
Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang berinteraksi: diantaranya : protease
inhibitor, antibiotika makrolid, levotiroksin, noretindron, warfarin, siklosporin,
fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, nortriptilin, alprazolam, diazepam,
midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya.
Efek Samping
Efek samping pada Saluran cerna ; rasa panas pada perut, sakit epigastrik, mual,
muntah, anoreksia, kembung, kejang perut, diare, SSP: letih rasa kantuk, sakit
kepala, ataksia, bingung, pening, tak mampu berfikir, baal umum, nyeri pada
anggota, otot kendor, gangguan penglihatan, ketulian frekuensi rendah sementara (
jarang). Hipersensitifitas: demam, pruritis, urtikaria, erupsi kulit, sariawan mulut
dan lidah, eosinofilia, hemolisis, hemoglobinuria, hematuria, insufiensi ginjal,
gagal ginjal akut( reversibel). Hematologi: trombositopenia, leukopenia transien,
anemia, termasuk anemia hemolisis.Intoksikasi lain: Hemoptisis, proteinurea
rantai rendah, gangguan menstruasi, sindrom hematoreal.
Peringatan/Perhatian
Keamanan penggunaan selama kehamilan, dan pada anak anak usia kurang 5
tahun belum ditetapkan. Hati hati penggunaan pada : penyakit hati, riwayat
alkoholisma, penggunaan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain.

34
Overdosis
Gejala yang kadang kadang timbul adalah mual, muntah, sakit perut, pruritus,
sakit kepala, peningkatan bilirubin, coklat merah pada air seni, kulit, air liur, air
mata, buang air besar, hipotensi, aritmia ventrikular.
Pemberian dosis yang berlebih pada Ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pada
kelahiran berhubungan dengan masalah tulang belakang ( spina bifida)
Penanganan mual dan muntah dengan memberikan karbon aktif, dan pemberian
anti emetik. Pengurangan obat dengan cepat dari tubuh diberikan diuresis dan
kalau perlu hemodialisa.

Informasi Untuk Penderita


Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang
1. Alergi yang pernah dialami,
2. Penggunaan obat lain bila menggunakan Rifampisin ( lihat Interaksi)
Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat
ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan , yakni
a. Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau
petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila
lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya
b. Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan
kepada petugas,
c. Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa
segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi
jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke
waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan waktu / dosis berikutnya.
d. Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain
misalnya pada pagi hari.
e. Beritahukan kepada dokter / petugas kala sedang hamil, karena penggunaan pada
minggu terakhir kehamilan dapat menyebabkan pendarahan pada bayi dan ibu.
f. Beritahukan kepada dokter / petugas kesehatan lain kalau sedang meminum obat
lain karena ada kemungkinan interaksi.
Obat ini dapat menyebabkan kencing, air ludah, dahak, dan air mata akan menjadi
coklat merah.
a. Bagi yang menggunakan lensa kontak ( soft lense), disarankan
untuk melepasnya, karena akan bereaksi atau berubah warna.
b. Bagi peminum alkohol atau pernah / sedang berpenyakit hati agar
menyampaikan juga kepada dokter / tenaga kesehatan lain karena
dapat meningkatkan efek samping.
c. Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami
efek samping berat ( lihat efek samping)
d. Jika akan melakukan pemeriksaan diagnostik kencing dan
darah, beritahukan bahwa sedang meminum Rifampisin
kepada petugas laboratorium atau dokter dan tenaga kesehatan
lain karena kadang-kadang akan mempengaruhi hasil
pemeriksaan.
Penyimpanan Obat Yang Benar
Obat ini harus disimpan :
a. Jauh dari jangkauan anak –anak.
b. Dihindari dari panas dan cahaya langsung
c. Simpan ditempat kering dan tidak lembab

35
d. Jangan disimpan obat yang berlebih atau obat yang dibatalkan
penggunaannya.

3. PIRAZINAMIDA
Identitas.
Sediaan dasar Pirazinamid adalah Tablet 500 mg/tablet.
Dosis
Dewasa dan anak sebanyak 15 – 30 mg per kg berat badan, satu kali sehari. Atau
50 – 70 mg per kg berat badan 2 – 3 kali seminggu. Obat ini dipakai bersamaan
dengan obat anti tuberkulosis lainnya.
Indikasi
Digunakan untuk terapi tuberkulosis dalam kombinasi dengan anti tuberkulosis
lain.
Kontraindikasi
terhadap gangguan fungsi hati parah, porfiria, hipersensitivitas.
Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam.
Mekanisme kerja, berdasarkan pengubahannya menjadi asam pyrazinamidase
yang berasal dari basil tuberkulosa.
Dinamika / Kinetika Obat
Pirazinamid cepat terserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak dalam darah
lebih kurang 2 jam, kemudian menurun. Waktu paro kira-kira 9 jam.
Dimetabolisme di hati. Diekskresikan lambat dalam kemih, 30% dikeluarkan
sebagai metabolit dan 4% tak berubah dalam 24 jam.
Interaksi
bereaksi dengan reagen Acetes dan Ketostix yang akan memberikan warna ungu
muda – sampai coklat.
Efek Samping
Efek samping hepatotoksisitas, termasuk demam anoreksia, hepatomegali, ikterus;
gagal hati; mual, muntah, artralgia, anemia sideroblastik, urtikaria.
Keamanan penggunaan pada anak-anak belum ditetapkan. Hati-hati penggunaan
pada: penderita dengan encok atau riwayat encok keluarga atau diabetes melitus;
dan penderita dengan fungsi ginjal tak sempurna; penderita dengan riwayat tukak
peptik.
Peringatan/Perhatian
Hanya dipakai pada terapi kombinasi anti tuberkulosis dengan pirazinamid ,
namun dapat dipakai secara tunggal mengobati penderita yang telah resisten
terhadap obat kombinasi.
Obat ini dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan
hiperurikemia. Jadi penderita yang diobati pirazinamid harus dimonitor asam
uratnya.
Overdosis
Data mengenai over dosis terbatas, namun pernah dilaporkan adanya fungsi
abnormal dari hati, walaupun akan hilang jika obat dihentikan.

Informasi Untuk Penderita


Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang
1. Alergi yang pernah dialami,
2. Penggunaan obat lain bila menggunakan Pirazinamid( lihat Interaksi)

36
Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat
ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan , yakni :
a. Obat ini harus diminum sampai selesai sesuai dengan kategori penyakit atau
petunjuk dokter / petugas kesehatan lainnya, dan diupayakan agar tidak lupa. Bila
lupa satu hari, jangan meminum dua kali pada hari berikutnya
b. Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu diberitahukan berat badan
kepada petugas,
c. Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa
segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi
jika lewat waktu sudah jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat
sesuai dengan waktu / dosis berikutnya.
d. Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain
misalnya pada pagi hari.
e. Bagi penderita diabetes, agar diberitahu, sebab dapat mempengaruhi pemeriksaan
kadar keton dalam air seni yakni hasil palsu.
f. Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika merasakan sakit pada
sendi, kehilangan nafsu makan, atau mata menjadi kuning.
Penyimpanan Obat Yang Benar
Obat ini harus disimpan :
a. Jauh dari jangkauan anak –anak.
b. Dihindari dari panas dan cahaya langsung
c. Simpan ditempat kering dan tidak lembab
d. Untuk sediaan cairan seperti sirup agar tidak disimpan didalam kulkas.

4. ETAMBUTOL
Identitas
Sediaan dasarnya adalah tablet dengan nama generik Etambutol-HCl 250 mg, 500
mg/tablet.
Dosis
Untuk dewasa dan anak berumur diatas 13 tahun, 15 -25 mg mg per kg berat
badan, satu kali sehari. Untuk pengobatan awal diberikan 15 mg / kg berat badan,
dan pengobatan lanjutan 25 mg per kg berat badan. Kadang kadang dokter juga
memberikan 50 mg per kg berat badan sampai total 2,5 gram dua kali seminggu.
Obat ini harus diberikan bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Tidak
diberikan untuk anak dibawah 13 tahun dan bayi .

37
Indikasi
Etambutol digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkulosis dengan obat lain,
sesuai regimen pengobatan jika diduga ada resistensi. Jika risiko resistensi rendah,
obat ni dapat ditinggalkan. Obat ini tidak dianjurkan untuk anak-anak usia kurang
6 tahun, neuritis optik, gangguan visual.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap etambutol seperti neuritis optik.
Kerja Obat
Bersifat bakteriostatik, dengan menekan pertumbuhan kuman TB yang telah
resisten terhadap Isoniazid dan streptomisin.
Mekanisme kerja, berdasarkan penghambatan sintesa RNA pada kuman yang
sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic acid pada dinding
sel.
Dinamika/Kinetika Obat
Obat ini diserap dari saluran cerna. Kadar plasma puncak 2-4 jam; ketersediaan
hayati 77+ 8%. Lebih kurang 40% terikat protein plasma. Diekskresikan terutama
dalam kemih. Hanya 10% berubah menjadi metabolit tak aktif. Klearaesi 8,6% +
0,8 % ml/menit/kg BB dan waktu paro eliminasi 3.1 + 0,4 jam. Tidak penetrasi
meninge secara utuh, tetapi dapat dideteksi dalam cairan serebrospina pada
penderita dengan meningetis tuberkulosa
Interaksi
Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi
absorpsi etambutol. Jika dieprlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak
beberapa jam.
Efek Samping
Efek samping yang muncul antara lain gangguan penglihatan dengan penurunan
visual, buta warna dan penyempitan lapangan pandang. Gangguan awal
penglihatan bersifat subjektif; bila hal ini terjadi maka etambutol harus segera
dihentikan. Bila segera dihentikan, biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Reaksi
adversus berupa sakit kepala, disorientasi, mual, muntah dan sakit perut.
Peringatan/Perhatian
Jika Etambutol dipakai, maka diperlukan pemeriksaan fungsi mata sebelum
pengobatan. Turunkan dosis pada gangguan fungsi ginjal; usia lanjut; kehamilan;
ingatkan penderita untuk melaporkan gangguan penglihatan
Etambutol tidak diberikan kepada penderita anak berumur dibawah umur 6 tahun,
karena tidak dapat menyampaikan reaksi yang mungkin timbul seperti gangguan
penglihatan.

Informasi Untuk Penderita.


Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang
1. Alergi yang pernah dialami karena etambutol,
2. Penggunaan obat lain bila menggunakan Etambutol( lihat Interaksi)
Penderita perlu diberikan informasi tentang cara penggunaan yang baik dari obat
ini dan kemungkinan reaksi yang akan dirasakan, yakni:
a. Obat ini diminum dengan makanan atau pada saat perut isi
b. Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu
diberitahukan perubahan berat badan kepada petugas,
c. Harus dipakai setiap hari atau sesuai dengan dosis, namun jika
lupa segera minum obat jika waktunya dekat ke waktu minum
obat seharusnya. Tetapi jika kalau lewat waktu sudah jauh, dan

38
dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuai dengan
waktu / dosis berikutnya.
d. Minum sesuai jadwal yang diberitahukan oleh dokter atau petugas
kesehatan lain misalnya pada pagi hari.
e. Sampaikan kepada dokter / petugas kesehatan lain jika mengalami
rasa sakit pada sendi, sakit pada mata, gangguan penglihatan,
demam, merasa terbakar. Khusus untuk gangguan mata dapat
menghubungi dokter mata.
Penyimpanan Obat Yang Benar
Obat ini harus disimpan :
a. Jauh dari jangkauan anak –anak.
b. Dihindari dari panas dan cahaya langsung
c. Simpan ditempat kering dan lembab.

5. STREPTOMISIN
Identitas
Sediaan dasar serbuk Streptomisin sulfat untuk Injeksi 1,5 gram / vial berupa
serbuk untuk injeksi yang disediakan bersama dengan Aqua Pro Injeksi dan Spuit
Dosis
Obat ini hanya digunakan melalui suntikan intra muskular, setelah dilakukan uji
sensitifitas.Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa adalah 15 mg per kg berat
badan maksimum 1 gram setiap hari, atau 25 – 30 mg per kg berat badan,
maksimum 1,5 gram 2 – 3 kali seminggu. Untuk anak 20 – 40 mg per kg berat
badan maksimum 1 gram satu kali sehari, atau 25 – 30 mg per kg berat badan 2 –
3 kali seminggu. Jumlah total pengobatan tidak lebih dari 120 gram.
Indikasi.
Sebagai kombinasi pada pengobatan TB bersama isoniazid, Rifampisin, dan
pirazinamid, atau untuk penderita yang dikontra indikasi dengan 2 atau lebih obat
kombinasi tersebut.
Kontraindikasi
hipersensitifitas terhadap streptomisin sulfat atau aminoglikosida lainnya.
Kerja Obat
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang sedang membelah. Mekanisme
kerja berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan
pada RNA ribosomal.
Dinamika / Kinetika Obat
Absorpsi dan nasib Streptomisn adalah kadar plasma dicapai sesudah suntikan im
1 – 2 jam, sebanyak 5 – 20 mcg/ml pada dosis tunggal 500 mg, dan 25 – 50
mcg/ml pada dosis 1. Didistribusikan kedalam jaringan tubuh dan cairan otak, dan
akan dieliminasi dengan waktu paruh 2 – 3 jam kalau ginjal normal, namun 110
jam jika ada gangguan ginjal.
Interaksi
Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, Sisplatin
menaikkan risiko nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan
ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat meningkatkan risiko hipokalsemia,
toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler, diuretika kuat
meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksan otot
yang non depolarising, melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan
piridostigmin.
Efek Samping

39
Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g, yang hanya boleh
dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus.
Peringatan/Perhatian
Peringatan untuk penggunaan Streptomisin : hati hati pada penderita gangguan
ginjal, Lakukan pemeriksaan bakteri tahan asam, hentikan obat jika sudah negatif
setelah beberapa bulan. Penggunaan intramuskuler agar diawasi kadar obat dalam
plasma terutama untuk penderita dengan gangguan fungsi ginjal

Informasi Untuk Penderita


Sebelum menggunakan obat ini penderita perlu ditanyakan tentang
1. Alergi yang pernah dialami,
2. apakah dalam keadaan hamil atau tidak, karena ada risiko
gangguan pendengaran dan gangguan ginjal untuk bayi
3. Perhatian untuk anak ada kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran dan ginjal.
4. Orang tua ada kemungkinan mengalami gangguan pendengaran
dan ginjal.
5. Penggunaan obat lain bila menggunakan Streptomisin (lihat Interaksi)
Penderita perlu diberikan informasi tenang cara penggunaan yang baik dari obat
ini, yakni
a. Harus disesuaikan dengan berat badan, sehingga perlu
diberitahukan berat badan kepada petugas,
b. Harus dipakai setiap hari ( atau berdasarkan petunjuk dokter)
diupayakan datang ke petugas untuk di suntik pada jam yang
sama.
Penyimpanan Obat Yang Benar
Obat ini harus disimpan :
a. Dihindari dari panas dan cahaya langsung
b. Jangan disimpan obat yang berlebih, obat yang sudah dilarutkan dalam air untuk
injeksi atau obat yang dibatalkan penggunaannya.
B. PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS
1. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic
dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan
dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat
penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita
TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat
merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu
danbayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan
pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat
badannya.
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk
KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB

40
sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan
pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah
dengan mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai
berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan
Streptomisin harus memperhatikan Prinsip-prinsip Universal
Precaution(Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien TB-HIV
sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK untuk menjaga kepatuhan
pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu
dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing = Konsul
sukareladengan test HIV).
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan
Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3
bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan
Isoniasid (H)selama 6 bulan.
6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak
diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya
kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan
ketat.Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan
OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.
7. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu
dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat
diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.
Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari
penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan
faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis
yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal
ginjal adalah 2HRZ/4HR.
8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat
oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan.
Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB,
dilanjutkan dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi
komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian
etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut.
9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa
pasien seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.

41
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian
diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.
10. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara
konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulangyang disertai
kelainan neurologik.

4.9. Prognosis
Bila tidak menerima pengobatan spesifik (Grzybowsky, 1976) :
a. 25% meninggal dunia dalam 18 bulan
b. 50% meninggal dalam 5 tahun
c. 8-12.5 % menjadi chronic exeretors, yakni terus-menerus mengeluarkan basil TB dalam
sputumnya (sumber penularan)
Sisanya mengalami kesembuhan dengan spontan dengan bekas berupa proses fibrotik dan
perkapuran
Bila diberikan pengobatan spesifik (sesuai aturan sebenarnya) :
Pengobatan spesifik hanya membunuh basil TB saja, namun kelainan paru yang sudah ada
pada saat pengobatan spesifik dimulai tidak akan hilang sehingga keluhan-keluhan yang
disebabkannya belum tentu hilang secara sempurna saat terapi spesifik selesai, bahkan
dapat bertahan selama hidup. Bila diberikan pengobatan spesifik (tidak memenuhi syarat)
penderita tidak akan sembuh, dan basil TB yang tadinya resisten terhadap obat-obatan
yang dipakai akan menjadi resisten. Akibatnya penderita sukar disembuhkan dan
menularkan basil-basil resisten pada sekelilingnya.

CDR:Jumlah Kasus
SR: Total Penyembuhan

42
4.10. Pencegahan
Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Environment
dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan Primer
Dengan promisi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif,
walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan
standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi.
Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi :
1. Imunisasi aktif, melalui vaksinasi Basil Calmette Guerin (BCG) secara
nasional dan internasional pada daerah dengan kejadian tinggi dan orang tua
penderita atau berisiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan
tergantung Host tambahan dan Environment
2. Chemoprophylaxis, obat anti TBC yang dinilai terbukti ketika kontak
dijalankan dan tetap harus dikombinasikan dengan pasteurisasi produk ternak
3. Pengontrolan Faktor Prediposisi, yang mengacu pada pencegahan dan
pengobatan diabetes, silicosis, malnutrisi, sakit kronis dan mental.
b. Pencegahan Sekunder
Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus
TBC yang timbul dengan 3 komponen utama : Agent, Host dan Environment.
Kontrol pasien dengan deteksi dini penting untuk kesuksesan aplikasi modern
kemoterapi spesifik, walau terasa berat baik dari finansial, materi maupun
tenaga. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan indikator anak yang
terinfeksi TBC sebagai pusat, sehingga pengobatan dini dapat diberikan. Selain
itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk
seleksi dari petunjuk yang paling efektif.
Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC,
dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif.
Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan
cermat mengungkapkan investigasi epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa
kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap epidemic TBC. Melalui
usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus
dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.
c. Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai
dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian
diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal
pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu.
Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan
untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi.

43
4.11. Penyuluhan TB Paru
4.11.1. Predisposisi TB Paru
Terdapat beberapa faktor yang memicu berkembangnya penyakit TB pada
kelompok masyarakat. Media penularan melalui udara dapat mempercepat
proses penularan penyakit ini. Biasanya seorang penderita dapat menularkan
pada saat terjadi ekspirasi paksa seperti batuk, bersin, ketawa keras dan
sebagainya. Tidak semua orang yang sudah terkontaminasi atau terpapar
dengan bakteri penyebab TB akan menjadi sakit. Faktor-faktor yang erat
hubungannya dengan terjadinya infeksi basil TB adalah sumber penularan,
jumlah basil, virulensi basil dan daya tahan tubuh seseorang, dalam hal ini
ketahanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, faali, jenis kelamin,
usia dan faktor lingkungan (nutrisi, perumahan dan pekerjaan). Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB pada kelompok masyarakat
diantaranya : faktor predisposisi (status gizi, imunisasi, HIV, diabetes melitus
dan pendidikan), faktor pendukung (lingkungan rumah, sosial ekonomi,
fasilitas dan sarana kesehatan), faktor pendorong (gaya hidup dan prilaku
masyarakat) serta lainnya (umur dan jenis klamin).

a. Umur

Umur merupakan faktor resiko terhadap kejadian TB. Sekitar 75% pasien
TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis yaitu
pada umur 15 – 50 tahun. Berdasarkan hasil penelitian pada semua
penderita TB yang menjalani pengobatan di Puskesmas Sedati didapatkan
bahwa penderita TB terbanyak pada usia 20 – 54 tahun (81,4%) yang
merupakan usia produktif, kemudian pada usia lebih dari 54 tahun (11,6%)
dan kurang dari 20 tahun (7%).

Pada usia produktif mayoritas orang banyak menghabiskan waktu dan


tenaga untuk bekerja, dimana tenaga banyak terkuras serta waktu istirahat
kurang sehingga daya tahan tubuh menurun ditambah lagi dengan
lingkungan kerja yang padat dan berhubungan dengan banyak orang yang
kemungkinan sedang menderita TB. Kondisi kerja seperti ini
memudahkan seseorang pada usia produktif lebih berpeluang terinfeksi
TB.

b. Jenis kelamin

Pada umumnya penderita TB lebih banyak terjadi pada laki-laki


dibandingkan pada perempuan. Berdasarkan hasil survei yang di lakukan
pada seluruh penderita TB di Kabupaten Karo didapatkan bahwa penderita
TB pada laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu
60,4% pada laki-laki dan 22% pada perempuan. Hal ini disebabkan karena
pada umumnya seorang laki-laki dituntut bekerja lebih keras untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari terutama yang berusia produktif,
bahkan terkadang masih ada yang bekerja meskipun sudah tua.
Dibandingkan dengan seorang perempuan yang pada umumnya terinfeksi
TB setelah persalinan akibat proses persalinan yang kurang bersih atau
terinfeksi HIV yang mengakibatkan kekebalan tubuh menurun. Angka
kejadian TB pada laki-laki cukup tinggi pada semua usia, tetapi pada

44
perempuan angka kejadian TB cenderung menurun setelah melampaui
usia subur. Selain itu, laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB. Kebiasaan merokok
meningkatkan resiko untuk terinfeksi TB paru sebanyak 2,2 kali.

c. Diabetes melitus dan HIV

Diabetes melitus dapat mengganggu respons immun yang penting untuk


mengatasi proliferasi TB sehingga diabetes melitus merupakan suatu
faktor resiko untuk TB. Diabetes melitus juga sebagai suatu faktor resiko
independen untuk infeksi saluran pernafasan bawah. Frekuensi terjadinya
TB pada diabetes melitus lebih tinggi dibanding dengan bakteri-bakteri
lainnya. Prevalensi TB paru pada diabetes melitus meningkat 20 kali
dibanding non diabetes melitus dan aktivitas bakteri penyebab TB
meningkat 3 kali pada diabetes melitus berat dibanding diabetes melitus
ringan. Selain itu, pasien dengan diabetes melitus dan TB membutuhkan
masa yang lebih lama untuk respons terhadap terapi anti-TB. Pasien
dengan diabetes melitus dan TB aktif juga lebih cenderung terjadinya
multi-drug resistant TB.

Infeksi HIV merupakan faktor resiko yang paling penting dalam


peningkatan kejadian TB. Penderita TB menular (dengan sputum BTA
positif) yang juga mengidap HIV merupakan penularan TB tertinggi.
Infeksi HIV menyebabkan terjadinya imunosupresi sehingga
memungkinkan terjadinya replikasi M. tuberculosis yang lebih luas pada
paru-paru dan berlanjut pada kondisi yang lebih buruk.

d. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan sebagai faktor predisposisi terhadap kejadian TB di


kelompok masyarakat. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi prilaku.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah
menerima informasi atau pengetahuan tentang TB. Seseorang dengan
tingkat pengetahuan yang memadai mempunyai dasar pengembangan daya
nalar dan merupakan jalan untuk memudahkan orang tersebut menerima
motivasi.

e. Sosial ekonomi

Kejadian TB biasanya berkaitan dengan faktor sosial ekonomi. Menurut


WHO (2011), 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial
ekonomi rendah atau miskin. Kemiskinan (sosial ekonomi rendah)
merupakan keadaan yang mengarah pada kondisi kerja yang buruk,
perumahan yang terlalu padat, lingkungan yang buruk serta malnutrisi
(gizi buruk) karena kurangnya kemapuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Keadaan ini dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
sehingga memudahkan terjadinya infeksi TB.

Tingkat sosial ekonomi ditentukan oleh unsur-unsur seperti : pendidikan,


pekerjaan dan penghasilan. Hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek

45
kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan. Tingkat sosial ekonomi
terutama penghasilan sangat berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan
hidup seseorang dan keluarga. Sebuah keluarga dengan kondisi
perekonomian baik tentunya dapat memenuhi segala kebutuhan termasuk
kebutuhan akan kesehatan, sedangkan keluarga dengan ekonomi rendah
harus selektif dalam pengeluaran karena pada umumnya mereka lebih
mementingkan kebutuhan hidup sehari-hari sehingga hal-hal yang turut
mendukung kesehatan sering kali diabaikan. Hal ini yang memicu
munculnya penyakit di masyarakat termasuk TB.

f. Kepadatan (crowding)

Kepadatan penghuni rumah sangat mempengaruhi terjadinya penularan


penyakit terutama penyakit yang menular melalui udara seperti TB.
Semakin padat penghuni di dalam rumah maka perpindahan penyakit akan
semakin mudah dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang
menderita TB dengan BTA positif. Daerah perkotaan (urban) yang lebih
padat penduduknya lebih besar peluang terjadinya kontak dengan
penderita TB dibandingkan di daerah pedesaan (rural). Selain itu,
perumahan yang padat juga berkaitan dengan peningkatan kejadian TB.

Berdasarkan penelitian Atmosukarto dan Soewasti (2000), didapatkan


bahwa : 1) Keluarga penderita TB mempunyai kebiasaan tidur dengan
balita mempunyai resiko terkena TB 2,8 kali dibanding dengan yang tidur
terpisah; 2) Tingkat penularan TB di lingkungan keluarga penderita cukup
tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2 – 3
orang di dalam rumahnya; 3) Besar resiko terjadinya penularan untuk
keluarga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding
dengan keluarga yang hanya 1 orang penderita TB.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh perumahan biasa dinyatakan


dalam m² per orang. Luas minimum per orang sangat relatif, tergantung
dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Kepadatan penghuni
yang memenuhi syarat kesehatan diperoleh dari hasil bagi antara luas
lantai dengan jumlah penghuni ≥10 m²/orang.

g. Keadaan jendela dan ventilasi

Ruangan dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan


akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Salah satu fungsi ventilasi
adalah menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Luas
ventilasi rumah yang < 10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat
kesehatan) akan mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksigen dan
bertambahnya konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi
penghuninya. Disamping itu, tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan
peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan
menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembang biaknya bakteri-
bakteri patogen seperti M. tuberculosis. Fungsi kedua ventilasi adalah
untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri terutama bakteri

46
patogen seperti M. tuberculosis, karena di situ selalu terjadi aliran udara
yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Selain itu, luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
mengakibatkan terhalangngya proses pertukaran aliran udara dan sinar
matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya basil TB yang ada di
dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhisap bersama udara
pernafasan.

h. Kelembaban

Rumah yang tidak memiliki kelembaban yang memenuhi syarat kesehatan


akan membawa pengaruh bagi penghuninya. Kelembaban udara yang
memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40 – 60%. Rumah yang
lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme
antara lain bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut
dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara. Selain itu, kelembaban yang
tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering
sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. M.
tuberculosis seperti halnya bakteri lain, akan tumbuh dengan baik pada
lingkungan dengan kelembaban tinggi karena air membentuk lebih dari
80% volume sel bakteri dan merupakan hal yang essensial untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.

i. Suhu dan pencahayaan

Suhu dalam rumah akan membawa pengaruh bagi penguninya. Suhu


rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan meningkatkan
kehilangan panas tubuh dan tubuh akan berusaha menyeimbangkan
dengan suhu lingkungan melalui proses evaporasi. Kehilangan panas
tubuh ini akan menurunkan vitalitas tubuh dan merupakan predisposisi
untuk terkena infeksi terutama infeksi saluran nafas oleh agen yang
menular. M. tuberculosis memiliki rentang suhu yang disukai, tetapi di
dalam rentang ini terdapat suatu suhu optimum saat mereka tumbuh pesat.
M. tuberculosa merupakan bakteri mesofilik yang tumbuh baik pada suhu
25 – 40 ºC, akan tetapi akan tumbuh secara optimal pada suhu 31 – 37 ºC.

Cahaya matahari mempunyai sifat membunuh bakteri terutama bakteri M.


tuberculosis. Bakteri ini dapat mati oleh sinar matahari langsung. Oleh
sebab itu, rumah dengan standar pencahayaan yang buruk sangat
berpengaruh terhadap kejadian TB. Kuman tuberkulosis dapat bertahan
hidup pada tempat yang sejuk, lembab dan gelap tanpa sinar matahari
sampai bertahun-tahun dan mati bila terkena sinar matahari, sabun, lisol,
karbol dan panas api. Rumah yang tidak masuk sinar matahari mempunyai
resiko menderita tuberkulosis 3-7 kali dibandingkan dengan rumah yang
dimasuki sinar matahari.

j. Kebiasaan merokok

Berdasarkan hasil dari beberapa penelitian tidak disebutkan bahwa


kebiasaan merokok bukan merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian

47
TB, akan tetapi pola hidup seseorang dengan kebiasaan merokok dapat
memicu kemungkinan tertular TB. Sebanyak 71 responden yang
mempunyai kebiasaan merokok terdapat 64 orang (70,3%) yang menderita
TB. Hal ini dapat disebabkan karena orang-orang dengan kebiasaan
merokok beresiko lebih tinggi terhadap penyakit infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) dibandingkan dengan yang tidak merokok.

4.11.2. Prevalensi TB Paru


Prevalensi kasus TB paru di Indonesia sebesar 244 per 100.000 dan insidensi
untuk semua tipe TB paru adalah 228 per 100.000. Insidensi kasus TB paru-
BTA positif sebesar 102 per 100.000 dan angka kematian mencapai 39 kasus
per 100.000 atau sekitar 250 orang per hari. Tuberkulosis paru (TB paru)
adalah penyebab kematian ke-2 di Indonesia setelah penyakit jantung dan
pembuluh darah lainnya. Setiap tahun terdapat 583.000 kasus baru TB paru di
Indonesia. Prevalensi tuberkulosis paru BTA positif di Indonesia
dikelompokkan dalam tiga wilayah yaitu Sumatera, Jawa, dan Bali. Prevalensi
tuberkulosis di wilayah Sumatera sebesar 160 per 100.000 penduduk.
Prevalensi tuberkulosis di wilayah Jawa dan Bali sebesar 110 per 100.000
penduduk. Prevalensi tuberkulosis di wilayah Indonesia bagian timur sebesar
210 per 100.000 penduduk.
Di Indonesia jumlah kasus yang melakukan pengobatan ulang sebanyak 5.687
kasus dan 65,2% diantaranya adalah kasus kambuh. Hasil Survei Prevalensi
TB bahwa wilayah Jawa memiliki angka insidensi TB BTA positif adalah 107
per 100.000 penduduk.3 Banyaknya kasus TB yang belum terobati tentunya
akan terus menjadi sumber penularan sehingga penting untuk dilakukan upaya
pencegahan serta penanggulangan yang berkesinambungan.

48
4.11.3. Promosi TB Paru
Peningkatan pengetahuan pekerja tentang penanggulangan TBC di tempat
kerja melaluipendidikan & pelatihan petugas pemberi pelayanan kesehatan di
tempat kerja, penyuluhan,penyebarluasan informasi, peningkatan kebugaran
jasmani, peningkatan kepuasan kerja,peningkatan gizi kerja

4.11.4. Peran dan Tugas PMO


Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat
secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien
agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan member penyuluhan pada
anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala
mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit
atau unit pelayanan kesehatan.
tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :
1. Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru.
2. Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari.
3. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali
4. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak :
a. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang
dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
b. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang
dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan.
c. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang
dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan.
5. Memberikan penyuluhan
6. Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita.
7. Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat

Tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah :


1. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.
2. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.
3. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang
telah ditentukan.
4. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai.
5. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat.
6. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.
7. Melakukan kunjungan rumah
8. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberculosis yang
mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera
memeriksakan diri kepada petugas kesehatan.
4.11.5. Cara Menemukan Kasus Baru
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita
merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka

49
penderita TB. Pemeriksaan terhadap kontak penderita TB, terutama mereka
yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang
menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Probabilitas terjadinya
resistensi obat TB lebih tinggi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum
terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya
ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya
strategi DOTS yang tinggi.

4.11.6. Tujuan Kunjungan


Kunjungan Rumah (Home Visit) kepada pasien TB yang tidak memeriksakan
diri pada waktu yang telah ditentukan. Tujuannya adalah untuk memantau
keberadaan pasien D.O (Drop-Out/putus pengobatan), melihat kelanjutan
pengobatan dan mengetahui kendala pasien menghentikan pengobatan.

5. Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dan Membuang Ludah dalam Pandangan Islam
5.1. Etika Batuk
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫ُ ووأونماَ التنوثاَهؤ ه‬،‫ق وعولىَ هكمل همنسلإمم وسإموعهه أونن يهوشممتوهه‬
‫ فوإ إننوماَ ههوو‬:‫ب‬ ‫س فووحإمود ن و‬
‫ُ فووح ق‬،‫ا‬ ‫ُ وويونكورهه التنوثاَهؤ و‬،‫س‬
‫ُ فوإ إوذا وع و‬،‫ب‬
‫ط و‬ ‫ب الهع و‬
‫طاَ و‬ ‫إإنن ن‬
ِ‫او يهإح ب‬
‫و‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫و‬ ‫ن‬
‫ُ فليوهرندهه وماَ انستوطاَ و‬،‫إمون الشنيطاَإن‬
‫ع‬
”Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Jika ada di antara kalian
yang bersin lalu mengucap hamdalah, maka setiap Muslim yang mendengarnya wajib
menjawabnya. Sedangkan menguap sesungguhnya berasal dari setan, maka tahanlah
semampunya. Dan bila ia mengatakan ‘haaahh’, maka setan akan tertawa.” (HR. Bukhari
No. 6223).
Mengapa Allah menyukai bersin dan membenci menguap? Al-Khatthabi mengatakan, sifat
suka dan benci terpulang kepada sebabnya. Bersin disebabkan oleh kondisi tubuh yang
enteng, terbukanya pori-pori, dan perut yang tidak kenyang. Sebaliknya, menguap terjadi
karena kondisi tubuh yang berat akibat konsumsi makanan yang berlebihan dan beraneka
ragam. Kondisi yang pertama menjadikan pelakunya bersemangat dalam ibadah,
sedangkan kondisi yang kedua sebaliknya.
Adapun menurut kedokteran modern, menguap terjadi karena otak dan tubuh memerlukan
oksigen dan nutrisi. Hal ini dipicu menurunnya kinerja sistem pernapasan dalam
menyuplai oksigen ke otak dan tubuh. Sama halnya dengan orang yang mengantuk,
pingsan, dan sekarat.
Menguap adalah tarikan napas yang dalam melalui rongga mulut. Sedangkan mulut sendiri
tidak diciptakan sebagai alat pernapasan alami. Hal ini karena mulut tidak dilengkapi
dengan sistem penyaring udara sebagaimana pada hidung. Jika mulut terbuka lebar saat
menguap, masuklah berbagai mikroba, debu, dan polutan bersama udara yang terhirup.
Jadi, pantaslah bila menguap dinisbatkkan kepada setan, karena ia membawa madharat
bagi manusia.
Sebab itulah, Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menahannya
sebisa mungkin. Atau menutup mulut dengan tangan saat menguap. (HR. Tirmidzi dengan
derajat hasan sahih)
Sedangkan bersin adalah kebalikan dari menguap. Serangannya yang bersifat kuat dan
mendadak, menghembuskan udara bertekanan tinggi dari paru-paru melalui hidung dan
mulut. Hembusan tadi ikut menyeret mikroba, debu, dan polutan yang sempat masuk ke
sistem pernapasan. Manfaat lain dari bersin ialah sebagai refreshing. Kejutan yang
dirasakan saat bersin akan menyegarkan urat-urat syaraf dan memulihkan konsentrasi.

50
Sebab itulah, pantas sekali jika bersin dinisbatkan kepada Allah, karena ia mengandung
manfaat bagi badan.
Berangkat dari sini, kita diperintahkan untuk bersyukur dengan mengucap hamdalah
setelah bersin. Dan bagi yang mendengar ucapan tersebut hendaklah menjawabnya dengan
kata yarhamukallaah (semoga Allah merahmatimu). Lalu yang bersin membalasnya
dengan ucapan yahdiikumullaah wa yushlihu baalakum (semoga Allah memberimu
hidayah dan memperbaiki keadaanmu). Demikian menurut hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dalam sahihnya.
Hikmah di Balik Doa Bagi yang Bersin
Dalam kitabnya yang terkenal, Miftaah Daaris Sa’aadah, Ibnul Qayyim mengatakan,
orang-orang jahiliyah, biasanya jika mendengar bersin dari orang yang mereka sukai,
mereka mengatakan, umran wa syabaaban! (semoga panjang umur dan awet muda).
Namun bila yang bersin adalah orang yang mereka benci, mereka mengatakan waryan wa
quhaaban! (semoga batuk dan sakit hati). Bila mereka mendengar bersin yang dianggap
membawa sial, mereka mengatakan bika, laa bii. Inni as-alullaaha an yaj’ala syu’ma
‘uthaasika bika, laa bii (semoga mengenaimu dan tidak mengenaiku. Aku berharap kepada
Allah agar kesialan bersinmu mengenaimu dan tidak mengenaiku).

5.2. Hukum Merokok


Para ulama membagi hukum merokok menjadi 3 hukum, yaitu:
1. Mubah
Sebagian ulama berpendapat bahwa hukum merokok adalah mubah atau boleh karena
mereka berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan,
hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat: 29
Artinya: ”Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”.
(QS. Al Baqarah: 29).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di atas
bumi ini adalah halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan
baku rokok. Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah
hukumnya halal apabila tidak mengandung hal-hal yang merusak tubuh. Apabila
merokok tersebut dapat merusak tubuh maka hukumnya tidak lagi halal untuk
dikonsumsi.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu“. (QS. An- Nisa’: 29).
2. Makruh
Sebagian dari ulama yang lain berpendapat bahwa hukum merokok adalah makruh,
mereka beralasan karena orang yang merokok akan mengeluarkan bau tak sedap.
Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang dapat
mengeluarkan bau tak sedap, Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW:
Rasulullah SAW bersabda: “ Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang
putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para
malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu bau tidak sedap).”
(HR. Muslim).
Dalil tersebut menejlaskan bahwa hukum merokok adalah makruh karena
mengeluarkan bau tak sedap. Namun apabila merokok dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit yang berbahaya bagi diri ssendiri , maka hukumnya menjadi haram.
Allah SWT berfirman:

51
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.“
(QS. Al Baqarah: 195).
3. Haram
Dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli jilid I, hal. 69. Menyebutkan
bahwa : “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun
haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para ulama berpendapat bahwa rokok
hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit
berbagai penyakit berbahaya”.
Mereka mengharamkan rokok dengan dalil berikut:
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“.
(QS. Al Baqarah: 195).
Karena merokok dapat menjerumuskan kedalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh
sistem tubuh yang dapat menimbulkan penyakit kanker, paru-paru, jantung, pencernaan,
dan berefek buruk bagi janin serta dapat merusak sistem reproduksi. dari alasan inilah,
rokok haram untuk dikonsumsi.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudharat)
pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam hadits tersebut jelas bahwa Rasulullah SAW melarangan kita untuk memberi
mudharat kepada orang lain. dan rokok termasuk dalam larangan ini, karena bau nya
dapat memberi mudharat kepada orang lain.

52
53

Anda mungkin juga menyukai