Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Alergi merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak dijumpai di masyarakat.Umumnya
masyarakat menganggap bahwa penyakit alergi hanya terbatas pada gatalgatal di kulit.Alergi
sebenarnya dapat terjadi pada semua bagian tubuh, tergantung pada tempat terjadinya reaksi alergi
tersebut. Alergi merupakan manifestasi hiperresponsif dari organ yang terkena seperti kulit, hidung,
telinga, paru, atau saluran pencernaan. Pada hidung gejala alergi yang timbul berupa pilek, pada
paru-paru berupa asma, pada kulit berupa urtikaria/biduran, eksema, serta dermatitis atopik,
sedangkan pada mata berupa konjungtivitis.Gejala hiperresponsif ini dapat terjadi karena timbulnya
respon imun dengan atau tanpa diperantarai oleh IgE (Mahdi, 2003).

Pada studi populasi, penyakit alergi dapat timbul pada usia yang berbeda-beda, seperti alergi
makanan dan eksim terutama pada anak-anak, asma didapatkan pada anak dan dewasa, dan rinitis
alergika didapatkan pada dekade kedua dan ketiga (Mahdi, 2003).Di Indonesia, prevalensi alergi
pada anak-anak dan dewasa cukup tinggi. Penyakit alergi akan timbul pada individu yang
mempunyai kecenderungan yang didasari faktor genetik, yang biasanya diwariskan dari kedua
orangtua.Bila kedua orangtua menderita alergi kemungkinan anak menunjukkan gejala alergi sekitar
50%, namun bila hanya salah satu yang menderita alergi kemungkinannya hanya 25% (Hidayati,
2002).

Penyakit alergi memiliki pola perjalanan penyakittersendiriyang menggambarkan dermatitis atopic


pada periodebayi akan berlanjut menjadi rhinitis alergika, alergi makanan dan atau asma. Perjalanan
penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik, dan faktor lingkungan mulai dari masa intrauterin
sampai dewasa(Wahn, 2004). Manifestasi penyakit alergi dapat dicegah dengan melakukan deteksi
dan intervensi dini, salah satunya adalah dengan identifikasi

kelompok risiko tinggi atopi melalui riwayat atopi keluarga(Harsono, 2005)

Penyakit alergi seperti dermatitis atopik, rhinitis alergika, asma dan urtikaria adalah keadaan atopi
yang cenderung terjadi pada kelompok keluarga dengan kemampuan produksi IgE yang berlebihan
terhadap rangsangan lingkungan (Harsono, 2005).
Dermatitis atopik merupakan penyakit peradangan kulit yang bersifat kronis, dengan onset puncak
terjadi pada usia kurang dari 12 bulan dan sebagian besar kasus dermatitis atopik
terjadi pada beberapa tahun pertama dalam kehidupan.Dermatitis atopik merupakan manifestasi
paling dini dari penyakit alergi. Sebesar 50% penderita dermatitis atopik akan menjadi asma dan 75%
menjadi rhinitis alergika

Penelitian The Copenhagen Prospective Study on Asthma in Childhood Cohort Study in High-
Risk Children(COPSAC)pada tahun 2006 menunjukkan bahwa insiden kumulatif dermatitis atopik
pada3 tahun pertama sebesar 40%, dimana identifikasi gejala dermatitis atopik pertama kali pada
usia 1 bulan

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari Alergi?

2. Apa etiologi alergi

3.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Alergi

Alergi merupakan respon sistem imunologis tubuh terhadap substansi asing yang disebut
allergen.Alergi adalah rangsangan berlebih terhadap reaksi peradangan yang terjadi sebagai respon
terhadap allergen lingkungan spesifik.Reaksi alergi atau disebut juga reaksi hipersensitivitas
merupakan manifestasi cedera jaringan yang terjadi akibat interaksi antara antigen dan
antibody. Jika tubuh di invasi oleh antigen yang biasanya berupa protein yang dikenali tubuh sebagai
benda asing,maka akan terjadi serangkaian peristiwa dengan tujuan untuk membuat penginvasi
tersebut tidak berbahaya,menghancurkannya dan kemudian membebaskan tubuh dari benda asing
tersebut,namun limfosit bereaksi terhadap antigen maka kerapkali antibody yang dihasilkan.

Reaksi alergi umum akan terjadi ketika system imun pada seseorang yang rentan bereaksi
secara agresif terhadap suatu substansi yang normalnya tidak berbahaya(misalnya:debu,tepung sari
gulma).Produksi mediator kimia pada reaksi alergi dapat menimbulkan gejala yang berkisar dari
gejala yang ringan hingga gejala yang dapat membawa kematian.

Orang yang nmengidap alergi membentuk banyak antibodi IgE terhadap allergen.apabila
antigen dijumpai oleh antibodi tersebut,maka antibodi akan berespon berlebihan sehingga terjadi
degranulasi sel Mast yang luas disertai pelepasan histamin dan berbagai mediator peradangan
lainnya.

Pelbagai bagian dari sistem imun ini harus bekerja bersama untuk memastikan pertahanan
yang memadai terhadap para penginvasi (yaitu:virus,bakteri,substansi asing lainnya) tanpa
menghancurkan jaringan tubuh sendiri lewat reaksi yang terlampau agresif.

2.2. Etiologi

Penyebab alergi ada bermacam-macam,tergantung alergen atau antigen apa yang dapat
menyebabkan alergi dapat terjadi,misalnya :

· Alergi karena makanan dan minuman

· Obat-obatan

· Hirupan seperti,debu,serbuk sari,rokok,dan sebagainya

· Udara(dingin dan panas)

· Binatang,misalnya bulu kucing,anjing,dan sebagainya

· Zat-zat kimia
· Faktor keturunan(genetika)

2.3 Tanda dan gejala

Manifestasi klinik pada pasien penderita allergen adalah:

· Jika terjadi pada kulit ditandai dengan pembengkakan lokal,gataldan kemerahan pada kulit

· Jika terjadi pada saluran cerna ditandai dengan diare,keram abdomen,mual,dan muntah

· Jika terjadi pada saluran pernapasan,ditandai dengan mata gatal dan pilek encer,terjadi
pembengkakan kongestif.kesulitan bernapas akibat konstriksi otot polos bronkiolus pada jalan napas
yang dilindungi oleh histamin,batuk,bersin-bersin,sampai terjadi serangan asma.

2.4. Patofisiologi

Pada reaksi alergi dilepaskan berbagai zat mediator yang akan menimbulkan gejala klinis.Zat
mediator utama dan terpenting adalah histamine yang memiliki efek dilatasi pembuluh darah
peningkatan permeabilitas kapiler,iritasi ujung-ujung saraf sensorik dan aktifitas sel-sel kelenjar.

Secara umum reaksi alergi atau reaksi hipersensitivitas dibagi atas 4 jenis yaitu :

· Tipe I (Reaksi Anafilaktik)

Keadaan ini merupakan reaksi alergi seketika dengan reaksi yang dimulai dalam tempo
beberapa menit sesudah terjadi kontak dengan antigen.kalau mediator kimia terus dilepaska,reaksi
lambat dapat berlanjut selama 24 jam. Reaksi ini diantarai oleh antibodi IgE(reagin) dan bukan oleh
antibodi IgG atau IgM. Hipersensitifitas tipe I memerlukan kontak sebelumnya dengan antigen yang
spesifik sehingga terjadi produksi antibodi IgE oleh sel-sel plasma.proses ini berlangsung dalam
kelenjar limfe tempat sel-sel T helper membantu menggalakkan reaksi ini.Antibodi IgE akan terikat
dengan reseptor membran pada sel-sel Mast yang dijumpai dalam jaringan ikat dan basofil.Pada saat
terjadi kontak ulang,antigen akan terikat dengan antibodi IgE didekatnya dan pengikatan ini
mengaktifkan reaksi seluler yang memicu proses degranulasi serta pelepasan mediator
kimia. Mediator kimia primer bertanggungjawab atas pelbagai gejala pada hipersensitivitas tipe I
karena efeknya pada kulit,paru-paru dan traktus gastrointestinal. Reaksi hipersensitivitas tipe I dapat
mencakup anafilaksis lokal dan sistemik.

· Tipe II (Reaksi Sitotoksik)

Hipersensitivitas sitotoksik terjadi kalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konstituen
tubuh yang normal sebagai benda asing.Reaksi ini mungkin merupakan akibat dari antibodi yang
melakukan reaksi silang dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerusakan sel serta
jaringan.Hipersensitivitas tipe II meliputi pengikatan antibodi IgG atau IgM dengan antigen yang
terikat sel.Akibat pengikatan antigen antibodi berupa pengaktifan rantai kompelemen dan destruksi
sel yang menjadi tempat antigen terikat.

Reaksi hipersensitivitas tipe II terlibat dalam penyakit miastenia gravis dimana tubuh secara
keliru menghasilkan antibodi terhadap reseptor normal ujung saraf.

· Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

Imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam sirkulasi
darah lewat kerja fagositik.kalau kompleks ini bertumpuk dalam jaringan atau endotelium vaskuler
terdapat dua buah faktor yang turut menimbulkan cedera,yaitu;peningkatan jumlah kompleks imun
yang beredar dan adanya amina vasoaktif.Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas
vaskuler dan cedera jaringan.persendian dan ginjal merupakan organ yang terutama rentan
terhadap tipe cedera ini.Pada tipe ini berkaitan dengan sistemik LES,artritis rematoid,serum
sickness,tipe tertentu nefritis dan beberapa tipe endokarditis bakterialis.

· Tipe IV (Reaksi lambat)

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler,terjadi 24 hingga 72 jam sesudah
kontak dengan allergen.Hipersensitivitas tipe IV diantarai oleh makrofag dan sel-sel T yang sudah
tersensitisasi.contoh reaksi ini adalah efek penyuntikan intradermal antigen tuberkulin atau
PPD(purified protein derivative).Sel-sel T yang tersensitisasi akan bereaksi dengan antigen didekat
tempat penyuntikan.pelepasan limfokin akan menarik,mengaktifkan dan mempertahankan sel-sel
makrofag pada tempat tersebut.lisozim yang dilepas oleh sel-sel makrofag akan menimbulkan
kerusakan jaringan.Edema dan fibrin merupakan penyebab timbulnya reaksi tuberkulin yang positif.
Dermatitis kontak merupakan hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak dengan alergen
seperti kosmetika,plester,obat-obat tropikal,bahan adiktif obat dan racun tanaman.Kontak primer
akan menimbulkan sensitisasi.Kontak ulang menyebabkan reaksi hipersensitivitas yabg tersusun dari
molekul dengan berat molekul rendah atau hapten yang terikat dengan protein atau pembawa dan
kemudian diproses oleh sel-sel Langerhans dalam kulit.Gejala yang terjadi mencakup keluhan gatal-
gatal,eritema dan lesi yang menonjol.

2.5. Jenis-jenis Alergen

1. Alergen inhalatif atau alergen yang masuk melalui saluran pernafasan. Contohnya: serbuk sari
tumbuh-tumbuhan (rumput, macam-macam pohon, dsb.), spora jamur (aspergillus, cladosporium,
penicillium, alternaria dsb.), debu atau bubuk bahan-bahan kimia atau dari jenis padi-
padian/gandum-ganduman (gandum, gandum hitam dsb.), uap formalin dll.

2. Alergen ingestif atau alergen yang masuk melalui saluran pencernaan: susu, putih telur, ikan laut
atau ikan air tawar, udang, makanan asal tumbuhan (kacang-kacangan, arbei, madu dsb.), obat-obat
telan.

3. Alergen kontak atau alergen yang menimbulkan reaksi waktu bersentuhan dengan kulit atau
selaput lendir : zat-zat kimia, zat-zat sintetik (plastik, obat-obatan, bahan desinfeksi dll.), bahan-
bahan yang berasal dari hewan (sutera, woll dll.) atau dari tumbuh-tumbuhan (jamur, getah atau
damar dsb.).

4. Alergen yang memasuki tubuh melalui suntikan atau sengatan: obat-obatan, vaksin, racun atau
bisa dari serangga seperti lebah atau semut merah).

5. Implant dari bahan sintetik atau logam (tertentu), bahan-bahan yang digunakan dokter gigi untuk
mengisi lubang di gigi.

6. Autoalergen ialah zat dari organisme itu sendiri yang keluar dari sel-sel yang rusak atau pada
proses nekrosa jaringan akibat infeksi atau reaksi toksik/keracunan

2.7 Epidemiologi Alergi

Prevalensi alergi di dunia meningkat secara dramatis di negara maju dan negara berkembang.
Peningkatan alergi terutama terjadi pada anak dari meningkatnya tren yang telah terjadi selama dua
dekade terakhir. Meskipun begitu, pelayanan untuk pasien dengan penyakit alergi jauh dari ideal.
Prevalensi alergi telah meningkat, maka alergi harus dianggap sebagai masalah kesehatan utama.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Diperkirakan 300 juta orang memiliki asma, sekitar
50% diantaranya tinggal di negara-negara

berkembang dengan akses terbatas terhadap obat esensial. Oleh karena itu, asma sering tidak
terkontrol di daerah-daerah. Empat ratus juta orang di seluruh dunia memiliki rhinitis, 1,2,3 serta 5-
15% populasi anak di seluruh dunia menderita alergi.

Dua studi internasional besar mengenai alergi, International Study of

Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) dan European Community

Respiratory Health Survey (ECRHS), telah mempelajari prevalensi asma dan rhinitis alergi di seluruh
dunia melalui standar kuisioner. ECRHS dan ISAAC telah menunjukkan variasi yang cukup besar
dalam prevalensi asma dan alergi rhinoconjunctivitis di seluruh negara terutama di wilayah asia
pasifik.

2.8 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien alergi umumnya mencakup:

1. Pemeriksaan darah

Pada pemeriksaan darah,analisis dilakukan pada sel darah putih (leukosit) khususnya eosonofil
dimana jumlah normal eosonofil 1%-3% dari jumlah total sel darah putih,namun jika terjadi reaksi
alergi eosonofil meningkat antara 5%-90%.pada eosonofilia sedang antara 15%-40% terjadi pada
pasien gangguan alergik disamping malignitas,imunodefesiensi dan sebagainya sedangkan pada
eosinofilia berat 50%-90% ditemukan pada sindrom hipereosinofilia idiopatik.

2. Tes kulit
Uji kulit membantu mendiagnosis suatu alergi.Sejumlah kecil allergen yang dicurigai disuntikkan
kebawah kulit.Penyuntikannya mencakup penyuntikan intradermal atau apliksi
superfisial(epikutaneus) yang dilakukan secara bersamaan waktunya pada tempat-tempat yang
terpisah dengan menggunakan beberapa jenis larutan,misalnya tepung sari(polen),tes ini
bergantung pada korelasinya dengan riwayat alergi,hasil pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium.Orang yang alergi terhadap alergen tersebut akan bereaksi dengan memperlihatkan
eritema yang mencolok,pembengkakan dan gatal ditempat penyuntikan yang menunjukkan
sensitivitas terhadap alergen yang sesuai.

3. Tes provokasi

Tes provokasi meliputi pemberian langsung allergen pada mukosa respiratorius dengan
mengamati respon target organ tersebut.Tipe pengujian ini sangat membantu dalam mengenali
allergen yang bermakna secara klinis pada pasien-pasien dengan hasil tes yang positif.Kekurangan
yang utama pada tipe pengujian ini adalah keterbatasan satu antigen persesi dan resiko timbulnya
gejala yang berat khususnya bronkospasme pada asma.

4.Tes Radioalergosorben (RAST)

Tes Radioalergosorben (RAST) merupakan pemeriksaan radioimmunoassay yang mengukur kadar


IgE spesifik-allergen.Sampel serum pasien dikenakan dengan sejumlah kompleks partikel allergen
yang dicurigai.Jika terdapat antibodi,kompleks ini akan berikatan dengan allergen yang berlabel-
radio aktif.setelah itu pemeriksaan radio-immunoassay akan mendeteksi antibodi IgE yang spesifik
allergen disamping untuk mendeteksi sebuah allergen,pemeriksaan RAST juga menunjukkan
kuantitas allergen yang diperlukan uNtuk mencetuskan suatu reaksi alergik.Nilainya ditentukan
dengan skala yang berkisar dari 0 hingga 5,jika nilainya lebih dari 2 maka dianggap sebagai nilai yang
signifikan.

Adapun keuntungan utama RAST jika dibandingkan dengan jenis-jenis tes yang lain adalah :

1. Kurangnya resiko untuk terjadi reaksi sistemik

2. Stabitlitas antigen

3. Kurangnya ketergantungan pada reaktivitas kulit yang termodifikasi oleh obat- obatan.

Sedangkan kekurangannya :

1.Terbatasnya pilihan allergen

2.Kurangnya sensitivitas bila dibbandingkan dengan tes kulit intradermal

3.Kurangnya hasil-hasil yang sudah tersedia

4.Biaya yang dikeluarkan maksimal.

2.9 Pentalaksanaan
Lakukan terapi,dimana terapi terbagi atas dua bagian yaitu :

A. Secara simptomatis

· Berikan antihistamin dan obat-obat yang dapat menghambat degranulasi sel Mast sehingga
dapat mengurangi alergi.dapat dilakukan secara oral atau secara lokal

· Berikan kortikosteroid yang dihirup atau sistemik bekerja sebagai obat anti peradangan dan
dapat mengurangi gejala suatu alergi.Obat yang mengidap alergi perlu menggunakan obat-obat ini
dalam jangka waktun yang cukup lama sebelum obat menjadi efektif.Kortikosteroidinhalasi hanya
berefekdisaluran napas dan tidak menimbulkan efek sistemik.

B. Secara ideal

· Terapi desenstisisasi,berupa penyuntikan berulang allergen(yang dapat mesensitisasi


pasien)dalam jumlah yang yang sangat kecil dapat maendorong pasien membentuk antibodi IgG
terhadap allergen.Antibodi ini bekerja sebagai antibodi penghambat(blocking antibody).sewaktu
pasien tersebut kembali terpajan ke allergen,maka antibodi penghambat dapat berikatan dengan
allergen mendahului antibodi IgE karena pengikatan IgG tidak menyebabkan degranulasi sel
Mastyang berlebihan,maka gejala alergi dapat berkurang.

· Menghindari kontak langsung dengan suatu antigen yang dapat menyebabkan alergi.

· Lakukan imunoterapi,yaitu indikasi hanya jika hipersensitivitas IgE terlihat pada alergi inhalan
yang tidak dapat dihindari oleh pasien(debu rumah,serbuk sari).Dimana tujuannya mencakup
penurunan kadar IgE dalam darah,peningkatan tingkat penghambat antibodi IgG dan penurunan
sensitivitas sel mediator.

2.10 Komplikasi

Komplikasinya berupa reaksi alergi yang hebat,yang dapat menyebabkan anfilaksis.Tanda dan
gejala anafilaksis dapat digolongkan menjadi menjadi reaksi sistemik ringan,sedang dan berat.

· Ringan

Pada reaksi ini ditandai dengan rasa kesemutan serta hangat pada bagian perifer dan dapat disertai
dengan rasa kurang nyaman pada tenggorokan.Terjadikongestinasal,pembengkakan
periorbital,pruritus,bersin-bersin dan mata yang berair.

· Sedang

Pada reaksi sedang ditandai dengan bronkospasme dan edema saluran napas atau laring dengan
dispnea,batuk serta mengi.

· Berat
Pada reaksi berat memiliki onset mendadak dengan tanda-tandadan gejala yang sama pada reaksi
sistemik sedang,nanmun pada reaksi berat dapat terjadi sianosis,disfagia(kesulitan menelan),kram
abdomen,vomitus,diare dan serangan kejang-kejang serta kadang-kadang dapat terjadi syok
kardiovaskuler yang menyebabkan hipoksia,koma bahkan terjadi kematian.

BAB IV

PENUTUP

A. kesimpulan

Alergi merupakan respon system imunologis tubuh terhadap substansi asing yang disebut
allergen. Penyebab alergi ada bermacam-macam,tergantung alergen atau antigen apa yang dapat
menyebabkan alergi dapat terjadi,misalnya :

· Alergi karena makanan dan minuman

· Obat-obatan

· Hirupan seperti,debu,serbuk sari,rokok,dan sebagainya

· Udara(dingin dan panas)

· Zat-zat kimia

· Faktor keturunan(genetika)

· Binatang,misalnya bulu kucing,anjing,dan sebagainya

Gejala alergi biasanya menyerang kulit,pernapasan,dan sistem pencernaan.reaksi alergi terbagi atas
4 tipe yaitu :

· Tipe I (Reaksi Anafilaktik)

· Tipe II (Reaksi Sitotoksik)

· Tipe III (Reaksi Kompleks Imun)

· Tipe IV (Reaksi lambat)

Komplikasi alergi berupa reaksi alergi yang hebat,yang dapat menyebabkan anfilaksis.
Penanganannya dapat dilakukan dengan menggunakan konsep keperawatan yaitu:
pengkajian,diagnosa,intervensi,implementasi,dan evaluasi sedangkan pada tes laboratorium
biasanya melalui tes kulit,tes darah,tesprovokasi,dan tes radioalergosorben(RAST)

B.Saran

Dalam melakukan proses keperawatan untuk penanganan alergi,sebaiknya ditentukan dulu jenis
alergen apa yang menyebabkan seseorang dapat mengalami alergi,agar penanganannya lebih
mudah karena setiap alergi memiliki alergen yang berbeda,kemudian tentukan cara
penanganannya,misalnya pada debu yang dapat menyebabkan masalah pada pernapasan atau pada
makanan yang dapat menyebabkan masalah pada kulit dan pencernaan.

Anda mungkin juga menyukai