Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersediaan

pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Beras sebagai pangan pokok sebagian

besar masyarakat Indonesia dituntut tersedia dalam jumlah yang cukup, berkualitas,

serta terjangkau (Asrul, 2006 dalam Wawan Yuwandha 2008). Kebutuhan beras

nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.

Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 mencapai 30,91 juta ton dengan asumsi

konsumsi per kapita rata-rata 139 kg per tahun (Kompas, 21 Nopember 2007 dalam

Wawan Yuwandha 2008 ). Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan penduduk 1,7

persen per tahun dan luas areal panen 11,8 juta hektar dihadapkan pada ancaman

rawan pangan pada tahun 2030 (Pasaribu, 2006 dalam Wawan Yuwandha 2008).

Sementra itu upaya swasembada jagung tahun 2007, akan terus digulirkan,

mengingat saat ini, jagung (Zea mays L) merupakan bahan makanan penghasil

karbohidrat kedua setelah padi. Selain dikonsumsi langsung, jagung digunakan

sebagai pakan ternak penghasil susu, daging dan juga. Sebagai bahan baku industri.

Oleh karena itu, jagung merupakan komoditas yang mernpunyai nilai strategis seperti

halnya beras (Warsana, 2007).

Menurut bentuknya, pertanaman ganda ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

pertanaman tumpangsari (Inter Cropping) dan pertanaman berurutan (Sequential

Cropping). Sistem tumpangsari, yaitu sistem bercocok tanaman pada sebidang tanah

dengan menanam dua atau lebih jenis tanaman dalam waktu yang bersamaan. Sistem

tumpangsari ini, disamping petani dapat panen lebih dari sekali setahun dengan

beraneka komoditas, juga resiko kegagalan panen dapat ditekan, intensitas tanaman
2

dapat meningkat dan pemanfaatan sumber daya air, sinar matahari dan unsur hara yang

ada akan lebih efisien. (Suntoro Wongso Atmojo. MS)

Menurut Nelson, 2004 dalam Asdar, 2010, keuntungan yang diperoleh dari

pelaksanaan tumpangsari yaitu memberi kemudahan dalam sistem pengendalian hama,

penyiangan yang pada gilirannya memperkecil penggunaan tenaga kerja dalam

meningkatkan produktivitas dan pendapatan usahataani.

Di daerah Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan kususnya Desa

Matabubu telah dilakukan usahatani tumpangsari antara padi gogo dengan jagung

yang ditanam dilahan marginal/kering. Pengembangan padi gogo dengan jagung di

lahan kering yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal dapat menjadi

salah satu solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Padi gogo kurang

mendapat perhatian karena produktivitasnya rendah. (Laporan BPS 2010 dalam

Wawan Yuwandha, 2008) rata-rata produktivitas padi gogo adalah 2,56 ton per hektar,

selanjutnya produktivitas jagung di Sulawesi mempunyai rata-rata adalah 3,41 ton./ha

(Statistic Indonesia 2011 dalam Warsana) hasil ini jauh di bawah rata-rata

produktivitas padi sawah di Indonesia yang mencapai 4,78 ton per hektar. Sumbangan

padi gogo dengan jagung terhadap produktivitas pangan nasional masih kecil.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam jangka panjang, pemerintah mulai

mengarahkan perhatiannya kepada pengembangan pertanian di daerah lahan kering,

mengingat ketersediaan lahannya yang cukup luas. Berdasarkan potensi, 80 persen

dari luas lahan pertanian Indonesia adalah lahan kering. Untuk tetap mempertahankan

swasembada pangan, maka corak pertanian di masa yang akan datang adalah pertanian

lahan kering. (Wana, 2000 dalam Hendri Metro Purba, 2005 ), mengatakan bahwa

lahan kering yang diusahakan dengan tepat dapat menghasilkan berbagai komoditas

dengan pendapatan yang lebih besar dibandingkan lahan sawah. Selain itu lahan
3

kering memiliki kedudukan strategis karena : (a) Lahan kering menempati areal terluas

dibandingkan dengan lahan air seperti sawah, rawa, dan pasang surut. (b) Lahan

kering diperkirakan seluas 123 juta, hektar atau 62 persen dari luas total daratan

Indonesia. (c) Lahan kering merupakan sumber utama penghasil komoditi pertanian

untuk tanaman pangan, (d) Pemanfaatan lahan kering yang semakin meningkat

merupakan pertimbangan penting dalam program pernerintah selanjutnya.

Berkaitan dengan itu secara konseptual produktivitas padi gogo dengan jagung

harus dikembangkan berdasarkan unsur-unsur yang mendukung meliputi lingkungan,

teknologi, infrastruktur, asset sosial budaya masyarakat dan sumber daya masyarakat,

yang memiliki potensi sumber daya lahan kering untuk pengembangan usaha dibidang

pertanian. Desa Matabubu Kecamatan Baito adalah salah satu desa yang mepunyai

lahan kering cukup luas yaitu 273 Ha. (BPP Kecamatan Baito 2011). Masyarakatnya

mengusahakan usahatani sistem tumpangsari padi gogo dengan jagung.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu untuk mengadakan penelitian mengenai

"Analisis Pendepatan Usahatani Sistem Tumpangsari Padi Gogo dengan Jagung yang

berada di Desa Matabubu Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan."

1.2. Rumusan Masalah

Budidaya tumpangsari padi gogo dengan jagung mempunyai peranan dan

potensi cukup penting untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun

perekonomian wilayah lahan kering.

Bertitik tolak dari uraian tersebut, maka timbul pertanyaan, apakah usaha

budidaya sistem tumpangsari padi gogo dengan jagung dapat meningkatkan

pendapatan petani lahan kering di Desa Matabubu Kecamatan Baito Kabupaten

Konawe Selatan ?
4

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: "Untuk mengetahui Pendapatan Usahatani

Sistem Tumpangsari Padi Gogo dengan Jagung di Desa Matabubu Kecamatan Baito

Kabupaten Konawe Selatan".

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbagan bagi instansi terkait khususnya petani

responden di daerah penelitian yang melaksanakan usahatani sistem tumpangsari

padi gogo dengan jagung dan perbaikan sistem budidaya dimasa mendatang.

2. Sebagai bahan informasi dan perbandingan bagi yang hendak mengadakan

penelitian selanjutnya utamanya yang ada relefansinya dengan penelitian ini.

3. Bagi mahasiswa (i), sebagai bahan informasi, referensi bagi penelitian lebih

lanjut.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendapatan Usahatani

Petani yang berusahatani sebagai suatu cara hidup, melakukan pertanian karena

dia seorang petani. Apa yang dilakukan petani ini hanya sekedar memenuhi

kebutuhan, dalam arti petani meluangkan waktu, uang serta dalam mengkombinasikan

masukan untuk menciptakan keluaran adalah usahatani yang dipandang sebagai suatu

jenis perusahaan. (Soekartawi, 2002 dalam Warsana 2007).

Balas jasa atau pendapatan dari suatu usahatani merupakan selisih dari

penerimaan usahatani dengan biaya usahatani yang dikeluarkan (Patong, 1985 dalam

Adi Ratno 2012). Sejalan dengan Prayitno, 1985 dalam Adi Ratno 2012,

mengemukakan, bahwa besar kecilnya pendapatan bersih masyarakat tani dipengaruhi

oleh beberapa taktor yaitu: (1) efisiensi biaya produksi usahatani, (2) efisiensi

penyediaan bahan atau factor-faktor produksi, dan (3) efisiensi biaya tataniaga. Ketiga

faktor ini menentukan keberhasilan dari suatu usaha cabang usahatani.

Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila situasi pendapatannya memenuhi

syarat-syarat yaitu:

a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya

angkutan dan biaya administrasi yang mungkin melekat pada pembelian tersebut.

b. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran

tempat dan pembayaran dana depresiasi modal, dan

c. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja.

Menurut (Soekartawi, 1993 dalam Adi Ratno 2012), mengatakan bahwa besar

kecilnya pendapatan sangat dipengaruhi tiga faktor yaitu produksi, harga dan biaya

produksi. Sedangkan (Bonoewidjojo,1983 dalam Adi Ratno 2012), dengan menaikan


6

produksi maka pendapatan usahatani bertambah begitupula dengan jumlah produksi,

tetapi mutu produksi naik bahkan berarti harga satuan naik pula. Semakin tinggi

jumlah produksi yang dihasilkan dan diikuti oleh pendapatan yang besar, dapat

merangsang badan usaha yang bersangkutan untuk menaikkan produksi secara terus

menerus.

Menurut Tohir, 1983 dalam Adi Ratno 2012, mengemukakan bahwa pendapatan

merupakan uang, hal ini mencerminkan dan adanya kemajuan ekonomi dalam

spesialisasi pembagian kerja. Bagi seorang petani umumnya kurang mengetahui pasti

berapa besar biaya yang dikorbankan untuk menghasilkan sejumlah produksi yang

optimal. Analisis terhadap, pendapatan dapat menyumbangkan bantuan untuk

mengukur apakah kegiatan petani berhasil atau tidak.

Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani

disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani

menyangkut imbalan yang diperoleh keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor

produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang

diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu pendapatan bersih merupakan ukuran

keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa

usahatani. Karena modal tidak dihitung sebagai pengeluaran, maka perbandingan tidak

dikacaukan oleh perbedaan tingkat utang, bagaimanapun juga, pendapatan bersih

usahatani merupakan langkah antara untuk menghitung ukuran-ukuran keuntungan

lainnya yang mampu memberikan penjelasan lebih banyak (Soekartawi 1993 dalam

Adi Ratno 2012).

Dengan cara mengurangi nilai berbagai komponen sumberdaya dari pendapatan

bersih usahatani, maka pengembalian hasil yang diperoleh komponen lainnya dapat

dihitung. Mengukur dan menilai faktor produksi pengelolaan tidak mudah. Karena itu
7

umumnya faktor produksi ini tidak dinilai, tetapi dicerminkan makin tingginya atau

makin rendahnya pengembalian hasil yang diperoleh faktor produksi lainnya.

Barangkali ukuran yang sangat berguna, untuk menilai penampilan usahatani

kecil ialah penghasilan bersih usahatani (net farm income). Angka ini diperoleh dari

pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada

modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dan

usahatani Untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua

sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani.

Usahatani dapat dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut minimal dapat

menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membayar semua alat yang diperlukan,

bunga modal yang digunakan baik modal sendiri maupun modal dari luar, upah tenaga

kerja yang digunakan dalam usahatani, membayar tenaga petani sebagai manager, dan

dapat mempertahankan keadaan usahatani sedikitnya berada dalam keadaan seperti

semula, selanjutnya dikatakan bahwa untuk menilai biaya dan pendapatan usahatani

pada umumnya dibagi menjadi 3 cara, yaitu :

1. Memperhitungkan keadaan keuangan dari usahatani pada suatu waktu.

2. Memperhitungkan besarnya biaya dan pendapatan usahatani selama satu tahun.

3. Memperhitungkan hubungan biaya dan pendapatan pada akhir tahun.

Selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pendapatan petani (family

farm income) adalah pendapatan yang diperhitungkan dengan cara mengurangi

pendapatan kotor (nilai hasil produksi total). (htt://www.scrib.com diakses, 22 April

2012).

2.2 Produksi

Untuk memenuhi segala keinginannya, manusia memerlukan sejumlah barang

barang dan jasa. Barang dan jasa ini tidak tersedia begitu saja, melainkan harus dibuat
8

dengan sejumlah pengorbanan tertentu. Pengorbanan tersebut biasa disebut kegiatan

produksi yang memiliki beberapa fungsi. Produksi adalah segala kegiatan untuk

menciptakan atau menambah guna atas sesuatu benda atau segala kegiatan yang

ditujukan untuk memuaskan orang lain melalui pertukaran.

Produksi meliputi semua tindakan yang menyebabkan suatu barang menjadi

lebih cocok atau lebih sesuai untuk memenuhi kebutuban manusia (Mubyarto, 1984

dalam Adi Ratno 2012). Selanjutnya menurut (Soekartawi, 2002), produksi

didefinisikan sebagai penciptaan guna, dimana kegunuan berarti kemampuan barang

dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sementara pengertian produksi yang

dikemukakan Brucce, dkk 1994 dalam Adi Ratno 2012, bahwa produksi yaitu proses

kombinasi material-material dan kekuatan-kekuatan (input, taktor sumberdaya, dan

jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output atau produksi).

Produksi adalah kegiatan yang memenuhi nilai suatu hasil. Kalau diterjemahkan

kedalam bahasa Indonesia bahwa produksi adalah kegiatan merubah bahan atau suatu

komponen (produk) menjadi barang jadi (Adiwilaga, 1992 dalam Adi Ratno 2012).

Selanjutnya Patong, 1986 dalam Adi Ratno 2012., menyatakan bahwa, yang dimaksud

dengan produksi adalah segala hasil ciptaan benda-benda atau jasa-jasa secara

langsung maupun tidak langsung dapat memenuhi kebutuhan manusia. Sedangkan

menurut (Kartasapoetra 1978 dalam Adi Ratno 2012) bahwa, produksi adalah segala

kegiatan untuk menciptakan atau menambah nilai guna suatu benda dan oleh segala

kegiatan yang ditujukan Untuk memuaskan orang lain lewat pertukaran. Dan (Bruce,

R. C. Robert 1994 dalam Adi Ratno 2012) bahwa, produksi adalah proses kombinasi

dan kordinasi meterial dan kekuatan-kekuatan (input, faktor sumberdaya atau jasa-jasa

produksi) dalam perbuatan barang dan jasa (output atau produk).


9

Pengertian lain yang dikemukakan oleh (Mubyarto, 1984 dalam Adi Ratno 2012)

membedakan produksi atas dua pengertian yaitu pengertian teknis dan pengertian

ekonomis. Pengertian teknis berarti proses memadu (menjadikan barang atau zat) yang

Sudah ada, sedangkan pengertian ekonomisnya, produksi berarti pekerjaan yang

menimbulkan guna, memperbesar guna yang ada dan membagikannya itu kepada

orang banyak.

Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan

bahwa produksi adalah suatu proses kegiatan untuk menambah nilai guna atas barang

dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat. Untuk memudahkan penentuan

produksi selanjutnya diperlukan bermacam-macam kegunaan yaitu guna bentuk (form

utility), guna tempat (place utility), guna waktu (time utility), guna milik (pessesion

utility) dan guna Jasa (service utility).

Untuk menghasilkan barang dan jasa yang terus, menerus diperlukan barang-

barang yang lain dalam bentuk yang lain pula yang terdapat disekitar kita ini seperti

sinar matahari, udara, tanah dan manusia itu sendiri, ini semua disebut faktor produksi.

Sebagian ahli ekonomi membagi faktor produksi kedalam dua kelompok besar yaitu

modal dan tenaga kerja, sebagian lagi membagi mesin-mesin, jalan raya dan kereta

api, bahan mentah, persiapan bahan jadi dan setengah jadi dalam gudang dan bahan

yang terdiri dari tanah, air, udara, dan sinar matahari. Berdasarkan penjelasan tersebut

di atas maka produksi merupakan kombinasi dari faktor produksi tanah, modal dan

tenaga kerja untuk memperoleh produksi yang maksimal (Rianse, 2008 dalam Adi

Ratno 2012).

Fungsi produksi merupakan suatu fungsi produksi sehubungan antara output

(produksi fisik) dengan faktor produksi (input). (Brucce 1994 dalam Adi Ratno 2012),

mendefinisikan fungsi produksi sebagai sebuah deksripsi matematis atau kuantitatif


10

dari berbagai macam kemungkinan produksi teknis yang dihadapi oleh suatu

perusahaan. Fungsi produksi diberikan output maksimal dalam pengertian fisik dari

tiap tingkat input dalam berbagai pengertian fisik.

2.3 Biaya Produksi

Patong, 1986 dalam Adi Ratno 2012, mengatakan bahwa biaya mempunyai

peranan penting dalam setiap pengambilan keputusan usahatani. Besar kecilnya biaya

yang dikeluarkan untuk memproduksi sesuatu menentukan besarnya harga produksi

yang dihasilkan.

Menurut Hernanto, 1989 dalam Adi Ratno 2012, biaya yaitu biaya-biaya yang

dianggap memberikan manfaat dimasa yang akan datang. Jadi biaya merupakan

sejumlah korbanan baik yang berupa uang, maupun yang tidak berupa uang dalam

suatu proses produksi yang dipergunakan dalam pilihan yang terbaik dengan harapan

dapat memberikan manfaat yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Biaya produksi akan selalu muncul dalam setiap kegiatan ekonomi dimana

usahanya berkaitan dengan produksi, kemunculan itu sangat berkaitan dengan

diperlukannya input (faktor-faktor produksi) ataupun korbanan-korbanan lainnya yang

digunakan dalam kegiatan produksi tersebut.

Menurut Kartsapoetra, 1978 dalam Adi Ratno 2012, biaya produksi adalah

semua pengeluaran yang dikeluarkan produsen untuk memperoleh faktor-faktor

produksi dan bahan bahan penunjang lainnya yang akan didayagunakan agar produksi-

produksi tertentu yang telah direncanakan dapat terwujud dengan baik. (1) Biaya

variabel, yaitu biaya yang diperuntukkan bagi pengadaan faktor-faktor produksi, yang

sifatnya berubah-rubah atau bergantung pada produk yang telah direncanakan. (2)

Biaya tetap, yaitu biaya yang diperuntukkan bagi pembiayaan faktor-faktor produksi
11

yang sifatnya tetap. (3) Biaya eksplisit, yaitu pengeluaran-pengeluaran pihak produsen

yang berupa pembayaran dengan uang (cek), untuk memperoleh faktor-faktor produksi

atau bahan penunjang lainnya. (4) Biaya tersembunyi yaitu taksiran pengeluaran atas

faktor-faktor produksi yang dimiliki produsen itu sendiri.

Selanjutnya menurut (Hemanto,1989 dalam htt://www.scribd.com) diakses 22

april 2012 mengkategorikan biaya menjadi 3 kategori, yaitu :

1. Biaya tetap (fixed cost) yaitu biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa

produksi, misalnya pajak air, pajak tanah, penyusutan alat dan pembangunan

pertanian, pemeliharaan traktor dan pompa air, dan lain-lain.

2. Biaya variabel atau biaya berubah (variable cost ) yaitu biaya yang besar kecilnya

tergantung pada besar kecinya skala produksi, misanya pembelian pupuk,

bibit/benih, pestisida pengendali hama, buruh dan tenaga kerja upahan, biaya

panen, biaya pengolahan tanah baik yang dikontrak maupun yang harian.

3. Biaya tunai yaitu biaya yang langsung dibayarkan seperti pajak air, pajak tanah,

pemakaian pupuk, benih/bibit, pestisida, dan tenaga kerja dari luar keluarga.

4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) yaitu biaya yang diperhitungkan tetapi tidak

langsung dibayarkan, misainya untuk tenaga kerja sendiri, bunga modal sendiri.

2.4 Pendapatan

Tohir, 1994 dalam Makmursyam, 2010, pendapatan merupakan uang dan itu

merupakan cerminan hasil, dari adanya kemampuan ekonomi dalam spesialisasi

terhadap pembagian pendapatan, makin tinggi income/cost dari suatu usahatani maka

pengusaha yang bersangkutan dikatakan berhasil.

Pendapatan adalah selisih biaya yang dikeluarkan dari penerimaan yang

diperoleh, oleh karena itu dalam menganalisis pendapatan usahatani memerlukan dua
12

keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka

yang ditetapkan.

Besamya produksi dan pendapatan yang diterima petani tidak hanya ditentukan

oleh luasnya lahan usahatani tetapi kombinasi cabang usahatani serta cara memilih

cabang usahamana yang menguntungkan memegang peranan penting dalam

menentukan upaya petani untuk mempertimbangkan pola pengelolaan usahataninya,

petani dalam mengelola berusaha untuk mempertinggi hasil produksinya.

Penerimaan adalah pemasukan sumber dana yang berasal dari penjualan barang

atau jasa sebagai suatu usaha untuk memperoleh laba. Selanjutnya Suparmoko,1993

dalam Adi Ratno 2012, menyatakan bahwa, penerimaan usahatani berwujud tiga hal,

yaitu. (1) hasil penjualan tanaman, ternak, ikan atau produksi yang dijual, (2) produksi

yang di konsumsi pengusaha dan keluarga selama melakukan kegiatan, (3) kenaikan

nilai inventaris. Besar kecilnya pendapatan dalam usahatani ditentukan efisiensi biaya

produksi, pengadaan bahan, faktor produksi dan efisiensi-efisiensi biaya tataniaga.

Berdasarkan tingkat pendapatan pada suatu usahatani merupakan ukuran

keberhasilan dari suatu usahatani yang dikelola. Pendapatan ini digunakan untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan dapat digunakan sebagai modal dalam

memperluas usahanya. Ada berberapa faktor yang memenuhi pendapatan usahatani

adalah (a). luas lahan, meliputi areal tanam, luas pertanaman dan luas pertanaman rata-

rata, (b). tingkat produksi, (c). pilihan dan kombinasi cabang usaha, (d). intensitas

pengusahaan pertanaman.

Menurut Soekartawi, 2002, bahwa total pendapatan diperoleh dari total

penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses produksi. Tuwo, 2001

dalam Hami, 2012, berpendapat bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara

biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Maka tinggi penerimaan
13

dari usahatani maka pendapatan usahatani semakin tinggi. Selanjutnya dikatakan

bahwa bentuk dan macam pendapatan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kegiatan

yang ada mulai dari yang bersahaja sampai pada tingkat yang modern.

Salah satu faktor yang penting dalam berusahatani adalah peningkatan

pendapatan usahatani, karena menurut fungsinya bahwa usahatani akan dialokasikan

untuk memenuhi segala kebutuhan petani sehingga besarnya pendapatan dan cara

menggunakan inilah menemukan tingkat hidup petani. Dengan demikian tujuan

berusahatani adalah untuk memperoleh produksi dan pendapatan yang tinggi dengan

sumberdaya tanah, tenaga kerja dan modal yang tersedia (Kartosaputra, 1988 dalam

Harni, 2012).

2.5 Usahatani Padi Gogo

Usahatani padi gogo/ladang merupakan tanaman yang biasa ditanam di lahan

kering. Tanaman ini merupakan tanaman semusim jenis padi (Oryza sativa L.) yang

diusahakan ditanah tegalan kering secara menetap dan kebanyakan ditanam di daerah

tropika. Jenis tradisional (Varietas Genjah) memiliki ciri-ciri : berbatang tinggi,

berumur sedang, anakan sedikit, bentuk gabah bulat dan tahan terhadap kekeringan

(Setiawan, 2000 dalam Hendri Metro Purba 2005). (Basyir et al., 1995 dalam Hendri

Metro Purba 2005) mengemukakan bahwa siklus hidup tanaman padi ladang berkisar

antara 90 hingga 140 hari, tergantung pada varietasnya. Masa pertumbuhan padi

ladang terdiri dari tiga fase : (1) fase vegetatif, (2) fase reproduktif, dan (3) fase

pemasakan, fase vegetatif merupakan masa pertumbuhan batang dan daun (55 hari),

sejak masa perkecambahan benih sampai pembentukan primordial bunga pada ujung

batangnya. Fase reproduktif adalah masa dari tahap munculnya primordia bunga

sampai waktu keluar bunga (35 hari). Pada fase ini tanaman padi ladang sangat sensitif
14

terhadap cekaman lingkungan. Fase pemasakan adalah masa keluarnya bunga sampai

gabah masak, sementara tahapan yang dilalui adalah masak susu sekitar 92 hingga 110

hari setelah tanam, masak padat sekitar 102 hingga 120 hari setelah tanam, dan masa

penuh sekitar 112 hingga 120 hari setelah tanam.

Padi gogo/ladang dapat tumbuh hampir pada sernua jenis tanah. Menurut

Madkar et al. 2000, dalam Hendri Metro Purba 2005, pertumbuhan dan hasil padi

ladang dipengaruhi oleh tekstur, struktur, unsur hara, dan pH tanah. Tekstur tanah

dengan kemampuan menyimpan air yang tinggi merupakan kondisi yang sesuai bagi

tanaman padi ladang. Tanah dengan kemampuan menyimpan air yang rendah dapat

menimbulkan masalah kelembabam yang rendah setelah hujan berhenti. Hal ini dapat

menyebabkan ketersediaan unsur hara dalam tanah akan menurun (Gupta dan O'Toole,

1986 dalam Hendri Metro Purba, 2005). Menurut De Datta dalam Setiawan (2000),

perubahan unsur hara dalam tanah merupakan salah satu faktor yang membatasi

produktivitas tanaman pada lahan kering. pH tanah yang sesuai untuk pertumbuhan

padi ladang berkisar antara, 5.5 hingga 6.5 pada pH yang lebih rendah dari 5.0 padi

ladang dapat mengalami gangguan kekahatan unsur P, keracunan Fe dan Al,

seclangkan bila lebih dari 7.0 dapat menyebabkan tanaman padi ladang mengalami

kekahatan unsur Zn (Gupta dan O'Toole, 1986 dalam Hendri Metro Purba, 2005).

Demikian pula Geertz 1963 dalam Hendri Metro Purba, 2005 mengatakan

bahwa perladangan itu ditandai oleh tidak adanya pembajakan, input tenaga-tenaga

sedikit dibandingkan dengan bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga

hewan ataupun pemupukan dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi.

Peladang pada umumnya hidup berpencar berjauhan satu dengan yang lain, baik antara

tempat tinggal di dalam desa maupun antar desa yang satu dengan lainnya. Hal ini

bukan karena sifat peladang yang enggan untuk hidup berdekatan, melainkan
15

merupakan usaha untuk menyesuaikan antara kepentingan bercocok tanam dengan

keadaan alamnya (Hariyanto, 1994 dalam Hendri Metro Purba, 2005).

Menurut Ditjen Kehutanan Direktorat Reboisasi dan Hariyanto (1994) dalam

htt://www.scribd.com diakses, 22 April 2012 beberapa sistem perladangan yang ada di

Indonesia adalah :

a. Sistem rotasi alami, yang merupakan sistem yang paling sederhana, lahan-lahan

bekas perladangan yang sedang menurun produktivitasnya, baik karena tingkat

kesuburannya sudah berkurang atau besarnya gangguan gulma, diserahkan begitu

saja kepada kekuatan alam untuk merehabilitasi dirinya melalui suksesi alami,

sistem ini terdapat dipedalaman Kalimantan.

b. Sistem tanaman sela, merupakan suatu peningkatan dari sistem rotasi alami, lahan-

lahan perladangan pada saat penggarapan pertama sudah ditanami tanaman sela

yang ditanam dalam bentuk larikan sejajar kontur, sehingga dapat berfungsi sebagai

pencegah erosi serta penyubur tanah. Tanaman sela itupun dibiarkan tumbuh

sehingga suksesi alami berjalan lebih cepat. Sistem ini ditemui di Nusa Tenggara

Timur terutama Kupang.

c. Sistem talun, yang merupakan perkembangan dari sistem rotasi alami, sebagai

akibat masuknya pertimbangan pemilihan jenis tanaman yang disesuaikan dengan

keadaan pasar dan kondisi fisik lahannya. Yang dimaksud dengan talun adalah

lapangan yang ditanami dengan berbagai macam pohon, baik kayu-kayuan maupun

buah-buahan. Jenis dan susunan pepohonan tersebut dibuat sedemikian sehingga

mempunyai prospek ekonomis serta sesuai dengan kebutuhan pemiliknya. Sistem

talun ini muncul atau dikenal terdapat di daerah Jawa Barat.

d. Sistem tumpangsari, sejak saat pertama penggarapan ladangnya, para peladang

menanam tanaman keras secara bersamaan dengan tanaman pangan. Jenis-jenis


16

tanaman keras yang dipilih adalah yang mempunyai prospek ekonomis baik seperti

karet, kelapa, lada, kopi dan cengkeh dan jati. Sistem ini terdapat di Sulawesi,

Lampung dan Sumatera Selatan.

Dengan adanya hal ini, peningkatan produksi padi gogo/ladang didorong

kelahan kering diantaranya pada lahan tidur dan diareal perkebunan dengan cara

usahatani padi gogo. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah mengoptimalisasikan lahan

yang selama ini belum dimanfaatkan secara penuh, selain itu pengembangan padi gogo

diharapkan dapat mendukung kelestarian swasembada pangan nasional, peningkatan

pendapatan petani, menambah kesempatan kerja serta peningkatan produktivitas lahan.

Menurut (Sumamo et al 2007 dalam htt://www.scribd.com, diakses 22 April

2012) upaya peningkatan produksi beras nasional melalui perluasan areal tanam padi

gogo dinilai lebih pasti, memihak rakyat miskin dan menciptakan lapangan pekerjaan

baru serta memberikan tambahan produksi beras yang berkelanjutan, Usahatani padi

gogo memiliki nilai positif dalam mendukung ketahanan pangan nasional karena

musim panen yang lebih awal, pada waktu cadangan beras pasar sedang menipis.

Produksi yang diperoleh dari usahatani padi gogo/ladang adalah berupa Gabah

Kering Panen (GKP) yang dihasilkan. Karena gabah yang umumnya dijuat didaerah

penelitian adalah gabah kering panen, maka agar nilai produk tersebut tidak

menyimpang, maka peneliti menggunakan harga GKP. (htt://www.scribd.com, diakses

22 April 2012).

2.6 Usahatani Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-

bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari amerika yang tersebar ke Asia dan

Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abat ke-16
17

orang Portugal menyebar luaskan ke Asia termasuk Indonesia. Orang belanda

menamakannya mais dan orang inggris menamakannya corn.

Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asalkan tanah tersebut

memiliki drainase dan aerase yang baik serta kaya akan bahan organik. Kemasaman

tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung yaitu antara pH 5,5-7,5 dan yang optimal

6,9 (Departemen Pertanian, 1994 dalam Asdar, 2010).

Usahatani jagung di Kabupaten Konawe Selatan merupakan suatu usaha

dibidang pertanian tanaman pangan yang menjadi pilihan bagi petani karena dianggap

sebagai komoditas yang berpotensi dan cocok dengan kondisi alam yang ada. Banyak

faktor yang mempengaruhi keberhasilan usahatani jagung, baik faktor internal maupun

faktor eksternal. Faktor internal berasal dari lingkungan petani jagung antara lain

tingkat harga input variabel, tingkat harga input tetap, jumlah produksi, kualitas

produksi jagung serta perilaku petani dalam mengalokasikan input-input maupun

penanganan pasca panen. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi pendapatan

usahatani jagung adalah tingkat harga yang diterima petani, jumlah pembelian hasil

oleh pasar dan kebijakan pemerintah. Disisi lain, usahatani jagung adalah kegiatan

untuk memproduksi yang pada akhirnya akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan

penerimaan yang diperoleh (Warsana, 2007).

Hal ini sejalan dengan meningkatnya pendapatan dan bertambahnya jumlah

penduduk, maka permintaan terhadap bahan makanan bergizi yang bersumber dari

aneka makanan terus meningkat. Berkembangnya industri pangan yang mengolah

jagung keberbagai bentuk produk olahan menyebabkan permintaan akan jagung dalam

negeri semakin meningkat. Disisi lain, produksi dan produktivitas jagung secara

nasional relatif masih rendah, yakni baru sekitar 2,8 ton/ha., sementara telah tersedia

teknologi produksi jagung yang dapat memberikan hasil 4,8 - 8,5 ton/ha, tergantung
18

pada kondisi lahan dan tingkat penerapan teknologinya. Untuk itu ditinjau dari aspek

produktivitas dan ketersediaan teknologi, maka peluang untuk meningkatkan

produktivitas jagung ditingkat petani masih terbuka luas (Subandi, 2005).

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dan komoditas unggulan. Jagung

menjadi unggulan karena peranannya yang semakin strategis baik untuk pemenuhan

kebutuhan pangan maupun sebagai komoditas agribisnis.

Adapun tahapan budidaya usahatani jagung sebagai berikut:

- Persiapan Benih

Persiapan benih untuk budidaya memegang peran penting dalam upaya peningkatan

produksi jagung, mutu benih meliputi mutu fisik, genetik dan fisiologis benih. Secara

umum, mutu benih jagung yang baik dicirikan beberapa hal, antara lain: daya tumbuh

besar lebih dari 90 %, tidak tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran,

tidak tercemar hama dan penyakit, sehat dan bernas serta tidak keriput tetapi

mengkilap. Untuk persiapan benih ini pastikan benih yang berkualitas, sebelum

dilakukan penanaman disarankan menggunakan Ridomil Gold 350ES dengan closis

12,5 ml per 5 kg benih. Kebutuban benih cukup 15 kg untuk keperluan 1 Ha.

- Persiapan Lahan

Untuk persiapan lahan yang akan ditanami jagung bisa dilakukan dengan dua cara

pengolahan. Pertarma, lahan bajak sedalam 15 - 20 cm, kemudian diratakan dengan

garu/cangkul agar gembur, bersihkan lahan dari sisa-sisa tanaman dan gulma, gunakan

kompos/pupuk kandang sebanyak 5-10 ton/ha. Kedua, Gulma dan sisa tanaman dapat

dikendalikan dengan menggunakan herbisida nokson dengan dosis 5 Itr/ha atau

dengan herbisida Rambo dengan dosis 5 Itr/ha.

- Penanaman Jagung

Setelah lahan diolah, tahap selanjutnya adalah penanaman, namun sebelum


19

penanaman dilakukan, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu pola tanam yang

diinginkan dan ditentukan jarak tanamnya. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan

umur panen. Semakin panjang umurnya, tanaman akan semakin tinggi dan

memerlukan tempat yang lebih luas. Jagung berumur panjang dengan waktu panen

lebih dari 100 hari setelah tanam, sebaiknya jarak tanamnya dibuat 100 cm X 50 cm

(2 tanaman/lubang) atau 100 cm X 25 cm (1 tanaman per lubang). Jagung

berumur sedang (umur panen 80 - 100 hari), jarak tanamnya 75 cm X 25 cm (1

tanaman/lubang). Sementara jagung berumur pendek (umur panen kurang dari 80

hari) jarak tanamnya 50 cm X 20 cm ( 1 tanaman/lubang).

Lubang tanam dibuat dengan alat tugal, kedalaman lubang perlu diperhatikan agar

benih tidak terhambat pertumbuhannya. Untuk penanaman ini, prinsipnya adalah lahan

ditugal sedalam 3-5 cm, dan seetiap lubang hanya diisi 1 atau 2 butir benih, tergantung

jarak tanamnya. Kemudian lubang yang terisi benih tersebut ditutup, dengan tanah

atau pupuk kandang yang sudah matang (Hasmar Harahap, 2007).

2.7 Usahatani Tumpangsari Padi Gogo Dengan Jagung

Sistem penanaman ganda merupakan sistem bercocok tanam dengan menanam

lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah bersamaan atau digilir. Sistem ini

dapat menunjang strategi pemerintah dalam rangka pelaksanaan program diversifikasi

pertanian yang diarahkan untuk dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya dengan tetap memperhatikan kelestariannya.

Sistem pertanian ganda ini sangat cocok bagi petani kita dengan lahan sempit di

daerah tropis, sehingga dapat memaksimalkan keuntungan dengan input luar yang

rendah sekaligus meminimalkan resiko dan melestarikan sumberdaya alam. Selain itu

keuntungan lain dari sistem ini : (a) mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-
20

olah, (b) memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan

pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan

tanaman akan lebih tersedia, (c) menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah, (d)

mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula, (e)

mampu menghemat tenaga kerja, (f) menghindari terjadinya pengangguran musiman

karena tanah bisa ditanami secara terus menerus, (g) pengolahan tanah tidak perlu

dilakukan berulang kali, (h) mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan (i)

memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.

Agar diperoleh hasil yang maksimal maka tanaman yang ditumpangsarikan

harus dipilih sedemikian rupa sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu

seefisien mungkin serta dapat menurunkan pengaruh kompetitif yang sekecil-

kecilnya, sehingga jenis tanaman yang digunakan dalam tumpangsari harus memiliki

pertumbuhan yang berbeda, bahkan bila memungkinkan dapat saling melengkapi.

Dalam pelaksanaannya, bisa dalam bentuk barisan yang diselang seling atau tidak

membentuk barisan. Misalnya tumpangsari kacang tanah dengan ketela pohon, kedelai

diantara tanaman jagung, atau jagung dengan padi gogo, serta dapat memasukan

sayuran-sayuran seperti kacang panjang, bayam dan paria di dalamnya.

Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pola tanam ganda dengan menanam

dua atau lebih jenis tanaman pada suatu areal pertanaman dan waktu tanam bersamaan

dengan jarak tanam tertentu. Tanaman yang ditumpangsarikan harus memiliki keriteria

tahan terhadap naungan, banyak mempunyai bahan organik, dan tahan terhadap hama

penyakit (Arwati, 2006 dalam Asdar, 2010).

Pola tanam erat kaitannya dengan efisiensi penggunaan lahan, memperhatikan

keseimbangan ekosistem, dan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Menurut Ahmed

et al. 2000 dalam Asdar 2010 sistem tumpangsari merupakan salah satu bentuk
21

tanaman ganda dengan menanam dua atau lebih tanaman pada suatu areal dan waktu

yang bersamaan dengan jarak tertentu.

Di sisi lain, sistem tanaman tumpangsari dapat mempertahankan dan akan

meningkatkan kesuburan tanah, mencegah perkembangan hama dan penyakit tanaman,

mencegah erosi dan mempertahankan kelembapan tanah dari musim kemusim. Selain

itu juga dapat menjamin keberhasilan suatu usahatani, serta meningkatkan produksi

dan pendapatan petani. Sistem tumpangsari juga dapat meningkatkan efisensi

penggunaan lahan dan faktor produksi lainnya. (Asdar, 2010).

Sistem tumpangsari tanaman padi gogo dengan jagung sudah lama diusahakan

oleh petani di Kecamatan Baito dan merupakan tanaman pokok, kebutuhan padi dan

jagung selalu meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya permintaan akan padi

disebabkan kebutuhan pangan dan jagung disebabkan banyaknya permintaan untuk

pangan, pakan ternak dan industri.

Teknik tumpangsari padi gogo dengan jagung adalah penanaman yang baik

dilakukan setelah terdapat 1-2 kali hujan, awal musim penghujan (Oktober -

Desember). Bahkan ada petani yang telah menebar benih pagi gogo sebelum hujan

turun atau yang lebih dikenal dengan sistem Sawur tinggal sistem tanam sawur tinggal

dapat dianjurkan pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan sedikit (bulan basah

antara 3 - 4 bulan) per tahun dan sulit mendapatkan tenaga kerja, (Adhi Surya Perdana,

2010).

Teknik penanaman padi dilakukan dengan cara tugal pada jarak tanam 15 cm x

20 cm pada tanah subur dengan 2-3 butir benih tiap lubang. (Husin, 2002). Jarak

tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak

tanam semakin lebar, jagung berumur panen 80-100 hari sejak penanaman, jarak

tanamnya 50 cm x 100 cm. Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang
22

hanya diisi 2 - 3 butir benih. (htt;//www.teknis-budidaya.blongspot.com, diakses, 7

April 2012). Penanaman tumpangsari lebih baik dari pada secara monokultur terutama

untuk padi gogo dengan jagung (hasil pemuliaan haploid ganda) (Priatna et at, 2005).

Cara penanaman ini lahan yang sudah siap dibuat lubang-lubang tanam dengan

menggunakan tugal, pada umumnya untuk pertanaman padi gogo dengan jagung

menggunakan jarak- tanam 15 cm x 20 cm untuk padi gogo, jarak tanam 50cm x

100cm untuk jagung, setelah lubang bekas tugal terbentuk kemudian 2 - 3 butir benih

padi gogo, dan benih jagung dimasukkan ke dalam setiap lubang tanam dan

selanjutnya ditutup kembali dengan tanah. Sebaiknya sebelum ditanam benih

direndam sekitar 6 - 12 jam, kemudian dikering anginkan sekitar 6 - 12 jam. Pada cara

tanam dengan tugal ini kebutuhan benihnya ± 25 kg/ha untuk padi gogo dan jagung ±

15 kg/ha, perawatan tanaman akan lebih mudah. Oleh karena itu cara ini yang paling

banyak dipraktekkan oleh petani meskipun memerlukan tenaga kerja tanam lebih

banyak dibandingkan cara alur, (Adhi Surya Perdana dan Priatna et at, 2005).
23

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Matabubu Kecamatan Baito Kabupaten

Konawe Selatan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2012. Pemilihan

lokasi penelitian ditentukan secara langsung dengan pertimbangan bahwa pada

wilayah tersebut, petani telah melaksanakan usahatani tumpangsari padi gogo dengan

jagung.

3.2. Metode Penentuan Sampel/Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang berusahatani sistem

tumpangsari padi gogo dengan jagung berjumlah 33 orang. Teknik pengambilan

sampel dilakukan secara sensus yaitu dengan mengambil seluruh jumlah populasi yang

ada sebanyak 33 orang di Desa Matabubu Kecamatan Baito Kabupaten Konawe

Selatan.

3.3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis dan teknik pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah:

a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yakni

dengan mengadakan wawancara daftar pertanyaan (koesioner) kepada responden

dan hasil kunjungan langsung dilapangan.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi maupun lembaga yang ada

kaitannya dengan penelitian kami yaitu data yang berasal dari kantor BPP

Kecamatan Baito Kabupaten Konawe Selatan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan metode

pegumpulan data sebagai berikut :


24

1. Observasi lapangan, yaitu, dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap

obyek yang akan diteliti agar dapat diketahui tempat serta proses kegiatan yang

dilakukan responden.

2. Interview (wawancara), yaitu denganan melakukan wawancara secara langsung

pada responden yang dipilih dengan mengadakan pertanyaan (koesioner) yang telah

disiapkan.

3. Dokumentasi, yaitu dengan membaca-baca buku literatur, bahan-bahan terbitan

serta berbagai laporan dan dokumentasi yang diterbitkan oleh instansi yang

mempunyai hubungan dengan ini.

3.5 Variabel Yang Diamati

Varlabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Identitas responden, yang meliputi: umur, pendidikan, dan pengalaman dalam

berusahatani padi gogo dengan jagung.

b. Variabel pendapatan usahatani yang meliputi: Penerimaan (Produksi, Harga),

Pengeluaran (Biaya tetap dan biaya variabel) dalam usahatani padi gogo dengan

jagung.

3.6 Analisis Data

Untuk mengetahui pendapatan usahatani padi gogo dengan jagung maka data

yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan mengunakan rumus

menurut Budiono, 1992 dalam Makmur Syam, 2010), yaitu:

N I - TR - TC

Dimana:

N I = (Net Income) : Pendapatan bersih (Rp)


TR = (Total Revenue) : Total Penerimaan (Rp)
TC = (Total Cost) : Total Biaya (Rp)
25

Untuk mengetahui besar penerimaan dari setiap, rupiah biaya yang dikeluarkan

digunakan analisis revenue dan cost ratio (R/C ratio) dengan formulasi:

Y1.PY1
R/C ratio :
X1.PX1

Dirnana:

Y1.PY1 : Penerimaan (Revenu).

X1.PX1 : Pengeluaran (Cost)

Kriteria yang digunakan adalah:

R/C ratio > 1 berarti menguntungkan

R/C ratio = 1 berarti tidak merugikan dan tidak menguntungkan

R/C ratio < 1 berarti merugikan.

3.7 Konsep Operasional

Untuk lebih mengarahkan pelaksanaan penelitian maka dibatasi dengan konsep

operasional terutama terhadap berbagai istilah yang digunakan yaitu :

1. Petani adalah individu yang mengusahakan usahatani tumpangsari padi gogo

dengan jagung.

2. Padi gogo merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun.

3. Modal adalah barang atau uang yang untuk menghasilkan produksi padi gogo

dengan jagung yang dinilai dalam rupiah.

4. Umur adalah usia responden yang dihitung pada saat penelitian, yang dinyatakan

dalam tahun.

5. Pendidikan yaitu jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti oleh responden,

dinyatakan dalam tahun.


26

6. Jumlah anggota keluarga yaitu seluruh anggota keluarga yang dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya berada dalam satu unit pengelolaan, dinyatakan dalam jiwa.

7. Pengalaman berusahatani yaitu lamanya responden untuk usahatani padi gogo

dengan jagung, dinyatakan dalam tahun.

8. Lahan yaitu luas lahan yang diusahakan untuk usahatani padi gogo dengan

jagung, dinyatakan dalam hektar.

9. Tenaga kerja adalah jumlah tenaga keja yang bekerja dalam proses produksi

usahatani padi gogo dengan jagug yang dinyatakan dalam setiap pria (HKP/ha).

10. Produksi adalah hasil fisik usahatani padi gogo dengan jagung yang dihasilkan,

dinyatakan dalam kg.

11. Pendapatan adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang

digunakan yang dinyatakan dalam rupiah.

12. Perkembangan usahatani adalah kenaikan penggunaan faktor produksi, kenaikan

produktivitas serta kenaikan pendapatan usahatani padi gogo denganjagung.

13. Biaya adalah nilai dari faktor produksi yang digunakan dalam usahatani padi gogo

dengan jagung, dinyatakan dalam Rp/ha.

14. Penerimaan adalah nilai dari produksi fisik usahatani padi gogo dengan jagung,

yang dinyatakan dengan rupiah.

Anda mungkin juga menyukai