Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Medis Kehamilan lewat bulan (Post Date)


1. Definisi
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melewati 294 hari
atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu
didapatkan dari perhitungan usia kehamilan, seperti rumus Naegele atau
dengan tinggi fundus uteri serial.
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan berlangsung
sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid
terkhir menurut Naegele dengan siklus rata-rata 28 hari.

2. Etiologi
Seperrti halnya bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab
terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori yang diajukan
pada umumnya menyatakan menyatakan bahwa terjadinya post term sebagai
akibat gangguan terhadap timbulnya persalinan. Beberapa teori diajukan
antara lain sebagai berikut:
a. Pengaruh progesteron
Kejadian endokrin yang penting dalam memacu proses biomolekuler
pada persalinan dan meningkatkan snsitivitas uterus terhadap oksitosin.
Sehingga menduga bahwa terjadinya kehamilan krena berlangsungnya
pengaruh progesteron
b. Teori oksitoksin
Pemakaian oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan post term
memberi kesan bahwa oksitosin secara fisiologis memegang peran
penting dalam menimbulkan persalinan dan pelepasan dari
neurohipofisisibu hamil yang kuran pada usia kehamilan lanjut
c. Teori kortisol/ ACTH janin
Mempengaruhi plasenta sehingga produksi progesteron berkurang dan
memperbesar sekesi estrogen selanjutnya berpengaruh pada
meningkatnya produksi protaglandin. Kadar kortisol rendah merupakan
tidak munculnya HIS
d. Saraf uterus
Tekanan pada ganglion serviks dari fleksus frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak terjadi
tekanan pada fleksus ini seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek,
dan bagian bawah masih tinggi diduga sebagai penyebab kehamilan
posterm
e. Heriditer
f. Seorang ibu mengalami kehamilan post term saat melahirkan anak
perempuan makan besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami
kehamilan post term
g. Kurangnya air ketuban
h. Insufisiensi plasenta
(Sarwono, 2008)

3. Tanda dan gejala


a. Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali per
30 menit atau secara obyektif dengan KTG kuran dari 10 kali per 30
menit
b. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi:
1) Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi
sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas
2) Stadium II, seperti stadium I pewarna mekonium (kehijauan) di kulit
3) Stadium III, seperti stadium I disertai warna kekuningan pada kuku,
kulit dan tali pusat

4. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggi dan
kemuudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu.hal ini dibuktikan
dengan penurunan estrisol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi
plasenta berkaitan dengan peningkatan gawat janindengan resiko 3 kali.
permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran Co2/ o2 akibat tidak timbul HIS sehingga
permasakan nutrisi dan o2 menurun menuju janin di samping adanya
spasme arteri spiralis menyebabkan janin disamping adanya spasme arteri
spiralis menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasentta dapat
mengakibatkan pertumbuhan janin semakin melambat dan penurunan berat
disebut dismatur, sebagian janin bertmbah besar sehingga memerlukan
tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme jani, jumlah air
ketuban berkurang, dan makin kental menyebabkan perubahan abnorml
jantung janin.

5. Penatalaksanaan
a. Setelh usia kehamilan lebih dari 40-42 minggu yang penting adalah
monitoring janin sebaik-baiknya
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
c. Kehamilan lewat waktu memerlukan perolongan, induksi persalinan atau
persalinan anjuran. Persalinan induksi tidak banyak menimbulkan
penyulit bayi, asalkan dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas yang
cukup.
Dalam persalinan lewat waktu, pengawasan saat persalinan induksi
sangat penting karena setiap saat dapat terancam gawat janin, yang
memerlukan pertolongan segera.
Persaliann anjuran/induksi dapat dilakukan segera dengan metode
1) Persalian anjuran dengan infus pitiutrin (sintosinon) 5 unit dalam 500
cc glikosa 5%
2) Amniotomi(pemecahan ketuban)
3) Menggunakan prostaglandin
4) Pemeberian misoprostol
5) Kateter foley

B. Prosedur Pembedahan
1. Pengertian Sectio Caesarea
Operasi caesar atau sering di sebut sectiocaesarea adalah melahirkan
janin melalui sayatan dinding perut (abdomen) atau dinding rahim (uterus).
Sectiocaesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat
rahim dalam keadaan utuh serta bera janin diatas 500 gram. (Wiknjosastro,
2006). Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan
berat badan diatas 500 gram, melalui sayatan pada dinding utetus yang
masih utuh (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012).

2. Jenis-Jenis Sectio Caesarea


Menurut (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012) jenis-jenis sectio caesarea
antara lain:
a. Sectiocaesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira kira panjang 10 cm.
b. Sectiocaesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf dengan segmen bawah rahim kira -
kira 10 cm.
Menurut Benson (2008) jenis-jenis section Caesareaadalah sebagai berikut:

a. Insisi Abdominal Transversal


Untuk hasi lkosmetik terbaik, buatlah insisi simetri sekitar 2 cm di
atas simfisis pubis sedikit melengkung kesamping atas. Pisahkan jaringan
subkutan dengan cara yang sama dan lakukan hemostasis. Setelah
melakukan insisi melintang pada fasia rektus, peganglah rafe-digaris
tengah dan pisahkan jaringan dibawahnya dengan diseksi tajam. Tariklah
otot-otot rektus (dan otot piramidalis jika tampak) kearah lateral dan
masukin fasia posterior yang tipis serta peritoneum pariental secara
melintang atau tegak lurus dengan diseksi tajam.
Untuk menutup peritoneum, mulailah menutup insisi transversa
dengan jahitan bersambung menggunakan poliglikolik 0 atau 00. Otot-
otot rektus didekatkan di garis tengah dan tutuplah fasia dengan jahitan
terputus atau bersambung dengan poliglikolik 0 atau 00. Jaringan
subkutan di dekatkan dan tutuplah kulit dengan tepat.

b. Insisi Abdominal Vertikal


Abdomen biasanya dimasuki melalui insisi vertikal garis tengah
yang rendah meskipun kadang-kadang insisi abdominal transversal dapat
digunakan untuk sectio secara klasik .Insisi garis tengah biasanya
mengikuti linea nigra dan memanjang dari umbilicus sampai simfisis
pubis. Setelah menginsisi jaringan subkutan, insisilah rafegaris tengah
secara tajam dan masuki peritoneum parietal dengan diseksi tajam.
Insisi vertikal biasanya ditutup dengan jahitan pada lapisan
peritoneal dengan poliglikolik 00 atau 0. Jaringan fasia ditutup dengan
jahitan terputus menggunakan benang berukuran 0 yang dapat diserap
atau tidak dapat diserap. Setelah jaringan subkutan didekatkan kembali,
kulit ditutup.
c. Sectio Sesarea Klasik
Indikasi sectio saesarea klasik adalah plasenta previa, letak janin
melintang atau oblik dan jika persalinan cepat sangat penting. Sectio
seesarea klasik merupakan tindakan yang paling sederhana. Buatlah insisi
vertikal pada bagian bawah korpus uteri (diatas lipatan vesikouteri)
melalui peritoneum viseral ke dalam miometrium. Setelah masuk ke
dalam kavum uteri, perluaslah insisi ke arah kaudal dan kranial dengan
gunting perban. Lahirkan bayi, plasenta dan selaput ketuban.
Tutuplah insisi dengan tiga lapis jahitan yang dapat diserap
(missal, poliglikolik). Tutuplah dua lapisan yang lebih dalam dengan
jahitan terputus atau bersambung menggunakan benang 0 atau 00 dan
lapisan yang lebih atas dengan jahitan bersambung (atau baseball)
menggunakan benang 00 atau 000.

C. Etiologi
Menurut (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012) penyebab sectio caesarea
antara lain:
a. Indikasi yang berasal dari ibu
Yaitu pada grimigravida dengan kelainan letak primipara tua disertai
kelainan letak, ada disproporsi sevalo pelvik (disproposi janin/ panggul),
sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan
panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta,
tingkat I - II, komplikasi kehamilan yaitu preklamsia-eklampsia atas
permintaan kehamilan yang disertai penyakit (jantung/DM) gangguan
perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
b. Indikasi yang berasal dari janin
Fetal distess/ gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forsepsekstrasi.

D. Komplikasi
Menurut (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2012) komplikasi sectio caesarea
antara lain:
a. Infeksipuerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu, selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis
dan sebagainya.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-
cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme
paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya
parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa
terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak
ditemukan sesudah sectio sesarea klasik.

E. IndikasiSectio Caesarea
Menutut Benson (2008) indikasi umum section caesareaadalah sebagai
berikut:
1. Sectiosaesareaberulang
2. Distosia
a. Disproporsi janin panggul
1) Panggul (insufisiensi jalan lahir)
a) Tunggal panggul
i) Pintu atas panggul (biasanyaanterior-posterior<10 cm)
ii) Panggul tengah(biasanyaspinaiskiadika <9,5 cm)
iii) Pintu bawah panggul (sangat jarang dan hampir tidak
pernah terlihat tanpapenyempitan panggul lainnya)
b) Obstruksi jaringan lunak
i) Plasenta letak rendah (terutamatertanam diposterior)
ii) Leiomiomauteri
iii) Tumor ovarium
iv) Neoplasiatraktusgenitalialainnya(jarang)
2) Komplikasi padajanin (penumpang)
a) Janin normal
i) Makrosomia (>4000gram)
ii) Malposisi dan malpresentasi
(1) Presentasi bokongyangsulit untuk persalinan per
vaginam
(2) Defleksi kepala
(3) Presentasi dahi
(4) Posisi dagu posterior
(5) Presentasi bahu
(6) Presentasi majemuk
b) Janin dengan anomali
i) Meningomielokel
ii) Hidrosefalus
iii) Teratomasakrokoksigeus
iv) Anomalijanin lainnya
c) Kehamilan multiple
i) Kembardua
(1) KembarA presentasi apapun kecualivertex
(2) KembarBtidak sesuai persalinan per vaginam
(3) Versi luarintrapartumgagal
(4) Gawatjanin(bahkanjikakembarAsudahdilahirkan
per vaginam)
(5) Semua kembarmonoamnion
ii) Kembartiga atau lebih
3) Kelainan persalinan (Tenaga)
a) Inersiauteri primer
i) Faselaten memanjang (jarang, tetapi>20 jam pada
nuliparadan >14 jam padamultipara
ii) Persalinanyangberlarut-larut
Dilatasi fase aktifyangberlarut-larut (nuligravida<1
cm/jam, multigravida <1,5 cm/jam)
iii) Penurunan janin tidak maju (nuligravida <1cm/jam,
multigravida <2cm/jam)
iv) Inersiauteri karenadisproporsi janin-panggul
v) Induksigagal
3. Gawat janin
a. Insufisiensi uteroplasenta
b. Kecelakaan padatali pusat
c. Asidosis metabolik
4. Perdarahan obstetrik (ibuatau janinatau keduanya)
a. Solusi plasenta
b. Plasenta previa
c. Ruptur uteri
d. Vasaprevia
5. Infeksi
a. Severechorioamnionitis
b. Herpesgenitalis aktif padaibu
c. Beberapakasus kondilomata akuminatagenital
6. Komplikasi padaibu dan/ atau janinyangkemungkinan diperburuk oleh
proses persalinan atau pelahiran per vaginam ataukeduanya
7. Uji antepartum menunjukan intoleransi persalinan
8. Distosia servikal
9. Medis
a. Preeklamasi-eklamasi berat
b. Diabetes (hanyakadang-kadang)
c. Eritroblastosis
d. Penyakitjantungberat padaibu hamil
e. Keadaan melemahkan lainnya
10. Pembedahan
a. Lukaparut aslipadauterus atau serviksyangdapat ruptur akibat
persalinan (misalnyamiomektomiluas, trakelorafi)
b. Pemasangan cincin serviks
1) Semua pemasangancincin servik abdominal
2) Pemasangan cincin vagina tertentu (misalnyayang tidak dapat
dilepas )
3) Masalah serius padaibu (misalnyafistulavesikovaginaatau
rektovagina)
4) Operasi plastik vaginayangluas sebelumnya
11. Karsinoma serviks

F. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea


a. Ultrasonografi(USG)
b. PemantauanElektrokardiogram(EKG)
c. Pemantauan janin terhadap kesehatan
d. Elektrolit
e. Hemoglobin/hematokrit
f. Golongan darah
g. Urinalisis
(Tucker, 1998dalam NANDA,2015)

G. Peran Perawat dalam Intraoperatif Sectio Caesarea


a. Peran Perawat Instrumen
Perawat scrub atau di Indonesia dikenal sebagai perawat instrumen
memiliki tanggung jawab terhadap manajemen instrumen operasi pada
setiap jenis pembedahan. Secara spesifik peran dan tanngung jawab
dari perawat instrumen adalah sebagai berikut :
1) Perawat instrumen menjaga kelengkapan alat instrumen steril
yang sesuai dengan jenis operasi.
2) Perawat instrumen harus selalu mengawasi teknik aseptik dan
memberikan instrumen kepada ahli bedah sesuai kebutuhan dan
menerimanya kembali
3) Perawat instrumen harus terbiasa dengan anatomi dasar dan
teknik-teknik bedah yang sedang dikerjakan.
4) Perawat instrumen harus secara terus menerus mengawasi
prosedur untuk mengantisipasi segala kejadian
5) Melakukan manajemen sirkulasi dan suplai alat instrumen
operasi. Mengatur alat-alat yang akan dan telah digunakan. Pada
kondisi ini perawat instrumen harus benar-benar mengetahui dan
mengenal alat-alat yang akan dan telah digunakan beserta nama
ilmiah dan mana biasanya, dan mengetahui penggunaan
instrumen pada prosedur spesifik.
6) Perawat instrumen harus mempertahankan integritas lapangan
steril selama pembedahan.
7) Dalam menangani instrumen, Perawat instrumen harus
mengawasi semua aturan keamanan yang terkait. Benda-benda
tajam, terutama skapel, harus diletakkan dimeja belakang untuk
menghindari kecelakaan.
8) Perawat instrumen harus memelihara peralatan dan menghindari
kesalahan pemakaian.
9) Perawat instrumen harus bertanggung jawab untuk
mengkomunikasikan kepada tim bedah mengenai setiap
pelanggaran teknik aseptik atau kontaminasi yang terjadi selama
pembedahan.
10) Menghitung kasa, jarum, dan instrumen. Perhitungan dilakukan
sebelum pembedahan dimulai dan sebelum ahli bedah menutup
luka operasi.
(Muttaqin, 2009)

b. Peran Perawat Sirkulasi


Perawat sirkulasi atau dikenal juga dengan sebutan perawat
unloop bertanggung jawab menjamin terpenuhinya perlengkapan yang
dibutuhkan oleh perawat instrumen dan mengobservasi pasien tanpa
menimbulkan kontaminasi terhadap area steril.
Perawat sirkulasi adalah petugas penghubung antara area steril
dan bagian ruang operasi lainnya. Secara umum, peran dan tangggung
jawab perawat sirkulasi adalah sebagai berikut :
1) Menjemput pasien dari bagian penerimaan, mengidentifikasi
pasien, dan memeriksa formulir persetujuan.
2) Mempersiapkan tempat operasi sesuai prosedur dan jenis
pembedahan yang akan dilaksanakan. Tim bedah harus diberitahu
jika terdapat kelainan kulit yang mungkin dapat menjadi
kontaindikasi pembedahan.
3) Memeriksa kebersihan dan kerapian kamar operasi sebelum
pembedahan. Perawat sirkulasi juga harus memperhatikan bahwa
peralatan telah siap dan dapat digunakan. Semua peralatan harus
dicoba sebelum prosedur pembedahan, apabila prosedur ini tidak
dilaksanakan maka dapat mengakibatkan penundaan atau
kesulitan dalam pembedahan.
4) Membantu memindahkan pasien ke meja operasi, mengatur posisi
pasien, mengatur lampu operasi, memasang semua elektroda,
monitor, atau alat-alat lain yang mungkin diperlukan.
5) Membantu tim bedah mengenakan busana (baju dan sarung
tangan steril)
6) Tetap ditempet selema prosedur pembedahan untuk mengawasi
atau membantu setiap kesulitan yang mungkin memerlukan bahan
dari luar area steril
7) Berperan sebagai tangan kanan perawat instrumen untuk
mengambil, membawa, dan menyesuaikan segala sesuatu yang
diperlukan oleh perawat instrumen. Selain itu juga untuk
mengontrol keperluan spons, instrumen dan jarum.
8) Membuka bungkusan sehingga perawat instrumen dapat
mengambil suplai steril.
9) Mempersiapkan catatan barang yang digunakan serta penyulit
yang terjadi selama pembedahan.
10) Bersama dengan perawat instrumen menghitung jarum, kasa, dan
kompres yang digunakan selama pembedahan.
11) Apabila tidak terdapat perawat anestesi, maka perawat sirkulasi
membantu ahli anestesi dalam melakukan induksi anestesi.
12) Mengatur pengiriman specimen biopsy ke labolatorium
13) Menyediakan suplai alat instrumen dan alat tambahan.
14) Mengeluarkan semua benda yang sudah dipakai dari ruang
operasi pada akhir prosedur, memastikan bahwa semua tumpahan
dibersihkan, dan mempersiapkan ruang operasi untuk prosedur
berikutnya.
(Muttaqin, 2009)

H. Anastesi yang Digunakan saat Intraoperatif Sectio Saesarea


a. ANESTESIA LOKAL
1) Jenis-jenis Anestesia Lokal
a) Infiltrasi langsung di sekitar luka
Inervasi saraf di sekitar perineum berasal dari nervus
pudendus. Untuk luka perineum tingkat pertama dan kedua,
cukup dilakukan infiltrasi lokal di sekitar lokasi jahitan luka.
Bahan analgesia yang lazim dipergunakan adalah lidokain
(2-3 ampul, untuk sisi kanan dan kiri). Selanjutnya ditunggu dua
menit, dan jahitan terhadap luka episiotomi dapat dilakukan
dengan aman dan tenang.
b) Blok nervus pudendus.
Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan otot
perineum profunda serta superfisialis. Dengan memblok saraf
pudendus, akan tercapai anestesi setempat sehingga
memudahkanoperator untuk melakukan reparasi terhadap
perineum yang mengalami robekan.
Teknik blok saraf pudendus
1) Siapkan 10 cc larutan lidokain 0,5-1% untuk anestesia.
2) Tangan kanan dimasukkan kedalam vagina untuk mencapai
spina iskiadika.
3) Jarum suntik ditusukkan sampai menembus ujung
ligamentum sakrospinarium, tepat dibelakang spina
iskiadika.
4) Kemudian jarum diarahan agak ke inferolateralis, dilakukan
aspirasi, untuk menghindarkan masuknya obat anestesi
lokal ke dalam pembuluh darah.
5) Suntikan diberikan sebanyak 10 cc dan ditunggu selama 2-5
menit sehingga efek anestesi tercapai.
c) Blok servikal
Lidokain 1% sebanyak 10 cc disuntikkan di bagian kanan dan kiri
(pada jam 3 & 9), sehingga didapat efek anestesi yang bersifat
singkat. Setelah penyuntikan dilakukan, tunggulah beberapa saat
(3-5 menit) untuk mencapai keadaan anestetik, kemudian tindakan
intrauterin dapat dilakukan.
2) Komplikasi Anestesia Lokal
a) Komplikasi terjadi bila anestesia lokal masuk ke dalam pembuluh
darah, sehingga menimbulkan intoksikasi susunan saraf pusat. Oleh
karena itu harus dilakukan upaya untukmenghindarkan masuknya
obat anestesi ke dalam pembuluh darah, dengan jalan melakukan
aspirasi, sebelum penyuntikan dilakukan.
b) Gejala intoksikasi obat anestesi lokal adalah :
1) Pusing dan kepala terasa ringan.
2) Perilaku aneh
3) Kejang-kejang
4) Terdapat gangguan pernapasan
5) Intoksikasi pada sistem kardiovaskuler, dengan gejala/tanda
sebagai berikut :
6) Awalnya, hipertensi dan takikardi, kemudian diikuti hipotensi
dan bradikardi.
7) Sekunder, perfusi jaringan terganggu.
3) Penanganan Intoksikasi Obat Anestesi Lokal yang masuk ke
Pembuluh Darah
a) Bila terjadi kejang, dapat diatasi dengan memberikan :
1) Pentotal
2) Valium
b) Bila terjadi gangguan pada sistem kardiovaskuler:
1) Berikan infus secepatnya.
2) Berikan efedrin hingga tekanan darah naik.
c) Konsultasi dengan dokter ahli anestesia, sehingga pasien
mendapat pengobatan yang tepat.
d) Bila keadaan pasien gawat, maka pasien dapat dirujuk ke rumah
sakit yang mempunyai fasilitas cukup.

b. ANESTESI REGIONAL
Pelaksanaan blok epidural (blok spinal) bersifat spesialistik,
sehingga sebaiknya diserahkan kepada dokter ahli anastesia.
Sebagai gambaran, berikut ini dikemukakan beberapa hal tentang
anastesia epidural atau spinal.
1) Obat anastesia yang banyak dipakai adalah :
a) Lidonest
b) Bupivacain (Marcain)
c) Lidokain
2) Dalam melakukan tindakan kecil pada obstetri dan ginekologi,
seperti : penjahitan kembali luka episiotomi, dilatasi dan
kuretase, atau biopsi dianjurkan untuk melakukan anastesia
secara intravena (lebih mudah dan aman).
a) Analgesi/blok epidural (lumbal) : sering digunakan untuk
persalinan per vaginam.
b) Anestesi epidural atau spinal : sering digunakan untuk
persalinan per abdominam/sectio cesarea.
3) Obat anestetik yang digunakan: lidocain 1-5%, chlorprocain 2-
3% atau bupivacain 0.25-0.75%. Dosis yang dipakai untuk
anestesi epidural lebih tinggi daripada untuk anestesi spinal.

I. Proses Keperawatan Intraoperatif Sectio Sesarea


a. Pengkajian
Pengkajian kelengkapan pembedahan sangat penting diperhatikan.
Terutama persiapan transfusi darah, dimana bedah biasanya akan
banyak terjadi kehilangan darah. Tes antibiotik dan tes alergi agar
proses pembiusan saat operasi sectio saesarea berjalan lancar.
Pemeriksaan TTV disesuaikan pada pasien fase praoperatif dan
monitor TTV intraoperatif nanti akan disesuaikan pada pasca operatif
diruang pulih sadar. Pemeriksaan status respirasi, kardiovaskuler, dan
perdarahan perlu diperhatikan dan segera dikolaborasikan apabila
terdapat perubahan yang mencolok. Selama melakukan pengkajian,
perlu diperhatikan tingkat kecemasan pasien, persepsi, dan
kemampuan untuk memahami diagnosis, operasi yang direncanakan,
dan prognosis; perubahan citratubuh; serta tingkat koping dan teknik
menurunkan kecemasan. Kaji pasien terhadap tanda dan gejala cemas.
Kaji pemahaman pasien tentang intervensi bedah yang direncnakan,
rasa takut, kesalah pahaman mengenai prognosis, dan pengalamn
sebelumnya (Muttaqin, 2009).

b. Diagnosis keperawatan intraoperative bedah sectio caesarea yang


lazim adalah sebagai berikut.
1) Resiko cedera akibat posisi perioperatif dengan faktor resiko
imobilisasi (00245)
2) Resiko infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif (00004)
3) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini (00146)
(NANDA 2015-2017)

c. Nursing Outcome Classification dan Nursing Interventions


Classification
1) Resiko cedera akibat posisi perioperatif dengan faktor resiko
imobilisasi (00245)
NOC :
a) Keparahan cidera fisik (1913)
1) Gangguan imobilitas
2) Perdarahan
b) pemulihan pembedahan: segera setelah operasi (2305)
1) nyeri
2) tekanan darah
NIC :

1) Pengaturan posisi : intraoperatif(0842)


a) Berikan posisi yang sesuai (supinasi)
b) Atur meja operasi sesuai dengan kebutuhan
2) Identifikasi risiko (6610)
a) Kaji ulang data yang didapatkan dari pengkajian risiko
secara rutin
3) Kontrol infeksi : intraoperatif (6540)
a) Dorong bernapas dalam yang tepat

2) Resiko Infeksi dengan faktor resiko prosedur invasif (00004)


NOC :
1) Status maternal : intrapartum (2510)
a) Sakit punggung
b) Tekanan darah
2) Pemulihan pembedahan : segera setelah operasi (2305)
a) Nyeri
b) Tekanan darah
NIC :

1) Perawatan itrapartum (6830)


a) Monitor TTV
b) Nasehati pasien terkait anastesi
2) Kontrol infeksi : intraoperatif (6540)
a) Dorong bernapas dalam yang tepat
3) Perawatan kelahiran caesarea (6750)
a) Dukung orang terdekat agar dapat menemani saat operasi

3) Ansietas berhubungan dengan ancaman status terkini (00146)


NOC :
1. Koping (1302)
a. Mengidentifikasi pola koping yang efektif
b. Menyatakan penerimaan terhadap situasi
2. Tingkat kecemasan (1211)
a. Perasaan gelisah
b. Wajah tegang
c. Rasa cemas yang disampaikan secara lisan
NIC :

1. Pengurangan kecemasan (5820)


a) Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang
tepat
b)Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
2. Peningkatan koping (5230)
a) Dukung penggunaan sumber-sumber spiritual
3. Pengalihan (5657)
a) Ajarkan pasien cara terlibat didalam pengalihan
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph Cdan MartinL. Pernoll. 2008. Buku Saku Obstetridan


Ginekologi.Jakarta: EGC.

Grace, 2007,Data Sesaria DiIndonesia.

Hacker &Moore, 2001,Fundamentalof nursing; the art and scienceof


nursing.Philadelphia:Lippincott.

Jitowiyono, Sugeng., dan Weni Kristiyanasari. 2012. Asuhan Keperawatan Poat


Operasi Pendekatan Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.

Kurnianingrum, Ratnasari., dkk. 2012. Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan


Sectio Caesarea Indikasi Ketuban Pecah Dini di Ruang Operasi Mayor
IGD RSUD Dr Moewardi Surakarta. Naskah Publikasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2009. Asuhan KeperawatanPerioperatif:Konsep,


Proses, dan Aplikas.Jakarta: SalembaMedika.

NANDA. 2015. AplikasiAsuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis&


NANDA NIC-NIC. Yogyakarta: MediAction.

Ode, S.L. (2012).Konsep Dasar Keperawatan. Yogjakarta: Nuha Medika.

Permatasari, Vinda Astri. 2014. Persiapan, Prosedur dan Alat-Alat Bedah.


Politeknik Kesehatan Yogyakarta.
Prastya, A. (2013). Pengaruh Mobilisasi Miring Kanan Miring Kiri
TerhadapPencegahanKonstipasi PadaPasienStrokeInfarkDengan
TirahBaringLamaDiRuangICU RSUD Prof. DR. Soekandar
Mojokerto.

ProfilDinas Kesehatan,2010,Profil kesehatan provinsiJawa Tengah

Reederdkk.2011.KeperawatanMaternitas:kesehatanwanita,bayi,&keluarga
Volume2. Jakarta: EGC.

Simkin, Penny, dkk. 2007. Kehamilan, Melahirkan, & Bayi. Jakarta: Arcan.

Suryati, T.Oktober 2012. (AnalisisLanjutDataRiskesdas2010)Persentase Operasi


Caesarea diIndonesiaMelebihiStandard Maksimal,Apakah SesuaiIndikasi
Medis?(Percentage ofSectioCaesarea inIndonesiais Passad theMaximum
Standard, is it in accordance to Medical Indication). Buletin Penelitian
Sistem Kesehatan. Vol.15. No.4.

Winkjosastro,H.2006.IlmuKebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai