Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan juga merupakan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan UUD 1945, dalam rangka mencapai

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (Sampurnom, 2010).

Keberadaan pengobatan tradisional merupakan bukti sejarah dari upaya

pelayanan kesehatan pada masa lalu. WHO juga telah mengakui pengobatan

tradisional dapat mengobati berbagai jenis penyakit infeksi, penyakit akut, dan

penyakit kronis.

Pengobatan tradisional bukan lagi merupakan hal yang baru di Indonesia,

bahkan keberadaannya semakin menjamur seiring dengan ditemukannya berbagai

khasiat dari bahan-bahan yang diperkirakan dapat memperbaiki atau

mempertahankan derajat kesehatan manusia, meskipun bahan-bahan tersebut

belum melalui uji klinis terkait khasiatnya. Pelayanan kesehatan atau pengobatan

tradisional adalah pengobatan atau perawatan dengan cara dan obat yang

mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun secara empiris yang dapat

dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat. Pelayanan kesehatan tradisional tentunya dibina dan diawasi oleh

pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya serta

tidek bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Hal senada

diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Menkes/SK/VII/2003

tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional untuk memastikan kelayanan

obat tradisional di masyarakat. (Keptusan Menteri Kesehatan RI No.1076

Tahun 2003).

1
Biasanya obat tradisional yang satu ini memiliki bukti berupa data empirik,

yaitu bukti akan manfaat yang didasarkan pada pengalaman masyarakat yang telah

mengkonsumsi jamu secara turun-temurun. Walaupun hanya memiliki bukti

empiris tetapi tetap ada prosedur penilaian seperti penerapan cara pembuatan obat

tradisional yang baik dan pemeriksaan terhadap kontaminasi mikroba yang telah

ditetapkan oleh BPOM.( Keptusan Menteri Kesehatan RI No.1076 Tahun

2003).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah program pengawasan obat tradisional?

2. Apasaja gambaran umum pada program pengawasan obat tradisional?

3. Apa saja tujuan umum program pengawasan obat tradisional ?

4. Apa saja tujuan khusus program pengawasan obat tradisional?

5. Apa saja target pencapaian program pengawasan obat tradisional?

6. Apa saja indikator pencapaian program pengawasan obat tradisional?

7. Apasaja tahapan pelaksanaan program pengawasan obat tradisional?

8. Siapa saja pihak yang terkait dalam pelaksanaan program ?

9. Bagaimana evaluasi program pengawasan obat tradisional?

10. Apa saja basic six puskesmas?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Bagaimana sejarah program pengawasan obat tradisional?

2. Untuk mengetahui Apasaja gambaran umum pada program pengawasan obat

tradisional?

3. Untuk mengetahui Apa saja tujuan umum program pengawasan obat

tradisional ?

4. Untuk mengetahui Apa saja tujuan khusus program pengawasan obat

tradisional?

5. Untuk mengetahui Apa saja target pencapaian program pengawasan obat

tradisional?
2
6. Untuk mengetahui Apa saja indikator pencapaian program pengawasan obat

tradisional?

7. Untuk mengetahui Apasaja tahapan pelaksanaan program pengawasan obat

tradisional?

8. Untuk mengetahui Siapa saja pihak yang terkait dalam pelaksanaan program ?

9. Untuk mengetahui Bagaimana evaluasi program pengawasan obat tradisional?

10. Untuk mengetahui Apa saja basic six puskesmas?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Program Pengawasan Obat Tradisional

Keberadaan pengobatan tradisional merupakan bukti sejarah dari upaya pelayanan

kesehatan pada masa lalu. WHO juga telah mengakui pengobatan tradisional dapat

mengobati berbagai jenis penyakit infeksi, penyakit akut, dan penyakit kronis. Pada skala

regional, ASEAN telah melakukan pertemuan yang diadakan di Indonesia pada tanggal

31 Oktober – 2 November 2011. Melalui Trawangmangu Declaration, pertemuan tersebut

menghasilkan kesepakatan bersama antara negara-negara ASEAN untuk

mengintegrasikan pengobatan tardisional ke dalam pengobatan konvensional.

Pengobatan tradisional bukan lagi merupakan hal yang baru di Indonesia, bahkan

keberadaannya semakin menjamur seiring dengan ditemukannya berbagai khasiat dari

bahan-bahan yang diperkirakan dapat memperbaiki atau mempertahankan derajat

kesehatan manusia, meskipun bahan-bahan tersebut belum melalui uji klinis terkait

khasiatnya. Pelayanan kesehatan atau pengobatan tradisional adalah pengobatan atau

perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun

temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawaban dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku di masyarakat. Pelayanan kesehatan tradisional tentunya dibina dan

diawasi oleh pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya

serta tidek bertentangan dengan norma agama dan kebudayaan masyarakat. Hal senada

diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang

penyelenggaraan pengobatan tradisional untuk memastikan kelayanan obat tradisional di

masyarakat.

4
Salah satu jenis pengobatan tradisional adalah pengobatan ramuan, dan salah satu

jenis pengobatan ramuan adalah obat tradisional. Menurut Undangundang No.36 Tahun

2009 Pasal 1 angka 9, obat tradisional adalah bahan ramuan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (generic) atau campuran dari

bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman.

Obat tradisional sebagai salah satu bentuk pengobatan tradisional telah menjadi

Brand Of Indonesia yang dicanangkan oleh Presiden RI. Pada Tahun 2008 Kementrian

Kesehatan melalui sistem kesehatan Nasional Tahun 2009 telah memasukkan pengobatan

tradisional, alternatif, dan komplementer sebagai bagaian dari subsitem upaya kesehatan.

Obat tradisional yang dikenal di Indonesia mencakup jamu, obat herbal terstandar,

dan fitofarmaka. Perbedaan ketiga jenis obat tradisional tersebut adalah tidaknya data

pendukung terhadap manfaat obat, yaitu data empiris, data perklinik atau data klinik, dan

ketiga jenis obat tersebut harus melalui standar penelitian yang dilakukan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga kasiat dan keamanannya terjamin.

Biasanya obat tradisional yang satu ini memiliki bukti berupa data empirik, yaitu

bukti akan manfaat yang didasarkan pada pengalaman masyarakat yang telah

mengkonsumsi jamu secara turun-temurun. Walaupun hanya memiliki bukti empiris

tetapi tetap ada prosedur penilaian seperti penerapan cara pembuatan obat tradisional

yang baik dan pemeriksaan terhadap kontaminasi mikroba yang telah ditetapkan oleh

BPOM. Sesuai dengan hal tersebut, dapat diketahui bahwa pengobatan tradisional

tumbuh dan berkembang di masyarakat seiring dengan munculnya berbagai keterampilan

dan disertai kepercayaan masyarakat yang bersifat lokal atau setempat. Artinya antara

5
masayarakat yang satu dengan yang lainnya tentu terdapat perbedaan, salah satunya dari

kepercayaan. Pengobatan tradisional menurut Kepmenkes RI No.1076 Tahun 2003

diklasifikasikan sebagai berikut;

1. Pengobat tradisional keterampilan, terdiri dari pengobat tradisional pijat urut, patah

tulang, sunat, dukun bayi, refleksi, akupresiurs, akupunturis, chiropractor, dan

pengobatan tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

2. Pengobat ramuan, terdiri dari pengobat tradisional ramuan Indonesia (jamu), gurah,

tabib, shines, homeophaty, aromatherapist dan pengobat tradisional lainnya yang

metodenya sejenis.

3. Pengobat tradisional pendekatan agama, terdiri dari pengobat tradisional dengan

menggunakan pendekatan agama islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha.

4. Pengobat tradisional supranatural, terdiri dari pengobat tradisional dengan

menggunakan tenaga dalam, paranormal dukun kebatinan dan pengobat tradisional

lainnya yang metodenya sejenis.

Tercemarnya obat tradisional oleh bahan kimia obat ini merupakan salah satu hal

yang harus ditanggulangi, oleh karenannya diperlukan pengawasan terhadap produk

dan penerapan persyaratan cara pembuatan obat yang baik. Selain itu, pencantuman

nomor pendaftaran dan izin edar menjadi hal yang perlu diawasi, karena menurut data

yang didapat, beredarnya obat tradisional yang berbahan kimia obat hamper selalu

tidak memiliki izin edar atau izin edarnya fiktif. Menurut Permenkes No.006 Tahun

2012, pengawasan dan penerapan persyaratan ini merupakan tanggung jawab Badan

Pengawas Obat dan Makanan. Berdasarkan Keputusan Presiden No.103 Tahun 2001,

tentang Kedudukan, Tugas Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja

6
Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

ditetapkan sebagai lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang

bertanggungjawab kepada Presiden.

Badan Pengawas Obat dan Makanan telah membuat tiga program peningkatan

pengawasan obat dan makanan dalam konteks pelaksanaan reformasi birokrasi. Tiga

program ini merupakan strategi peningkatan mutu kinerja pengawasan obat dan

makanan.6 Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi

luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan system pengawasan yang

komperhensif, sejak awal proses suatu produk sampai dengan produk tersebut beredar

di masyarakat. Pengawasan obat dan makanan di masyarajat dilaksanakan dengan

prinsip 3E yaitu Enginering Eduvation, Enforcment. 7 BPOM mempunyai wewenang

penuh untuk mengawasi proses produksi, hasil produksi industri dan izin produksi dari

produksi obat, obat tradisional, alat kesehatan, kosmetika, narkotika dan minuman

keras yang mencantumkaan nomor pendaftaran fiktif pada labelnya.

B. Deskripsikan Program Pengawasan Obat Tradisional

1. Gambaran Umum

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau disingkat Badan POM adalah sebuah

lembaga di Indonesia yang bertugas mengawasi peredaran obat-obatan dan makanan

di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai fungsi dan tugas Food and Drug

Administration (FDA) di Amerika Serikat dan European Medicines Agency di Uni

Eropa.

2. Tujuan umum

a) Meningkatn ya jaminan produk Obat dan Makanan aman.

7
b) Meningkatn ya daya saing Obat dan Makanan di pasar lokal dan global dengan
menjamin mutu dan mendu kung inovasi.
3. Tujuan Khusus

4. Target pencapaian

a) Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan.


b) Meningkat nya kemandi rian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku
kepentingan, dan partisipasi masyarakat.
c) pembinaan yang optimal dapat menentukan kualitas pelayanan dari pengobat

tradisional tersebut yang secara tidaklangsung dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan terhadap masyarakat.

5. Indikator pencapaian

a) Persentase obat yang memenuhi syarat

b) Persentase obat Tradisional yang memenuhi syarat

c) Persentase Kosmetik yang memenuhi syarat

d) Persentase Suplemen Kesehatan yang memenuhi syarat

e) Persentase makanan yang memenuhi syarat

f) Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya

g) Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan

pangan

h) Jumlah pelaku usaha industri obat tradisional (IOT) yang memiliki sertifikat

CPOTB

i) Jumlah industri kosmetika yang mandiri dalam pemenuhan ketentuan

j) Indeks Kesadaran Masyarakat

k) Jumlah kerjasama yang diimplementasikan

8
6. Tahapan pelaksanaan program

pengobatan tardisional tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan

berkompeten di bidangnya, pendanaan yang kurang, pembinaan dilakukan terbatas

pada pengobat tradisional yang memiliki surat terdaftar pengobat tradisional (STPT)

dansurat ijin pengobat tradisional (SIPT), pembinaan dan kunjungan dari puskesmas

belum terlaksana dengan rutin dan optimal, pengobat tradisional kebanyakan memiliki

pengetahuan yang kurang tentang informasi pembuatan SIPT dan STPT sehingga

banyak pengobat tradisional yang tidak memiliki ijin.

7. Pihak terkait dalam pelaksanaan program

8. Evaluasi program

Pengobatan tradisional di puskesmas dilakukan melalui penilaian terhadap

program atau indikator tentang pengobatan tardisional secara umum. Namun evaluasi

terhadap pelaksanaan pengobat tradisional dalam masyarakat belum pernah dilakukan

evaluasi secara optimal.Salah satu pengobat tradisional yang ada di UPT. Puskesmas

Mengwi II dan merupakan salah satu pengobatan tradisional yang merupakan ciri khas

daerah Bali disebut balian. Balian adalah seseorang yang diakui atau dimanfaatkan

oleh masyarakat sebagai orang yang mampu melakukan pengobatan secara tradisional

(Latief, 2012).

Berdasarkan studi pendahuluan terhadap balian yang terdapat di wilayah UPT.

Puskesmas Mengwi II dari 55 orang balian campuran. Cakupan pengobatan kesehatan

sudah mencakup 53,6 % Kabupaten /Kota dari 416 Kabupten/Kota di Indonesia

(Kemenkes, 2013). Hasil Survey Sosial Ekonomi 5Nasional (Susenas) tahun 2007

menunjukkan penduduk Indonesia yang mengeluh sakit dalam waktu kurun satu bulan

9
ada sebanyak 30,90%, dari penduduk yang mengeluh sakit, 65,01% memilih

pengobatan sendiri menggunakan obat dan atau obat tradisional. Provinsi Bali

menunjukkan bahwa 55,04% penduduk yang memiliki keluhan kesehatan memutuskan

untuk berobat sendiri atau obat tradisional (Susenas, 2007 dalam Kristiani, 2013).

C. The Basic Six Puskesmas

1. Upaya promosi kesehatan

2. Upaya kesehatan lingkungan

3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

4. Upaya perbaikan gizi masyarakat

5. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

6. Upaya pengobatan

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan pengobatan tradisional merupakan bukti sejarah dari upaya pelayanan

kesehatan pada masa lalu. WHO juga telah mengakui pengobatan tradisional dapat

mengobati berbagai jenis penyakit infeksi, penyakit akut, dan penyakit kronis.

Pengobatan tradisional bukan lagi merupakan hal yang baru di Indonesia, bahkan

keberadaannya semakin menjamur seiring dengan ditemukannya berbagai khasiat dari

bahan-bahan yang diperkirakan dapat memperbaiki atau mempertahankan derajat

kesehatan manusia, meskipun bahan-bahan tersebut belum melalui uji klinis terkait

khasiatnya. Pelayanan kesehatan atau pengobatan tradisional adalah pengobatan atau

perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan

turun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan

norma yang berlaku di masyarakat,

B. Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis dan bisa memberikan

kita referensi baru tentang program pengawasan obat tradisional.

Sebagai manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, tentunya dalam penulisan

makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Sehingga saya mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari pembaca sekalian guna kedepannya jauh lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

jdih.pom.go.id/showpdf.php

12

Anda mungkin juga menyukai