Anda di halaman 1dari 16

Anatomi Femur

Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat dari tubuh. Panjangnya 18 inci. Pada
bagian atas beratikulasio dengan sendi panggul dan bagian bawah berartikulasio dengan
patella dan tibia. Pada bagian atas femur terdiri atas bagian Caput, collum dan trochanter
besar dan trochanter kecil. Pada corpus femur cembung pada ke arah anterior dengan
maksimum kecembungan pada sepertiga tengah dimana corpus paling sempit. Bagian
bawah dari femur membesar untuk membentuk condilus lateral dan medial. Kedua condilus
dipisahkan oleh fossa intercondylar. Bagian yang paling menonjol dari condilus disebut
epicondilus.4

1. Bagian atas 4
a. Caput
- Terbentuk dari 2-3 bulatan dan bersambung dengan acetabulum dari tulang
panggul yang terbentuk dari sendi panggul
- Pada bagian caput terdapat lubang kecil yang disebut fovea sebagai tempat
perlekatan dari ligamentum teres femoris.
b. Collum
- Panjangnya 5 cm dan menghubungkan caput dengan corpus
- Sudut atara batas bawah dengan medial disebut neck-shaft angle.
c. Corpus
Bagian corpus terdiri dari permukaan anterior, medial dan lateral dan terdapat
garis medial, lateral, dan posterior. Pada bagian terdapat garis aspera yeng
berfungsi untuk menahan tekanan pada bagian anterior dari corpus femur.
2. Bagian bawah 4
a. Condilus medial
Sering disebut epicondilus medial. Proyeksi posterosuperior ke epicondilus
medial dibesut addutor tubercle yang menginsersi ke caput ischia dari adductor
magnus.
b. Lateral condylus
- Lebih kuat dari condilus medial tapi tidak terlalu menonjol tulangnya.
- Membentuk epicondilus lateral
- Pada bagian belakang dari epicondilus lateral terdapat poplitea. Tendon
poplitea menempati bagian posterior selama flexi pada sendi lutut.

Otot femur dibedakan menjadi otot-otot anterior dan otot-otot posterior. Yang
termasuk otot anterior antara lain M. rektus femur, M. vastus lateralis, M. vastus medialis,
dan vastus intermedius, M. sartorius, dan M. grasilis. M. rektus femur terletak di bagian
tengah di femur anterior dan merentang dari pelvis bagian bawah melewati persendian
panggul dan femur. Otot ini berfungsi untuk ekstensi tungkai di lutut dan fleksi paha di
panggul. M. vastus lateralis merpoakan otot terbesar dari keempat vastus lainnya dan
terletak di sisi lateral paha, merentang dari sisi proksimal paha ke superior tibia. Otot ini
berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut. M. vastus medialis merupakan otot tebal yang
terletak pada permukaan medial paha dan membentuk tonjolan yang besar di sisi inferior
medial paha serta berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut. M. vastus intermedius
terletak pada bagian anterior tulang femur diantara vastus lateralis dan vastus medialis,
lebih dalam dari rektus femur. Otot ini juga berfungsi untuk ekstensi tungkai pada lutut.
Otot Sartorius merupakan otot superfisial yang banjang dan berasal dari bagaian atas sisi
lateral pelvis, melewati pa secara melintang. Otot ini berfungsi untutk leksi tungkai pada
paha. Otot grasilis merupakan otot superfisial tipis yang panjang pada paha bagian dalam
dan terletak diatara sisi medial bawah pelvis dan sisi medial atas. Otot ini berfungsi untuk
fleksi dan rotasi tungkai keaarah medial serta aduksi paha.5,6

Otot-otot yang termasuk kelompok otot posterior yaitu M. biseps femur, M.


semitendinosus, dan M. semimembranosus. Otot biseps femur adalah otot berkepala dua
yang melapisi sisi posterior dan lateral paha dan terletak diatara pelvis anterior dan tibia
superior. Otot ini berfungsi untuk fleksi dan rotasi secara lateral tungkai pada lutut. Otot
semitendinosus terletak di bagian belakang diantara pelvis bagian bawah dan tungkai
bagian atas (tibia). Otot ini berungsi fleksi dan rotasi secara medial tungkai pada lutut serta
ekstensi paha pada panggul. Otot semimembranosus merupakan otot dengan tendon
membranosus yang origonya terletak lebih dalam daripada M. semitendinosus. M.
semimembranosus berfungsi untuk fleksi dan rotasi secara medial tungkai pada lutut serta
ekstensi paha pada panggul.5,6

Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Pada saat
arteri tersebut memasuki daerah femur maka disebut arteri femoralis. Masing-masing arteri
femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris, rami arteria
sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia femoris lateralis
desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteri perforantes. Perpanjangan dari
arteri femoralis akan membentuk arteri yang memperdarahi daerah genu dan ekstremitas
inferior yang lebih distal. Aliran balik menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena
femoralis kanan dan kiri.4

Persarafan femur terutama berasal dari nervus femoralis, nervus ischiadicus, dan
nervus obturatorius. Ketiga cabang persyarafan ini berasal dari pleksus lumbosakralis. N.
femoralis masuk dalam regio femoris di sebelah lateral dari arteri femoralis. Saraf ini
kemudian melanjutkan diri menjadi n. saphenus. N. saphenus merupakan cabang terbesar
dari n. femoralis. N. obturatorius juga berasal dari pleksus lumbalis (cabang anterior
setinggi L2 – L4). Saraf ini menginervasi cabang motorik otot-otot adductor dan
memberikan inervsi cabang sensorik terhadap bagian medial dari paha. N. obturatorius
dapat rusak pada beberapa operasi yang berhubungan dengan daerah panggul dan
acetabulum, yang berakibat pada hilangnya sensai pada daerah medial paha dan gangguan
adduksi paha.7
N. ischiadicus terbentuk oleh n. tibialis dan n. peroneus communis. N. ischiadicus
keluar pada daerah femur anterior dari m. piriformis dan terletak posterior dari otot
eksternal rotator yang lain. N. ischiadicus turun di bawah m. gluteus maksimus dan berjalan
ke posterior dari m. adductor magnus dan diantara m.biceps femoris caput longum dan m.
semimembranosus. Sebelum keluar melalui fossa poplitea, n. ischiadicus dibagi menjadi n.
tibialis dan n. peroneus communis. 7

Fraktur Femur
Fraktur femur adalah fraktur pada tungkai atas. Fraktur pada tulang femur
didefinisikan sebagai fraktur diafisis antara 5 cm distal dari trochanter minor dan 5 cm
prosimal dari adductor tubercle. Fraktur femur sangat bervariasi, tergantung dari kekuatan
yang menyebabkan patah. Pecahan dari tulang mungkin tetap pada posisinya ataupun
keluar dari posisinya, dan fraktur mungkin tertutup (kulit intak) ataupun terbuka (tulang
menusuk kulit). Fraktur femur diklasifikasikan berdasarkan: 8

- Lokasi dari fraktur (corpus femur dibagi menjadi 3 : distal, medial, proximal)
- Alur dari fraktur (tulang dapat patah ke berbagai arah, seperti melintang, memanjang,
atau ditengah)
- Apakah kulit dan otot diatas tulang terobek karena cidera

Fraktur dapat terjadi karena aktivitas repetitif lama yang biasa pada pelari dan
militer. Cidera ini harus bisa dibedakan dari fraktur insufisiensi, yang mirip dalam
penampakan dan presentasi klinis, hasil dari patofisiologi yang berbeda dan muncul pada
populasi yang berbeda.9 Femur adalah tulang terbesar dan terkuat di dalam tubuh dan
mempunyai supplai darah yang baik, sehingga femur membutuhkan kekuatan benturan
yang tinggi untuk mematahkan tulang ini. Ada 4 tipe fraktur :

- Tipe 1 : Fraktur stress


Fraktur stress adalah retakan pada tulang yang biasa dikarenakan dari terlalu sering
digunakan untuk beraktifitas seperti olahraga yang berat. Sebagian besar fraktur
stress terjadi ada tulang penopang tubuh. Ketika otot kelelahan, otot tidak dapat
mengurangi dampak dari hantaman berulang. Ketika hal ini terjadi, otot mentransfer
stres ke tulang. Hal ini dapat membuat retakan atau fraktur kecil.10
- Tipe 2 : Fraktur impaksi yang parah
Fraktur impaksi adalah fraktur dimana tulang hancur menjadi beberapa fragmen,
yang didorong satu sama lain. Ini adalah fraktur tertutup yang terjadi saat tekanan
diberikan pada kedua ujung tulang, yang menjadikan tulang terbagi menjadi 2
fragmen yang saling menyelip satu sama lain.11
Gambar 1. Fraktur Impaksi11
- Tipe 3 : Fraktur parsial
Fraktur parsial adalah patah tulang yang tidak komplit. Tipe fraktur ini
menunjuk kepada bagaimana tulang dapat patah dimana tulang retak tetapi tidak
patah seluruhnya. Ada yang sebaliknya yaitu fraktur komplit, dimana tulang
patah menjadi 2 atau lebih bagian. 12,13

Gambar 2. Fraktur Parsial12


- Tipe 4 : Completed displaced fracture
Adalah dimana tulang patah secara komplit dan terbagi menjadi 2 atau lebih
bagian dan tidak lagi lurus pada porosnya. Fraktur ini didefinisikan sebagai
posisi abnormal dari fragmen fraktur distal dengan tulang pro ksimalnya.11
Gambar 3. Completed displaced fracture 11

Fraktur Femoral dapat terletak pada 3 tempat:

1. Fraktur caput femur


Fraktur caput femur adalah adalah penyebab biasanya pada nyeri pinggul pada
beberapa populasi. Aktifitas repetitif lama yang biasa pada pelari dan anggota
milliter adalah predisposisi untuk fraktur collum femur. Fraktur caput femur
adalah trauma yang relatif jarang terjadi, dimana dibutuhkan trauma dengan
energi yang tinggi pada panggul atau ekstremitas bawah dan biasanya
dihubungan dengan adanya dislokasi dari panggul. Penanganan fraktur ini
sangat penting untuk mencegah perkembangan dari post-traumatic
osteoarthritis. Didapatkan 6-16% dari dislokasi panggul posterior yang
berhubungan dengan fraktur caput femur. Fraktur jenis ini biasanya
dihubungkan dengan hasil fungsional yang buruk. 9,14

Gambar 4. Fraktur caput femur 9


Klasifikasi Pipkin pada fraktur caput femur:
A: Type I, fraktur caput femur inferior dari fovea centralis
B: Type II, fraktur memanjang superior dari fovea centralis
C: Type III, fraktur caput femur dan ada keterkaitan dengan fraktur collum
femur
D: Type IV, fraktur caput femur dan ada keterkaitan dengan fraktur acetabular

Gambar 5. Fraktur collum femur 9


2. Fraktur corpus femur
Fraktur corpus femur didefinisikan sebagai fraktur di diafisis terletak diantara 5
cm distal dari trochanter minor dan 5 cm proximal dari adductor tubercle.
Fraktur corpus femur terjadi paling sering pada laki laki muda setelah trauma
berenergi tinggi dan pada orang tua yang memiliki tulang yang lemah dengan
trauma energi rendah seperti terjatuh pada saat berdiri.15

Tipe fraktur corpus femur yang paling umum termasuk:8

- Fraktur transversa. Pada tipe fraktur ini, patahannya berupa garis horizontal
yang lurus melewati corpus femur.
- Fraktur oblique. Patahan fraktur ini mempunyai garis sudut melewati corpus
femur
- Fraktur spiral. Patahan fraktur ini melinkari corpus femur seperti garis garis
pada permen tebu. Kekuatan yang memutar pada tungkai atas dapat
menyebabkan fraktur tipe ini.
- Fraktur comminuted. Pada tipe fraktur ini, tulang patah menjadi 3 bagian atau
lebih. Pada sebagian besar kasus, jumlah fragmen tulang berbanding lurus
dengan besar kekuatan yang dibutuhkan untuk mematahkan tulang.
- Fraktur terbuka. Jika tulang patah sedemikian rupa sehingga fragmen tulang
keluar menembus kulit atau luka yang penetrasi ke tulang yang patah, fraktur ini
disebut fraktur terbuka. Fraktur terbuka biasanya berhubungan dengan
kerusakan disekitar otot, tendon, dan ligamen. Mereka mempunyai resiko lebih
tinggi untuk komplikasi- terutama infeksi- dan memakan waktu lebih lama
untuk pulih.

Gambar 6. Fraktur corpus femur 10

Keany mendeskripsikan 3 tipe fraktur corpus femur:


Tipe I – Spiral atau transversa (yang tersering)
Tipe II – comminuted
Tipe III - Open

3. Fraktur kondilus femur


Fraktur ini kadang terjadi setelah medial hamstring tendon ACL reconstruction
dengan extra articulartenodesis. Fraktur terjadi antara tempat fiksasi dari
augmentasi ekstra artikular dan intraosseous femur tempat rekonstruksi intra
artikular.10
Prinsip Managemen Fraktur (FRIAR):16

 First aid and management of the whole patient


Pasien yang mengalami trauma hingga terjadi fraktur biasanya memiliki luka pada
sistem lainnya yang bisa mengancam nyawa. Pada managemen awal pada pasien
dengan trauma pada beberapa tempat harus diprioritaskan ABC yaitu Airway,
Breathing dan Circulation. Pemberian obat penghilang rasa nyeri juga penting.
 Reduction
Reduksi merupakan manipulasi dari tulang yang fraktur untuk kembali menjadi
posisi anatomis. Pada beberapa fraktur tidak memerlukan reduksi entah karena tidak
terdapat deformitas atau karena secara alamiah bagian yang terkena fraktur tersebut
tidak mempengaruhi hasil fungsional akhir. Reduksi dibagi menjadi dua yaitu
reduksi terbuka dan reduksi tertutup.
a. Reduksi tertutup merupakan metode awal yang dapat dilakukan dengan
anaestesi umum, anaestesi regional atau setelah penuntikan anaestesi pada
hematoma fraktur. Reduksi diraih dengan traksi longitudinal yang melepaskan
fragmen yang berhubungan dan tekanan yang berbalik dengan tekanan yang
menyebabkan deformitas. Dimana reduksi harus dikonfirmasi dengan radiografi.
b. Reduksi terbuka dengan operasi diperlukan ketika reduksi tertutup gagal,
reduksi yang sangat akurat dibutuhkan (fraktur yang berhubungan dengan
permukaan sendi) dan fraktur yang menyebabkan satu pembuluh darah atau
kadang-kadang saraf yang cedera. Fraktur dimanipulasi dengan pengamatan
langsung dan distabilisasi dengan fiksasi internal
 Immobilisation
Fraktur yang dibuat imobilisasi bertujuan untuk menghilangkan rasa nyeri,
mencegah terjadinya pemindahan berulang pada fragmen tulang dan mencegah
penggerakan pada lokasi fraktur yang dapat merusak kapiler. Metode imobilisasi
dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Bidai eksternal
Ketika memasang bidai eksternal, sebuah padding selulosa akan dipasang di
dalam di dalam cast untuk mencegah penempelan dari plester dengan rambut
dan kulit serta membuat ekspansi dari bengkak pada lokasi fraktur. Imobilisasi
ini tidak boleh mengelilingi seluruh dari ekstremitas karena pembengakakan
yang terus menerus dalam kompartmen osseofasial akan menyebabkan iskemia
pada distal lokasi fraktur yang menyebabkan sindrom kompartmen. Bidai harus
dilepas sesegera mungkin setelah terjadinya union pada fraktur.
b. Continuous traction
Metode ini dilakukan ketika sulit untuk menahan tulang dengan menggunakan
bidai eksternal karena fraktur dikelilingi oleh jaringan lunak dan atau karena
tidak ada tonjolan tulang pada proksimal dan distal yang digunakan sebagai
penyangga. Contohnya seperti pada fraktur pada batang femur dan bawah dari
humerus. Beban traksi sampai 2 kg dipasang dengan menempel strapping pada
kulit (skin traction), jika dibutuhkan lebih banyak tekanan maka traksi dipasang
dengan pin yang dimasukan ke dalam distal tulang sampai lokasi fraktur
(skeletal traction). Lokasi pemasangan pin harus tetap bersih untuk mencegah
terjadinya infeksi sampai ke tulang. Baiknya traksi ini digunakan dalam periode
pendek pada anak muda dan dicegah pada orang tua.
c. Fiksasi eksternal
Biasanya digunakan pada penanganan fraktur terbuka atau fraktur yang
terinfeksi. Pin dimasukkan ke dalam tulang dan difiksasi dengan alat eksternal
seperti batang besi. Kulit yang berada di lokasi fraktur bisa ditangani atau graft
tanpa mengganggu fraktur.
d. Fiksasi internal
Fiksasi internal dilakukan dengan operasi digunakan untuk mempertahankan
reduksi dan memastikan terjaga dengan baik serta memungkinkan pasien untuk
melakukan mobilitas lebih awal. Keuntungannya ialah mengembalikan fungsi
lebih awal, memperpendek perawatan di rumah sakit dan cepat untuk kembali
bekerja atau aktivitas setelah terjadinya trauma yang harus dipertimbangkan
seperti risiko terjadinya kerusakan neurovascular dan terhambatnya
penyembuhan oleh devaskularisasi dari fragmen tulang serta menyebabkan
infeksi. Fiksasi internal ini diindikasikan pada luka multiple, fraktur patologis,
berhubungan dengan kerusakan neurovaskular, fraktur yang membutuhkan
reduksi yang akurat dan kebutuhan untuk mencegah imobilisasi yang lama di
kasur (seperti pada pasien orang tua dengan fraktur di leher femur).
 Active movement of injured limb
 Rehabilitation
Rehabilitasi dilakukan secepatnya setelah penanganan. Pasien diminta untuk
menggerakan bagian yang terluka sebanyak dari metode fiksasi perbolehkan.
Sedikit penggerakan tersebut dapat membantu menstimulasi union, menurunkan
diuse osteoporosis, mencegah atrofi otot dan meminimalisasikan kekakuan sendi.
Semua fiksasi eksternal dapat dibuka jika terdapat bukti klinis terjadinya union, dan
pasien memulai program supervise dari latihan aktif untuk mengembalikan
fungsinya (fisioterapi dan terapi pekerjaan).

Manajemen Fraktur Caput Femur:

Fraktur-dislokasi dari panggul merupakan kasus emergensi orthopedic. Jika tidak


terdapat kontraindikasi (berhubungan dengan fraktur collum femur), reduksi tertutup harus
segera dilakukan secepatnya dalam waktu 6 jam, karena reduksi yang terlambat akan
menyebabkan peningkatan osteonekrosis caput femur. Jika terdapat fraktur-diskolasi pada
panggul atau fraktur caput femur yang berhubungan dengan fraktur collum femur, maka hal
tersebut merupakan indikasi untuk reduksi terbuka secara emergensi. CT scan preoperatif
dapat dilakukan jika dapat membagi waktu dengan baik. Tujuan dari penanganan definitif
fraktur caput femur agar didapatkan reduksi anatomic, menjaga stabilisasi sendi serta
mebuang fragmen tulang. Hal ini dapat dilakukan secara operatif maupun non operatif.14

Penanganan nonsurgical pada fraktur caput femur dapat dilakukan jika reduksi
anatomis tercapai dan sendi panggul stabil atau jika fraktur berada inferior dari fovea dan
tidak bermasalah. Tetapi hal ini menjadi sulit dilakukan jika fraktur berada diatas fovea
caput femur (Pipkin II) pada bagian yang menahan beban sehingga memberikan risiko
pergeseran. Jika metode non operatif dipilih, maka harus dilakukan pemeriksaan radiografi
serial untuk mendokumentasikan hasil reduksi. Kebanyakan dari fraktur caput femur
ditangani secara operatif, karena biasanya fraktur ini sering mengalami pergeseran dan
terdapat keganjilan pada persendiannya. Indikasi untuk melakukan penanganan operatif
adalah reduksi anatomis dari caput femur tidak dicapai, sendi panggul yang tidak stabil,
adanya fragmen pada intraartikular yang menghalangi terjadinya reduksi sendi.14

Manajemen Fraktur Collum Femur:

Modalitas penanganan untuk fiksasi dari fraktur collum femur pada dewasa mudah
adalah multiple cannulated screws, walaupun terdapat beberapa bukti yang menganjurkan
penggunaan sliding hip screw. Terdapat penelitian yang dilakukan oleh Bhandari et al yang
menemukan bahwa 92% dokter bedah memilih menggunakan multiple cannulated screws
untuk fiksasi dari fraktur collum femur yang tidak bergeser. Pada fraktur collum femur
yang bergeser, 68% dokter bedah lebih memilih fiksasi internal dibandingkan dengan
multiple cannulated screws. Penggunaan multiple cannulated screws lebih banyak dipilih
karena tidak terlalu invasif, lebih mempertahankan trabekular dibandingkan dengan hip
screw dan menambah stabilitas rotasi.17

Penggunaan slidding hip screw memiliki kekuatan mekanikal yang lebih baik dalam
beban secara fisiologis dan lebih baik pada kasus dengan osteoporosis serta pada
pergeseran yang cukup signifikan. Pada pasien geriatrik dengan fraktur collum femur
direkomendasikan untuk melakukan operasi awal (dalam 48 jam pada kasus tanpa
komorbiditas) dan dalam 4 hari pada pasien yang memiliki kondisi medis. Modalitas
penanganan fraktur collum femur pada pasien geriatrik adalah dengan melakukan
arthroplasty.17

Manajemen Fraktur Corpus Femur:

Penanganan gold standard pada fraktur corpus femur adalah dengan intramedullary
nailing (IMN), hal ini disebabkan karena fiksasi intramedular memiliki komplikasi paling
rendah dan penurunan reduksi dibandingkan dengan fiksasi eksternal atau penggunaan
plate. Tetapi terdapat beberapa kontroversi terhadap penggunaan retrograde dengan
anterograde nailing. Pada anterograde femoral nailing memiliki hasil klinis yang baik dan
menghasilkan union sampai dengan 99% maka dari itu metode ini dijadikan sebagai gold
standard dari penanganan fraktur corpus femur. Tetapi terdapat masalah yang terjadi pada
metode ini, seperti kesulitan dalam mengidentifikasi titik awal yang paling optimal
terutama pada pasien obesitas, nyeri pada panggul proksimal, penurunan kekuatan abduksi,
osifikasi heterotropik trochanter dan ketidaksejajaran varus pada proksimal fraktur
corpus.18

Maka dari itu penggunaan retrograde femoral nailing diusulkan sebagai alternatif
dalam menentukan posisi, karena identifikasi titik awal dan reduksi fraktur biasanya jauh
lebih mudah dilakukan. Penanganan operatif memiliki keuntungan dalam mendapatkan
hasil yang baik dalam morbiditas, mortalitas dan hasil fungsional. Fraktur corpus femur
merupakan indikasi emergensi dan harus segera distabilisasi karena keterlambatan
stabilisasi dapat meningkatkan mobiditas dan memperpanjang rawat inap pasien.18

Manajemen Fraktur Distal Femur:

Reduksi operatif dan fiksasi diindikasikan pada pergeseran fraktur intraartikular


pada fraktur femur distal. Manajemen nonoperatif dilakukan pada pasien yang tidak dapat
berjalan atau terlalu lemah untuk mentoleransi prosedur operatif. Tujuan managemen
fraktur femur distal adalah reduksi anatomis dari permukaan artikular dan perbaikan dari
panjang tungkai, rotasi dan sejajarnya tungkai.19

Manajemen non operatif melibatkan protected weight atau non-weight bearing


dalam knee brace untuk menjaga range of motion tungkai. Indikasi untuk manajemen non
operatif adalah fraktur femur distal yang stabil dan tidak terjadi pergeseran tulang, serta
pasien dengan kondisi yang tidak diperbolehkan untuk melakukan operasi. Komplikasi
pada manajemen non operatif adalah penurunan mobilitas, ulkus dekubitus, penyakit
thromboembolik, dan penurunan fungsi lutut.19
Fiksasi operatif telah terbukti memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan penanganan non operatif dengan peningkatan kesejajaran, union, range of motion
lutut dan hasil fungsional. Metode fiksasi operatif termasuk fiksasi eksternal, fixed-angle
blade plates, dynamic condylar screws (DCS), locking plates dan intramedullary nails,
dimana karakteristik fraktur beserta kondisi medis pasien menentukan tipe fiksasi yang
digunakan.19
DAFTAR PUSTAKA

1. Grace P.A, Borley N.R. At glance ilmu bedah. Edisi ke tiga. Jakarta: Penerbit
Erlangga;2007.h.89-90.
2. Nikolaou VS, Stengel D, Konings P, Kontakis G, et al. Use of femoral shaft fracture
classification for predicting the risk of associated injuries. J Orthop Trauma.
2011;25(9):556-9
3. Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and treatment of
femoral-neck fractures. J Am Acad Orthop Surg. 1994;2(3)142.
4. Singh V. Textbook o anatomy abdomen and lower limb. 2nd Ed. New Delhi: Elsevier,
2014; h. 309, 28-30
5. Pearce EC. Anatomi dan fisiologi untuk paramedis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka,
2009; h. 90, 122.
6. Faiz O, Blackburn S, Moffat D. Anatomy at a glance. West Sussex, 2011; p. 120-5.
7. Faiz O, Moffat D. At a galance anatomy. Jakarta: Erlangga Medical Serjes, 2004; h.
98-104.
8. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Femur shaft fractures broken thighbone
[homepage on the Internet]. c2011 [updated 2011 August; cited 2018 April 19].
Available from https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/femur-shaft-
fractures-broken-thighbone/
9. Medscape. Femoral neck stress and insuffiency fractures [homepage on the Internet].
c2018 [updated 2018 February 12; cited 2018 April 19]. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/1246691-overview#a4.
10. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Stress fractures of the foot and ankle
[homepage on the Internet]. c2015 [updated 2015 March; cited 2018 April 19].
Available from https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/stress-fractures-of-
the-foot-and-ankle.
11. WebMD. Understanding bone fractures the basics [homepage on the Internet]. c2017
[cited 2018 April 19]. Available from https://www.webmd.com/a-to-z-
guides/understanding-fractures-basic-information.
12. Cleveland Clinic. Bone fractures [homepage on the Internet]. c2017 [updated 2017 July
02; cited 2018 April 19]. Available from
https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/15241-bone-fractures.
13. WebMD. Broken bone: types of fractures, symptoms, and prevention. [homepage on
the Internet]. c2017 [cited 2018 April 19]. Available from
https://www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/bone-fractures-types-symptoms-
prevention.
14. Ross J.R, Gardner M.J. Femoral head fractures. Curr Rev Musculoskelet Med.
2012;5(3):199-205
15. Suresh Sivananthan, Eugene Sherry, Patrick Warnke, Mark D Miller. Mercer's
Textbook of Orthopaedics and Trauma Tenth edition. Boca Raton: Taylor and Francis
Group,2012; p. 340-358.
16. Henry M.M, Thompson J.N. Clinical surgery. Third edition. London:Elsevier
Saunders;2012.p.677-83.
17. Mittal R, Glasgow MRCS, Orth FRCS, Banerjee S. Proximal femoral fractures:
principles of management and review of literature. J Clin Orthop Trauma. 2012;3:16-7
18. Gänsslen A, Gösling T, Hildebrand F, Pape H.C, Oestern H.J. Femoral shaft fractures
in adults: treatment options and controversies. T traumatologiae čechosl. 2014;81:111.
19. Keudell V, Arvind MD, Shoji, et al. Treatment options for distal femur fractures. J
Orthop Trauma. 2016;30(8):S25-7.

Anda mungkin juga menyukai