Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

Rosasea adalah suatu penyakit peradangan yang bersifat kronik pada kulit,

berbentuk seperti akne yang umumnya terjadi pada kelenjar pilosebaseus di wajah

dan dapat merusak kontur wajah sehingga tampak lebih cembung, terutama pada

bagian hidung, pipi, dagu, dan dahi. Penyakit ini ditandai juga dengan adanya

eritema yang berkepanjangan dan telangiektasi disertai dengan papul atau pustul.

Selain itu, pada periode tertentu wajah tampak kemerahan dan terasa panas terbakar

yang terjadi hanya dalam beberapa menit (flushing).1,2

Pada kenyataannya tidak semua kasus sesuai dengan gambaran ini, di mana

tidak semua ciri-ciri selalu muncul. Suatu usaha dilakukan baru-baru ini untuk

menentukan kriteria diagnosis menyimpulkan bahwa adanya satu atau lebih dari

tanda-tanda berikut dengan distribusi pada bagian sentral wajah dipikirkan sebagai

rosasea yaitu flushing (kulit kemerahan dan terasa panas terbakar), eritema non

transient, papul, pustul, dan telangiektasis.2

Sebagian besar para ahli meyakini bahwa perubahan vaskular, terutama

flushing merupakan suatu gambaran yang khas dan konstan yang diikuti dengan

progresifitas ke arah inflamasi (papul dan pustul) dan adanya limfedema kronik,

penebalan kulit, dan rinofima merupakan suatu komplikasi lanjut. Walaupun

demikian, banyak kasus yang tidak menunjukkan pola yang jelas tentang hal

tersebut.2,3

0
EPIDEMIOLOGI

Rosasea menyerang hampir 3% diantara populasi dunia. Rosasea lebih sering

terjadi pada bangsa kulit putih (ras kaukasoid). Namun, tidak menutup kemungkinan

orang Afrika dan orang Asia juga dapat menderita rosasea. Pada bangsa kulit putih

ditemukan penderita rosasea sekitar 10% dari jumlah total bangsa kulit putih.1,2,4

Puncak insiden dan beratnya penyakit terjadi pada dekade ketiga dan keempat,

pada usia 30-50 tahun, dengan insiden puncak antara 40-50 tahun. Walaupun

demikian, anak-anak, remaja, dewasa muda dan usia lanjut dapat menderita

rosasea.1,4,5

Berdasarkan jenis kelamin, pada umumnya rosasea lebih sering terjadi pada

perempuan dibanding laki-laki. Tapi rinofima, salah satu jenis rosasea, lebih sering

menyerang laki-laki dibanding perempuan.2

Data insiden rosasea pada kelompok etnik yang berbeda sangat bervariasi dan

secara umum data ini masih kurang dan lemah, tetapi dapat disimpulkan bahwa

insiden dan mungkin deteksi rosasea tertinggi pada individu dengan kulit tipe I dan

II, diikuti ras Asia dan insiden terendah pada populasi berkulit hitam. Insidensi

penyakit ini juga sering didapatkan pada penduduk di Celtic (fototipe kulit I dan II)

dan Mediterania Selatan. Frekuensi yang rendah atau jarang terdapat pada orang

yang berwarna kulit gelap (fototipe kulit V dan VI, warna kulit coklat dan hitam).1

ETIOPATOGENESIS

Etiologi dari rosasea tidak diketahui. Ada beberapa faktor yang terlibat dalam

patogenesis terjadinya rosasea yakni pembuluh darah, paparan iklim/musim,

makanan dan obat-obatan, mikroorganisme, imunologi, reactive oxygen species

(ROS), peningkatan angiogenesis, dan lainnya.2


1
a. Pembuluh darah

Peningkatan aliran darah ke pembuluh darah wajah dan peningkatan jumlah

pembuluh darah yang letaknya lebih dekat ke permukaan wajah diduga menjadi

faktor terjadinya eritema dan flushing. Selain itu, vasodilatasi dan respon normal

terhadap hipertermia lebih menonjol pada orang-orang dengan rosasea.4,6

Beberapa perbedaan tersebut mencakup reaktivitas vaskular pada daerah

wajah, komposisi atau struktur jaringan penyambung kulit, komposisi matriks,

struktur pilosebasea, atau kombinasi antara respon jaringan kutan terhadap berbagai

faktor pencetus rosasea. Baik mekanisme neural maupun humoral menimbulkan

reaksi kemerahan yang hanya terbatas pada area wajah. Hal ini disebabkan karena

aliran darah pada bagian bawah wajah lebih tinggi dibandingkan dengan bagian

tubuh lainnya. Selain itu vaskularisasi lapisan kutaneus wajah terletak lebih

superfisial dan terdiri atas pembuluh darah yang lebih besar dan lebih banyak

dibandingkan dengan area tubuh yang lain.6

b. Paparan iklim/musim

Peran musim panas atau musim dingin, termasuk di dalamnya peran sinar

ultraviolet matahari yang dapat menimbulkan kerusakan pembuluh darah kulit

penyebab eritema persisten masih terus diselidiki karena belum jelas dan

bertentangan hasilnya.2

c. Makanan dan obat-obatan

Makanan pedas, alkohol, dan minuman panas dapat memicu flushing pada

penderita rosasea.2,3

Adanya peningkatan bradikinin yang dilepas oleh adrenalin pada saat

kemerahan kulit flushing menimbulkan dugaan adanya peran obat, baik sebagai

2
penyebab maupun yang dapat digunakan sebagai terapi rosasea, seperti amiodarone,

steroid topikal, dan vitamin B-6 dan B-12 dosis tinggi.3

d. Mikroorganisme

Demodex folliculorum (tungau yang biasa hidup di folikel rambut manusia)

dahulu dianggap berperan pada etiologi rosasea, namun akhir-akhir ini mulai

ditinggalkan.2-4

Kutu yang hidup pada lumen folikel sebaceous pada area kepala dan diduga

dapat menyebabkan rosasea dalam berapa dekade, tetapi kebenarannya mesti dikaji

lebih dalam. Kutu Demodex hidup pada sebagian besar folikel sebasea pada area

tengah wajah dan lebih banyak didapatkan pada pasien rosasea dibandingkan dengan

individu normal. Folikel yang didiami oleh Demodex menunjukkan respons

inflamasi di sekitarnya. Akan tetapi, masalah-masalah yang menyangkut teori ini

termasuk kesulitan dalam pengambilan sampel folikel dan perlunya penjelasan

mengapa sebagian besar pengobatan rosasea memberikan perubahan yang nyata

namun tidak memberikan efek terhadap kutu tersebut.4

e. Imunologi

Dari lapisan dermo-epidermal penderita rosasea ditemukan adanya deposit

imunoglobulin oleh beberapa peneliti, sedang di kolagen papiler ditemukan antibodi

antikolagen dan antinuklear antibodi sehingga ada dugaan faktor imunologi pada

rosasea.2

f. Angiogenesis dan ekspresi berlebihan dari vascular endothelial growth factor

(VEGF)

Studi yang dilakukan dengan menggunakan capillaroscopy video pada lesi

rosasea eritematotelangiektasia menunjukkan neoangiogenesis meningkat dan

pembesaran pembuluh darah. Studi imunohistokimia multipel menunjukkan ekspresi

3
VEGF meningkat pada endotel pembuluh darah pada kulit lesi dibandingkan dengan

yang non lesi pada pasien rosasea. Cuevas dkk menggunakan dobesilat topikal,

penghambat faktor pertumbuhan angiogenik, untuk pengobatan rosasea

eritematotelangiektasia dan melaporkan adanya perbaikan dalam eritema dan

telangiektasia setelah 2 minggu.3

g. Lainnya

Stress psikis diduga merupakan faktor penyebab. Defisiensi vitamin, hormonal

dan seborre juga pernah disangka berperan pada etiologi rosasea namun tidak dapat

dibuktikan.2

GAMBARAN KLINIS

Tempat predileksi rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu,

kening, dan alis. Kadang-kadang meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau

kaki. Lesi umumnya simetris.2-4

Gejala utama rosasea adalah eritema, telangiektasi, papul, edema, dan pustul.

Komedo tak ditemukan dan bila ada mungkin kombinasi dengan akne (komedo

solaris, akne kosmetika). Adanya eritema dan telangiektasia adalah persisten pada

setiap episode dan merupakan gejala khas rosasea. Papul kemerahan pada rosasea

tidak nyeri, berbeda dengan akne vulgaris, dan hemisferikal. Pustul hanya ditemukan

pada 20% penderita, sedang edema dapat menghilang atau menetap antara episode

rosasea.2-4

Meskipun gejala klinis dari rosasea sangat bervariasi, National Rosacea

Society (NRS) Expert Committee pada tahun 2002 telah membagi rosasea menjadi

empat sub-tipe, yakni: eritematotelangiektasis (sub-tipe 1), papulopustular (sub-tipe

2), phymatosa (sub-tipe 3), dan okuler (sub-tipe 4) dengan tingkat keparahan dari

4
setiap derajat sub-tipe sebagai derajat 1 (ringan), derajat 2 (sedang), atau derajat 3

(berat). Terdapat beberapa varian rosasea, yakni granulomatosa, periorifisial

dermatitis dan pioderma fasialis.2,3

a. Erythematotelangiectatic Rosacea (ETR)

Fase paling awal dari sub-tipe ini adalah kemerahan yang bersifat rekuren

akibat berbagai macam stimulus seperti stres emosional, minuman panas, alkohol,

makanan pedas, latihan fisik, dan cuaca panas atau dingin. Seiring berjalannya

waktu, kemerahan akan timbul dalam durasi yang lebih lama hingga akhirnya

menjadi permanen. Timbul rasa terbakar dan menyengat, edema pada area wajah

yang berbentuk cembung, dan kadang disertai pengelupasan. Telangiektasis akan

terbentuk pertama kali di alae nasi, kemudian pada hidung dan pipi. Pada beberapa

individu, dapat ditemukan spider angioma atau papular angioma yang berukuran

lebih besar. Perpanjangan episode atau memberatnya gejala kemerahan yang diikuti

gejala sistemik seperti diare, wheezing, nyeri kepala, palpitasi, atau kelemahan

mengindikasikan diperlukannya investigasi untuk menyingkirkan keadaan yang

jarang terjadi yang mungkin memberikan gejala berupa kemerahan seperti sindrom

karsinoid, feokromositoma, atau mastositosis.2,3,5,7

5
Gambar 1. Sub-tipe eritematetolangiektasis

Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

b. Papulopustular Rosacea (PPR)

Sub-tipe ini bermanifestasi sebagai eritema yang persisten pada daerah sentral

wajah dengan papul dan pustul yang dominan pada area wajah yang berbentuk

cembung. Sesuai teori vaso reaktivitas, pada pasien-pasien rosasea terdapat

papul-papul yang

nampak berwarna

merah dan

lebih gelap

dibandingkan

dengan lesi yang

sama pada akne.

Derajat sub-tipe

ini juga dibagi Gambar 2. A. Tipe papulopustul ringan B. Tipe papulopustul


berat.
Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine.
6
menjadi derajat ringan, sedang, dan berat. Rasa terbakar dan menyengat pada wajah

juga ditemukan pada sub-tipe ini, tetapi tidak seberat pada sub-tipe

eritematotelangiektasis. Pada kedua sub-tipe ini (ETR dan PPR), eritema dapat

menyebar sampai pada area periorbital. Edema dapat bersifat ringan atau berat.

Edema yang berat dapat memberikan gambaran morfologi berupa plak yang padat

pada wajah.2,3,7

c. Phymatosa

Rosasea phymatosa memiliki karakteristik yakni adanya penebalan kulit,

nodul-nodul, kontur permukaan yang ireguler pada area wajah yang cembung.

Phyma sering muncul pada hidung (rhinophyma), tetapi dapat juga terbentuk pada

dagu (gnathophyma), dahi (metaphyma), kelopak mata (blepharophyma), dan telinga

(otophyma). Pada wanita yang menderita rosasea tidak terbentuk phyma.3,7

Gambar 3. Tipe phymatosa dengan rinofima.


Sumber: Wolff K, Johnson RA. Rosacea.
Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of
Clinical Dermatology.

d. Rosasea okuler

Rosasea okuler dapat muncul sebelum gejala-

gejala kutaneus pada 20% kasus rosasea. Separuh

jumlah pasien baru mendapatkan gejala okuler

setelah muncul gejala pada kulit.

Gambar 4. Rosasea okuler.


Sumber: American Academy of Dermatology.
7
Rosacea: Sign & Symptoms
Gejala pada kulit dan mata timbul secara simultan pada sejumlah kecil kasus.

Derajat keparahan rosasea okuler tidak berkaitan dengan rosasea pada kulit.3,7,8

Manifestasi dari rosasea okuler adalah blefaritis, konjungtivitis, iritis, skleritis,

hipopion, keratitis, neovaskularisasi pada kornea, ulserasi kornea dan sampai pada

ruptur kornea. Blefaritis adalah manifestasi klinis yang sering ditemukan, ditandai

dengan eritema pada tepi kelopak mata, terkelupas, dan terbentuk krusta, dan pada

beberapa kasus ditemukan kalazion dan infeksi stafilokokus karena adanya disfungsi

glandula meibom. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, nyeri,

rasa terbakar, gatal, dan sensasi adanya benda asing dalam mata. Pada kasus yang

berat, keratitis rosasea dapat menyebabkan kebutaan.3,7,8

Selain keempat subtipe rosasea di atas, terdapat pula varian rosasea, yaitu

rosasea granulomatous dan rosasea glandular. Rosasea granulomatous memiliki

gambaran histologi berupa formasi granuloma, dengan gambaran klinis papul/nodul

merah atau kuning coklat yang monomorfik dan berukuran sama, serta berlokasi

pada pipi dan kulit di antara kulit wajah periorifisium.2,3,7

Pada uji diaskopi, papul ini akan menunjukkan perubahan warna seperti apel-

jelli sama seperti pada sarkoidosis atau lupus vulgaris. Tidak ada kelainan pada kulit

sekitarnya.2,3,7

Gambar 5. Rosasea granulomatousa


Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

8
Rosasea glandular lebih sering mengenai kulit laki-laki yang berminyak

tebal. Lesi ditandai dengan papul edematous, pustul berukuran 0.5 - 1 cm, dan

nodulokistik.3

Lesi cenderung berkumpul pada area sentral wajah, namun bila diderita

perempuan, rosasea glandular tidak mengenai dagu. Sering kali diserai dengan

riwayat akne saat remaja dan skar. Kemerahan kulit jarang terjadi dibanding rosasea

eritematotelangiektasis, namun sering terjadi edema pesisten yang menjadi masalah.3

Gambar 6. Rosasea glandular

Sumber: Pelle MT. Rosacea. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Histopatologi

Perubahan histologi tergantung stadium dari proses yang terjadi. Biasanya

terdapat ketidakteraturan pada jaringan ikat kulit bagian atas, ditandai dengan adanya

edema, kerusakan serabut otot

dan sering terjadi elastosis

yang berat. Fase inflamasi

Gambar 7. Gambaran histopatologi dari rosasea 9


Sumber: Pathology of Rosacea. Roy S.
ditandai adanya sel limfosit, histiosit, polimorfonuklear, sel plasma, dan benda asing

tipe giant cell. Demodex folliculorum seringkali ditemukan pada folikel rambut

daerah yang mengalami gangguan.4 Tidak ada gambaran histologis yang spesifik

untuk rosasea, tetapi kombinasi dari beberapa tanda-tanda klinik dapat digunakan

untuk menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologis yang paling sering

ditemukan pada rosasea adalah infiltrasi sel radang limfohistiosit dalam jumlah besar

yang letaknya agak berjauhan satu dengan yang lain di sekitar pembuluh darah kulit,

telangiektasis, edema, elastosis, dan terdapat gangguan struktur kulit bagian atas.3

b. Pemeriksaan Laboratorium

Tidak ada tes diagnostik yang spesifik sebab diagnosis utamanya didasarkan

atas gambaran klinik saja. Kultur bakteri dapat dilakukan jika dicurigai terdapat

infeksi Staphylococcus aureus dan secara khusus infestasi Demodex folliculorum.3

DIAGNOSIS

Diagnosis rosasea ditegakkan berdasarkan adanya satu atau lebih gambaran

klinis. Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk

mengkonfirmasi adanya rosasea. Pemeriksaan biopsi dilakukan hanya untuk

menyingkirkan diagnosa alternatif, namun gambaran histopatologi yang didapat

tidak bersifat diagnostik.3-5

10
Pedoman Diagnosis Rosasea

Gambaran Primer (terdapat satu atau lebih)

Kemerahan (eritema yang bersifat sementara)

Eritema yang tidak bersifat sementara

Papul dan pustul

Telangiektasi

Gambaran Sekunder (terdapat satu atau lebih)

Terbakar atau menyengat

Plak

Kering

Edema

Gejala pada mata

Lokasi perifer

Perubahan phymatosa

Diadaptasi dari Wilkin J, et al: J Am Acad

Dermatol 2002; 46:584

Pada tahap awal atau stadium 1 rosasea dimulai dengan timbulnya eritem

tanpa sebab atau akibat sengatan matahari. Eritem ini menetap lalu diikuti timbulnya

beberapa telangiektasis. Pada stadium 2 diselingi episode akut yang menyebabkan

timbulnya papul, pustul dan udem, terjadilah eritem persisten dan banyak

telangiektasis, papul dan pustul. Pada stadium 3 terlihat eritema persisten yang

dalam, banyak telangiektasia, papul, pustul, nodul, dan edema.3-5

11
DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding rosasea terbagi atas dua kelompok gejala klinik rosasea

yaitu papul/pustul wajah dan flushing atau eritema.3

a. Papul atau pustul pada wajah

1. Akne vulgaris

Dapat terjadi pada umur remaja, kulit seboroik, terdapat komedo, papul,

pustul, nodus, kista. Tempat predileksi muka, leher, bahu, dada, dan

punggung bagian atas. Tidak ada telangiektasis. Sedangkan pada rosasea,

tidak terdapat komedo, ditemukan dilatasi vaskular, terjadi pada usia

pertengahan, dan umumnya terbatas pada 2/3 wajah.3,9

Gambar 8. Akne Vulgaris

Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology.

2. Dermatitis perioral

Terjadi pada wanita muda, tempat predileksi sekitar mulut dan dagu,

polimorfi tanpa telangiektasis dan keluhan gatal. Berbeda dengan rosasea,

pada dermatitis perioral tidak terdapat telangiektasis dan flushing.3,9

12
Gambar 9. Dermatitis perioral

Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology

b. Flushing atau eritema pada wajah

1. Dermatitis Seboroik

Dermatitis seboroik sering terjadi bersama-sama dengan rosasea, tetapi

yang membedakannya yaitu pada dermatitis seboroik terdapat skuama

berminyak dan agak gatal dengan tempat predileksi retroaurikular, alis mata,

dan sulkus nasolabialis.3,9

Gambar 10. Dermatitis seboroik

Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology.

13
2. Lupus Eritematosus Sistemik

Meskipun SLE dapat menstimulasi terjadinya rosasea, namun klinis

terlihat eritema dan atrofi pada pipi dan hidung dengan batas tegas dan

berbentuk kupu-kupu.3,9

Gambar 11. Lupus Eritematosus Sistemik

Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas &

Synopsis of Clinical Dermatology.

3. Dermatomiositis

Dermatomiositis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik yang

menyerang kulit dan atau otot rangka. Dermatomiositis ditandai oleh adanya

edema dan inflamasi periorbita, eritema pada wajah, leher, dan bagian atas

tubuh.3,9

14
Gambar 12. Dermatomiositis

Diambil dari: Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick;s: Color Atlas Synopsis

of Clinical Dermatology.

KOMPLIKASI

a. Rinofima

Rinofima adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan pembesaran hidung

yang tidak teratur, merah dan terbentuknya seperti bola lampu akibat peradangan

yang tidak ditangani dengan baik ataupun peradangan kronik pada kulit hidung.

Rinofima berhubungan dengan kelenjar sebasea yang terletak dibawah

permukaan kulit hidung.2

Gambar 13. Rinofima

Sumber: Dermatology Information System.

15
b. Inflamasi (peradangan okular)

c. Jaringan parut dapat terbentuk pada kasus yang parah

PENATALAKSANAAN

Topikal

Penatalaksanaan awal yang dapat dilakukan adalah menjauhkan dari faktor

pencetus seperti bahan – bahan yang dapat mengiritasi kulit contoh: sabun, alkohol,

larutan obat, dan yang dapat merusak kulit. Melindungi diri dari sinar matahari

sangat penting dilakukan yaitu dengan faktor pelindung 15 atau yang lebih tinggi

selalu di rekomendasikan seperti spektrum UVA dan UVB.10,11

Biasanya antibiotik efektif pada pasien dengan akne. tetrasiklin, eritromisin

dan doksisiklin dengan konsentrasi 0,5% - 2% sering diberikan. Metronidazole

adalah derivate synthetic antibacteri dan antiprotozoa. Dari peneitian klinis,

metronidazole 0,75% gel tropikal atau krim 1% dapat menyembuhkan lesi hingga

68% – 91%. Bentuk gel adalah yang paling efektif untuk papul dan pustul

rosasea.5,13,14

Imidazole juga biasa digunakan untuk rosasea. Mekanisme kerjanya adalah

sebagai anti inflamasi dan imunosupresan dan bakterisidal. Efek toksin imidazole

sangat rendah dan bisa mentoleransi kulit pasien yang sensitif.14

Adapalene Neftoic acid derivate terbaru dengan poten retinoid acid reseptor

agonis dan anti inflamasi. Adapalene terbukti aman sebagai penatalaksanaan topikal

untuk akne dan kulit yang teriritasi. Adapalene gel 0,1% berefek kuat pada papul dan

pustul tapi kurang signifikan pada eritem dan telangiektasis.14

16
Retinoid topikal adalah pilihan lain. Contohnya isotretinoin 0,2% yang

mengurangi iritasi dan inflamasi lesi di stage II dan stage III. Topikal kortikosteroid

hanya digunakan untuk rosasea stadium berat.2,14

Sistemik

Rosasea sangat berespon baik terhadap antibiotik oral. Eritromycin biasanya

efektif tetapi tetrasiklin yang paling efektif. Tetrasiklin dan doksisiklin biasanya

efektif dalam mengontrol papul dan pustul dari rosasea dan mengurangi eritem.

Dapat dimulai dengan dosis 250 mg – 1 g/hari tetrasiklin, doksisiklin . Tetrasiklin

oral efektif pada rosasea oftalmica.2,13

Isotretionin juga efektif meskipun mempunyai resiko yang lebih daripada

tetrasiklin. Obat ini bisa digunakan untuk rosasea yang resisten terutama yang tidak

berespon terhadap antibiotik, seperti rosasea lupoid, rosasea stage III, rosasea gram

negatif, rosasea conglobata, rosasea fulminant. Dosisnya 0,5 – 1 mg/kg/hari. Efek

samping pada mata yang paling sering terjadi.14

Pemberian kortikosteroid biasanya diberikan pada rosasea fulminant

contohnya prednisolon 1 mg/kg/hari diberikan selama 7 hari.14 Untuk terapi pada

ocular rosacea ditambahkan air mata buatan dan metronidazole gel mata.15

Tindakan yang dapat dilakukan untuk rosasea adalah untuk grade 2-3 dengan

rinofima adalah operasi eksisi, electrosurgery atau terapi laser carbon dioxide

ternyata tindakan tersebut mendapat respon perbaikan.5

17
PROGNOSIS

Rosasea umumnya persisten, berangsur bertambah berat melalui episode akut.

Namun ada pula yang remisi secara spontan.2

PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya rosasesa maka hal-hal dibawah ini perlu dilakukan:

a. Menjaga kebersihan kulit. Bersihkan dengan lembut beberapa kali sehari.

Gunakan pembersih yang lembut dan menghindari pembersih muka yang kasar

sehingga dapat menyebablan iritasi kulit.

b. Pakailah tabir surya yang lembut, jika ragu dengan suatu produk, gunakan tabir

surya yang diformulasikan untuk bayi, saat pergi dan beraktivitas. Matahari

dapat memperburuk kondisi klinis.

c. Menjaga kelembaban kulit. Tinggal di lingkungan yang ber-AC pada cuaca

yang panas, maka semprotkan wajah dengan air dingin. Minum air putih

minimal satu hari 8 gelas. Gunakan pelembab yang alami sesuai dengan jenis

kulit.

d. Jangan mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu panas, untuk

menghindari uap panas dapat membuat iritasi pada wajah.

e. Hindari sauna, mandi uap dan kolam air panas serta facial steam.

f. Evaluasi program diet. Makanan tertentu dapat memperparah kondisi.

Mengurangi makanan pemicu yang dapat menimbulkan rosacea.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA. Rosacea. Disorders of Sebaceous and Apocrine Glands. In:

Wolff K, Johnson RA, editors. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill Companies; 2009.

2. Wasitaatmajaya SM. Rosasea. Akne, Erupsi, Akneiformis, Rosasea, Rinofima. In:

Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 261-3.

3. Pelle MT. Rosacea. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffell DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th ed. New

York: McGraw-Hill Companies; 2003. p. 782-92.

4. Jarmuda S, O’Reilly N, Zaba R, et al. The Potential Role of Demodex folliculorum

Mites and Bacteria in the Introduction of Rosacea. Poland: Journal of Medical

Microbiology Papers in Press. Published August 29, 2012.

5. Cowell FC. Rosacea. England: The New England Journal of Medicine; 2005.

6. Gawkrodger DJ. Dermatology: An Illustrated Colour Text. Sebaceous and Sweat

Glands – Acne, Rosacea and Other Disorders. 3rd ed. UK: Churcill Livingstone;

2002. p.61.

7. Banasikowska AK. Elston D, editor. Rosacea. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/1071429-overview#showall. Accessed on

May 5th, 2014.

8. Randleman JB. Roy H, editor. Occular Rosacea Clinical Presentation. Available

from: http://emedicine.medscape.com/article/1197341-clinical#showall. Accessed on

May 5th, 2014.

19
9. Buxton PK. ABC of Dermatology. 4th ed. London: BMJ Publishing Group; 2003.

p.50.

10. Anonymous. Rosacea. Available from: http://www.skinsight.com/adult/rosacea.htm.

Accessed on 5th May, 2014.

11. Anonymous. What is Rosacea? Available from:

http://www.niams.nih.gov/Health_Info/Rosacea/rosacea_ff.asp. Accessed on 4th

May, 2014.

12. 4509American Academy of Dermatology. Rosacea. Available from: o9. Accessed on

5th May, 2014.

13. Cohen AF, Jeffry D, Tiemstra. Diagnosis and Treatment of Rosacea. 2002.

14. Gooderham M. Rosacea and It’s Topical Management. Skin Therapy Letter; 2007.

15. Baldwin HE. Systemic Therapy for Rosacea. Skin Therapy Letter; 2007.

16. Anonymous. Rosacea. Available from:

http://www.nhs.uk/conditions/rosacea/Pages/Introduction.aspx. Accessed on 4th

May, 2014.

20

Anda mungkin juga menyukai