Anda di halaman 1dari 4

CEDERA MEDULA SPINALIS

PENGKAJIAN DATA DASAR

1. Pengkajian fisik didasarkan pada pemeriksaan pada neurologis (Apendiks J)


kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area yang terkena:
 Syok spinal ditandai dengan adanya paralisis flaksid atau arefleksia (hilangnya
semua refleks di bawah area terkena)
 Nyeri
 Perubahan fungsi kandung kemih:
 Kandung kemih neurogenik ditandai dengan adanya berkemih secara
spontan dalam jumlah yang sedikit dengan interval sering. Pola
berkemih ini mencerminkan adanya lesi motor neuron atas
 Arkus refleks tetap baik, tetapi mekanisme menghambatnya hilang.
 Kandung kemih atonik dikarakteristikkan adanya retensi urine tanpa
individu merasakan adanya kebutuhan untuk berkemih. Jenis gangguan
fungsi kandung kemih seperti ini mencerminkan gangguan pada motor
neuron bawah (LMN). Arkus refleks hilang dan rangsangan tidak dapat
mencapai otak.
 Kerusakan fungsi seksual pada pria, sering terjadi impotensi, menurunnya
sensasi dan kesulitan ejakulasi. Kejadian ini paling sering terjadi pada
kerusakan sumsum tulang di area sakrum. Fungsi seksual tetap normal pada
cedera yang terjadi di atas area sakrum meskipun kepuasan seksual bisa
berkurang. Pada wanita, fungsi seksual umumnya tetap tidak terganggu
2. Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya
3. Pemeriksaan diagnostik
 Sinar x tulang belakang menggambarkan letak dan jenis fraktur

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. RISIKO TINGGI TERHADAP INFEKSI


Berhubungan dengan faktor: disfungsi kandung kemih akibat trauma sumsum
tulang belakang
Batasan karakteristik: kemungkinan retensi atau inkontinensia urine
Hasil yang diharapkan: mendemonstrasikan tidak ada tanda-tanda infeksi saluran
kemih
Kriteria evaluasi: urine jernih tidak berbau busuk, urinalisis normal
Intervensi:
1) Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam
2) Gunakan pembalut wanita untuk wanita yang mengalami inkontinensia,
sedang pada pria yang inkontinensia dapat digunakan kondom kateter.
Pertahankan agar kulit tetap bersih dan kering
3) Beritahu dokter bila terjadi distensi suprapubis dan urine yang terus menetes.
Lakukan kateterisasi sewaktu atau menetap (dengan kateter Forley) sesuai
program
4) Berikan cairan minimal 1-2 liter/hari

2. ANSIETAS
Berhubungan dengan faktor: takut akan terjadinya kelumpuhan
permanen,kurangnya pengetahuan tentang rencana penanganan
Batasan karakteristik: ungkapan ansietas, takut, marah, depresi, frustasi, dan
kurangnya pemahaman tentang rencana dan hasil tindakan
Hasil pasien (kolaboratif): mendemonstrasikan terbebas dari ansietas
Kriteria evaluasi: keluhan ansietas dan takut berkurang, mengungkapkan
pemahaman akan kemungkinan hasil dan rencana tindakan
Intervensi:
1) Lihat ansietas (hal 262)
2) Bila tidak terjadi transeksi, ingatkan pasien bahwa akibat sisa kelemahan
motorik dan sensorik paling baik ditentukan setelah pembengkakan jaringan
berkurang. Jelaskan, bahwa terjadi trauma sumsum tulang belakang, berbentuk
edema, yang mengakibatkan kompresi lebih lanjut pada sumsum tulang
3) Rujuk pasien untuk konsultasi psikologi bila kelemahan motorik, sensorik dan
fungsi seksual terjadi permanen
4) Bila cedera sumsum tulang belakang ini mengakibatkan impotensi anjurkan
pasien untuk membicarakan kemungkinan implantasi penil dengan dokternya.
Bicarakan bahwa ada cara lain untuk ekspresi seksualitas seperti sentuhan,
bercumbu, dan berciuman
5) Berikan pujian dari keinginan belajarnya dalam memperoleh kembali
kemandiriannya
6) Mulai lakukan rehabilitasi dengan merujuk ke bagian terapi okupasi dan terapi
fisik
7) Konsulkan pelayanan sosial untuk bantuan dalam mengatur pelayanan
rehbailitasi setelah pasien pulang ke rumah
3. RISIKO TINGGI TERHADAP CEDERA
Berhubungan dengan faktor: fraktur vertebra
Batasan karakteristik: pemeriksaan sinar x menunjukkan faktor yang tidak stabil,
gangguan neuromuskular pada area di bawah cedera, mengungkapkan adanya nyeri
yang dirasakan menyertai gerakan
Hasil pasien (kolaboratif): tidak terjadi cedera lebih lanjut
Kriteria evaluasi: tidak ada kelemahan motorik dan sensorik lebih lanjut
Intervensi:
1) Pantau:
 Status neuromuskuler dari ekstremitas (Apendiks D) di bawah area
cedera setiap 2 jam selama 48 jam, kemudian setiap 4 jam bila stabil
 TTV setiap 2 jam dalam 24 jam, kemudian setiap 4 jam bila stabil
2) Beri tahu segera dokter bila terjadi hal-hal seperti ini:
 Defisit neurologis lebih lanjut
 Perubahan mendadak dalam frekuensi dan pola pernapasan
3) Pertahankan traksi dan/atau tirah baring sesuai program
4) Lakukan tindakan untuk mencegah gangguan refleks otonom:
 Jamin defekasi lancar paling tidak setiap 3 hari. Berikan pelunak feses
sesuai program, kususnya bila ada riwayat konstipasi. Cukupi
kebutuhan cairan 1-2 liter per hari kecuali ada kontraindikasi. Berikan
laksatif bila dalam 3 hari tidak defekasi atau bila fesesnya keras.
Berikan makanan tinggi serat seperti buah dan sayuran segar, air buah
prem
 Pertahankan kateter indwelling menetap
 Berikan obat untuk mengatasi nyeri sesuai program
5) Lakukan tindakan segera bila tanda-tanda disrefleksi otonom terjadi
“gooseflesh”, hidung tersumbat, denyut nadi lambat, tekanan sistolik sangat
tinggi. Bila gejala-gejala ini terjadi:
 Segera tempatkan pasien pada posisi tegak untuk menurunkan tekanan
darah
 Cari dan hilangkan stimulus (sumbatan selang kateter yang
menyebbkan distensi kandung kemih, nyeri, sesuatu yang menekan
pada kulit, impaksi feses)
 Pantau tekanan darah setiap 15 menit sampai keadaan stabil. Beritahu
dokter bila stimulus tidak dapat ditemukan. Berikan agen penyekat
ganglionik (Hyperstat atau Apresoline) sesuai program untuk
mengatasi hipertensi
6) Berikan glukokortikosteroid sesuai program. Pastikan bahwa pasien
mendapatkan obat seperti simetidin (Tagamet) atau ranitidin (Zantac) untuk
mengatasi keasaman lambung sementara mendapatkan terapi steroid
7) Tempatkan pasien paralisis pada tempat tidur Roto Rest jika tersedia
8) Bila tempat tidur biasa yang digunakan, tempatkan papan di bawah kasur
untuk mencegah kasur. Tempatkan bertekanan udara untuk mencegah
kerusakan kulit
9) Pastikan pemakaian brace secara tepat dan benar sesuai program
10) Jika tempat tidur standar (biasa) yang digunakan, hindari untuk
membalik/mengubah posisi pasien sampai ada instruksi dokter. Bila mengubah
posisi gunakan kain penarik. Instruksikan pada pasien agar punggung tetap
lurus pada saat berubah posisi. Gunakan teknik log-roll bila memiringkan
pasien. Pastikan bahwa tubuh lurus, dengan menggunakan bantal-bantal sesuai
dengan kebutuhan. Minta bantuan orang lain bila mengubah posisi pasien
11) Berikan analgesik bila perlu, sesuai program dan evaluasi efektivitasnya.
Hindari pemakaian yang berlebihan.
12) Lakukan pengubahan posisi setiap 2 jam sekali

4. RISIKO TINGGI TERHADAP KERUSAKAN PENATALAKSANAAN


PEMELIHARAAN DI RUMAH
Berhubungan dengan faktor: kurang pengetahuan tentang tindakan rehabilitataif
lanjutan di rumah, kurangnya sumber-sumber yang dapat membuat rencana
rehabilitatif, kurangnya finansial, paralisis
Batasan karakteristik: ungkapan kurangnya pemahaman tentang rencana
rehabilitatif, mengemukakan hidup sendiri, mengalami kesulitan finansial dalam
memenuhi asuhan lanjutan
Hasil yang diharapkan: mendemonstrasikan kemauan untuk bekerja sama dalam
rencana rehabilitatif
Kriteria evaluasi: menjalankan program latihan dengan benar, mengungkapkan
pemahamannya tentang bagaimana mengatasi kelemahan fisik setelah di rumah,
mengungkapkan kepuasannya tentang rencana rehabilitatif
Intervensi:
1. Evaluasi kemampuan keluarga untuk merawat pasien di rumah. Konsultasikan
dengan dinas/pekerja sosial untuk mengatur bantuan pelayanan di rumah atau
menempatkannya di fasilitas rehabilitasi bila bantuan di rumah tidak
memungkinkan
2. Bila pasien dirwat di rumah, ajari pasien dan keluarganya untuk menangani
kelemahan-kelemahan fisiologisnya sesuai dengan peningkatan kebutuhannya
Untuk disfungsi kandung kemih, ajarkan:
1) Kateterisasi intermitten bila terjadi retensi urine, dengan menggunakan
teknik bersih
2) Pengenalan infeksi saluran perkemihan. Sarankan untuk minum 2-3 liter
perhari agar ginjal ginjal tetap terbilas atau bisa juga minum air buah
kranberri untuk mempertahankan keasaman urine.

Untuk disinfeksia otonomik, ajarkan:

1) Pencegahan, pengenalan dan penanganannya

Untuk paralisis ekstremitas, ajarkan:


1) Latihan rentang gerak sebagaimana di rencanakan oleh bagian fisioterapi
2) Pencegahan kerusakan kulit/lecet-lect
3) Perbaiki penggunaan brace punggung atau leher bila diperlukan. Tekankan
pentingnya memperhatikan kulit di bawah brace terhadap adanya tanda-
tanda iritasi. Kenakan kaos di bawah brace untuk mengurangi iritasi kulit

Untuk disfungsi usus, ajarkan:


1) Tindakan-tindakan untuk melancarkan defekasi
2) Tindakan-tindakan untuk mengatasi konstipasi

Umum:
1) Berikan informasi tentang tempat-tempat untuk mendapatkan peralatan
yang diperlukan seperti kursi roda, dan peralatan kateterisasi

Anda mungkin juga menyukai