Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. I (P3A0) DENGAN POST OP

SECTIO CAESAREA HARI KE-2 ATAS INDIKASI

OLIGOHIDROMNION DI RUANG DELIMA

RSUD CIAMIS

I. Konsep Sectio Caesarea


A. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram. (Wiknjosastro, 2010)
Sectio casarea adalah tindakan untuk melahirkan bayi melalui
pembedahan abdomen dan dinding uterus. (Nugrorho, 2011)
B. Jenis-jenis Sectio Caesarea
Berikut adalah jenis-jenis sectio caesarea menurut Wiknjosastro
(2010):
1. Sectio caesare klasik
2. Sectio caesarea transperitonial provunda
3. Sectio caesarea diikuti dengan histerektomi
4. Sectio casarea ekstraperitonial
5. Sectio casarea vagina

Adapun menurut Nugroho (2010) mengatakan jenis sectio caesarea


ada 3 yaitu:

1. Sectio caesare transperitonial profunda


2. Sectio caesarea corporal (klasik)
3. Sectio caesarea ekstraperitonial
Sofian (2012) juga membahas tentang jenis sectio caesarea
diantaranya:

1. Abdomen
a. Sectio caesarea transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik
2) Sectio caesarea ismika atau prufunnda
3) Sectio caesarea ekstraperitonialis
2. Vagina
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Ken
c. Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio casarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memnajang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Adapun beberapa
kelebihan dan kekurangan jika operasi sectio caesarea jenis
ini dilakukan, diantaranya:
a. Kelebihan
1) Pengeluaran janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya
kandung kemih
3) Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal
atau distal.
b. Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
2) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah
terjadi ruptur uteri spontan.
4. Sectio casarea ismika (provunda)
Dilakuakn dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira
sepanjang 10 cm. Berikut kelebihan jika dilakukan jenis
sectio caesarea ini, diantaranya:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c. Tumpang tindih peritonial flap sangat baik untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritonium.
C. Indikasi
Berikut ini beberapa indikasi yang dikemukakan Wiknjosastro
(2010) yaitu:
1. Ibu
a. Panggul sempit absolut
b. Tumor-tumor jalanlahir yang menimbulkan
obstruksi
c. Stenosis serviks/vagina
d. Plasenta previa
e. Disproporsi sefalopelvik
f. Ruptur uteri membakat
2. Janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada:
1. Janin mati
2. Syok, anemia, berat sebelum diatasi.
3. Kelainan kongenital berat (monster)
Namun Nugruho (2011) mengatakan indikasi sectio caesarea
adalah:
1. Ibu
a. Disproporsi cepalo pelvis
b. Plasenta previa
c. Letak lintang
d. Tumor jalan lahir
e. Solusio plasenta
f. Preklamsi/eklamsi
g. Infeksi intrapartum
2. Anak
a. Gawat janin
b. Prolapsus funikuli
c. Primi gravida tua
d. Kehamilan dengan DM
e. Infeksi intrapartum

Selain pendapat yang dikemukakan diatas, Sofian (2012) juga


mengatakan indikasi sectio caesarea lainnya adalah:

1. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)


2. Panggul sempit
3. Disproorsi sefalopelvik
4. Ruptura uteri mengncam
5. Partus lama
6. Partus tak maju (obstructed labor)
7. Distosia selviks
8. Pre-eklamsi dan hipertensi
9. Malpresentasi janin
a. Letak lintang
b. Letak bokong
c. Presentasi dahi dan muka
d. Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil
e. Gemeli
D. Komplikasi
Sofian (2012) mengemukakan bahwa komplikasi dari sectio
caesarea ada 4 yaitu:
1. Infeksi puerperal (nifas)
a. Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
b. Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus
paralitik. Infeksi berat sering kita jumpai pada partus
terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah terjadi
intrapartum karena ketuban yang telah pecah terlalu
lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit,


dan antibiotik yang adequat dan tepat.

2. Perdarahan
a. Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang
terputus dan terbuka.
b. Anatomi uteri
c. Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluahn kandung
kemih bila reperitonialis terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan
mendatang.
II. Konsep Ketuban Pecah Dini
A. Definisi
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya
(Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu
jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada
kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36
minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah
ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang
dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD
banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten,
polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau
infeksi vagina (Helen, 2003).
B. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009
meliputi
antara lain (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor keturunan, (3)
pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia),
(4) overdistensi uterus , (5) malposisi atau malpresentase janin, (6)
faktor yang menyebabkan kerusakan serviks, (7) riwayat KPD
sebelumnya dua kali atau lebih, (8) faktor yang berhubungan
dengan berat badan sebelum dan selama hamil, (9) merokok
selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin
menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda, (11)
riwayat hubungan seksual baru-baru ini, (12) paritas, (13) anemia,
(13) keadaan sosial ekonomi. Sebuah penelitian oleh Getahun D,
Ananth dkk tahun 2007 menyebutkan bahwa asma bisa memicu
terjadinya ketuban pecah
dini.
C. Klasifikasi
1. Oligohidramnion Dini
Yaitu suatu keadaan berkurangnya cairan amnion yang
terjadi pada trimester 2.
2. Oligohidramnion Tingkat Lanjut
Yaitu suatu keadaan dimana volume cairan ketuban secara
normal berkurang setelah umur kehamilan 35 minggu
dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5
cm.
D. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen,
sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan
dengan infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides
Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi
interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan.
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Manuaba, 2009).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau dan PHnya.
a. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru ,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit (Manuaba, 2009).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-
tanda persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono
(2010), meliputi :
1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit
(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat
dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin
bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi,berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intra uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi.
Dan persalinan diakhiri.
c. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam

III. Fisiologis dan Psikologis Ibu Post Partum


Periode post partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil. Periode ini
kadang-kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal
dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Berikut adalah
perubahan atau adaptasi fisiologis dan psikologis wanita setelah
melahirkan.
A. Adaptasi Fisiologis Ibu Post Partum
1. Sistem reproduksi
a. Involusio uteri
Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan
lokasi normal setelah kelahiran bayi. Involusio
terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil
karena sitoplasma yang berlebihan dibuang.
Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana
zat protein dinding rahim pecah, diabsorbsi dan
kemudian dibuang sebagai air kencing.
Tinggi fundus uteri menurut masa involusio (Saleha,
Sitti, 2009)
Involusi Tinggi fundus Berat uterus
uteri
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir 2 jari dibawah 750 gram
pusat
1 minggu Pertengahan 500 gram
pusat simpisis
2 minggu Tidak teraba di 350 gram
atas simpisis
6 minggu Bertambah kecil 50 gram
8 minggu Sebesar normal 30 gram

b. Involusio tempat plasenta


Pada permulaan nifas, bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
trombus. Biasanya luka yang demikian sembuh
dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan karena
dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka.
Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau
mules-mules) disebabkan kontraksi rahim biasnya
berlangsung 3-4 hari pasca persalinan.
c. Lochea
Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa
nifas. Loche dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
1) Lochea rubra
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa,
lanugo, dan mekonium, selama 2 hari pasca
persalinan.
2) Lochea sanguilenta
Berwarna merah dan kuning berisi darah dan
lendir, yang keluar pada hari ke-3 sampai ke-
7 pasca peersalinan.
3) Lochea serosa
Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari
lochea rubra. Lochea ini berbentuk serum
dan berwarna merah jambu kemudian
menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi
pada hari ke-7 samapi hari ke-14 pasca
persalinan.
4) Lochea alba
Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin
lama makin sedikit hingga sama sekali
berhenti sampai 1 atau 2 minggu berikutnya.
Bentuknya seperti cairan putih berbentuk
krim serta terdiri atas leukosit dan sel-sel
desidua.
5) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah
berbau busuk.
6) Locheastatis
Lochea tidak lancar keluarnya.
d. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga
seperti corong berwarna merah kehitaman,
konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa
masik rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh
2-3jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
e. Vagina dan perineum
Vagina dan lubang vagina pada permulaan
puerpurium merupakan suatu saluran yang luas
berdinding tipis. Secara berangsur-angsur luasnya
berkurang. Rugae timbul kembali pada minggu
ketiga. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan
dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstrasi dengan
cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada
perineum terjadi robekan pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir
atau luka bekas episitomi lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik.
2. Sistem endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan
pada sitem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang
berperan dalam proses tersebut.
a. Oksitosin
Oksitosi disekresikan dari kelenjar otak bagian
belakang. Selama tahp ketiga persalina, hormon
oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta,
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat menrangsang
produksi ASI dan produksi oksitosin. Hal tersebut
membantu uterus kembali ke bentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan
terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang
untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan
dalam pembesaran payudara untuk merangsang
produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya,
kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada
rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan.
Pada wanita yang tidak menyusui bayinya, tingkat
sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah
depan otak yang mengontrol ovarium ke arah
permulaan pola produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan foliekl, ovulasi, dan
menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat
walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Diprkirakan bahwa tingkat estrogen
yang tinggi memperbesar hormon antidiuretik yang
meningkatkan volume darah. Di samping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini sangat mempengaruhi
saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
3. Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanna darah sedikit berubah atau tidak
berubah sama sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan
tekanan darah diastolik 20mHg. Jika ada perubahan posisi,
ini disebut dengan hipotensi orthostatik yang merupakan
kompensasi krdiovaskuler terhadap penurunan resistensi di
daerah panggul.
4. Sistem urinaria
Pada proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma
yang dapat mengakibatkan oedema dan menurunnya
sensitifitas terhadap tekanan cairan, perubahan ini
menyebabkan tekanan yang berlebihan dan kekosongan
kandung kemih yang tidak tuntas, hal ini bisa
mengakibatkan terjdinya infeksi. Biasanya ibu mengalami
kesulitan buang air kecil sampai 2 hari post partum.
5. Sistem gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi stelah melahirkan anak.
Hal ini disebabkan karena pada saat melahirkan alat
pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon
menjadi kososng, peneluaran cairan yang berlebihan pada
waktu persalinan.
6. Sistem muskuloskeletal
a. Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah
ambulasi dini untuk mempercepat involusio rahim.
b. Otot abdomen teru-menerus terganggu selama
kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya tonus
otot, yang tampak pada masa post partum dinding
perut terasa lembek, lemah, dan kendor. Selama
kehamilan otot abdomen terpisah disebut distensi
recti abdiominalis, mudah dipalpasi melalui dinding
abdomen bila ibu telemtang. Latihan yang ringan
seperti senam nifas akan membantu penyembuhan
alamiah dan kembalinya otot pada kondisi normal.
7. Sistem kelenjar mammae
a. Laktasi
Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum,
cairan yang disekresi oleh payudara selama lima
hari pertama setelah kelahiran bayi dapat diperas
dari puting susu.
b. Kolostrum
Dibanding dengan susu matur yang akhirnya
disekresi oleh payudara, kolostrum mengandung
lebih banyak protein, yang sebagian besar adalah
globulin, dan lebih banyak mineral tetapi gula dan
lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum
mengandung globul lemak agak besar di dalam yang
disebut korpustel kolostrum, yang oleh beberapa
ahli dianggap merupakan sel-sel epitel yang telah
mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli lain
dianggap sebagai fagosit mononuclear yang
mengandung cukup banyak lemak. Sekresi
kolostrum bertahan selama sekitar lima hari, dengan
perubahan bertahap menjadi susu matur. Antibodi
mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan
perlindungan pada neonatus melawan infeksi
enterik. Faktor-faktor kekebalan hospes lainnya,
juga immunoglobulin-immunoglobulin, terdapat di
dalam kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini
meliputi komplemen-komplemen, makrofag,
limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan lisozim.
c. Air susu
Komponen utama air susu adalah protein, laktosa,
air, dan lemak. Air susu isotonik dengan plasma,
dengan laktosa bertanggung jawab terhadap separuh
tekanan osmitk. Protein utama di dalam air susu ibu
disintesis di dalam retikulum endoplasmik kasar sel
sektorik alveoli. Asam amino esensial berasal dari
darah, dan asam-asam amino non-esensial sebagian
berasal dari darah atau disintesis di dalam kelenjar
mammae. Kebanyakan protein air susu adalah
protein-protein unik yang tidak ditemukan
dimanapun. Juga prolaktin secara aktif disekresi ke
dalam air susu. Air susu manusia mengandung
konsentrasi rendah besi. Tetapi, besi di dalam air
susu manusi aabsorbsinya lebih baik dari pada besi
di dalam susu sapi. Simpanan besi ibu tampaknya
tidak memepengaruhi jumlah besi di dalam air susu.
Kelenjar mammae, seperti kelenjer tiroid
menghimpun. iodium, yang muncul di dalam air
susu.
8. Sistem integumen
Penurunan melanin setelah melahirkan menyebabkan
berkurangnya hiperpigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada
aerola dan linea nigra mungkin menghilang sempurna
sesudah melahirkan.

B. Adaptasi Psikologi Ibu Post Partum


Menurut Rubin dalam Varney adaptasi psikologi ibu post partum
dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1. Fase Taking In (Fase mengambil)/ketergantungan
Fase ini dapat terjadi pada hari pertama sampai kedua post
partum. Ibu sangat tergantung pada orang lain, adanya
tuntutan akan kebutuhan makan dan tidur, ibu sangat
membutuhkan perlindungan dan kenyamanan.
2. Fase Taking Hold /ketergantungan mandiri
Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai ke sepuluh post
partum, secara bertahap tenaga ibu mulai meningkat dan
merasa nyaman, ibu sudah mulai mandiri namun masih
memerlukan bantuan, ibu sudah mulai memperlihatkan
perawatan diri dan keinginan untuk belajar merawat
bayinya.
3. Fase Letting Go/kemandirian
Fase ini terjadi pada hari ke sepuluh post partum, ibu sudah
mampu merawat diri sendiri, ibu mulai sanggup dengan
tanggung jawabnya.
IV. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan
dan perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi
kesehatan lainnya
1) Data biografi
a) Identitas Klien
Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/ bangsa, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, no medrec, diagnosa medis, alamat
klien.
b) Identitas Penanggung jawab
Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan,
hubungan dengan klien dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan mulas, kontraksi
yang terus menerus, dan pembukaan yang statis (tidak
mengalami kemajuan)
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri dibagian luka operasi, nyeri
bertambah saat klien beraktivitas dan berkurang saat klien
beristirahat. Nyeri dirasakan seperti disayat-sayat dengan
sakla nyeri 6 (0-10) atau nyeri sedang. Nyeri dirasakn
sekitar 1-2 menit.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat sakit parah dan belum pernah
melakukan prosedur tindakan Sectio Caesarea.
d) Riwayat kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami kelainan seperti klien dan tidak ada anggota
jeluarga yang mengidap penyakit keturunan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Keadaan umum: tampak lemah.
Tanda-tanda vital
T: -
P: -
R: -
S: -
2) Pemeriksaan fisik head to toe
Pemeriksaan yang dilakukan dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan teknik inspeksi, palapasi, perkusi, dan auskultasi.
Tujuannya untuk mengetahui apakah klien mengalami kelainan
pada fisiknya atau tidak.
c. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Nutrisi
Meliputi frekuensi makan, jenis makanan, porsi makan,
frekuensi minum serta jenis minuman, porsi dan berapa
gelas/hari.
2) Eliminasi BAB
Frekuensi, konsistensi, warna, bau dan masalah.
3) Eliminasi BAK
Frekuensi, jumlah, warna, bau, dan masalah.
4) Istirahat Tidur
Lamanya tidur, tidur siang, tidur malam, masalah dan jam
tidur.
5) Personal Hygiene
Frekuensi mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku.
6) Aktivitas
Meliputi rutinitas sehari-hari dan olahraga.

2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya. Setiap data
yang didapat, kemudian dianalisis sesuai dengan masalah. Menentukan
validitas data membantu menghindari kesalahan dalam intrepetasi data.

3. Diagnosa Keperawatan
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2012)
mendefinisikan diagnose keperawatan semacam keputusan klinik yang
mencangkup klien, keluarga dan respon komunitas terhadap sesuatu
yang berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
a. Pernyataan Diagnosis Keperawatan
Pernyataan diagnosis keperawatan menggunakan PES, sebagai
berikut :
P : Problem/Masalah : Menjelaskan status kesehatan dengan
singkat dan jelas.
E : Etiologi/Penyebab : Penyebab masalah yang meliputi factor
penunjang dan factor resiko yang terdiri dari:
1) Patofisiologi : Semua proses penyakit
yang dapat menimbulkan tanda/gejala
yang menjadi penyebab timbulnya
masalah keperawatan.
2) Situsional : Situasi personal
(berhubungan dengan klien sebagai
individu), dan environment
(berhubungan dengan lingkungan yang
berinteraksi dengan klien).
3) Medication/Treatment : Pengobatan atau
tindakan yang diberikan yang
memungkinkan terjadinya efek yang
tidak menyenangkan yang dapat di
antisipasi atau dicegah dengan tindakan
keperawatan.
4) Maturasional : Tingkat kematangan atau
kedewasaan klien, dalam hal ini
berhubungan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan.
S : Simtom/Tanda : Definisi karakteristik tentang data subjektif
atau objektif seabagai pendukung diagnose
actual.
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus Post Op Sectio Caesarea
Hari Ke-2 Atas Indikasi Ketuban pecah dini antara lain:

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan kulit


b. Risiko infeksi berhubungan dengan luka post op SC

4. Intervensi Keperawatan dan Rasional


Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah-masalah yang telah di identifikasi
dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan
sejumlah mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan
masalah dengan efektif dan efisien (Nikmatur & Saiful, 2012).
Kegiatan dalam tahap perencanaan :
a. Menentukan prioritas masalah keperawatan.
b. Menetapkan tujuan dan kriteria hasil.
c. Merumuskan rencana tindakan keperawatan.
d. Menetapkan rasional rencana tindakan keperawatan.
No. DX Intervensi
Tujuan Tindakan Rasional
1. I Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajin nyeri secara 1. Mengetahui sejauh mana nyeri yang
selama 1x24 jam, masalah keperawatan komprehensif termasuk lokasi, dirasakan
dapat teratasi dengan kriteria hasil: karakteristik, drasi frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas, dan faktor presipitasi.
penyebab nyeri, mampu menggunakan 2. Ajarkan teknik nonfarmakologi 2. Mengurangi ketegangan otot serta
teknik nonfarmakologi untuk (tarik nafas panjang dan memperlancar sirkulasi O2, distraksi
mengurangi nyeri, mencari bantuan) distraksi) dapat mengalihkan perhatian klien
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari nyeri yang dirasakan
dengan menggunakan manajemen 3. Kolaborasi pemberian analgetik 3. Analgetik dapat memblok susunan
nyeri. saraf pusat yang merangsang nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, sehingga nyeri tidak dipersepsikan.
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
Tabel Intervensi Dan Rasional

2. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi keadaan luka 1. Untuk mengetahui adanya tanda-
selama 1x24 jam, masalah keperawatan tanda infeksi
dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Observasi TTV terutama suhu 2. Adanya peningkatan suhu
1. Tidak tampak tanda-tanda infeksi merupakan salah satu tanda dari
2. Luka dapat mengering 3. Ajarkan perawatan luka infeksi
3. Menurunkan resiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai