RSUD CIAMIS
1. Abdomen
a. Sectio caesarea transperitonealis
1) Sectio caesarea klasik
2) Sectio caesarea ismika atau prufunnda
3) Sectio caesarea ekstraperitonialis
2. Vagina
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang (longitudinal) menurut Kronig
b. Sayatan melintang (transversal) menurut Ken
c. Sayatan huruf T (T-incision)
3. Sectio casarea klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memnajang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm. Adapun beberapa
kelebihan dan kekurangan jika operasi sectio caesarea jenis
ini dilakukan, diantaranya:
a. Kelebihan
1) Pengeluaran janin lebih cepat
2) Tidak mengakibatkan komplikasi tertariknya
kandung kemih
3) Sayatan dapat diperpanjang ke proksimal
atau distal.
b. Kekurangan
1) Infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada
reperitonealis yang baik.
2) Pada persalinan berikutnya, lebih mudah
terjadi ruptur uteri spontan.
4. Sectio casarea ismika (provunda)
Dilakuakn dengan membuat sayatan melintang konkaf pada
segmen bawah rahim (low cervical transfersal) kira-kira
sepanjang 10 cm. Berikut kelebihan jika dilakukan jenis
sectio caesarea ini, diantaranya:
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
c. Tumpang tindih peritonial flap sangat baik untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga
peritonium.
C. Indikasi
Berikut ini beberapa indikasi yang dikemukakan Wiknjosastro
(2010) yaitu:
1. Ibu
a. Panggul sempit absolut
b. Tumor-tumor jalanlahir yang menimbulkan
obstruksi
c. Stenosis serviks/vagina
d. Plasenta previa
e. Disproporsi sefalopelvik
f. Ruptur uteri membakat
2. Janin
a. Kelainan letak
b. Gawat janin
Pada umumnya sectio caesarea tidak dilakukan pada:
1. Janin mati
2. Syok, anemia, berat sebelum diatasi.
3. Kelainan kongenital berat (monster)
Namun Nugruho (2011) mengatakan indikasi sectio caesarea
adalah:
1. Ibu
a. Disproporsi cepalo pelvis
b. Plasenta previa
c. Letak lintang
d. Tumor jalan lahir
e. Solusio plasenta
f. Preklamsi/eklamsi
g. Infeksi intrapartum
2. Anak
a. Gawat janin
b. Prolapsus funikuli
c. Primi gravida tua
d. Kehamilan dengan DM
e. Infeksi intrapartum
2. Perdarahan
a. Perdarahan karena banyak pembuluh darah yang
terputus dan terbuka.
b. Anatomi uteri
c. Perdarahan pada plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru, dan keluahn kandung
kemih bila reperitonialis terlalu tinggi.
4. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan
mendatang.
II. Konsep Ketuban Pecah Dini
A. Definisi
KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang
terjadi pada saat akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya
(Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu
jam belum terjadi inpartu. Sebagian ketuban pecah dini terjadi pada
kehamilan aterm lebih dari 37 minggu sedangkan kurang dari 36
minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2009).
KPD didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah
ketuban sampai awitan persalinan yaitu interval periode laten yang
dapat terjadi kapan saja dari 1-12 jam atau lebih. Insiden KPD
banyak terjadi pada wanita dengan serviks inkopenten,
polihidramnion, malpresentasi janin, kehamilan kembar, atau
infeksi vagina (Helen, 2003).
B. Etiologi
Penyebab KPD menurut Manuaba, 2009 dan Morgan, 2009
meliputi
antara lain (1) Serviks inkompeten, (2) Faktor keturunan, (3)
pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban (infeksi genetalia),
(4) overdistensi uterus , (5) malposisi atau malpresentase janin, (6)
faktor yang menyebabkan kerusakan serviks, (7) riwayat KPD
sebelumnya dua kali atau lebih, (8) faktor yang berhubungan
dengan berat badan sebelum dan selama hamil, (9) merokok
selama kehamilan, (10) usia ibu yang lebih tua mungkin
menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada usia muda, (11)
riwayat hubungan seksual baru-baru ini, (12) paritas, (13) anemia,
(13) keadaan sosial ekonomi. Sebuah penelitian oleh Getahun D,
Ananth dkk tahun 2007 menyebutkan bahwa asma bisa memicu
terjadinya ketuban pecah
dini.
C. Klasifikasi
1. Oligohidramnion Dini
Yaitu suatu keadaan berkurangnya cairan amnion yang
terjadi pada trimester 2.
2. Oligohidramnion Tingkat Lanjut
Yaitu suatu keadaan dimana volume cairan ketuban secara
normal berkurang setelah umur kehamilan 35 minggu
dengan menggunakan indeks cairan amnion kurang dari 5
cm.
D. Patofisiologi
Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen,
sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan
dengan infeksi (sampai 65%). High virulensi berupa Bacteroides
Low virulensi, Lactobacillus Kolagen terdapat pada lapisan
kompakta amnion, fibroblast, jaringa retikuler korion dan trofoblas.
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system
aktifitas dan inhibisi
interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi
kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan.
E. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air
ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin
cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat
dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda
duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Manuaba, 2009).
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna,
konsentrasi, bau dan PHnya.
a. Tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru ,menunjukkan adanya air ketuban (alkalis).
b. Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada
gelas objek dan dibiarkan kering, pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis.
2. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah
cairan ketuban yang sedikit (Manuaba, 2009).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan,
adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-
tanda persalinan. Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono
(2010), meliputi :
1. Konserpatif
a. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit
(baik pada ibu maupun pada janin) dan harus di rawat
dirumah sakit.
b. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin
bila tidak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan <32-34 minggu, dirawat selama air
ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar
lagi.
d. Jika usia kehamilan 32-27 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, tes buss negativ beri deksametason, observasi tanda-
tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
e. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi,berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam.
f. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik
dan lakukan induksi.
g. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intra uterin).
h. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memicu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari,
deksametason IM 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2. Aktif
a. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi.
Dan persalinan diakhiri.
c. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea
d. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
2. Analisa Data
Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya. Setiap data
yang didapat, kemudian dianalisis sesuai dengan masalah. Menentukan
validitas data membantu menghindari kesalahan dalam intrepetasi data.
3. Diagnosa Keperawatan
The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 2012)
mendefinisikan diagnose keperawatan semacam keputusan klinik yang
mencangkup klien, keluarga dan respon komunitas terhadap sesuatu
yang berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
a. Pernyataan Diagnosis Keperawatan
Pernyataan diagnosis keperawatan menggunakan PES, sebagai
berikut :
P : Problem/Masalah : Menjelaskan status kesehatan dengan
singkat dan jelas.
E : Etiologi/Penyebab : Penyebab masalah yang meliputi factor
penunjang dan factor resiko yang terdiri dari:
1) Patofisiologi : Semua proses penyakit
yang dapat menimbulkan tanda/gejala
yang menjadi penyebab timbulnya
masalah keperawatan.
2) Situsional : Situasi personal
(berhubungan dengan klien sebagai
individu), dan environment
(berhubungan dengan lingkungan yang
berinteraksi dengan klien).
3) Medication/Treatment : Pengobatan atau
tindakan yang diberikan yang
memungkinkan terjadinya efek yang
tidak menyenangkan yang dapat di
antisipasi atau dicegah dengan tindakan
keperawatan.
4) Maturasional : Tingkat kematangan atau
kedewasaan klien, dalam hal ini
berhubungan dengan tingkat
pertumbuhan dan perkembangan.
S : Simtom/Tanda : Definisi karakteristik tentang data subjektif
atau objektif seabagai pendukung diagnose
actual.
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus Post Op Sectio Caesarea
Hari Ke-2 Atas Indikasi Ketuban pecah dini antara lain:
2. II Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi keadaan luka 1. Untuk mengetahui adanya tanda-
selama 1x24 jam, masalah keperawatan tanda infeksi
dapat teratasi dengan kriteria hasil: 2. Observasi TTV terutama suhu 2. Adanya peningkatan suhu
1. Tidak tampak tanda-tanda infeksi merupakan salah satu tanda dari
2. Luka dapat mengering 3. Ajarkan perawatan luka infeksi
3. Menurunkan resiko infeksi