PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
i
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM
PERTOLONGAN PERSALINAN DI KECAMATAN
BORONG KABUPATEN MANGGARAI TIMUR
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
NIM 1392161052
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
Lembar Pengesahan
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 12 JUNI 2015
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Direktur
Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
iv
Tanggal 12 Juni 2015
Anggota :
v
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
NIM : 1392161052
Timur.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila
di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan
NIM.1392161052
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan anugerah-Nya tesis ini dapat
terselesaikan.
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M.Repro., PA (K) sebagai
kepada ibu Ni Putu Widarini, SKM, MPH sebagai Pembimbing II dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof.
Dr. dr. Ketut Suastika. Sp.PD., KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) atas kesempatan yang diberikan
Udayana. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada
Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,
yaitu Prof. Dr. dr Alex Pangkahila, MSc., Sp. And selaku penguji I, Dr. dr. Dyah
vii
Pradnyaparamita Duarsa, Msi selaku penguji II, serta dr. Ni Wayan Arya Utami,
M.app. Bsc, PhD selaku penguji III yang telah memberikan masukan, saran,
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
disertai penghargaan kepada seluruh guru serta dosen yang telah membimbing
penulis, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan
terima kasih kepada papa dan mama, kakak Nelci, kakak Vayan dan adik Olga yang
telah memberikan semangat dan dukungan mental maupun material sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga kepada Venansius Haryanto, S.Fil,
ibu Lambertin Landang, Lira Jenimas, A.md.Keb, dan Yustina Wendi, A.md.Keb
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih
juga penulis ucapkan kepada seluruh partisipan khususnya dukun dan bidan yang
penelitian. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta
Penulis
viii
ABSTRAK
ix
ABSTRACT
PARTNERSHIP BETWEEN TRADITIONAL BIRTH ATTENDANTS (TBAS)
AND MIDWIVES IN AID DELIVERY AT SUBDISTRIC BORONG
MANGGARAI TIMUR- NTT
Maternal and child health revolution in NTT has been running for a long
time, but did not go well. This is evidenced by the high proportion of aid delivery by
non professional health worker. The proportion of deliveries according to person
who assited it in Manggarai Timur regency during 2013 In Manggarai Timur, is as
much as 67,69% by professional health worker, and the others by TBA. The goal of
this research is to describe and barriers of partnership between TBA and midwife to
aid delivery.
The study was a qualitative research, approach of grounded theory. In this
study using in depth interview as a data collection instrument with some partisipants
namely partnered traditional birth attendant, unpartnered traditional birth attendants,
midwife, stakeholder, prominent fiugre of religion and society.
This Research show many results of partnership between TBA and midwife
in Borong subdistric. Those are: lack of money to finance this program, enough
facilities and infrastructure, bad transportation, good relation between TBA and
midwife, clear role division between partners, unfixed time to do meeting between
TBA and and midvife, bad coordination between partners, unclear structural
organisation and this program is supported by society and religion figure and society
figure. The barriers of this partnership are: some TBAs don’t wish to cooperate with
midvife in running delivery, some of pregnant women don’t want to run their
delivery in good health facilities and the bad transportation to support this
partnership.
Conclusion: partnership between TBA and midwife in Borong subdistric are
not going well because inadequate infrastructure, there is no organizational structure,
coordination incidental, there are no regular meetings, decision-making by only a
midwife, there is support from religious leaders and public figure. Based on the data
obeve, these points are suggested: the governments have to fund this program,
providing enough transportation to take the pregnant woman to good health facilities,
doing the coordination meeting between TBA and midwife, giving the reward to
partnered TBA, socialiszation to society about the important of delivery in good
health facilties and finally society must realize that running delivery in good health
facilitis is more comfort than at home.
x
DAFTAR ISI
xi
2.2 Konsep Penelitian .................................................................. 25
2.2.1 Konsep Kemitraan ..................................................... 25
2.2.2 Konsep Dukun………………………………… ....... 26
2.2.3 Konsep Bidan…………………………………….. .. 26
2.3 Landasan Teori ....................................................................... 27
2.4 Model Penelitian ..................................................................... 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................ 32
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 32
3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................... 33
3.4 Instrumen Penelitian ............................................................... 34
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................. 35
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data .......................................... 36
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ................ 37
3.8 Keabsahan Data…………………………………………… .. 37
3.9 Etika Penelitian ....................................................................... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian…………………………. ... 39
4.2 Karakteristik Informan…………………………………......... 42
4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan……………………… ........ 43
4.4 Keterbatasan Penelitian………………………………… ....... 85
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan……………………………………………….. ........ 86
5.2 Saran……………………………………………………… .... 89
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model Penelitian ………………………………………………… 31
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Kehamilan………. 16
xiv
DAFTAR SINGKATAN
KB : Keluarga Berencana
KK : Kepala Keluarga
TT : Tetanus Toxoid
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian ibu dan bayi merupakan salah satu indikator kesehatan masyarakat.
Setiap tahun di dunia diperkirakan empat juta bayi baru lahir meninggal pada
minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tingginya kematian ibu dan
kematian ibu tahun 2007 yaitu sebesar 228/100.000 kelahiran meningkat menjadi
359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). Angka
kematian bayi mencapai 34/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 dan menurun
menjadi 32/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2012 (BPS & Kemenkes, 2012). AKI
dan AKB di Indonesia belum mencapai target MDGs yang seharusnya dicapai pada
tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup untuk angka kematian ibu dan
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Provinsi dengan AKI dan AKB
masih di atas target MDGs walaupun program revolusi KIA telah berjalan. Angka
kematian ibu di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2007 mencapai
tahun 2011 (Dinkes NTT, 2011). Angka kematian bayi mengalami penurunan dari
57/1.000 kelahiran hidup di tahun 2007 menjadi 45/1.000 kelahiran hidup pada tahun
2011.
1
2
dengan angka kematian ibu dan bayi menempati urutan keempat setelah Kabupaten
TTU, TTS, dan Sumba Timur. Angka kematian bayi di Kabupaten Manggarai Timur
tahun 2012 yang dilaporkan adalah 7,16 per 1000 kelahiran hidup sedangkan pada
tahun 2013 mengalami peingkatan menjadi 11,28 per 1000 kelahiran hidup. Angka
kematian ibu tahun 2012 yang dilaporkan adalah 217 per 100.000 kelahiran hidup
mengalami penurunan pada tahun 2013 menjadi 207 per 100.000 kelahiran hidup. Di
Kecamatan Borong jumlah kematian ibu yang terlaporkan pada tahun 2014 adalah
dua orang dan kematian bayi 14 orang angka ini belum menggambarkan angka
partus macet, infeksi dan komplikasi aborsi merupakan penyebab langsung kematian
ibu di Indonesia. Penyebab tidak langsung adalah proses persalinan yang ditolong
oleh tenaga non kesehatan seperti dukun. Keadaan ini ditambah dengan beberapa
umur kurang dari dua puluh tahun atau lebih dari tiga puluh lima tahun, jarak
kelahiran yang terlalu dekat dan memiliki anak yang banyak (Kemenkes, 2011).
melalui program Making Pregnancy Safer (MPS). Program ini memiliki tiga pesan
kunci yang meliputi semua ibu yang bersalin ditolong oleh tenaga kesehatan yang
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dapat diakses oleh setiap wanita usia
3
subur (Depkes, 2008). Berdasarkan hal ini, maka diperlukan peralihan peran
penolong dari tenaga non kesehatan ke tenaga kesehatan terlatih dalam upaya
2008, dikembangkan program kemitraan bidan dengan dukun. Program ini bertujuan
kehamilan yang komprehensif, pelayanan rujukan persalinan pada tenaga terlatih dan
berkompeten, pengalihan peran dukun menjadi mitra kerja untuk ikut merawat ibu
dan bayi dan menjadikan dukun sebagai kader kesehatan (Depkes, 2008).
persalinan dan nifas. Pembagian peran dalam kemitraan ini adalah bidan melakukan
semua tindakan dan prosedur medis, sedangkan dukun memiliki peran untuk
postpartum (UNICEF, 2008). Kemitraan bidan dengan dukun ini merupakan bentuk
bidan yang bekerjasama untuk memantau perkembangan kesehatan ibu dan bayi
(Depkes, 2008).
mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses
persalinan. Program ini telah berjalan akan tetapi masih ada dukun yang belum
bermitra dengan bidan dan proporsi persalinan yang ditolong dukun masih tinggi.
Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi persalinan yang ditolong
oleh tenaga non kesehatan sebanyak 13,1%. Provinsi NTT merupakan salah satu
4
provinsi yang proporsi pertolongan persalinan oleh tenaga non kesehatan masih
tinggi, yaitu menempati urutan ketiga setelah Papua dan Papua Barat. Proporsi
persalinan yang ditolong oleh tenaga non kesehatan tahun 2013 di Provinsi NTT dan
Kabupaten Manggarai Timur sebanyak 25,92% dan 32,31% (BPS Manggarai Timur,
2014).
Timur dengan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun yang tinggi yaitu 21%
(BPS Manggarai Timur, 2014). Program kemitraan bidan dengan dukun telah
berjalan sejak tahun lama akan tetapi, cakupan pertolongan persalinan oleh dukun
masih tinggi dan masih ada dukun yang tidak menjalin kemitraan dengan bidan.
Jumlah dukun di Kecamatan Borong tahun 2013 sebanyak 54 orang. Dukun yang
menjalin kemitraan dengan bidan di Kecamatan Borong pada tahun 2013 adalah 54
orang sedangkan jumlah dukun tidak menjalin kemitraan dengan bidan sebanyak 14
orang. Banyak kasus yang terjadi pada persalinan yang ditolong dukun tidak terlatih
seperti kasus kematian ibu karena infeksi post partum yang terjadi pada awal tahun
2014.
Hasil penelitian Salham dkk (2008) mengenai kemitraan bidan dan dukun bayi
bahwa 15% dukun belum menerima kehadiran bidan oleh karena dukun merasa
posisinya tergeser dengan kehadiran bidan di desa, sementara profesi ini merupakan
tugas yang jelas dan kongkrit tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi,
pada umumnya bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang
menguasai adat dan tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya
dan masih ada daerah-daerah yang belum tersentuh kehadiran bidan desa dan
dilakukan bidan selama ini masih dalam batas pemaknaan transfer knowledge, dan
belum mengarah pada ”Alih Peran” pertolongan persalinan secara optimal. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Sudirman dan Sakung (2006) mengenai kemitraan bidan
bahwa pandangan dukun bayi terhadap bidan tentang cara-cara yang dipraktekkan
dalam persalinan 15% mengatakan tidak sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan
oleh dukun bayi, masih ada dukun yang meragukan kemampuan bidan oleh karena
bidan masih berusia muda, kurang berpengalaman dan biaya persalinan cukup tinggi.
Alasan yang mendorong peneliti untuk meneliti kemitraan dukun dengan bidan
pada budaya dan geografis yang berbeda dan belum pernah dilakukan penelitian
serupa pada budaya Manggarai. Budaya manggarai belum banyak dipengaruhi oleh
modernisasi dan masih banyak daerah yang berpegang kuat pada tradisi. Salah satu
tradisi yang masih kuat dalam masyarakat Manggarai hingga sekarang ini adalah
merupakan salah satu bentuk praktik pengobatan tradisional yang masih banyak
yang modern. Maka dari itu, pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan
6
kesehatan. Program ini telah berjalan, akan tetapi proporsi pertolongan persalinan
oleh tenaga non kesehatan masih tinggi. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui
lebih dalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan dalam pertolongan persalinan
di Kecamatan Borong.
Kemitraan dukun dengan bidan di Kecamatan Borong sudah berjalan akan tetapi
masih ada dukun yang tidak bermitra dan proporsi pertolongan persalinan oleh dukun
masih tinggi yaitu 21%. Oleh karena itu perlu dikaji secara lebih mendalam
1.2.3 Apa saja hambatan dalam pelaksanaan kemitraan dukun dengan bidan dalam
gambaran kemitraan dukun dengan bidan, makna kemitraan dukun dengan bidan dan
pertolongan persalinan.
desa dan pemegang program KIA di puskesmas untuk mengembangkan program dan
strategi pendekatan kepada dukun agar ikut menjalin kemitraan dalam pertolongan
PENELITIAN
2.1.1.1 Pengertian
Kemitraan bidan dengan dukun adalah bentuk kerjasama antara bidan dan
dukun, di mana kerjasama ini harus saling menguntungkan kedua belah pihak dan
atas dasar transparansi, kesamaan serta rasa saling percaya untuk meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan bayi. Peran bidan dalam dalam bermitra adalah menolong
menjadi rekan kerja untuk merawat ibu dan bayi (Depkes, 2008).
Hasil penelitian Rukmini dan Ristrini (2006) di Provinsi Jawa Timur dan
hubungan kerjasama dengan bidan di desanya dan hanya terdapat 20% dukun bayi
yang tidak membangun hubungan kerjasama dengan para bidan. Kerjasama ini tidak
mencakup semua hal yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Di Kabupaten
Tuban misalnya, kerjasama ini dibangun hanya khusus untuk pertolongan persalinan.
Penelitian lain di Kabupaten Bangkalan, Banjar dan Tanah Laut menunjukkan bahwa
antara dukun dengan bidan tidak terjalin kerjasama yang baik karena masih banyak
9
10
lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) di Kabupaten Demak menunjukkan
bahwa ada kerjasama yang baik antara bidan dengan dukun, walaupun masih ada
dukun yang belum mau bekerjasama dengan para bidan dalam menolong persalinan.
Lampung Selatan menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun sudah
terjalin dengan baik. Indikatornya, dukun sudah menyadari bahwa yang mempunyai
kemitraan bidan dengan dukun merupakan bentuk kerjasama yang harus saling
kepercayaan.
persalinan, dan masa nifas di mana antara bidan dan dukun sudah ditetapkan
Kalimantan Selatan, bentuk kerjasama antara bidan desa dan dukun bayi terjadi
mengalami komplikasi, merawat ibu pasca melahirkan dan merawat bayi baru lahir.
Kerjasama terjadi bila ibu melahirkan meminta bantuan kepada dukun dan bidan
secara bersamaan atau bila dukun bayi tidak mampu melakukan pertolongan sendiri
kerjasama belum ditetapkan secara pasti karena belum tertuang dalam sebuah
kesepakatan tertulis.
bidan dengan dukun dibangun untuk membantu persalinan. Untuk itu sebagai sebuah
11
antara dukun dan bidan harus diorganisasi dengan baik sehingga antara kedua belah
program.
1. Input
kegiatan bidan dan saran dukun, serta metode /mekanisme pelaksanaan kegiatan.
2. Proses
Proses yang dimaksudkan adalah lingkup kegiatan kerja bidan dan kegiatan
mencakup aspek non teknis kesehatan. Tugas dukun ditekankan pada alih peran
dukun dalam menolong persalinan menjadi merujuk ibu hamil dan merawat ibu
nifas dan bayi baru lahir berdasarkan kesepakatan antara bidan dengan dukun.
3. Output
Kemitraan bidan dengan dukun adalah pencapaian target upaya kesehatan ibu dan
Kemitraan hanya dapat dibentuk bila ada lebih dari satu orang atau satu
organisasi yang akan bekerjasama, dalam hal ini adalah bidan dan dukun bayi. Untuk
1. Kesetaraan
2. Keterbukaan
masih harus diuji kebenarananya. Antara bidan dan dukun bayi harus dibuat
suasana yang tidak membuat satunya merasa lebih rendah, lebih pintar dan lebih
mampu.
3. Saling Menguntungkan
Kemitraan yang dimaksud adalah tidak ada yang kehilangan atau kerugian yang
diterima pada salah satu pihak, tetapi terjadi sinergi dari para pihak. Dengan
demikian harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan
yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra atau biasa disebut tujuh saling, yaitu:
Bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil.
Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan ibu
secara langsung. Tugas dan fungsi dukun bayi adalah mendorong agar proses
rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih.
Bidan memiliki kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan
ibu sedangkan dukun bayi memiliki pengaruh dan dipercaya masyarakat. Masing-
3. Saling Menghubungi
Optimalisasi kemitraan antara bidan dan dukun bayi perlu terus ditingkatkan
4. Saling Mendekati
Bidan lebih banyak berada di unit pelayanan (Puskesmas, Pustu, atau Poskesdes),
sedangkan dukun bayi sering dikunjungi atau mengunjungi ibu hamil. Untuk itu
perlu kiranya para pihak tersebut saling mendekati, seperti: mendorong dukun
Demikian pula dengan bidan desa untuk lebih aktif mengunjungi dukun bayi.
Pada umumnya bidan yang ditugaskan di desa masih relatif muda, terutama di
daerah terpencil dan kurang banyak pengalaman dan kepercayaan dari masyarakat
dibandingkan dukun bayi. Pada sisi lain, dukun bayi dengan pengalaman yang
cukup banyak dan disegani oleh masyarakat tidak memiliki keterampilan medis.
Karenanya dukun bayi tidak bisa mendeteksi persoalan komplikasi kehamilan ibu
serta penanganannya secara medis. Hal tersebut perlu saling disadari dengan cara
Bidan perlu terus mendorong dan mendukung dukun bayi untuk tetap dihargai
oleh masyarakat. Demikian pula sebaliknya, dukun bayi perlu mendukung proses
7. Saling Menghargai
Saling menghargai antara bidan dan dukun bayi sangat penting. Dukun bayi telah
Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan bidan dan dukun bayi bukan saja
1. Tingkat Kabupaten
dukun bayi.
b. Dalam program ini juga dilibatkan peran multi pihak seperti SKPD yang terkait
yang tak kalah penting adalah melibatkan DPRD (khususnya Komisi yang
membidangi kesehatan).
c. Dinas Kesehatan akan membentuk tim yang terdiri dari berbagai pihak tersebut
2. Tingkat Kecamatan
Pada skala kecamatan akan didampingi oleh camat, kepala puskesmas, PKK
tingkat kecamatan, dan kelompok kerja operasional (Pokjanal) desa siaga tingkat
program kemitraan bidan dan dukun bayi secara berkala di tingkat kecamatan.
3. Tingkat Desa/Kelurahan
PKK, pengurus desa siaga, tokoh agama dan tokoh masyarakat akan
secara berkala di tingkat desa/kelurahan bersama dengan bidan dan dukun bayi.
16
Peran bidan dan dukun dalam pelaksanakan program kemitraan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1
Bidan Dukun
1. Melakukan pemeriksaan ibu hamil 1. Memberikan motivasi ibu hamil
(keadaan umum, menentukan taksiran untuk periksa ke bidan
partus, menentukan keadaan janin 2. Mengantar ibu hamil yang tidak
dalam kandungan, pemeriksaan mau periksa ke bidan
laboratorium yang diperlukan) 3. Membantu bidan pada masa
2. Melakukan tindakan pada ibu hamil pemeriksaan ibu hamil
(pemberian imunisasi TT, pemberian 4. Melakukan penyuluhan pada ibu
tablet Fe, pemberian pengobatan atau hamil dan keluarga
tindakan apabila ada komplikasi) 5. Memotivasi ibu hamil dan
3. Melakukan penyuluhan dan konseling keluarga tentang KB
4. Melakukan kunjungan rumah 6. Melakukan ritual yang
5. Melakukan rujukan apabila berhubungan dengan adat dan
diperlukan keagamaan
6. Melakukan pencatatan 7. Melakukan motivasi pada saat
7. Membuat laporan rujukan diperlukan
8. Melaporkan ke bidan apabila ada
ibu hamil baru
17
Tabel 2.2
Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Persalinan
Bidan Dukun
1. Mempersiapkan sarana prasarana 1. Mengantar calon ibu bersalin ke
persalinan aman dan alat resusitasi bidan
bayi baru lahir 2. Mengingatkan keluarga menyiapkan
2. Memantau kemajuan persalinan alat transportasi untuk pergi ke bidan
sesuai dengan partograf atau memanggil bidan
3. Melakukan asuhan persalinan 3. Mempersiapkan sarana prasarana
4. Melaksanakan inisiasi menyusu persalinan aman seperti air bersih
dini dan pemberian ASI segera dari dan kain bersih
1 jam 4. Mendampingi ibu saat bersalin
5. Injeksi vit K1 dan salep mata 5. Membantu bidan pada saat proses
antibiotik pada bayi baru lahir persalinan
6. Melakukan perawatan bayi baru 6. Melakukan ritual (jika ada atau perlu)
lahir 7. Membantu bidan dalam merawat bayi
7. Melakukan tindakan PPGDON baru lahir
apabila mengalami komplikasi 8. Membantu bidan dalam inisiasi
8. Melakukan rujukan bila diperlukan menyusu dini kurang dari 1 jam
9. Melakukan pancatatan persalinan 9. Memotivasi rujukan bila diperlukan
10. Membuat laporan 9. Membantu bidan membersihkan ibu,
tempat dan alat setelah persalinan
18
Tabel 2.3
Peran Bidan dan Dukun dalam Masa Nifas
Bidan Dukun
1. Melakukan kunjungan neonatal dan 1. Melakukan kunjungan rumah dan
sekaligus pelayanan nifas memberikan penyuluhan tentang
2. Melakukan penyuluhan dan (tanda-tanda bahaya dan penyakit
konseling pada ibu dan keluarga ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit,
(tanda-tanda bahaya dan penyakit kebersihan pribadi dan
ibu nifas, tanda-tanda bayi sakit, lingkungan, kesehatan dan gizi,
kebersihan pribadi dan lingkungan, perawatan tali pusat dan
kesehatan dan gizi, ASI Eksklusif, perawatan payudara)
parawatan tali pusat, KB setelah 2. Memotivasi ibu dan keluarga
melahirkan) untuk ber-KB setelah melahirkan
3. Melakukan rujukan apabila 3. Melakukan ritual agama (jika ada
diperlukan atau perlu)
4. Melakukan pencatatan 4. Memotivasi rujukan bila
5. Membuat laporan diperlukan
5. Melaporkan ke bidan apabila ada
calon akseptor KB
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara bidan dengan dukun
mekanisme sangat beragam tergantung keadaan, tetapi ada beberapa hal penting yang
harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota kesepakatan antara bidan –
dukun) yaitu mekanisme rujukan informasi ibu hamil, mekanisme rujukan kasus
kesehatan ibu dan bayi, serta potensi untuk penanganan masalah melalui
Dari langkah ini diharapkan muncul komitmen pemerintah untuk hadir pada
untuk mendukung melalui program dan anggaran daerah, serta komitmen untuk
tersebut.
Meski telah dibangun kesepakatan dan kesepahaman antara peran dan tugas bidan
dan dukun bayi dalam kemitraan serta telah didukung komitmen informal atas
nama pemerintah daerah, hal tersebut juga perlu didukung dengan dengan
pembentukan regulasi daerah Peran para pihak dan konsekuensi pembiayaan perlu
20
dituangkan dalam regulasi daerah agar dapat dijamin oleh program dan angggaran
kepala daerah ataupun peraturan daerah. Regulasi ini selain dapat memberikan
Koordinasi dan peningkatan kapasitas bagi dukun bayi merupakan langkah untuk
memantau dan menilai untuk melihat apakah semua kegiatan telah dilaksanakan
Dalam pelaksanaan kemitraan bidan dan dukun bayi dibutuhkan sarana dan
kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian
pelayanan oleh bidan atau tenaga kesehatan adalah: Puskesmas, Pustu, Poskesdes,
Polindes, Rumah Tunggu Kelahiran, Posyandu, yang dilengkapi listrik dan air
bersih.
mobiler: tempat tidur lengkap, lemari, meja, kursi, kain tirai; alat kesehatan
21
incubator, timbangan bayi, balita dan timbangan ibu hamil, alat pengukur panjang
badan bayi; buku pegangan bidan, dukun bayi dan alat tulis; baju seragam dukun
bayi (dimaksudkan untuk memberi rasa bangga dan sebagai pengakuan atas status
Secara administratif, dukun bayi juga menyusun laporan kegiatan yang dicatat
dalam buku laporan dukun bayi. Buku laporan tersebut disesuaikan dengan
laporan dapat dilakukan bersama-sama antara kader posyandu dan dukun bayi
sehingga kader dapat membantu dukun bayi yang mengalami kesulitan dalam
pembuatan laporan.
9. Pembiayaan
Sumber pembiayaan kemitraan dukun dan bidan berasal dari APBD (melalui
puskesmas, dana jaminan persalinan (jampersal), sumber dana dari pihak ketiga,
ataupun dana dari swadaya masyarakat desa. Dana-dana tersebut dipergunakan untuk
transport bagi dukun bayi setiap kali mengantarkan ibu hamil untuk memeriksakan
kehamilan di fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun bayi untuk setiap persalinan
22
tentang kemitraan bidan, dukun bayi pembiayaan lain sesuai dengan kebutuhan dan
saling pesimis antara bidan dengan dukun terhadap peran masing-masing dalam
bermitra. Para bidan berpandangan bahwa aktifitas dukun bayi sebaiknya harus
dibatasi. Sudah saatnya para dukun tidak diberi peluang untuk menolong persalinan.
Sementara itu, para dukun kurang dapat menerima keberadaan para bidan sebab
mereka. Para dukun merasa bahwa posisi mereka akan tergeser dengan kehadiran
bidan desa, sementara profesi ini merupakan salah satu sumber penghasilan utama
mereka. Keadaan ini berujung pada buruknya komunikasi antara bidan dengan para
Donggala menunjukkan bahwa para bidan menilai para dukun bayi sudah tidak
cocok lagi dalam memberi pertolongan persalinan dan sebaiknya sudah harus
tradisional yang bisa membahayakan keselamatan ibu dan anak. Oleh karena itu
23
merawat ibu hamil, menolong persalinan dan merawat bayi sehingga dapat
dukun yang tidak bermitra mengganggap istilah kemitraan sebagai bentuk kerja
yang tidak mutlak atau bergantung pada kebutuhan. Artinya bagi dukun jika suatu
kasus persalinan masih bisa ditangani sendiri maka mereka tidak harus meminta
Kemitraan bidan dan dukun merupakan suatu bentuk kerjasama yang saling
program kemitraan ini telah dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya
percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi. Hasil penelitian Budiyono dkk
(2011) menunjukkan bahwa para stakeholder (camat, kepala desa, tokoh masyarakat)
sangat setuju dan mendukung adanya kemitraan antara bidan dan dukun. Bentuk
dukungan yang diberikan antara lain berupa memberikan sosialisasi dan pengarahan
mendukung adanya kemitraan dengan para dukun dalam hal membantu persalinan.
pekerjaan mereka dalam mengjangkau ibu hamil karena dukun umumnya sudah
sangat dekat dengan masyarakat. Para dukun lebih dahulu mengetahui jika ada
masyarakat yang hamil. Selain itu, dalam proses persalinan, dukun dapat membantu
memberikan dukungan kepada ibu bersalin untuk mengejan dan memijat sehingga
24
kedekatan para dukun dengan ibu hamil dan keahlian tertentu yang dimiliki para
dukun dapat memungkinkan terjalinnya kemitraan antara para dukun dengan bidan
(Anggorodi, 2009).
Berbeda pandangan dengan bidan yang mau bermitra dengan para dukun,
bidan yang tidak mau bermitra dengan dukun mengungkapkan rasa kekecewaan
pada umumnya bidan PTT (Pegawai Tidak Tetap) masih berusia muda, kurang
diantaranya adalah pertama, belum ada pembagian tugas yang jelas dan konkret
tentang kemitraan antara bidan dengan dukun bayi. Selama ini, para dukun hanya
pengetahun dan keterampilan dari bidan belum tentu mampu diadopsi oleh dukun
bayi, seperti menyuntik, memberi obat dan vitamin penambah darah atau mendeteksi
resiko penyakit yang dapat membahayakan bayi dan ibunya. Kedua, pada umumnya
Bidan PTT masih berusia muda, kurang berpengalaman, kurang menguasai adat dan
tradisi masyarakat, serta bahasa komunitas di wilayah kerjanya. Ketiga, masih ada
kemitraan diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk
menggali lagi secara lebih mendalam mengenai kemitraan dukun dengan bidan
budaya Manggarai.
terlebih dahulu disepakati mengenai komitmen dan apa yang mejadi keinginan atau
cita-cita serta harapan dari masing-masing pihak untuk mencapai tujuan bersama
(Notoatmodjo, 2010).
Kemitraan bidan dan dukun adalah bentuk kerjasama bidan dengan dukun
kepercayaan dalam upaya menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir. Pada kemitraan
ini, kegiatan bidan mencakup aspek medis, sedangkan kegiatan dukun mencakup
aspek non medis. Aspek medis adalah proses pengelolaan dan pelayanan program
kesehatan ibu dan anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
dan masyarakat dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta memberdayakan ibu
mengantarkan calon ibu bersalin ke bidan dan ikut mendampingi ibu saat proses
persalinan.
Dukun umumnya perempuan yang lebih tua, dan sangat dihormati di tengah
persalinan secara tradisional yang diwariskan secara turun temurun atau melalui
membantu dalam urusan rumah tangga dan persiapan perawatan setelah melahirkan.
Pada konteks penelitian ini, dukun adalah seorang yang memiliki pengetahuan dan
yang berdomisili di kecamatan Borong. Adapun dukun yang diteliti adalah dukun
yang menjalin kemitraan dengan bidan dan dukun yang tidak bermitra dengan bidan.
Bidan berarti “bersama wanita” atau dalam bahasa Prancis berarti “wanita
bijaksana”. Secara tradisional bidan adalah wanita desa yang belajar dengan cara
sudah menempuh pendidikan di bidang kebidanan dan telah diakui di negara tempat
tinggalnya serta telah mendapatkan izin untuk melakukan praktik kebidanan (Myles,
2011).
kebidanan, dan memenuhi kualifikasi yang diperlukan untuk dapat terdaftar atau
mendapat izin resmi untuk melakukan praktik kebidanan (Myles, 2011). Bidan yang
dimaksudkan dalam penelitian ini adalah mereka yang telah menjalani program
kelompok, atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu
dibuat, dan saling berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan yang diperoleh.
Mengingat kemitraan adalah bentuk kerjasama atau aliansi maka setiap pihak yang
terlibat di dalamnya harus ada kerelaan diri untuk bekerja sama dan melepaskan
sebab itu, dalam membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan pada kesamaan
perhatian, saling mempercayai dan menghormati, tujuan yang jelas dan terukur serta
kesediaan untuk berkorban baik waktu, tenaga maupun sumber daya yang lain
(Notoatmodjo, 2012).
28
proses kemitraan yang baik. Elemen-elemen tersebut antara lain sumber daya,
karakter pihak yang bermitra (patner), relasi antara patner, karakteristik kemitraan,
dan lingkungan sekitar (De Waal dkk, 2013; Eisler & Montouri, 2001; Lasker dkk,
Pertama, sumber daya. Sumber daya merupakan hal mendasar dan utama
dalam membangun sebuah kemitraan. Sumber daya ini meliputi dukungan finansial
Sumber daya yang dibutuhkan untuk menunjang kemitraan dukun dan bidan adalah
dana sebagai sumber pembiayaan program dan sarana prasarana seperti sarana
transportasi untuk merujuk ibu hamil, fasilitas kesehatan seperti puskesmas, pustu,
polindes yang dilengkapi dengan listrik dan air bersih, mobiler (tempat tidur lengkap,
lemari, meja, kursi, kain tirai), alat kesehatan seperti bidan kit, dopler, sungkup,
tabung oksigen, tiang infus, timbangan bayi, alat pengukur panjang badan bayi, buku
keahlian dari pihak yang bermitra serta persepsi mengenai keuntungan dan kerugian
dari kemitraan yang diikutinya. Umumnya, para partner yang sangat aktif di dalam
sebuah kemitraan, terdorong oleh rasa bahwa mereka akan memperoleh banyak
manfaat dari kemitraan yang dibangun. Sementara mereka yang kurang terlibat aktif,
29
umumnya didorong oleh rasa bahwa kemitraan yang dibangun tidak sesuai dengan
kerjasama yang baik. Organisasi atau individu yang terlibat dalam kemitraan harus
penghargaan juga merupakan bagian yang penting dalam kemitraan. Kemitraan akan
terjalin dengan baik apabila terdapat rasa saling apresiasi atau menghargai antara
partner. Konflik dan pembagian wewenang juga menjadi hal yang penting dalam
bermitra. Konflik bisa saja memperkuat sebuah kemitraan jika perbedaan pendapat
bisa meransang pendekatan yang baru dalam sebuah kemitraan. Tetapi apabila
sebuah konflik tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan masalah antara
partner. Perbedaan wewenang antara partner juga menjadi potensi konflik ketika ada
pembatasan mengenai siapa yang terlibat, pendapat siapa yang dianggap benar dan
siapa yang paling berpengaruh dalam mengambil sebuah keputusan. Pada kemitraan
bidan dan dukun, landasan kemitraan yang harus dipenuhi adalah saling menghargai
(Kemendagri, 2014).
yang paling penting dalam menjalin kemitraan. Tanpa komunikasi yang memadai,
kolaborasi yang efektif tidak akan mungkin terjadi. Kualitas komunikasi memberikan
merupakan prosedur penentuan siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan dan
pembagian peran dan tanggung jawab masing-masing pihak yang bermitra. Keempat
efisiensi. Efisiensi dalam hal ini adalah peran dan tanggung jawab partner sesuai
secara efektif kemampuan finansial, sumber daya dan waktu yang ada.
membutuhkan banyak elemen sebagai daya dukung, sehingga bisa berjalan efektif
adalah sumber daya, karakter pihak yang bermitra, relasi antara partner, karakteristik
kemitraan dan lingkungan sekitar. Hal ini juga didukung oleh sejumlah penelitian
dengan dukun antara lain persepsi, budaya, ketersediaan sarana dan prasarana,
Sumber Daya
Dana
Sarana dan prasarana
Karakteristik Partner
Keterampilan
Motivasi
Lingkungan Eksternal
Karakteristik masyarakat
Dukungan TOMA,TOGA
METODE PENELITIAN
Manggarai Timur.
Peot dan Desa Gurung Liwut Kabupaten Manggarai Timur Provinsi Nusa
kesehatan (dukun) di kedua wilayah ini masih tinggi. Kedua, masih ada dukun
32
33
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan melalui
wawancara mendalam.
Sumber data pada penelitian ini adalah data primer dengan partisipan dukun
yang bermitra dengan bidan, dukun yang tidak bermitra dengan bidan, ibu nifas,
bidan desa, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab
program.
3.3.3 Partisipan
mencapai saturasi data. Berdasarkan hal di atas, maka partisipan pada penelitian
ini adalah dukun yang bermitra, dukun yang tidak bermitra, ibu nifas, bidan desa,
Dukun dan bidan dipilih karena mereka terlibat langsung dan sebagai pelaku
dalam program kemitraan dukun dengan bidan. Partisipan lain seperti ibu nifas,
tokoh agama, tokoh masyarakat dan penanggung jawab progam dipilih dengan
tujuan untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari dukun dan bidan.
Dukun yang dipilih adalah dukun yang bermitra dan tidak bermitra dengan
menghubungi bidan yang bertugas di kedua wilayah ini dan mencari informasi
34
kepada masyarakat mengenai dukun yang masih aktif menolong persalinan, dukun
yang sudah bermitra dan dukun tidak bermitra serta meminta alamat tinggal
tempat untuk menggali informasi. Ibu nifas yang dipilih adalah ibu nifas yang
persalinannya murni ditolong oleh dukun dan ibu nifas yang persalinannya
ditolong dukun dan bidan. Prosedur mencari ibu nifas dilakukan dengan
informasi mengenai ibu nifas yang persalinannya murni ditolong dukun dan ibu
Instrumen penelitian yang paling utama pada studi kualitatif adalah peneliti
sendiri. Pada penelitian ini, peneliti dibantu oleh pendamping peneliti yang
berjumlah satu orang untuk membantu mengambil gambar pada saat wawancara.
Selain itu, instrumen lain yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam,
Metode dan teknik pengumpulan data akan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 3.1
Metode dan teknik pengumpulan data
Jenis Sumber data Teknik Jumlah Jenis informasi
data
Dukun yang WM 5 Orang Sumber daya
Data bermitra Karakteristik
primer Dukun yang WM 3 orang partner
tidak Relasi antara
bermitra dukun dan
Bidan desa WM 2 orang bidan
Ibu nifas WM 2 orang Karakteristik
Lurah, tokoh kemitraan
masyrakat dan WM 3 orang Dukungan
tokoh agama lingkungan
Pemegang program 1 orang eksternal
WM Hambatan
dalam
pelaksanaan
kemitraan
dilakukan dengan dua orang bidan desa karena dua bidan desa ini yang
bertanggung jawab di daerah penelitian, lima orang dukun bermitra karena mereka
ini yang aktif bermitra dan terdata di catatan bidan, tiga orang dukun yang tidak
bermitra karena berdasarkan informasi dari masyarakat dan bidan tiga orang ini
masih sangat aktif dan sering melakukan pertolongan persalinan di rumah, dua
orang ibu nifas karena hanya mereka yang sedang dalam periode masa nifas saat
36
penelitian, lurah, tokoh masyarakat, tokoh agama dan penanggung jawab program.
kemitraan.
mendalam dengan alat bantu perekam, buku catatan harian, alat tulis dan kamera
digital.
Analisis data kualitatif merupakan suatu proses yang panjang di mana peneliti
bekerja dengan data yang ada, membuat organisasi data, memilah menjadi
pola, poin-poin yang penting sehingga mampu memutuskan hal apa yang bisa
Hasil penelitian ini dianalisis dengan thematic analisis. Tahapan analisis ini
dicatat.
unit makna serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau berulang-
ulang. Pada bagian ini, peneliti membuat interpretasi terhadap hasil transkrip
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk formal dan informal. Bentuk
Triangluasi adalah uji keabsahan hasil penelitian yang paling dan mudah
dilakukan (Bungin, 2011). Jenis triangulasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah triangulasi sumber data yaitu melakukan pengecekan data dengan fakta
dari sumber melalui partisipan yang berbeda, sampai menghasilkan data yang
saling memperkuat atau tidak ada kontradiksi satu dengan yang lainnya.
Prinsip etika penelitian yang diterapkan pada penelitian ini adalah prinsip
Kerti Praja oleh karena penelitian ini melibatkan manusia. Selanjutnya peneliti
meminta ijin kepada Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan
Bab ini berisi pemaparan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil
tentang kondisi umum lokasi penelitian lalu diikuti dengan karakteristik partisipan.
Penelitian ini berlangsung di dua tempat yaitu desa Gurung Liwut dan
kelurahan Satar Peot. Kedua lokasi ini terletak di Kecamatan Borong. Kedua wilayah
ini dipilih oleh karena jumlah dukun masih banyak, masih banyak ibu hamil yang
melakukan persalinan di rumah yang ditolong dukun serta masih ada dukun yang
Kelurahan Satar Peot merupakan salah satu kelurahan baru hasil pemekaran
dari Rana Loba Kecamatan Borong. Terbentuknya Kelurahan Satar Peot tertuang
dalam Perda Manggarai Timur No 3/ 2010. Batas wilayah Kelurahan Satar Peot,
sebelah utara berbatasan dengan Desa Gurung Liwut, sebelah selatan berbatasan
dengan Kelurahan Rana Loba, sebelah timur berbatasan dengan desa Rana Masak
Desa Gurung Liwut merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Borong. Desa ini terdiri dari Sembilan dusun. Batas wilayah Desa
Gurung Liwut, sebelah utara berbatasan dengan Desa Golo Leda, sebelah selatan
berbatasan dengan Kelurahan Satar Peot, Bagian timur berbatasan dengan Desa
Ngampang Mas dan Compang Riwu, dan sebelah Barat berbatasan dengan Desa
39
40
Compang Tenda dan Golo meleng. Kondisi jalan di lokasi penelitian beraspal akan
tetapi banyak yang telah mengalami kerusakan. Sedangkan aliran listrik dari PLN
Peot sebesar 2585 jiwa dan 567 KK, dengan kepadatan penduduk sebesar 15 jiwa/
Km². Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1346 dan perempuan berjumlah
1239. Sedangkan jumlah penduduk di Desa Gurung Liwut adalah 3850 jiwa dan 500
KK. Penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 1475 jiwa dan perempuan
berjumlah 2375.
1.Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan
Satar Peot dan Desa Gurung Liwut bervariasi. Penduduk yang berijazah sekolah
dasar adalah yang paling banyak terdapat di Kedua wilayah ini, selanjutnya berturut-
turut yang berijasah SLTP, tidak tamat SD, SLTA, buta huruf dan perguruan tinggi.
2.Agama
Berdasarkan data yang ada, sebagian besar penduduk Satar Peot beragama
Katolik. Sedangkan untuk agama Kristen Protestan dan Islam banyak dianut oleh
3. Pekerjaan
41
Peot dan Desa Gurung Liwut adalah bertani. Mata pencaharian lainnya seperti PNS,
Jumlah tenaga kesehatan di wilayah penelitian adalah delapan orang yang terdiri
dari lima orang perawat dan tiga orang bidan. Sedangkan jumlah dukun bayi di
wilayah penelitian adalah 13 orang yang terdiri dari 11 orang dukun perempuan dan
dua orang dukun laki-laki. Dari 13 orang dukun di atas, dukun bayi yang sampai saat
ini masih aktif menolong persalinan adalah sembilan orang. Jumlah dukun yang
bermitra dengan bidan sebanyak lima orang sedangkan yang tidak bermitra empat
orang.
5. Sosial budaya
dengan para dukun baik untuk pertolongan persalinan maupun pengobatan penyakit
kesehatan oleh masyarakat adalah keyakinan bahwa hidup dan mati ada ditangan
pasrah pada Tuhan dan dalam budaya Manggarai dikenal dengan istilah “Wada”.
bersalin. Sarana dan prasarana ini ikut mendukung proses berlangsungnya kemitraan
42
dukun dan bidan. Berikut merupakan tabel sarana dan prasarana yang terdapat di
wilayah penelitian.
Tabel 4.1
Sarana dan Prasarana Kesehatan di Lokasi Penelitian
Sarana dan prasarana kesehatan Jumlah
Posyandu 9 unit
Klinik Bersalin Swasta 1 unit
Puskesmas Pembantu 1 unit
Sumber: RPJM Kelurahan Satar Peot dan Administrasi Desa Gurung Liwut
Pada penelitian ini, partisipan terdiri dari dua yaitu partisipan dan partisipan
kunci. Proses pengumpulan data pada kedua partisipan ini dilakukan dengan
Tabel 4.2
Karakteristik Partisipan dan partisipan kunci
Sumber daya dalam kemitraan bidan dan dukun adalah segala sesuatu yang
mendukung proses kemitraan. Adapun sumber daya yang dimaksud mencakup daya
bersalin yang sehat dan alat-alat kesehatan yang menunjang persalinan yang sehat
Dana merupakan sumber daya yang mendukung proses kemitraan dukun dan
bidan dalam pertolongan persalinan. Dana ini digunakan untuk membiayai proses
kemitraan. Berdasarkan wawancara peneliti dengan dukun yang bermitra, bidan dan
pemegang program mereka mengatakan bahwa tidak ada dana khusus dari
pemerintah untuk mendanai program kemitraan ini. Pernyataan dari dukun, bidan
“Bulan Desember tahun 2014 ada. Biasanya setiap akhir tahun ada
pertemuan kemitraan tingkat puskesmas nah baru ada dananya. Biasanya
dipakai untuk membayar uang transport dukun dan bidan”.
(wawancara mendalam T1,B1)
“Kalau untuk dana khusus tidak ada.Biasanya kami ambil dari dana BOK
tapi hanya untuk uang transport bidan dan dukun kalau ada pertemuan di
tingkat puskesmas.”
(wawancara mendalam T1, PP)
dipersiapkan untuk mendanai kemitraan ini. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di Kabupaten
dana dekosentrasi untuk pelaksanaan program kemitraan dukun dan bidan. Terbukti
bahwa dengan adanya dana kemitraan ini berhasil menembus target dengan
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dedik Setiawan dkk (2005) mengenai
keberhasilan kemitraan di tempat ini tidak terlepas dari adanya dukungan dana
dijelaskan bahwa ada dana yang disiapkan oleh pemerintah yang dapat berasal dari
(Jampersal), sumber dana dari pihak ketiga, ataupun dana dari swadaya masyarakat
desa atau swadana bidan setempat untuk mendanai program kemitraan ini. Dana
koordinasi, pelatihan bagi bidan dan dukun, pemberian transport bagi dukun setiap
kali mengantarkan ibu hamil ke fasilitas kesehatan, insentif untuk dukun setiap
Borong belum secara sungguh mendapat perhatian. Kurang adanya perhatian dari
persalinan. Hal ini tentu menjadi salah satu hambatan dalam pelaksanaan kemitraan
dukun dan bidan selama ini dan dapat diprediksi juga bahwa kedepannya kemitraan
ini tidak akan berkembang dan berhasil tanpa adanya dukungan dana baik dari
Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena Kabupaten Manggarai Timur
Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya yang sangat
mendukung proses kemitraan dukun dan bidan. Sarana dan Prasarana tersebut
puskesmas, ruang bersalin dan alat-alat yang menunjang persalinan yang sehat, akses
memadai. Pernyataan dari kedua bidan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut.
“Alat partus dan ruang untuk bersalin. Karena apabila tidak lengkap alat
dan tidak tersedia ruangan bagaimana kami mau tolong. Kebetulan kami
punya di sini lengkap semua sehingga apabila dukun datang mengantar ibu
hamil untuk bersalin kami dapat menolong. Sebenarnya yang dibutuhkan
juga mobil untuk jemput ibu hamil karena banyak ibu hamil dan dukun
selama ini mengeluh masalah transportasi.”
(Wawancara mendalam T1,B1)
prasarana yang terdapat di lokasi penelitian belum cukup memadai untuk menunjang
ambulans desa untuk merujuk ibu hamil yang akan bersalin. Hal ini tentunya
menghambat proses rujukan ibu hamil oleh para dukun. Dalam panduan kemitraan
47
antara bidan dan dukun, mobil juga merupakan sarana yang mendukung proses
kemitraan.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Yusriani dan Amaliah Octaviani (2014)
mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di Pangkep membuktikan bahwa ada
Penelitian lain yang dilakukan oleh Adriana Nara (2014) menemukan bahwa
persalinan oleh ibu hamil. Dimana kesulitan menjangkau fasilitas kesehatan karena
kesehatan.
kemitraan tersebut. Beberapa prasarana dasar yang perlu ada dalam pemberian
pelayanan oleh bidan adalah puskesmas, pustu, poskesdes, polindes, rumah tunggu
kelahiran, posyandu, yang dilengkapi listrik dan air bersih. Sedangkan sarana yang
menunjang kemitraan diantaranya mobiler, alat kesehatan, buku pegangan bidan dan
dukun, baju seragam dukun, peralatan P3K, media penyuluhan dan sarana
Fasilitas kesehatan yang dilengkapi oleh alat-alat persalinan yang sehat dan
Akan tetapi kelengkapan fasilitas kesehatan ini tidak menjamin peningkatan rujukan
persalinan oleh dukun bila sulit diakses dan dijangkau. Tingginya proporsi
48
pertolongan persalinan oleh dukun selama ini salah satunya karena kesulitan untuk
Puskesmas Borong terdapat satu buah ambulans dimana ambulans ini hanya
digunakan untuk merujuk pasien ke rumah sakit. Sarana transportasi lain yang sering
digunakan adalah bemo dan ojek dengan biaya yang cukup mahal dan jumlahnya
sedikit. Sedangkan program ambulans desa tidak berjalan. Hal ini menjadi suatu
karakteristik partner ke dalam dua tema besar yaitu keterampilan dan keahlian serta
motivasi.
peneliti dengan bidan dan dukun yang bermitra mengenai keterampilan mereka
sudah sangat memadai dalam hal membantu persalinan. Berikut kutipan pernyataan
dari pada dukun terkait dengan keterampilan bidan dalam hal menolong persalinan.
“Keterampilan menjaga ibu hamil dari roh jahat dan memberi minum
makanya masyarakat disini sangat percaya pada mereka. Masyarakat di
sini selalu panggil dukun walaupun mereka sudah disini.”
(wawancara mendalam, T2, B1)
“Mereka hanya kasi minum air saja untuk melancarkan proses persalinan.
Mereka tidak pernah bertindak langsung dengan pasien tetapi hanya
memberikan air saja.”
(wawancara mendalam, T2, B2)
bahwa para bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam
menolong persalinan melalui pendidikan formal yang telah mereka tempuh. Hal
inilah yang mendorong para dukun yang bermitra di Kecamatan Borong selalu
merujuk ibu bersalin agar ditangani oleh para bidan. Sementara itu pada bagian lain,
para bidan mengakui bahwa pengetahuan para dukun terutama yang berkaitan
dengan hal-hal supranatural dan yang dipegang teguh oleh kepercayaan masyarakat
tradisional merupakan kualitas personal dari para dukun yang sangat diperlukan
sumber daya yang lain untuk menangani suatu permasalahan. Pemetaan keterampilan
50
dan keahlian ini akan memudahkan dalam pembagian peran dan tugas dalam
Dalam konteks kemitraan dukun dan bidan, dukun memiliki keahlian dalam hal
masalah persalinan.
Hendaknya keahlian dan keterampilan ini dipahami oleh setiap anggota mitra
sesuai dengan landasan kemitraan yang menyebutkan bahwa para pihak yang
kemampuan teknis dan tugas utama dalam membantu persalinan ibu sedangkan
4.3.2.2 Motivasi
dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan individu itu melakukan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka peroleh dari pendidikan formal. Dengan
demikan, para dukun terdorong untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu
para bidan mempunyai persepsi bahwa para dukun mempunyai hubungan yang
sangat dekat dengan ibu hamil dan masyarakat masih menaruh kepercayaan yang
“Karena sekarang setiap ibu hamil harus bersalin di bidan. Makanya saya
setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar ke tempat bidan.
Dulu sejak tahun 1990an saya juga sering diajak oleh menteri sales untuk
ikut menolong persalinan di rumah. Mulai tahun 2012 saya diimbau oleh
bidan untuk selalu mengantar ibu hamil yang ingin bersalin ke pustu.”
(wawancara mendalam, T2, D1)
“Iya karena mereka ajak harus bekerjasama mau tidak mau saya harus
ikut. Saya juga berpikir setiap ibu hamil tidak sama ada yang pada saat
melahirkan bermasalah ada juga yang lancar-lancar saja. Kalau saya
bekerjasama untung saya tidak perlu susah payah bila ada yang mengalami
kesulitan saat melahirkan.”
(wawancara mendalam, T2, D2)
Pada pihak lain, para bidan mengatakan bahwa mereka bekerjasama dengan
para dukun karena kepercayaan masyarakat yang masih sangat tinggi terhadap para
dukun. Berikut pernyataan para bidan mengenai alasan mereka melakukan kerjasama
“karena sebagian besar ibu hamil lebih percaya dukun untuk menolong
persalinan. Nah dengan adanya kerjasama ini harapan kami dukun selalu
mengantar mereka ke sini sehingga lebih banyak yang melahirkan di
fasilitas kesehatan.”
(wawancara mendalam T2, B1)
“Begini karena dukun sangat dekat dengan mereka. Selama ini mereka
lebih sering periksa hamil ke dukun. Masyarakat lebih dekat dengan dukun
daripada petugas sehingga kami mengajak dukun bekerjasama nanti dari
dukun ibu hamil diantarkan pada kami.”
(wawancara mendalam, T2,B2)
bekerjasama dengan para bidan, karena para bidan mengajak mereka untuk
pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh para bidan. Dengan kata
lain, para dukun yakin dengan kredibilitas para bidan dalam menangani persalinan.
Para dukun memandang pendidikan dan keterampilan para bidan sebagai motivasi
yang mendorong mereka untuk bekerjasama dengan para bidan. Sementara itu pada
bagian lain, para bidan di Kecamatan Borong juga melihat adanya kualitas personal
yang dimiliki para dukun di Kecamatan Borong. Berdasarkan data di atas, dapat
digambarkan bahwa kepercayaan masyarakat yang tinggi terhadap para dukun dan
keberadaan dukun yang dekat dengan masyarkat, akhirnya mendorong para bidan
membuktikan bahwa peran dukun bayi di masyarakat masih cukup signifikan. Hal ini
Kepercayaan masyarakat terhadap dukun ini, hendaknya ditanggapi oleh para bidan
karakter dukun adalah holistik, terpercaya, diterima oleh masyarakat dan ada di
Relasi antara partner dalam kemitraan antara bidan dengan dukun mencakup
antara partner juga menunjukkan baik atau buruknya relasi antara partner dalam
Kecamatan Borong, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa sejauh ini relasi
mereka dengan para bidan tidak mengalami persoalan. Buktinya mereka selalu
mengantar pasien untuk ditangani oleh para bidan. Pernyataan para dukun terlihat
“Baik nona karena setiap ada ibu hamil yang akan bersalin saya selalu antar
ke pustu dan kalaupun ada yg melahirkan di rumah saya akan suruh
keluarganya untuk pergi lapor ke pustu.”
(wawancara mendalam, T3, D1)
“Baik ibu tidak pernah ada perbedaan pendapat karena saya selalu ikut apa
yang mereka minta. Kalau mereka suruh ini itu saya selalu ikut seperti kalau
merujuk ibu hamil saya selalu diminta ikut bersama bidan.”
(wawancara mendalam, T3, D2)
“Baik nona saya biasa dipanggil kalau ada posyandu dan tidak ada masalah
dengan mereka.”
(wawancara mendalam, T3, D3)
Pengakuan yang sama juga diberikan oleh para dukun mengenai relasi
mereka dengan para bidan sejauh ini. Pernyataan mereka dapat dilihat pada kutipan
wawancara berikut:
54
“Lumayan baik hanya ada satu dukun yang belum berhasil kerjasamanya
padahal kami sudah memberikan perhatian yang lebih pada dia. Kami sudah
angkat dia jadi kader tapi sama saja tidak ada perubahan.”
(wawancara mendalam, T3 B1)
“Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya
baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu
antar ke kami.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Relasi yang terjalin dengan baik antara bidan dengan dukun ini terlihat dalam
jawaban mereka bahwa sejauh ini mereka hampir tidak pernah mengalami konflik.
mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada konflik yang terjadi antara mereka dengan
bidan, kerena mereka sudah saling memahami peran dan kompetensi masing-masing.
Berikut adalah pernyataan para dukun terkait dengan relasi mereka dengan para
bidan.
“Tidak pernah ada masalah selama ini dengan bidan. Mereka semua baik-
baik. kalau ada yang mau dirujuk saya sering diminta ikut juga oleh bidan.
Bidan di pustu itu orangnya baik-baik.”
(wawancara mendalam, T3 D1)
“Tidak pernah ada masalah karena saya selalu menuruti apa yang mereka
inginkan.”
(waancara mendalam, T3 D2)
Tidak pernah ada masalah. Kalau posyandu saya biasanya ikut juga dengan
mereka”.
(wawancara dengan dukun 3)
Pernyataan yang sama juga diberikan oleh para bidan terkait dengan relasi
mereka dengan para dukun sejauh ini. Sebagian besar dari mereka mengatakan
bahwa sejauh ini antara mereka dengan para dukun tidak pernah terjadi konflik yang
55
menyebabkan buruknya relasi antara mereka. Berikut adalah pernyataan dari para
“Tidak pernah ada masalah. Kalau yang kerjasama dengan kami semuanya
baik-baik saja karena mereka tiap ada yang akan bersalin mereka selalu
antar ke kami.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Relasi yang terjalin baik antara bidan dengan dukun ini juga terlihat dari rasa
saling menghargai di antara mereka. Para dukun menghargai bidan sebagai orang
para bidan menghargai para dukun yang sudah berpengalaman dalam menolong
persalinan. Pernyataan pada dukun dan bidan terlihat dalam kutipan wawancara
berikut:
“Saya sangat menghargai mereka nona. Bentuk penghargaan saya kalau ada
ibu hamil saya selalu antar ke pustu itu saja bentuk penghargaan saya. Nona
tau kan kami yang di kampung ini tidak punya apa-apa untuk kasih mereka.”
(wawancara mendalam, T3 D1)
“Iya ibu kenapa tidak. Bagaimana kerjasama ini ke depannya kalau tidak
saling menghargai. Bentuk penghargaan saya terhadap mereka ya saya
mengikuti apa yang mereka inginkan itu saja ibu.”
(wawancara mendalam, T3 D2)
“Tidak ada penghargaan. Sekarang ini dana persalinan untuk petugas tidak
ada. Semua persalinan gratis jadi kami tidak ada uang untuk bayar dukun.
56
Bentuk penghargaan lain juga tidak ada. Paling kami ngomong baik-baik
saja dengan mereka karena komunikasi ini yang paling penting.”
(wawancara mendalam, T3 B2)
Borong mengakui bahwa sejauh ini relasi antara mereka terjalin dengan baik.
Buktinya bahwa para dukun selalu bersedia untuk merujuk ibu hamil kepada bidan
bukan karena terpaksa tetapi karena mereka merasa dihargai dan diterima baik oleh
para bidan. Bukti dari relasi yang baik ini juga terlihat dari data penelitian di atas
bahwa sejauh ini antara bidan dan dukun di Kecamatan Borong tidak pernah terjadi
konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai keberadaanya
dalam kemitraan ini. Relasi yang baik ini juga terlihat dari adanya komitmen dari
kedua belah pihak untuk saling menghargai antara kedua belah pihak.
membuktikan bahwa ada koefisien relasi yang begitu kuat antara sikap partner
dengan proses berjalannya suatu kemitraan. Dalam penelitian ini kedua peneliti ini
mensinyalir bahwa para bidan dan dukun menaruh rasa saling menghormati yang
yang harus dipenuhi para pihak yang bermitra, salah satu diantaranya adalah saling
menghargai. Saling mengahargai antara dukun dan bidan sangat penting. Dukun bayi
telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan ataupun perkembangan ilmu
akan berjalan dengan baik apabila antara anggota mitra saling harga menghargai.
Seberapa kecilpun peran atau kontribusi anggota suatu kemitraan, perlu dihargai oleh
anggota mitra yang lain. Oleh karena itu, para anggota suatu kemitraan harus saling
menghargai.
komitmen sebagai anggota sebuah organisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan
antara bidan dengan dukun dalam membantu persalinan, komunikasi antara bidan
dengan dukun yang terjadi dalam pertemuan yang sudah terjadwal dengan baik,
pihak memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan sesuai dengan
mereka mengatakan bahwa peran atau tugas mereka dalam kemitraan ini adalah
mengantar pasien ke pustu dan membantu bidan dalam menolong persalinan seperti
58
memijit, memberikan air untuk diminum oleh ibu yang hendak bersalin. Berikut
“Kalau ada yang melahirkan saya antar ke pustu. Sampai di sana saya
bantu pijat-pijat dengan bantu memberikan minum bila dibutuhkan ibu
hamil sedangkan yang menolong persalinan sampai selesai bidan. Nanti
setelah selesai saya bantu bersih/lap ibu bersalin. Itu saja yang saya
kerjakan.”
(wawancara mendalam, T4 I, D1)
“Kami sama-sama menunggu. Kalau di rumah sakit saya tidak ikut campur
tetapi kalau di pustu di sini saya biasanya memberikan minum dengan halia
untuk mengusir setan. Saya juga biasanya bantu pijat dan pegang-pegang
perut ibu hamil.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Saya kasih air untuk minum dan nonton mereka menolong persalinan.
Terkadang ada bidan yang menyuruh saya keluar maka saya keluar dan
mengintip dari jendela saja.”
(Wawancara mendalam, T4 I, D3)
Pernyataan para bidan mengenai tugas mereka dalam membantu proses persalinan
pembagian peran antara bidan dengan dukun yang bermitra di Kecamatan Borong,
59
mereka berpendapat bahwa pembagian peran yang mereka sudah jalankan selama ini
terkait dengan pembagian peran mereka selama ini, dapat dilihat pada kutipan
wawancara berikut:
“Sudah sesuai ibu karena saya serahkan sepenuhnya kepada bidan. Tidak
tertulis di buku mengenai pembagian tugas kami.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Iya nona sudah sesuai karena biasanya saya antar ke puskesmas kalau ibu
hamilnya yang minta melahirkan di puskesmas tapi kalau tidak saya tolong
disini saja.”
(wawancara mendalam, T4 I, D3)
Sedangkan persepsi para bidan terkait dengan pembagian peran dengan para
dukun dalam kemitraan yang telah berjalan selama ini, dapat dilihat pada pernyataan
“Sudah sesuai. Kalau dukun hanya sebatas memberikan air saja sedangkan
semua tindakan bidan punya tanggung jawab sudah. Tidak ada dokumen
tertulis.”
(wawancara mendalam, T4 I, B2)
Pembagian peran selama ini yang dirasa oleh para dukun dan bidan sudah
“Iya nona sudah mendukung. Kami ini tinggal ikut saja apa yang bidan
suruh.”
(wawancara mendalam, T4 I, D1)
“Sangat mendukung ibu. Menyiapkan halia untuk menjaga ibu hamil dari
roh jahat itu hanya kami yang bisa melakukan bidan tidak bisa. Kalau
menolong persalinan itu tanggung jawab bidan. Jadi saling melengkapi.”
(wawancara mendalam, T4 I, D2)
“Ya mendukung. Sebenarnya dari segi ilmu kesehatan yang paling penting
kan pertolongan persalinannya. Untuk jaga badan dari roh jahat dan lain-
lain tidak terlalu penting hanya karena masyarakat percaya saja.”
(wawancara mendalam, T4 I, B1)
berperan dalam aspek non teknis kesehatan. Dengan kata lain, para dukun bertugas
mendampingi ibu bersalin dan menolong bidan dalam hal menangani persalinan.
Para dukun berperan dalam memberi air, memijit ibu bersalin dan juga menangani
keberatan terkait dengan pembagian peran ini. Hal ini tampak dari pengakuan dukun
yang cenderung mengatakan bahwa selama ini tugas mereka hanyalah merujuk ibu
hamil, sedangkan yang dominan berperan dalam menangani persalinan adalah bidan.
Para dukun juga memberikan pengakuan bahwa pembagian peran yang terjadi
selama ini, sudah sangat mendukung kemitraan. Para bidan juga memberikan
61
pengakuan yang serupa berkaitan dengan pembagian peran ini. Menurut para bidan
pembagian peran antara mereka dengan dukun yang sudah berjalan selama ini sudah
sesuai dengan apa yang digariskan dalam pedoman kemitraan antara bidan dengan
persalinan. Namun pembagian peran ini tidak tertulis dalam dokumen yang resmi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Budiyono
dukun hanya sebatas melakukan pemijatan saja sedangkan yang menolong persalinan
adalah bidan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Metti dan Rosmadewi (2012)
bahwa dukun sudah mengetahui peran mereka tidak lagi menolong persalinan
bidan dan dukun di Kecamatan Borong sudah mengikuti apa yang ditegaskan oleh
departemen kesehatan yaitu bahwa tugas dukun bukan lagi sebagai penolong utama
dalam persalinan tetapi hanya mendampingi bidan dan ibu hamil dalam persalinan.
Dalam pedoman, peran bidan dan dukun dalam pelaksanaan kemitraan telah
dibagi sejak periode kehamilan, persalinan dan nifas. Bidan dan dukun hendaknya
saling memahami kedudukan tugas dan fungsi dalam bermitra, dimana bidan
memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu hamil. Dukun bayi
tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan secara langsung
melainkan mendorong agar proses rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga
Dalam proses alih peran dan pembagian tugas antara dukun dan bidan dalam
beberapa hal penting yang harus disepakati (dituangkan secara tertulis dalam nota
Pembagian peran atau tugas dukun dan bidan dalam persalinan sudah jelas
4.3.4.2 Komunikasi
Komunikasi antara partner adalah hal yang sangat penting di dalam sebuah
kemitraan. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, komunikasi antara
keduanya adalah sesuatu hal yang perlu untuk kepentingan kemitraan. Sebagai
sebuah organisasi, maka komunikasi antara bidan dengan dukun diupayakan agar
para dukun:
“Kalau dengan bidan tidak pernah ada pertemuan. Paling dulu dokter dari
puskesmas datang dan kami kumpul di aula gereja membahas masalah
persalinan di rumah dan dulu juga pernah ada pertemuan juga dengan
dokter tapi saya tidak ikut.”
(wawancara mendalam, T4 II, D1)
63
“Kalau dengan bidan yang di sini tidak pernah tetapi kalau di puskesmas
Borong pernah diundang tiga kali ibu. Bila ada pertemuan saya biasanya
pergi dengan bidan. Dua kali dengan bidan Beci satu kali dengan bidan
Marni. Di puskesmas kami diberi pengarahan mengenai persalinan. Setiap
ibu hamil harus bersalin di fasilitas kesehatan jangan paksa untuk tolong
sendiri di rumah nanti kalau ada perdarahan berbahaya. Biasanya kalau
ada pertemuan begitu saya dapat uang transport ibu.”
(wawancara mendalam, T4 II, D2)
“Kalau pertemuan rutin tingkat desa tidak ada. Pertemuan biasanya untuk
tingkat puskesmas dilakukan setiap akhir tahun untuk membahas hal apa
saja yang dilakukan dukun dan bidan. Tidak semua dukun diundang paling
hanya satu sampai dua orang saja.”
(wawancara mendalam, T4 II, B 1)
“Kalau pertemuan rutin tidak ada. Paling setahun sekali ada semacam
pelatihan atau pengarahan pada dukun. Yang dibahas mengenai persalinan
yang tidak boleh ditolong dukun. Dukun hanya sebatas mendamping,
mengajak pasien dan mengantar pasien ke pustu atau puskesmas.”
(wawancara mendalam, T4 II, B 2)
pertemuan yang dilakukan oleh para bidan dengan dukun di tingkat desa, kecamatan
ataupun juga kabupaten. Berdasarkan data di atas, jelas terlihat bahwa menurut para
dukun selama ini mereka kurang bahkan tidak pernah melakukan petemuan dengan
para dukun di tingkat desa. Para dukun hanya melakukan petemuan dengan bidan
dan dokter di tingkat puskesmas. Dalam pertemuan ini, para dukun selalu diingatkan
bidan. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu bahwa selama ini
tidak pernah diadakan pertemuan rutin tingkat desa tetapi hanya diadakan pertemuan
tingkat puskesmas pada akhir tahun yang membahas tentang kerjasama antara dukun
Penelitian yang dilakukan oleh Dedik dkk (2005) mengenai kemitraan bidan
dan dukun bayi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur meanganjurkan saran bahwa
dukun bayi perlu diberikan wawasan dan pengetahuan dalam bidang kesehatan ibu
dan bayi yang baru lahir, terutama juga tentang tanda bahaya pada kehamilan,
persalinan dan nifas, serta persiapan yang harus dilakukan oleh keluarga dalam
menyonsong kelahiran bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk
(2011) mengungkapkan bahwa bidan desa kurang bisa diterima oleh dukun karena
Terhenti atau tidak berjalannya suatu organisasi apapun sering terjadi karena
kemitraan, diperlukan komunikasi yang efektif diantara anggota mitra. Salah satu
saluran komunikasi diantara mitra adalah dengan adanya pertemuan atau rapat rutin
kemitraan. Pertemuan rutin dan terjadwal antar mitra sangat diperlukan untuk
4.3.4.3 Koordinasi
yang jelas antara pimpinan dengan bawaan atau antara sesama bawaan terkait dengan
pelaksanaan tugas. Dalam konteks kemitraan antara bidan dan dukun, bidan tentunya
harus senantiasa berkoordinasi dengan dukun dalam hal merujuk pasien misalnya.
dari mereka menjawab bahwa selama ini bidan yang berinisiatif untuk menghubungi
para dukun dan posyandu adalah kesempatan yang sering kali digunakan oleh para
bidan untuk berkoordinasi dengan para dukun. Pernyataan dari para bidan mengenai
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para dukun dalam kutipan
wawancara berikut:
“Kan kami punya di kantor bagi per wilayah posyandu. Setiap posyandu ada
penanggung jawabnya. Kalau posyandu harus pendekatan dengan dukun
tanya mungkin ada yang datang urut di mereka jadi dari situ kami tau.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B2)
yang telah dijalankan selama ini sudah cukup membantu proses kemitraan antara
kedua belah pihak. Misalnya para dukun mengatakan bahwa posyandu merupakan
kesempatan yang tampan di mana semua ibu hamil bisa terdata dengan baik oleh
bidan, dan para dukun menganjurkan para bidan untuk mengikuti posyandu.
Pernyataan para dukun terkait dengan fungsi koordinasi yang telah mereka
jalankan selama ini dalam hubungannya dengan kemitraan, dapat dilihat para kutipan
wawancara berikut:
“Sudah cukup nona daripada saya harus ke pustu untuk melaporkan semua
ibu hamil. Cukup pada saat mengantarkan mereka untuk melahirkan saya
bertemu bidan. Tetapi bila ada yang bersalin pada malam hari di rumah
maka keesokan harinya saya menyuruh suaminya untuk melaporkan
kelahiran ini di bidan agar mereka tahu.”
(wawancara mendalam, T4 IV, D1)
“Sudah cukup ibu karena ada posyandu juga jadi semua ibu hamil bisa
terdata oleh bidan. Memang selama ini semua ibu hamil yang datang untuk
pijit ke rumah selalu saya suruh untuk ikut posyandu.”
(wawancara mendalam, T4 IV, D2)
koordinasi yang telah dijalankan selama ini. Bidan menambahkan bahwa fungsi
koordinasi selama ini juga didukung oleh para dukun yang aktif. Berikut adalah
“Iya sudah baik karena dukunnya juga sangat aktif hanya yang di Paka saja
yang masih kurang kalau yang lain sudah ok.”
(wawancara mendalam, T4 IV, B1)
67
Sebagai suatu organisasi, kemitraan antara bidan dan dukun juga memerlukan
adanya fungsi koordinasi yang tertata dengan teratur. Terkait dengan fungsi
koordinasi, sebagian besar dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong
juga koordinasi antara dukun dan bidan terjadi secara informal, seperti ketika
berpapasan di jalan. Dari data ini, dapat dikatakan bahwa selama ini fungsi
koordinasi antara dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong hanya
bersifat momental bahkan insidental atau belum ada jadwal yang terprogram dengan
jelas.
Hingga saat ini, para dukun dan bidan merasa bahwa fungsi koordinasi yang
berjalan selama ini sudah cukup mendukung kemitraan. Seorang bidan misalnya
semua ibu hamil. Tentunya kemungkinan kendala yang dialami adalah mendata ibu
hamil yang tidak datang posyandu. Dalam hal ini koordinasi yang tertata rapi dan
merupakan kegiatan pada tingkat satu satuan yang terpisah dalam suatu kerjasama
organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi
dibutuhkan sekali dalam suatu kerjasama sebab tanpa koordinasi akan tidak
68
mempunyai pegangan mana yang harus diikuti, yang akhirnya akan merugikan
kegiatan mencapai tujuan yang diharapkan, beban tiap anggota mitra menjadi
seimbang dan selaras. Koordinasi sangat dibutuhkan terutama pada pekerjaan lebih
yang insidentil dan tidak rutin serta pekerjaan yang tidak direncanakan terlebih
dahulu, juga bagi kerjasma yang menerapkan tujuan tinggi. Oleh karena itu, fungsi
koordinasi yang dilakukan oleh pihak yang bermitra merupakan suatu keharusan.
keputusan adalah sesuatu hal yang penting, mengingat hal ini rentan menimbulkan
konflik jika tidak diorganisir dengan baik. Dengan demikian, pengambilan keputusan
harus tertuang dalam kesepakatan tertulis. Dalam konteks kemitraan bidan dan
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun dan bidan yang bermitra,
sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa yang berperan besar dalam
mengambil keptusan ketika menangani persalinan adalah para bidan. Sedangkan para
“Yang ambil keputusan adalah bidan. Saya sebagai dukun hanya mengikuti
saja. Jika mereka bilang harus rujuk ya rujuk saya hanya menemai saat
merujuk saja.”
(wawancara mendalam, T4 III, D1)
69
Sedangkan pernyataan dari para bidan dapat dilihat pada kutipan wawancara berikut:
“Selama ini tidak ada. Paling kami bidan saja yang mengambil keputusan
untuk semua partus. Dukun tinggal ikut saja apa yang kami putuskan.”
(wawancara mendalam, T4 III, D1)
Bertolak dari pemaparan isi di atas, dalam kemitraan bidan dan dukun di
tinggal mengikuti apa yang diperintahkan oleh bidan dalam menolong persalinan.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh para bidan, yaitu bahwa merekalah
Dalam hal ini dukun merupakan penolong bidan ketika menangani persalinan.
Berkaitan dengan wewenang mengambil keputusan yang telah berjalan selama ini,
dukun cenderung mengatakan bahwa itu sudah tepat, karena penanganan persalinan
merupakan tugas pokok dari para bidan, sedangkan para dukun hanya bertugas untuk
mendamping ibu hamil. Hal yang sama juga disampaikan oleh bidan. Hingga saat ini,
70
tidak ada dokumen tertulis yang berisi tentang wewenang mengambil keputusan
berpotensi terjadinya konflik pribadi bagi para dukun karena pada dasarnya setiap
orang yang terlibat dalam suatu kemitraan pasti menginginkan agar dilibatkan dalam
individu atau organisasi apabila sudah bersedia menjalin kemitraan, maka kedudukan
mereka setara atau sama tingkatnya sehingga tidak ada anggota mitra yang
memaksakan kehendak karena merasa lebih tinggi dan tidak ada dominasi terhadap
Sikap dukun yang cenderung hanya mengikuti apa yang diputuskan bidan dan
pendidikan yang rendah pada umumnya lebih cepat menerima dan mengikuti
pengaruh dari luar khususnya dari orang yang dipandang lebih tinggi dari mereka.
Faktor lain juga karena dukun tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai
prinsip-prinsip kemitraan.
4.3.4.6 Komitmen
Komitmen anggota adalah suatu hal yang sangat penting dalam membangun
hidup berorganisasi. Dalam konteks kemitraan antara bidan dengan dukun, komitmen
dari bidan dan dukun dalam bermitra merupakan suatu syarat utama agar kemitraan
ini terus berjalan dengan baik. Berdasarkan wawancara peneliti dengan para dukun
71
dan bidan yang bermitra, umumnya mereka mengatakan berkomitmen penuh untuk
terus menjalankan kemtiraan ini. Para dukun mengatakan bahwa untuk mereka
kemitraan ini semata untuk membantu ibu hamil dalam hal bersalin. Komitmen yang
Pernyataan para dukun dan bidan terkait dengan komitmen mereka dalam
“Iya nona karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini
bersifat sosial saja. Kalau saya pribadi yang penting mereka selamat dan
sehat saja. Saya hanya membantu.”
(wawancara mendalam, T4 V, D1)
“Iya ibu karena kami juga tidak mendapatkan keuntungan. Pekerjaan ini
sifatnya sosial. Kami bersedia keluar malam hari tanpa dibayar. Bila ada ibu
hamil yang memberikan uang syukur jika tidak juga tidak apa-apa yang
penting mereka bisa melahirkan bayinya dengan selamat.”
(wawancara mendalam, T4 V, D2)
“Oh iya kami selalu mengutamakan kepentingan pasien. Yang partus di sini
kan yang ada kartu BPJS gratis persalinannya dan dukun juga biar tidak
dapat apa-apa mereka tetap semangat mengantarkan ibu hamil untuk
bersalin di sini.”
(wawancara mendalam, T4 V, B1)
Bertolak dari isi yang telah dideskripsikan di atas, dapat disimpulkan bahwa
para dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong, berkomitmen penuh
untuk mengutamakan kepentingan ibu hamil. Hal ini tampak dari pengakuan para
dukun yang mengatakan bahwa, walaupun mereka tidak mendapatkan apa-apa dari
kemitraan ini, khususnya keuntungan finansial, mereka akan terus bekerjasama demi
kepentingan ibu hamil. Pengakuan yang sama juga diutarakan oleh para bidan yaitu
72
bahwa mereka mementingkan keselamatan ibu hamil. Komitmen ini juga diperkuat
disimpulkan bahwa hingga saat ini para dukun dan bidan yang bermitra di
kesehatan akan mencapi tujuan apabila pihak yang bermitra mampu meningkatkan
apa yang menjadi komitmen bersama Komitmen adalah suatu kesediaan dan
pengorbanan baik dari waktu, pikiran, tenaga dan sebagainya dari masing-masing
pihak yang bermitra terhadap pemecahan masalah kesehatan yang telah disepakati
bersama. Dukun dan bidan yang bermitra di Kecamatan Borong telah mampu
mereka untuk menangani persalinan. Dengan adanya komitmen dari kedua belah
tenaga kesehatan sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan
bayi.
dalam penelitian ini mencakup dukungan dari keluarga para dukun, dukungan
masyarakat serta pandangan tokoh agama dan masyarakat mengenai kemitraan ini.
mengakui bahwa keluarga sangat mendukung kerjasama mereka dengan para dukun.
73
“Iya nona mereka sangat mendukung. Kalau ada yang panggil malam hari
mereka tidak pernah marah dan mereka setia untuk mengantar saya ke
rumah ibu hamil.”
(wawancara mendalam, T5 D1)
“Mereka mendukung ibu buktinya selama ini mereka tidak pernah memarahi
saya kalau saya keluar malam-malam untuk merujuk ibu hamil bahkan
mereka selalu mengantar saya pada saat keluar malam hari.”
(wawancara mendalam T5 D2)
“Mereka mendukung nona. Mereka juga tidak banyak ngomong. Kalau ada
yang panggil saya malam hari mereka selalu setia mengantar saya.”
(wawancara mendalam T5 D3)
bermitra terkait dengan dukungan masyarakat, mereka mengatakan bahwa sejauh ini
masyarakat cenderung mengakui kerjasama ini, walaupun masih ada yang lebih
memilih para dukun dalam hal menolong perslainan. Berikut kutipan wawancara:
“Iya nona mereka mendukung karena mereka juga sangat antusias untuk
melahirkan di tempat bidan. Dukun di sini cuma saya jadi kalau saya bilang
ayo ke tempat bidan untuk bersalin mereka pasti ikut.”
(wawancara mendalam T5 D1)
“Masih ada yang belum mendukung karena masih ada yang tetap ingin
melahirkan di rumah. Akan tetapi saya selalu memberitahu agar si ibu hamil
melahirkan di tempat bidan karena kami sudah bekerjasama dengan bidan.”
(wawancara mendalam T5 D2)
“Dukung karena mereka setiap diajak dukun untuk bersalin di sini selalu
mau kadang ada yang datang sendiri tanpa dukun. Hanya ada satu dua
orang yang sedikit bandel.”
(wawancara mendalam T5 B1)
Tokoh masyarakat dan tokoh agama juga sangat mendukung program ini.
“Bagus kalau ada kerjasama seperti ini. Apalagi kita ini di kota kan tidak
bagus kalau sudah di kota tapi bersalinnya masih pake dukun sementara bidan
kita punya sudah banyak sekali nona. Makanya saya sangat setuju kalau ada
kerjasama seperti itu biar kedepan semakin baik kesehatan kita.”
(wawancara mendalam T5 TM)
Borong, jelas terlihat bahwa keluarga dukun sangat mendukung kerjasama dukun
dengan para bidan. Hal ini bisa dimaklumi mungkin karena karakter masyarkat di
fasilitas kesehatan yang sehat sudah semakin tinggi. Mungkin karena perseberan
masyarakat, mereka sangat mendukung program ini. Mereka berharap agar kegiatan
bidan dan dukun bayi di kabupaten Trenggalek Jawa Timur, mensiyalir bahwa
oleh optimalisasi jaringan yang dibuat oleh dinas kesehatan setempat melalui
optimalisasi peran kepala desa dan tokoh masyarakat dalam memobilisasi dukun dan
75
masyarakat di sana. Dengan demikian, program kemitraan antara bidan dan dukun
Penelitian lain yang dilakukan oleh Budiyono dkk (2011) mengenai kemitraan
dukun dan bidan dalam menurunkan angka kematian ibu di Puskesmas Mranggen
kemitraan ini. Bentuk dukungan mereka adalah sosialisasi dan pengarahan kepada
dukun dan bidan, melakukan mediasi dan sosialisasi kepada masyarakat dengan
Kemitraan dukun dan bidan perlu didukung oleh pihak-pihak terkait seperti
kepala daerah, dinas kesehatan, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Dukungan dari
program, dana dan dukungan moral. Dukungan langsung dari pihak-pihak ini kepada
bidan dan dukun juga dapat membantu memecahkan kebekuan relasi antara dukun
dan bidan. Untuk mendapatkan dukungan ini, perlu dilakukan konsultasi, advokasi
dan sosialisasi kepada kepala daerah, tokoh masyarakat dan tokoh agama sehingga
kemitraan ini mempunyai dua jenis manfaat yaitu bagi kelompok sasaran dan bagi
pelaku kemitraan. Bagi kelompok sasaran, kemitraan ini memberikan manfaat secara
langsung terhadap keselamatan ibu dan bayi sedangkan bagi pelaku kemitraan,
Kemitraan ini juga memberikan manfaat bagi ibu hamil, bersalin dan nifas. Bagi ibu
bersalin, dengan adanya kemitraan dukun dan bidan proses persalinan dapat berjalan
lancar. Pernyataan ibu nifas mengenai manfaat kemitraan dukun dan bidan:
“ Saya merasa aman nona karena melahirkan di fasilitas kesehatan dan tetap
ditemani dan diberikan air minum untuk melancarkan proses persalinan oleh
dukun. Pokoknya waktu saya melahirkan semuanya aman dan lancar”.
(wawancara mendalam T1 N1)
kesehatan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobroni
(2011) menunjukkan bahwa kemitraan dukun bayi dan bidan memberikan manfaat
persalinan oleh tenaga kesehatan dan penurunan angka kematian ibu. Penelitian lain
oleh Dedik dkk (2005) tentang kemitraan bidan dan dukun bayi di Kabupaten
Trenggalek menemukan bahwa selama lebih dari 10 tahun kemitraan ini berjalan,
persalinan oleh dukun, penurunan angka kematian ibu dan bayi serta peningkatan
ekonomi. Mereka bermitra semata untuk membantu orang lain. Pernyataan para
“Kalau untuk saya memang tidak ada nona. Saya di sini sifatnya membantu
orang lain. Saya biasanya diperhatikan oleh keluarga ibu bersalin.
Biasanya pada acara “Cear Cumpe” saya selalu diundang dan diberikan
bingkisan sebagai ucapan terima kasih. Itu saja nona.”
(wawancara mendalam, T2, D1)
“Memang keuntungan untuk saya pribadi tidak ada. Dulu pernah saat
pertama kali saya ikut pertemuan di puskesmas Borong dengan bidan beci
memang ada uang katanya untuk kami hanya waktu itu dokter bilang nanti
untuk uangnya diberikan melalui kepala desa dan kader. Saya juga tidak
mungkin minta ya kalau dikasi syukur kalau tidak ya kami hanya kerja
secara sosial saja.”
(wawancara mendalam, T2, D2)
“Untuk saya pribadi tidak ada manfaatnya saya hanya berniat untuk
membantu sesama saja. Dulu saya pernah dapat uang waktu ikut sidang di
puskesmas. Kalau sekarang tiap tiga bulan saya diberi uang oleh bidan
saat posyandu. Dari ibu nifas juga kalau mereka ingat saya.”
(wawancara mendalam, T2, D3)
para dukun memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi peningkatan akses
“Iya dapat manfaat. Manfaat yang kami rasakan selama ini angka
persalinan di fasilitas kesehatan sudah meningkat hanya tinggal satu
posyandu saja yang belum ada kemajuan yaitu posyandu paka karena
tanggapannya dukun itu kerjasama yang dibuat berarti dia yang menolong
persalinan padahal sebenarnya bukan. Dia salah persepsi.”
(wawancara mendalam, T2,B1)
“Manfaatnya besar sekali. Setiap ada yang akan bersalin dukun antar ke
kami sehingga pasien murni ditolong oleh petugas kesehatan, terus
jaringan K1 untuk ibu hamil dapat karena biasanya setiap posyandu kami
tanya nenek ada tidak yang datang periksa ke nenek nanti dia kasitau
jadinya kami tau. Pada akhirnya ada peningkatan pasien yang melahirkan
di fasilitas kesehatan.”
(wawancara mendalam, T2, B2)
78
hanya semata untuk membantu sesama. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian
Husen (2011) bahwa dukun yang bermitra mendapatkan insentif, uang transportasi
dan uang pulsa. Tidak adanya keuntungan yang diperoleh dukun dari kemitraan ini
tentu berpotensi menjadi permasalahan di kemudian hari. Kemitraan ini bisa saja
terputus suatu saat karena dukun menyadari bahwa mereka tidak mendapatkan
apabila pihak-pihak yang bermitra saling mendapatkan keuntungan dan akan putus
bila ada pihak yang merasa dirugikan atau tidak mendapatkan manfaat. Hal yang
sama juga dijelaskan dalam pedoman kemitraan dukun dengan bidan, bahwa
kemitraan yang dibangun harus saling menguntungkan artinya tidak ada pihak yang
mengalami kerugian atau kehilangan sehingga harus dicari hal apa yang dapat
(Kemendagri, 2014).
kemitraan hanya akan dapat tercapai bila diperoleh manfaat bagi semua pihak yang
terlibat didalamnya. Apabila suatu pihak dirugikan dalam kemitraan, maka dapat
dipastikan kemitraan ini tidak berjalan dengan baik. Dalam upaya mencapai
keuntungan atau manfaat, perlu komunikasi yang baik antara semua pihak dan
Kemitraan antara bidan dengan dukun juga tidak luput dari berbagai
hambatan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Pertama, hambatan
internal dapat diketahui dari alasan tiga dukun yang tidak mau bermitra dengan
bidan. Dari hasil wawancara peneliti dengan para dukun yang tidak mau bermitra,
salah seorang dukun berpendapat bahwa antara persalinan yang ditolong oleh bidan
dan dukun tidak ada perbedaan, sehingga tidak perlu membangun kerjasama.
Sedangkan dukun yang lain mengatakan bahwa ia tidak mau bekerjasama dengan
para bidan karena ia pernah ditipu untuk diberikan insentif oleh bidan setelah
menolong persalinan dan juga ia trauma dengan cara menolong persalinan yang
dilakukan oleh bidan dengan cara menarik bayi dari dalam pintu rahim ibu bersalin.
“Saya tidak diajak nona karena saya juga tidak terlalu dikenal oleh bidan
makanya tidak kerjasama. Kalau ada ibu hamil yang mengalami kesulitan
melahirkan plasenta dan saya tidak bisa bantu saya antar ke puskesmas.
Kadang juga saya panggil kader suruh antar mereka ke puskesmas.”
(wawancara mendalam T6 DTM 2)
“ Malas nona harus bolak- balik. Buang-buang waktu saja. Selagi saya masih
bisa tolong ya saya tolong. Kalau saya tidak mampu ya saya suruh mereka ke
rumah sakit”.
(wawancara mendalam T6 DTM3)
Dukun tidak bermitra juga mengungkapkan bahwa mereka tidak bermitra
karena kuatnya persepsi bahwa “hidup mati ada di tangan Tuhan”. Dengan demikian
keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada pihak yang menangani persalinan
seperti kutipan pernyataan partisipan di bawah ini.
80
“Iya pernah dulu. Saya dulu dipanggil oleh bidan pada saat posyandu di
rumahnya lian. Bidannya bilang ibu kalau ada yang melahirkan jangan
melahirkan di sini (kampung) harus melahirkan di puskesmas. Coba ibu pikir
kalau melahirkan disini meninggal ibu bisa masuk penjara. Saya bilang kalau
melahirkan di puskesmas kalau meninggal juga ibu juga bisa masuk penjara.
Hidup dan mati ada ditangan Tuhan. Bagaimana kalau ibu hamil datang
kepalanya sudah keluar apa saya harus antar ke puskesmas juga?”
(wawancara mendalam T6 DTM1)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemitraan antara bidan dan dukun tidak
data di atas, hambatan internal diperoleh dari pengakuan dukun yang tidak bermitra
yaitu bahwa mereka tidak mau bermitra, karena kuatnya persepsi bahwa “hidup ada
di tangan Tuhan”. Dengan demikian keselamatan ibu dan bayi tidak tergantung pada
pihak yang menangani persalinan. Dukun tidak bermitra yang lain mengatakan
Bahkan ada semacam mosi tidak percaya kepada para bidan yang pernah
menjanjikan tip kepadanya ketika menolong persalinan. Di samping itu, dukun yang
tidak bermitra juga memberi kesaksian bahwa cara pertolongan persalinan dari para
bidan kadang terlalu kasar seperti menarik kepala bayi. Sementara itu dukun yang
tidak bermitra yang lain juga mengatakan bahwa ia tidak bermitra dengan bidan
karena ia tidak dikenal oleh para bidan dan kemitraan dianggap terlalu merepotkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrisal dkk
(2013) mengenai kemitraan antara bidan dan dukun di wilayah kerja Puskesmas
Aska Kabupaten Sinjai memperlihatkan data bahwa ada banyak dukun yang tidak
mau bermitra dengan alasan kurang memiliki motivasi atau karena kepercayaan
bidan terhadap dukun terlatih atau sebaliknya yang masih kurang. Oleh karena itu,
para dukun yang tidak mau bermitra tersebut perlu diberikan pengetahuan yang lebih
81
luas lagi tentang pentingnya kemitraan bidan dan dukun terlatih dan juga diberikan
pelatihan yang cukup khususnya dukun. Temuan ini juga sejalan dengan hasil
dukun tidak bermitra dengan bidan karena masih meragukan kemampuan bidan oleh
karena masih berusia muda, dan kurang berpengalaman. Temuan ini sejalan dengan
dengan bidan karena beranggapan bahwa kerjasama ini tidak bersifat mutlak,
tergantung kebutuhan artinya apabila dukun masih sanggup untuk menagani kasus
persalinan maka akan ditangani sendiri tanpa meminta bantuan pada tenaga
kesehatan.
wawancara dengan para dukun, sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa
hambatan yang paling besar bagi mereka dalam bermitra dengan bidan adalah soal
transportasi dan anggapan ibu hamil yang mengatakan persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan yang profesional membutuhkan biaya yang tingg. Berikut
pernyataan mereka:
“Kesulitannya jika ada ibu yang bersalin malam hari karena tidak ada alat
transportasi ke tempat bidan.Jadi selama ini jika ada yang bersalin malam
hari saya yang tolong dan besoknya saya suru suaminya untuk melapor ke
pustu bahwa isterinya sudah lahiran sehingga bidan tahu. Dulu juga pernah
saya antar ibu bersalin ke rumah bidan sampai di sana ternyata bidannya
pulang kampung akhirnya kami balik lagi dan ibu yang saya antar itu
melahirkan di jalan pulang dan saya yang menolong. Untungnya tidak ada
kesulitan.”
(wawancara mendalam T6 D1)
“Hambatannya berasal dari ibu hamil itu sendiri. Pernah ada kasus isterinya
bapa Idan, waktu itu karena ada penyulit saya dengan bidan merujuk ibu ini ke
82
“Hambatannya jalannya rusak makanya saya tidak pernah antar ibu hamil
untuk melahirkan di pustu. Kalau yang ke Borong juga tunggu inisiatif dari ibu
hamilnya sendiri”
(wawancara medalam T6 D3)
“Paling yang sulit selama ini cari bemo. Kalau yang lain tidak ada masalah.
Kadang kita lagi tunggu bemo ibunya sudah lahir. Terpaksa saya tolong”.
(wawancara mendalam T6 D4)
“ Susah transportasi nona. Lama tunggu bemo apalagi kalau malam. Waktu
itu pernah ada yang melahirkan di jalan itu tadi karena terlalu lama tunggu
bemo akhirnya saya dengan sopir yang menolong. Pernah juga yang
melahirkan tepat di depan pintu puskesmas. Kami baru mau turun dari bemo
eh bayinya lahir akhirnya saya tolong disitu saja. Setelah semuanya sudah
lahir kami langsung pulang dan tidak sempat lagi masuk ke puskesmas”.
(wawancara mendalam T6 D5)
kemitraan dengan para dukun adalah alasan transportasi. Berikut kutipan wawancara
“Adakalanya dukun melarang ibu hamil dan keluarga untuk panggil petugas.
Ende Son yang di Paka itu nona kalau kami tanya dia jawab ibu jalan rusak,
ibu tidak ada mobil tetapi sekarang sudah berkurang.”
(wawancara mendalam T6 B1)
“Hambatan paling itu tadi dari partus di fasilitas kesehatan ada satu posyandu
yang masih jarang karena hambatan transportasi dan mereka bilang kami
tidak ada keluarga di atas masa kami harus bawa beras lagi untuk masak
kalau tidur diatas, bawa termos lagi.”
(wawancara mendalam T6 B2)
83
Hambatan lain juga datang dari ibu hamil itu sendiri, dimana masih ada ibu
hamil yang tidak mau bersalin di fasilitas kesehatan karena mengganggap persalinan
yang mempersulit rujukan ibu hamil, anggapan keluarga ibu hamil yang mengatakan
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukakn oleh Christiana
dkk (2009) mengenai tingginya preferensi masyarkat Jawa Barat terhadap pelayanan
para dukun terjadi karena beberapa alasan seperti alasan ekonomi dan pragmatis dan
secara profesional oleh tenaga kesehatan hanya para ibu yang mengalami komplikasi
persalinan. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa, alasan ekonomi dan akses
kepada pelayanan kesehatan yang profesional juga sering membuat para ibu hamil
Nigeria, menunjukkan bahwa jarak dan ekonomi keluarga merupakan faktor yang
dilakukan oleh Tobroni (2011) mengenai kemitraan dukun bayi dan bidan di
kemitraan adalah jarak fasilitas terlalu jauh dan tidak ada transportasi, pengambilan
keputusan yang sangat tergantung pada orang tua dan suami. Hasil penelitian
Adriana Nara (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
dimana akses yang sulit karena keterbatasan sarana transportasi menjadi kendala
Kemitraan dukun dan bidan akan berjalan lancar apabila didukung oleh
transportasi dan biaya. Selain itu juga ditunjang oleh persepsi dan pengetahuan yang
baik mengenai kemitraan dari pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Persepsi yang
positif dan pengetahuan yang baik mengenai kemitraan akan memotivasi dukun
untuk bermitra dengan bidan. Oleh karena itu, perlu diberikan pengarahan atau
Faktor lain juga dapat disebabkan oleh karena tingkat pendidikan dan sosial
ekonomi masyarakat di lokasi penelitian masih rendah. Hal ini tentu berdampak pada
sangat tergantung pada interpretasi peneliti dan makna yang tersirat dalam
triangulasi sumber data yang dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta
5.1 Kesimpulan
baik. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek di bawah ini.
a. Tidak ada alokasi dana khusus untuk membiayai pelaksanaan kemitraan dukun
dan bidan.
2. Karakteristik Partner
b. Dukun dan bidan memiliki motivasi dalam bermitra dimana dukun bermitra
86
87
Relasi antara dukun dan bidan di Kecamatan Borong terjalin dengan baik dan tidak
pernah terjadi konflik yang menyebabkan ada pihak yang merasa tidak dihargai
keberadaannya.
4. Karakteristik Kemitraan
a. Pembagian peran dalam kemitraan sudah jelas, dimana dukun berperan dalam
aspek non medis seperti memijat, memberi minum dan mendampingi ibu
selama proses persalinan, sedangkan bidan berperan dalam aspek medis yaitu
b. Tidak ada pertemuan rutin antara dukun dengan bidan baik di tingkat desa
tingkat puskesmas dan tidak semua dukun diundang dalam pertemuan tersebut
struktur organisasi yang jelas baik pada tingkat puskesmas maupun tingkat
baik dari dari keluarga dukun, tokoh agama maupun tokoh masyarakat. Semua
pihak mengharapkan agar kegiatan kemitraan ini semakin ditingkatkan pada hari-
Kemitraan ini tidak memberikan manfaat dan keuntungan bagi para dukun.
Dukun bermitra karena terdorong untuk membantu sesama. Sedangkan bagi bidan,
kemitraan ini memberikan manfaat yang besar dimana dengan adanya kerjasama ini
3. Masih ada dukun yang tidak ingin bermitra dengan bidan dalam pertolongan
mosi tidak percaya kepada bidan yang pernah menjanjikan tip ketika
oleh dukun, dimana pertolongan persalinan oleh bidan terlalu kasar seperti
4. Masih ada ibu hamil yang tidak ingin bersalin di fasilitas kesehatan dengan
merepotkan.
5.2 Saran
kunjungan rumah, melakukan pendekatan pada dukun yang tidak mau bermitra
fasilitas kesehatan dan bagi dukun yang belum bermitra agar segera bermitra dengan
bidan sehingga dapat membantu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu
dan bayi.
dukun dan bidan, dimana dana ini dapat digunakan untuk pelatihan bagi bidan
6. Pemberian reward bagi para dukun agar selalu termotivasi untuk merujuk ibu
kesehatan jauh lebih aman daripada persalinan di rumah. Sehingga diharapkan semua
ibu hamil untuk bersalin di fasilitas kesehatan. Dengan demikian derajat kesehatan
kehamilan sampai masa nifas dengan mix method sehingga dapat digeneralisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Afrisal, S. & Yasir H. 2013. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun Terlatih dengan
Peningkatan Cakupan Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Aska Kab.
Sinjai. Jurnal Kesehatan 3(02) ISSN : 2302-1721.
Badan Pusat Statistik dan Kementerian Kesehatan RI. 2012. Survei Demografi
Kesehatan Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Manggarai Timur. 2014. Manggarai Timur Dalam Angka.
Borong.
Budiyono, Suparwati, A., Syamsulhuda, Nikita, Adrian. 2011. Kemitraan Bidan dan
Dukun dalam Mendukung Penurunan Angka Kematian Ibu di Puskesmas
Mranggen I Kabupaten Demak. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia 11(1).
Christiana, L., Cynthia L, Michael J & Peter H. 2009. Why do some women still
prefer traditional birth attendants and home delivery?: a qualitative study on
delivery care services in West Java Province, Indonesia. BMC Pregnancy and
Childbirth 10(43): 1471-2393.
Dedik, S., Nurmalasari & Rechy. 2005. Kemitraan Bidan dan Dukun Bayi di
Kabupaten Trenggalek. University Network for Governance Innovation.
Yogyakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Kemitraan Bidan dengan Dukun (1st ed.).
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
91
92
Dinas Kesehatan Provinsi NTT. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Kupang.
Eisler Riane & Alfonso Montouri. 2001. The Partnership Organization: A System
Approach. 33 (2). Calofornia.
Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan. Jakarta: PP IBI
Kementerian Dalam Negeri RI. 2014. Panduan Penerapan Praktik Cerdas Kemitraan
Bidan, Dukun Bayi dan Kader Posyandu. Jakarta: Tim BASICS.
Lasker, d., Elisa, S., & Rebecca, M. 2001. Partnership Synergy: A Practical
Framework for Studying and Strengthening the Collaborative Advantage. New
York Academi of Medicine. The Milbank Quarterly: 79(02).
Metti, D & Rosmadewi. 2012. Hubungan Kemitraan Bidan dan Dukun dengan
Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Sari
Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Kesehatan Metro Sai Wawai 5(1 ).
Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. In D. Fraser & M. Cooper (Eds.), Kebidanan
(Revisi.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
93
Notoatmodjo, S. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi (Revisi 201.). Jakarta:
Rineka Cipta.
Rukmini & Ristrini. 2006. Persepsi Dukun Bayi Terhadap Kemitraan Dengan Bidan
dalam Pertolongan Persalinan Di Pedesaan (Studi di Provinsi Jawa Timur dan
Kalimantan Selatan). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 10(2).
Salham, M., Pagen, I., Baan, F., & Mansyur, A. 2008. Kemitraan Bidan dan Dukun
Bayi sebagai Upaya Alih Peran Pertolongan Persalinan di Sulawesi Tengah.
Sudirman & Sakung, J. 2006. Kemitraan Bidan dengan Dukun Bayi dalam Menolong
Persalinan Bagi Ibu-Ibu yang Melahirkan Di Pedesaan Kecamatan Palolo
Kabupaten Donggala (Tesis). Palu: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Muhammadiyah.
Titaley, C., Cynthia, L.,Michael D & Peter Heywood. 2009. Why Do Some Women
Still Prefer Traditional Birth Attendants And Home Delivery?: A Qualitative
Study On Delivery Care Services In West Java Province, Indonesia. BMC
Pregnancy and Childbirth, 10(43).
World Health Organization. 2005. The World Report 2005: Make Every Mother and
Child Count. Geneva.
Yusriani & Octaviani A. 2014. Partnership Between Midwives And Traditional Birth
Attendants (Tbas) In The Work Health District Minasate'ne Pangkep.
94
penelitian terkait kemitraan atau kerjasama dukun dengan bidan dalam pertolongan
pertolongan persalinan.
pertolongan persalinan.
Saudara terpilih sebagai orang yang akan diwawancarai dalam kegiatan ini. Oleh
karena itu, saya mohon keikutsertaan saudara dalam kegiatan ini. Keikutsertaan
dalam kegiatan ini bersifat sukarela, dijamin kerahasiaannya dan saudara berhak
untuk keluar atau mundur kapan pun bila menginginkannya. Saya akan menghormati
keputusan tersebut.
Jika Saudara bersedia untuk ikutserta dalam kegiatan ini, maka saya akan melakukan
persalinan. Wawancara kurang-lebih satu jam. Nama dan alamat Saudara tidak akan
dicatat pada transkrip hasil wawancara. Saudara berhak untuk tidak menjawab pada
pertanyaan manapun.
persetujuan yang telah disiapkan. Jika ada masalah terkait ketidaknyamanan selama
082328433476.
Apakah Saudara bersedia untuk ikut serta sebagai responden dalam kegiatan ini?
1. Ya Minta responden untuk membaca pernyataan ikut serta dalam kegiatan dan
Jelaskan alasannya:
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
____________________________________________________________
LEMBAR/FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Formulir persetujuan ini telah dibacakan untuk saya dan saya telah diberi kesempatan untuk
bertanya tentang kegiatan ini dan semua pertanyaan yang saya ajukan telah dijawab dengan
memuaskan. Saya dengan suka rela menyetujui untuk berpartisipasi pada kegiatan ini dan
memahami bahwa saya mempunyai hak untuk menarik diri dari kegiatan ini. Saya akan diberi
salinan dari formulir persetujuan yang telah ditandatangani untuk saya simpan sebagai bukti
keikutsertaan.
Tanda Tangan
Responden/Pewawancara
Tanda Tangan TANGGAL/BULAN/
Responden/ TAHUN
Pewawancara
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
1. Nama Pewawancara :
3. Nama Partisipan :
4. Alamat Partisipan :
5. Telepon Partisipan :
A. Pendahuluan
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
SUMBER DAYA
1. Dalam pelaksanaan kemitraan selama ini apakah ada dana yang menunjang
2. Sarana dan prasarana apa saja yang anda butuhkan untuk menunjang
selama ini?
tidak, bentuk dukungan seperti apa yang anda harapkan untuk menunjang
KARAKTERISTIK PARTNER
4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini?
RELASI ANTARA PARTNER
1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para dukun yang bermitra dengan
anda?
2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan
dukun? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah
penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda?
KARAKTERISTIK KEMITRAAN
Pembagian Peran
1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan!
1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah
pertemuan tersebut dibuat beradasarkan jadwal yang teratur? Apa yang Anda
2. Menurut Anda, apakah pertemuan atau komunikasi yang Anda bangun selama
ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan jabawan Anda,
komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik?
Pengambilan Keputusan
1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun dan
penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen
tertulis?
2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang telah
dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau ya,
Koordinasi
1. Bagaimana bentuk fungsi koordinasi yang sudah dijalani selama ini?Siapa yang
melakukan koordinasi?
2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik dalam
mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum,
Kepemimpinan
1. Dalam kemitraan yang Anda bangun ini, apakah sudah ada struktur organisasi
kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau belum, hal apa yang
LINGKUNGAN EKSTERNAL
Kalau ya, apakah Anda mengalami kesulitan ketika mengajak para dukun untuk
2. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi
4. Apa saja harapan anda untuk membangun kemitraan yang sinergis di masa
depan?
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
1. Nama Pewawancara :
3. Nama Partisipan :
4. Alamat Partisipan :
5. Telepon Partisipan :
A. Pendahuluan
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
KARAKTERISTIK PATNER
4. Apa saja harapan yang ingin anda capai dalam kemitraan ini?
1. Sejauh ini, bagaimana relasi anda dengan para bidan yang bermitra dengan
anda?
2. Apakah selama ini pernah terjadi konflik atau masalah antara anda dengan
bidan? Bila iya masalah apa yang pernah terjadi? Apa penyebab masalah
penghargaan tersebut sama untuk semua dukun yang bermitra dengan anda?
Pembagian Peran
1. Apa tugas atau peran dari ibu dalam kemitraan ini? Jelaskan!
Komunikasi
1. Apakah ada pertemuan yang rutin antara anggota mitra? Kalau ya, apakah
selama ini sudah cukup mendukung kemitraan ini? Kalau ya, jelaskan
komunikasi yang demi kepentingan kemitraan ini ke arah yang lebih baik?
Pengambilan Keputusan
1. Dalam kemitraan ini, apakah sudah ada pembagian yang jelas antara dukun
dan bidan (Anda) dalam hal mengambil keputusan tertentu, demi sebuah
penanganan kasus persalinan yang tepat? Kalau ada, apakah ada dokumen
tertulis?
2. Menurut Anda, apakah pembagian hak untuk mengambil keputusan yang
telah dibuat, sudah cukup memadai untuk kepentingan kemitraan ini? Kalau
ya, jelaskan! Kalau belum, kira-kira hal apa yang perlu diperbaiki?
Koordinasi
2. Apakah fungsi koordinasi yang ada sudah berjalan dengan cukup baik
dalam mendukung kemitraan ini? Kalau ya, terangkan jawaban Anda; kalau
Komitmen
LINGKUNGAN EKSTERNAL
1. Apakah keluarga Anda sungguh mendukung Anda untuk bermitra dengan para
6. Apa upaya yang telah anda lakukan untuk mengurangi atau mengatasi
depan?
KEMITRAAN DUKUN DENGAN BIDAN DALAM PERTOLONGAN
6. Nama Pewawancara :
8. Nama Partisipan :
9. Alamat Partisipan :
A. Pendahuluan
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
2. Mengapa ibu memilih untuk tidak bekerjasama dengan bidan? (Apakah tidak
4. Apabila suatu saat anda diajak bekerja sama, bagaimana tanggapan anda?
PROGRAM KIA
1. Nama Pewawancara :
3. Nama Partisipan :
4. Alamat Partisipan :
5. Telepon Partisipan :
A. Pendahuluan
sini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai kerja sama dengan dukun
berikan pada kami hari ini sangat kami jaga kerahasiaannya dan kami
memberikan informasi yang terbuka dan tidak ada hal yang ditutupi.
4. Mempersiapkan alat perekam. Minta ijin mempersiapkan alat perekam yang
4. Bagaimana perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan
selama proses pertolongan persalinan? (Apa saja yang dilakukan bidan? Apa
3. Bagaimanakan perasaan ibu saat persalinan? (Apakah ibu merasa aman dan
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini?
dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?)
5. Apakah bapak pernah terlibat atau diajak berdiskusi mengenai program ini?
Tokoh Masyarakat
1. Bagaimana pandangan bapak mengenai keberadaan dukun dan bidan saat ini?
dengan bidan? (Informasi seperti apa yang bapak dengar mengenai topik ini?)
ini?
pertolongan persalinan?
3. Apakah ada alokasi dana untuk program kemitraan ini? (Darimana sumber
dananya?
7. Apa saja hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan program ini? Hal apa