Anda di halaman 1dari 47

MASTER CLASS 2017

ILMU KESEHATAN ANAK


DR. RULY | DR. JUNITA | DR. MULIADI | DR. ORYZA

OFFICE ADDRESS:

Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan Medan :


(belakang pasaraya manggarai) Jl. Setiabudi no. 65 G, medan P
phone number : 021 8317064 Hone number : 061 8229229
Line csoptima Pin BB : 24BF7CD2
WA 081380385694/081314412212 Www.Optimaprep.Com

www.optimaprep.com
Terminologi newborn baby
• Neonatus Kurang Bulan (Pre-term infant) : Usia gestasi < 37
minggu
• Neonatus Lebih Bulan (Post-term infant) : Usia gestasi > 42
minggu
• Neonatus Cukup Bulan (Term-infant) : Usia gestasi 37 s/d 42
• Small for Gestational Age (SGA), Kecil Masa Kehamilan
(KMK) : Berat lahir dibawah 2SD / persentil 10th dari
populasi usia gestasi yang sama
• Large for Gestational Age (LGA), Besar Masa
Kehamilan(BMK) : Berat lahir diatas persentil 90 untuk
populasi usia gestasi yang sama
• Appropriate for Gestational Age (Sesuai Masa Kehamilan) :
Diantaranya
Maturasi newborn baby
Kriteria 0 1 2
warna Pucat atau biru Merah pada bagian Merah pada tubuh
tubuh dan biru pada dan ekstremitas
ekstremitas
Denyut nadi absen < 100 >100
Respirasi absen Lambat dan tidak Pernapasan baik dan
teratur menangis
refleks absen Grimace dengan facial Batuk atau bersin
movement minimal
Tonus otot absen Sedikit fleksi pada Gerak ekstremitas
ekstremitas aktif
Penyakit Jantung Bawaan

• Asianotik: L-R shunt


– ASD: fixed splitting S2,
murmur ejeksi sistolik
– VSD: murmur
pansistolik
– PDA: continuous murmur
• Sianotik: R-L shunt
– TOF: AS, VSD, overriding
aorta, RVH. Boot like
heart pada radiografi
– TGA
Penyakit Jantung Bawaan (VSD)
Penyakit Jantung Bawaan (ASD)
Penyakit Jantung Bawaan (PDA)
Penyakit Jantung Bawaan
(Coartasio aorta)
Penyakit Jantung Bawaan (TOF)
Ikterus neonatorum
• Diskolorasi kuning pada kulit, membran
mukosa, dan sklera akibat peningkatan kadar
bilirubin dalam darah. Orang dewasa tampak
kuning bila kadar bilirubin serum >2 mg/dL,
sedangkan pada neonatus bila kadar bilirubin
>5 mg/dL
Ikterus neonatorum
Berdasarkan awitan dapat dibagi menjadi:
• Ikterus fisiologis:
– Awitan terjadi setelah 24 jam
– Memuncak dalam 3-5 hari, menurun dalam 7 hari (pada NCB)
– Ikterus fisiologis berlebihan → ketika bilirubin serum puncak adalah 7-
15 mg/dl pada NCB
• Ikterus non fisiologis:
– Awitan terjadi sebelum usia 24 jam
– Tingkat kenaikan > 0,5 mg/dl/jam
– Tingkat cutoff > 15 mg/dl pada NCB
– Ikterus bertahan > 8 hari pada NCB, > 14 hari pada NKB
– Tanda penyakit lain
• Gangguan obstruktif menyebabkan hiperbilirubinemia direk.
Ditandai bilirubin direk > 2 mg/dl. Penyebab: kolestasis, atresia
bilier, kista duktus koledokus.
Ikterus neonatorum (ikterus fisiologis)
• Berkaitan dengan ASI
Indikator Breast feeding jaundice Breast milk jaundice

Awitan Usia 2-5 hari Usia 5-10 hari


Lama 10 hari >30 hari
Volume asi Kurang sering diberi ASI karena Tidak tergantung volume asi
ASI masih sedikit

Kadar bilirubin Tertinggi 15 mg/dl Bisa mencapai > 20mg/dl

Tatalaksana Teruskan ASI Penghentian susu formula


atau ASI yang digunakan jika
bil > 16 dan fototerapi
Ikterus neonatorum (non fisiologis)
• Paling sering ditimbulkan Inkompatibilitas Rh,ABO, infeksi
TORCH, malaria, bakteri dan defisiensi enzim G6PD.

Indikator Inkopabilitas ABO Inkompabilitas Rhesus


Patofisiologi Anak dengan golongan darah Anak dengan Rh (+)
A atau B memiliki ibu dengan memiliki ibu dengan Rh
gol darah O (-)
Proses Tidak memerlukan proses Butuh proses
desensitisasi desensitisasi. Dapat terjadi desensitisasi. Terjadi
pada anak 1 pada anak ke dua atau
lebih
Gejala Gejala yang timbul biasanya Gejala yang timbul berat
ringan
Ikterus neonatorum
(sindrom obstruksi)
• Berkaitan dengan hepatitis neonatal dan
kolestasis ekstrahepatik (tipe embrional dan
perinatal)
Ikterus neonatorum (tatalaksana)
• Fototerapi  meradiasi bayi ikterik dengan
lampu energi foton sehingga merubah
struktur molekul bilirubin supaya mudah
diekskresi ke empedu atau urin tanpa
membutuhkan glukoronidase hepatic seperti
biasanya. Biasanya pada bilirubin total >15
• Transfuse tukar  metode tercepat untuk
menurunkan kadar bilirubin serum. Biasanya
pada bil total > 20
TRAUMA LAHIR (Paralisis bahu)
• The basic types of BPPs include the following:
– Erb'spalsy affects nerves arising from C5 and C6.
– Klumpkepalsy results in deficits at levels C8 and T1
– Total BPP affects nerves at all levels (C5-T1).
• The damage in neonates usually results from slow traction injuries
• Risk factors:
– Large birth weight (average vertex BPP, 3.8-5.0 kg; average breech BPP,
1.8-3.7 kg; average unaffected, 2.8-4.5 kg)
– Breech presentation
– Maternal diabetes
– Multiparity
– Second stage of labor that lasts more than 60 minutes
– Assisted delivery (eg, use of mid/low forceps, vacuum extraction)
TRAUMA LAHIR (Paralisis bahu)
• The infant with an upper plexus
palsy/Erb‘s(C5-C7) keeps the arm
adducted and internally rotated,
with the elbow extended, the
forearm pronated, the wrist
flexed, and the hand in a fist. In
the first hours of life, the hand
also may appear flaccid, but
strength soon returns. Biceps
reflexis a reflex test that
examines the function of the C5
reflex arc and the C6 reflex arc.
• The infant with a nerve injury to
the lower plexus/Klumpke(C8-T1)
holds the arm supinated, with the
elbow bent and the wrist
extended.
TRAUMA LAHIR (trauma kepala)
Injuries to the infant that result from mechanical
forces (ie, compression, traction) during the
birth process are categorized as birth trauma
TRAUMA LAHIR (trauma kepala)
• Cephalhematoma
– A subperiosteal collection of blood secondary to rupture of blood
vessels between the skull and the periosteum, hence always limited
to the surface of one cranial bone
– No discoloration of the overlying scalp occurs
– Most commonly parietal, occasionally be observed over the occipital
bone
– Cranial meningocele may be differentiated from cephalohematoma by
pulsation, increased pressure on crying, and roentgenographic
evidence of a bony defect
– Resolution occurs over weeks, occasionally with residual calcification
– Management solely consists of observation
– Transfusion for anemia, hypovolemia, or both is necessary if blood
accumulation is significant. Aspiration is not required for resolution
and is likely to increase the risk of infection
TRAUMA LAHIR (trauma kepala)
• Caput succedaneum
– Serosanguineous, subcutaneous, extraperiostealfluid collection with poorly
defined margins
– Caused by the pressure of the presenting part against the dilating cervix
– Extends across the midline and over suture lines and is associated with head
molding
– Does not usually cause complications and usually resolves over the first few
days. Management consists of observation only
• Subgalealhematoma
– Bleeding in the potential space between the skull periosteumand the scalp
galeaaponeurosis. Result from a vacuum applied to the head at delivery
– Fluctuant, boggy mass developing over the scalp (especially over the occiput).
The swelling may obscure the fontanelleand cross suture lines
– Patients with subgalealhematoma may present with hemorrhagic shock.
Transfusion and phototherapy may be necessary
SINDROM DISTRES PERNAPASAN
(hialin membran disease)
• Kolapsnya alveolus akibat ketiadaan surfaktan yang
dihasilkan oleh sel kuboid/sel pneumosit tipe 2
• Terjadi pada bayi lahir prematur
• Ro : ground glass or finely appearance, air bronchogram
dan ekspansi paru yang jelek
• Tatalaksana
– Penggunaan ETT
– Mode ventilator continius positive airway pressure
– Penggantian surfaktan : disarankan pada bayi yg tergantung
ventilator pada usia > 3 minggu
• Pencegahan
– Pemberian dexametasone pada ibu dengan usia persalinan < 34
mgu
– Pencegahan hipotermia, hipoglikemia dan hipoksia
SINDROM DISTRES PERNAPASAN
(hialin membran disease)
Sindrom distres pernapasan
TTN
• Terjadi akibat gagalnya cairan dalam alveolus
janin yang keluar pada saat persalinan
• Terjadi pada bayi matur dengan FR riwayat SC,
polihidramnion dan asfiksia.
• Ro : peningkatan corakan perihiler dengan
hiperinflasi paru
• Tatalaksana : observasi dan tidak ada
penanganan khusus.
Sindrom distres pernapasan
TTN
Sindrom distress pernapasan (Aspirasi
mekonium)
• Hipoksia janin akibat mekonium masuk ke dalam
saluran pernapasan bayi.
• Biasanya terjadi pada bayi matur dengan amnion
yang terkontaminasi mekonium
• Foto Ro akan tampak air trapping, patchy opacity
dan hiperinflasi paru
• Pencegahan  pembersihan saluran napas bayi
• Tatalaksana  penggunaan ventilator pada kasus
berat.
Sindrom distress pernapasan
(Aspirasi mekonium)
Sindrome distres pernapasan
(pneumonia)
• Terjadinya sindrom gagal napas akibat
komplikasi korioamnionitis jika terjadi saat
lahir ataupun karena infeksi nosokomial jika
terjadi setelah lahir
• Gejala klinis akan tampak pus cells dan bakteri
pada cairan lambung
• Ro thoraks akan tampak daerah paru yang
kolaps dan konsolidasi
• Tatalaksana : Suportif dan antibiotika
Kelainan Gejala

Sindrom distres pernapasan


Sindrom aspirasi
mekonium
Biasanya pada bayi matur, pertumbuhan janin
terhambat, terdapat staining mekonium di cairan amnion
dan kulit, kuku, atau tali pusar. Pada radiologi tampak air
trapping dan hiperinflasi paru, patchy opacity, terkadang
atelektasis.
Penyakit membran Pada bayi prematur, pada bayi dengan ibu DM atau
hyalin kelahiran SC, gejala muncul progresif segera setelah lahir.
Pada radiologi tampak gambaran diffuse “ground-glass”
or finely granular appearance, air bronkogram, ekspansi
paru jelek.
Transient tachypnea of Biasanya pada bayi matur dengan riwayat SC. Gejala
newboorn muncul setelah lahir, kemudian membaik dalam 72 jam
pasca lahir. Pada radiologi tampak peningkatan corakan
perihilar, hiperinflasi, lapangan paru perifer bersih.
Pneumonia neonatal Terdapat risiko pneumonia (KPD, demam pada ibu, cairan
amnion berbau, dsb). Gejala meliputi gejala distress dan
gejala sepsis. Gambaran radiologis : Diffuse, relatively
homogeneous infiltrates
Asfiksia perinatal Asidemia pada arteri umbilikal, Apgar score sangat
(hypoxic ischemic rendah, terdapat kelainan neurologis, keterlibatan
encephalopathy) multiorgan
PERTUMBUHAN
Interpretasi Pengukuran Interpretasi Pengukuran
TB/U BB/U
• Z Score • Z Score
– >2 SD: Tergolong sangat – > 2 SD : Memiliki masalah
tinggi. – 2 sd (-2) SD : Normal
– 2 sd (-2) SD : Normal – <-2 SD : Underweight
– <-2 SD : Stunted – <-3 SD : Severly
– <-3 SD : Severly stunted underweight
• CDC-NCHS • CDC-NCHS
– 90-110% : Baik/normal – >120% : Gizi lebih
– 70-89% : Tinggi kurang – 80-120% : Gizi baik
– <70% : Tinggi sangat – 60-80% : Gizi kurang,
kurang
Pertumbuhan
• Pengukuran BB/TB
• Z-score → menggunakan kurva WHO weight-for-height
– >3 – obesitas
– >2 – overweight
– >1 – possible overweight
– <-2 – moderate wasted
– <-3 – severe wasted
• Kurva CDC
– ≥120% obesity
– ≥110 -120% overweight
– ≥90-110% normal
– ≥80-90% mild malnutrition
– ≥70-80% moderate malnutrition
– ≤70% severe malnutrition.
Pertumbuhan (marasmus)
• Wajah seperti orang tua
• Kulit terlihat longgar
• Tulang rusuk terlihat
jelas
• Kulit paha keriput dan
tulang ekor terlihat jelas
(baggy pants)
Pertumbuhan (Kwashiorkor)
• Edema
• Rambut kemerahan
• Pengurusan otot
• Crazy pavement
dermatosis
Pertumbuhan
• Fase stabilisasi (Inisiasi)
– Energi: 80-100 kal/kg/hari
– Protein: 1-1,5 gram/kg/hari
– Cairan: 130 ml/kg/hari atau 100 ml/kg/hari (edema)
• Fase transisi
– Energi: 100-150 kal/kg/hari
– Protein: 2-3 gram/kg/hari
• Fase rehabilitasi
– Energi: 150-220 kal/kg/hari
– Protein: 3-4 gram/kg/hari
Pertumbuhan
Kejang Demam
Kejang yang terjadi akibat demam (suhu rektal di atas
38°C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat (SSP)
atau gangguan elektrolit akut, dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelunmnya. Terjadi pada anak usia 6
bulan sampai 5 tahun. Dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Kejang demam sederhana  bersifat umum, singkat, dan
hanya sekali dalam 24 jam
b. kejang demam kompleks  kejang demam fokal, lebih
dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam
c. Status epilepticus  terjadi > 30 menit atau tidak ada
perbaikan kesadaran antara periode kejang
Kejang Demam (tatalaksana)
• Antipiretik  asetaminofen 10-15 mg/kg/hari setiap 4-6 jam atau
ibuprofen 5-10
mg/kg/hari tiap 4-6 jam.
• Anti kejang dengan diazepam oral 0,3 mg/kg/hari tiap 8 jam saat demam
atau diazepam rektal 0,5 mg/kg/kali setiap 12 jambila demam di atas
38°C.
• Pengobatan jangka panjang dengan pemberian asam valproat 15-
40mg/hari atau fenobarbital 3-5mg/hari. Diberikan bila dijumpai salah
satu keadaan di bawah ini:
– Kejang demam lebih dari 5 menit.
– Adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah
kejang (misalnya palsi serebral, retardasi mental, atau mikrosefal).
– Kejang demam fokal
– Adanya riwayat epilepsi dalam keluarga
• Dipertimbangkan bila:
– Kejang demam pertama pada umur di bawah 12 bulan
– Kejang berulang dalam 24 jam
Kejang Demam
(tatalaksana saat kejang)
Resusitasi Neonatus
Diare dengan dehidrasi
• BAB yang tidak normal dimana terjadi perubahan konstruksi tinja dengan
frekuensi > 3 kali dalam 24 jam
• Penentuan status dehidrasi
Diare dengan dehidrasi (tatalaksana)
Rencana terapi B
• cairan oralit atau iv
Rencana terapi A 75ml/kgbb selama
ASI ad libitum 3 jam
Rehidrasi oral • Tablet zinc
Anak < 2thn 50- Anak < 6 bln 10
100/BAB mg/hari Rencana terapi C
Anak > 2thn 100- Anak > 6 bln  20 • Pemberian cairan
200/BAB mg/hari parenteral
Tablet zinc • Tablet zinc
Anak < 6 bln 10 Anak < 6 bln 10 mg/hari
mg/hari Anak > 6 bln  20 mg/hari
Anak > 6 bln  20
mg/hari

Umur Pemberian 30ml/kgbb Pemberian

Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam

Anak > 1 thn 30 menit 2.5 jam


Pneumonia
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting
and diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales
(ronchi)
• Treatment
No tachypnea, no chest indrawing
No Pneumonia
Do not administer an antibiotic

Tachypnea, no chest indrawing


Pneumonia Home treatment with cotrimoxazole or
amoxicilln
Chest indrawing, no cyanosis and able
Severe
to feed
Pneumonia
Admit, admininster benzyl penicillin IM
Chest indrawing with cyanosis and not
Very severe
able to feed
pneumonia
Admit, administer chloramphenicol IM
Bronkiolitis

• Infeksi virus akut saluran pernapasan yang menyebabkan obstruksi dan


biasa mengenai anak 6bln-2thn
• Etiologi
– RSV 45-80%
– Parainfluenza virus (PIV) 25-50% kasus
• Gejala dan tanda : rhinorhea, demam subfebris, nafas cepat, retraksi
dada, wheezing, rales
• Tatalaksana
– Rawat inap
– Antibiotik
– Cairan IV
– oksigen
Eksantema
Eksantema (morbili)

• Disebabkan ooleh Infeksi Paramyxovirus pada


anak sekolah yang belum pernah vaksi. Masa
Inkubasi antara lain 8-12 hari dengan masa
Infeksius: 1-2 hari sebelum prodrome hingga 4
hari setelah keluar rash
• Gejala : Demam tinggi, rhinitis, konjungtivitis,
koplik spot, ruam muncul pada hari ke 3 demam
• Komplikasi : Otitis media, bronchopneumonia
Eksantema (Rubella)
• Infeksi Togavirus
• Faktor resiko : remaja belum pernah vaksin
• Inkubasi: 14-21 hari
• Infeksius: 5-7 hari sebelum rash hingga 3-5 hari setelah keluar rash
• Prodromal
– Anak: ringan
– Remaja & Dewasa: demam ringan , malaise, nyeri tnggorok, nausea,
anorexia, limfadenopati
• Enanthem Forschheimer’s spots
• Komplikasi:Arthralgias/arthritis, Peripheral neuritis, encephalitis,
thrombocytopenic purpura
• Congenital rubella syndrome IUGR, buta, tuli, jantung, anemia,
thrombcytopenia, nodul di kulit
IMUNISASI
IMUNISASI

Anda mungkin juga menyukai