Anda di halaman 1dari 14

1

2.1 Aspek Spiritualitas


2.1.1 Pengertian Aspek spiritualitas
Aspek spiritualitas adalah tingkat kedewasaan, pengetahuan tentang
agama, kepercayaan atau keyakinan, dan pelaksanaan spiritualitas.
Sehingga sangat diperlukan kebutuhan spiritual.

Spiritualitas sering dikaitkan dengan agama, namun agama dan spiritua


litas memiliki perbedaan. Agama menurut Miller & Thoresen (dalam
Paloutzian dan Park, 2011) seringnya dikarakteristikkan sebagai
sebuah institusi, kepercayaan individu dan praktek, sementara spiritua
litas sering diasosiasikan dengan keterhubungan atau perasaan di
dalam hati dengan Tuhan.

Schreurs (2011) menjabarkan spiritualitas sebagai proses perubahan


yang terjadi pada diri seseorang. Proses tersebut terdiri dari tiga aspek
yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif dan aspek relasional.
2.1.1.1 Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk
“mematikan” bagian dirinya yang bersifat egosentrik dan
defensif. Aktifitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini
dicirikan oleh proses pencarian jati diri (“True Self”) pada
tahap eksistensial.
2.1.1.2 Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi
lebih reseptif terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan
dengan cara menelaah literatur atau melakukan refleksi atas
suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk
konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran kategorikal
yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi
secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan
refleksi atas pengalaman tersebut. Disebut aspek kognitif
2

karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan


kegiatan pencarian pengetahuan spiritual.
2.1.1.3 Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang
merasa bersatu dengan Tuhan (dan / atau bersatu dengan cinta-
Nya). Pada aspek ini seseorang membangun,
mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya
dengan Tuhan.

Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha


Kuasa. Sebagai contoh, orang yang percaya kepada Allah sebagai
Pencipta atau sebagai Maha Kuasa. Menurut Burkhardt dkk (2010),
spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut :
2.1.1.1 Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau
ketidakpastian dalam kehidupan, yang dimaksud disini adalah
unsur-unsur yang gaib atau tidak kasatmata atau yang hanya
bisa dirasakan dengan mata hati.
2.1.1.2 Menemukan arti dan tujan hidup, maksudnya adalah
menentukan hidup sesuai takdir.
2.1.1.3 Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan
kekuatan dalam diri sendiri, artinya bisa mengoptimalkan
kekuatan yangada di dalam diri.
2.1.1.4 Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan
dengan Yang Maha Tinggi, yang dimaksudkan disini adalah
mengakui adanya hubungan vertikal antara sang pencipta dan
yang dicipta.

Agama merupakan petunjuk perilaku karena didalam agama terdapat


ajaran baik dan larangan yang dapat berdampak pada kehidupan dan
kesehatan seseorang. Sebagai contoh, orang sakit dapat memperoleh
kekuatan dengan menyerahkan diri atau memohon pertolongan dari
Tuhannya (Hamid , 2014).
3

2.1.2 Perkembangan spiritual seseorang menurut Westerhoff’s dibagi


kedalam empat tingkatan berdasarkan kategori umur, yaitu :
2.1.2.1 Usia anak-anak, merupakan tahap perkembangan kepercayaan
berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat, antara lain
adanya pengalaman dari interaksi dengan orang lain dengan
keyakinan atau kepercayaan yang dianut. Pada masa ini, anak
belum mempunyai pemahaman salah atau benar. Kepercayaan
atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya
mengikuti ritual atau meniru oranng lain, seperti berdoa
sebelum tidur, makan, dan lain-lain. Pada masa prasekolah,
kegiatan keagamaan yang dilakukan belum bermakna pada
dirinya, perkembangan spiritual mulai mencontoh aktivitas
keagamaan orang sekelilingnya, dalam hal ini keluarga, arti
doa, serta mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan.
2.1.2.2 Usia remaja akhir, merupakan tahap perkumpulan
kepercayaan yang ditandai dengan adanya partisipasi aktif
pada aktivitas keagamaan. Pengalaman dan rasa takjub
membuat mereka semakin merasa memiliki dan berarti akan
keyakinannya. Perkembangan spiritual pada masa ini sudah
mulai pada keinginan akan pencapaian kebutuhan spiritual
seperti keinginan melalui meminta atau berdoa kepada
penciptanya, yang berarti sudah mulai membutuhkan
pertolongan melalui keyakinan atau kepercayaan. Bila
pemenuhan kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, akan timbul
kekecewaan.
2.1.2.3 Usia awal dewasa, merupakan masa pencarian kepercayaan
diri, diawali dengan proses pernyataan akan keyakinan atau
kepercayaan yang dikaitkan secara kognitif sebagai bentuk
yang tepat untuk mempercayainya. Pada masa ini, pemikiran
sudah bersifat rasional. Segala pertanyaan tentang
kepercayaan harus dapat dijawab. Secara rasional. Pada masa
ini, timbul perasaan akan penghargaan terhadap kepercayaan.
4

2.1.2.4 Usia pertengahan dewasa, merupakan tingkatan kepercayaan


dari diri sendiri, perkembangan ini diawali dengan semakin
kuatnya kepercayaan diri yang dipertahankan walaupun
menghadapi perbedaan keyakinan yang lain dan lebih
mengerti akan kepercayaan dirinya (Asmadi, 2015).

2.2 Kebutuhan Spiritual Klien


2.2.1 Pengertian
Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai,
menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson Wild,
2014). Maka dapat disimpulkan kebutuhan spiritual merupakan
kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan dan kebutuhan untuk
memberikan dan mendapatkan maaf. Adapun adaptasi spiritual adalah
proses penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku yang
didasarkan pada keyakinan atau kepercayaan yang dimiliki sesuai
dengan agama yang dianutnya (Asmadi dkk, 2013).

Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat meningkatkan perilaku


koping dan memperluas sumber-sumber kekuatan pada pasien.
Kebutuhan spiritual sebagai faktor yang penting untuk
mempertahankan atau memelihara hubungan pribadi yang dinamis dari
seseorang dengan Tuhan dan hubungan berkaitan dengan
pengampunan, cinta, harapan, kepercayaan dan makna serta tujuan
dalam hidup. Dari pendapat lain menambahkankebutuhan spiritual
sebagai kebutuhan yang meliputi penemuan jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan tentang sakit, dan kematian, serta
merealisasikan harapan.

2.2.2 Kebutuhan spiritual


5

Individu sebagai makhluk spiritual mempunyai ciri-ciri sebagai


berikut:
2.2.2.1 Diciptakan Tuhan dalam bentuk yang sempurna dibanding
makhluk ciptaan lainnya.
2.2.2.2 Memiliki rohani/jiwa yang sempurna (akal, pikiran, perasaan
dan kemauan).
2.2.2.3 Individu diciptakan sebagai khalifah (penguasa dan pengatur
kehidupan) dimuka bumi.
2.2.2.4 Terdiri atas unsur bio-psiko-sosial yang utuh (Ali. Z, 2010).

2.2.3 Faktor yang mempengaruhi Kebutuhan spiritual


Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan spiritual antara
lain :
2.2.3.1 Perkembangan
Usia perkembangan dapat menentukan proses pemenuhan
kebutuhan spiritual, karena setiap tahap perkembangan
memeliki cara meyakini kepercayaan terhadap Tuhan.
2.2.3.2 Keluarga
Keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam
memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki
ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam
kehidupan sehari-hari.
2.2.3.3 Ras/suku
Ras/suku memiliki keyakinan/kepercayaan yang berbeda,
sehingga proses pemenuhan kebutuhan spiritual pun berbeda
sesuai dengan keyakinan yang dimiliki.

2.2.3.4 Agama yang dianut


Keyakina pada agama tertentu yang dimiliki oleh seseorang
dapat menentukan arti pentingnya kebutuhan spiritual.
6

2.2.3.5 Kegiatan keagamaan


Adanya kegiatan keagamaan dapat selalu mengingatkan
keberadaan dirinya dengan Tuhan dan selalu mendekatkan diri
kepada Penciptanya (Asmadi, 2014).
2.2.3.6 Umur
umur mempengaruhi penerapan aspek spiritualitas, dimana
pada usia ini seseorang telah memiliki kemampuan mental
dan pengalaman yang diperlukan untuk mempelajari dan
menyesuaikan diri pada situasi baru misalnya, mengingat
yang dulu pernah dipelajari, penalaran logis dan berfikir
kritis.
2.2.3.7 Pekerjaan
pekerjaan akan memakan banyak waktu, tenaga dan
perhatian untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap
penting sehingga sebagian responden hanya mempunyai
sedikit waktu untuk memperoleh penerapan aspek
spiritualitas.
2.2.3.8 Pendidikan

pendidikan menyebabkan penerapan aspek spiritualitas dengan


pemenuhan spiritualnya, makin tinggi pendidikan seseorang
maka makin mudah menerima informasi sehingga makin
banyak pula pemenuhan spiritualnya yang dimiliki

Beberapa orang yang membutuhkan bantuan spiritual antara lain :


2.2.3.1 Pasien kesepian
Pasien dalam keadaan sepi dan tidak ada yang menemani akan
membutuhkan bantuan spiritual karena mereka merasakan
tidak ada kekuatan selain kekuatan Tuhan, tidak ada yang
menyertainya selain Tuhan.

2.2.3.2 Pasien ketakutan dan cemas


7

Adanya ketakutan atau kecemasan dapat menimbulkan


perasaan kacau, yang dapat membuat pasien membutuhkan
ketenangan pada dirinya dan ketenangan yang paling besar
adalah bersama Tuhan (Asmadi, 2014).

Adapun tanda-tanda yang dapat diperhatikan pada klien yang


mengalami kecemasan :
a. Cemas ringan
Kecemasan normal yang berhubungan dengan ketegangan
akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Respon cemas ringan
seperti sesekali bernafas pendek, nadi meningkat, tekanan
darah naik, bibir bergetar, tidak dapat duduk dengan tenang
dan tremor halus pada tangan.
b. Cemas sedang
Ditandai dengan persepsi terhadap masalah menurun
sehingga individu kehilanganpegangan tetapi dapat
mengikuti pengarahan dari orang lain. Respon cemas
sedang biasanya meliputi sering bernafas pendek, nadi dan
tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, tidak mampu
menerima rangsangan, susah tidur dan perasaan tidak enak.
c. Cemas berat
Pada tingkat ini lahan persepsi menjadi sangat sempit
dimana individu tidak dapat memecahkan masalah atau
mempelajari masalah. Respon kecemasan yang timbul
misalnya nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,
berkeringat, sakit kepala, tidak mampu menyelesaikan
masalah.

d. Panik
Pada tingkat ini, lahan persepsi telah terganggu sehingga
individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa walaupun telah diberikan pengarahan.
8

Respon panik seperti nafas pedek, rasa tercekik, pucat,


lahan persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis
(Wartonah dkk, 2013).

2.2.3.3 Pasien menghadapi pembedahan


Menghadapi pembedahan adalah sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan karena akan timbul perasaan antara hidup
dan mati. Pada saat itulah keberadaan pencipta dalam hal ini
adalah Tuhan sangat penting sehingga pasien selalu
membutuhkan bantuan spiritual.

2.2.3.4 Pasien yang harus mengubah gaya hidup


Perubahan gaya hidup dapat membuat seseorang lebih
membutuhkan keberadaan Tuhan (kebutuhan spiritual). Pola
gaya hidup dapat membuat kekacauan keyakinan bila ke arah
yang lebih buruk, maka pasien akan lebih membutuhkan
dukungan spiritual (Asmadi, 2014).

Masalah yang sering terjadi pada pemenuhan kebutuhan spiritual adalah


distress spiritual, yang merupakan suatu keadaan ketika individu atau
kelompok mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam kepercayaan
atau sistem nilai yang memberikannya kekuatan, harapan dan arti kehidupan,
yang ditandai dengan pasien meminta pertolongan spiritual, mengungkapkan
adanya keraguan dalam sistem kepercayaan, adanya keraguan yang
berlebihan dalam mengartikan hidup, mengungkapkan perhatian yang lebih
pada kematian dan sesudah hidup, adanya keputusan, menolak kegiatan ritual
dan terdapat tanda-tanda seperti menangis, menarik diri, cemas dan marah,
kemudian ditunjang dengan tanda-tanda fisik seperti nafsu makan terganggu,
kesulitan tidur dan tekanan darah meningkat (Hidayat, 2014).

2.2.4 Komponen-Komponen Spiritual Care


9

Menurut (Djamaludin, 2011) kompenen spiritual adalah sebagai


berikut:
2.2.4.1 Menemui pasien sebagai seseorang manusia yang memilik arti
dan harapan perawatan spiritual adalah memungkinkan untuk
menemukan makna dalam perisitiwa baik dan buruk
kehidupan. Perawatan spiritual juga sebagai sumber pasien
untuk menyadari makna dan harapan serta mengetahui apa
yang benar-benar penting untuk pasien. Memberikan harapan
kepada pasien adalah salah satu bagian yang paling penting
dari perawatan, terutama ketika mereka menghadapi pasien
yang sedang sakit parah (Djamaludin, 2011).
2.2.4.2 Menemui pasien sebagai seseorang manusia dalam hal
hubungan Kusnanto (2011) menegaskan bahwa untuk
mengurangi rasa sakit spiritual seseorang, sebagai dalam
sebuah hubungan, kita harus memperhatikan orang-orang yang
menghubungkan pasien kepada orang lain setelah kematian
diantara berbagai orang dan persitiwa yang disebutkan.
Perawatan spiritual adalah tentang melakukan, bukan menjadi,
dan menyatakan bahwa perawat lebih unggul dari klien, ini
melibatkan cara menjadi (daripada melakukan) yang
memerlukan hubungan perawat-klien simetris (Djamaludin,
2011).
2.2.4.3 Menemui pasien sebagai seorang yang beragama Keagamaan
ini dicirikan sebagai formal, terorganisir, dan terkait dengan
ritual dan keyakinan. Meskipun banyak orang memilih untuk
mengekspresikan spiritualitas mereka melalui praktik
keagamaan, beberapa dari mereka menemukan spiritualitas
yang harus diwujudkan sebagai harmoni, sukacita, damai
sejahtera, kesadaran, cinta, makna, dan menjadi (Djamaludin,
2011).
2.2.4.4 Menemui pasien sebagai manusia dengan otonomi Murata
(2010) menjelaskan bahwa jika pasien menyadari adanya
10

bahwa mereka masih memiliki kebebasan untuk menentukan


nasib sendiri disetiap dimensi mengamati, berfikir, berbicara,
dan melakukan, yaitu persepsi, pikiran, ekspersi dan kegiatan
melalui pembicaraan dengan perawat untuk memulihkan rasa
nilai sebagai sebagaiseseorang dengan otonomi.

2.2.5 Macam-Macam Kebutuhan Spiritual


Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta
kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai dan
dicintai, menjalani hubungan penuh rasa percaya pada Tuhan (Hamid,
2014). Menurut Potter (2012) menyebutkan bahwa individu dikuatkan
melalui “spirit” yang mengakibatkan peralihan yang penting selama
periode sakit. Potter (2012) menyatakan, dari sekian banyak penelitian
yang dilakukan ada 7 konsep kebutuhan spiritual yang paling mewakili
kebutuhan spiritual manusia, meliputi:
2.2.5.1 Cinta/ kebersamaan/ rasa hormat
Hubungan antar manusia membentuk suatu keselarasan yang
dapat menyembuhkan, meliputi; dapat diterima sebagai
manusia dalam kondisi apapun, memberi dan menerima cinta,
mempunyai hubungan dengan dunia, perkawanan, mudah
terharu dan mudah melakukan kebaikan, membina hubungan
yang baik dengan sesama manusia, alam dan sekitar dan
dengan Tuhan zat tertinggi.Cinta merupakan dasar dari
spiritualitas yang mendorong manusia untuk hidup dengan
hatinya, cinta meliputi dimensi cinta pada diri sendiri, cinta
pada Tuhan, cinta pada orang lain, dan cinta pada seluruh
kehidupan. Cinta juga meliputi tentang kebaikan yang
berkualitas, kehangatan, saling memahami, kedermawanan
dan kelembutan hati. Memelihara kasih sayang merupakan
komponen yang penting dalam perawatan spiritual.
2.2.5.2 Keimanan/ keyakinan
11

Berpartisipasi dalam pelayanan spiritual dan religius,


mendapat teman untuk berdoa, melakukan ritual keagamaan,
membaca kitab suci, mendekatkan diri pada zat yang maha
tinggi (Tuhan). Agama dapat dijadikan sarana untuk
mengekspresikan spiritualitas melalui nilai-nilai yang dianut,
diyakini dan dilakukan dengan praktik-praktik ritual,
didalamnya dapat menjawab pertanyaan mendasar tentang
hidup dan kematian. Apa yang harus dikenali adalah bahwa
ada sebagian orang yang mempunyai bentuk agama yang tidak
selalu masuk kedalam institusional (Contoh: Kristen, Islam,
Budha), namun demikian perawat harus tetap memperhatikan
dan mendengarkan serta menghormati apa yang diyakini klien
dan dengan cara yang arif.
2.2.5.3 Hal positif/ bersyukur/ berharap/ kedamaian
Banyak berharap, merasakan kedamaian, dan kesenangan,
berfikir positif, membutuhkan ruang yang sepi untuk meditasi
atau refleksi diri, bersyukur dan berterima kasih, mempunyai
rasa humor. Harapan adalah orientasi di masa depan,
mepercayai makna, meyakini dan mengharapkan. Ada dua
tingkatan tentang harapan: harapan yang sifatnya spesifik dan
harapan yang sifatnya umum. Harapan yang sifatnya spesifik
mencakup tujuan yang dikehendaki pada beberapa keinginan
diri. Harapan yang sifatnya umum bagaimana menghadapi
masa depan dengan selamat. Faktor-faktor yang signifikan,
seperti datangnya penyakit dapat menyebabkan hidup
seseorang dalam situasi yang sulit, harapan membantu
manusia berinteraksi dengan ketakutan dan ketidaktentuan,
serta membantu mereka untuk menghasilkan yang positif.
2.2.5.4 Makna dan tujuan hidup
Memaknai bahwa penyakit merupakan sumber kekuatan,
memahami mengapa penyakit, dapat terjadi pada dirinya,
makna dalam penderitaan, memahami tujuan hidup,
12

memahami saat krisis (Masalah kesehatan). Sebagai seseorang


yang berpengetahuan dan memahami tujuan hidup, ini
merupakan penemuan prosedur yang signifikan serta
mempunyai daya dorong pada saat menjalani penderitaan yang
besar. Tidak hanya mengartikan ini sebagai daya dorong,
tetapi ini juga membawa pada pencerahan (Djamaludin, 2011).
Seseorang akan memahami hal apa yang pantas untuk di
prioritaskan dalam hidupnya, dan hal apa yang tidak relevan
untuk diprioritaskan. Sebagai contoh, pada penelitian yang
dilakukan oleh Bukhardt (2010), ditemukan pada analisis
statistik bahwa ada hubungan yang positif dan terus bertahan,
antara memliki spiritual yang tinggi, dengan seseorang yang
mencari tujuan hidup (Hamid, 2014). Spiritualitas memberi
penerangan pada seseorang yang mempunyai satu tujuan, dan
mengapa mereka menghendaki untuk hidup dihari yang lain.
2.2.5.5 Moral dan etika
Untuk hidup bermoral dan beretika, hidup dalam masyarakat
dan menjunjung tinggi moral dan etika yang ada di dalam
masyarakat tersebut.
2.2.5.6 Penghargaan pada keindahan
Menghargai keindahan alam dan seni, gambaran hubungan
dengan alam meliputi: ikut memelihara lingkungan sekitar
dengan cara menanam tumbuhan, pohon serta melindungi dari
kerusakan, mengagumi alam sebagai ciptaan, menghargai seni
dengan menghargai musik.
2.2.5.7 Pemecahan masalah/ kematian
Pesan atau nasihat sebelum menghadapi kematian, mengakui
adanya kehidupan setelah kematian, mempunyai pemahaman
yang dalam akankematian, dan memaafkan diri dengan orang
lain.

2.2.6 Pengertian Doa


13

Menurut bahasa do'a berasal dari kata da'a artinya memanggil.


Sedangkan menurut istilah syara do'a berarti Memohon sesuatu yang
bermanfaat dan memohon terbebas atau tercegah dari sesuatu yang hal
yang buruk, doa juga bisa berarti sebagai pujian dan permintaan.
Berikut ini arti doa dalam AlQuran
2.2.6.1 Ibadah, seperti firman Allah: Dan janganlah kamu
menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak
memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu
berbuat demikian make, kamu termasuk orang-orang yang
zhalim. (Yunus: 106).
2.2.6.2 Perkataan atau Keluhan. Seperti pada firman Allah: Maka
tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga kami jadikan
mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat
hidup lagi. (al Anbiya: 15).
2.2.6.3 Panggilan atau seruan. Allah berfirman: Maka kamu tidak
akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat
mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat
mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling ke belakang.
(ar-Rum: 52)
2.2.6.4 Meminta pertolongan. Allah berfirman: Dan jika kamu (tetap)
dalam keraguan tentang at Qur'an yang Kami wahyukan
kepada hamba Kami (Muhammad) buatlah satu surat yang
semisal at Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar. (alBaqarah: 23).

2.2.6.5 Permohonan. Seperti firman Allah: Dan orang-orang yang


berada dalam neraka berkata kepada penjagapenjaga
jahannam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia
meringankan azab dari kami barang sehari." (al Mukmin: 49).
14

2.2.7 Pengertian Dzikir


Arti dzikir dari segi bahasa, dzikir berasal dari kata dzakara, yadzkuru,
dzukr/dzikr yang artinya merupakan perbuatan dengan lisan
(menyebut, menuturkan, mengatakan) dan dengan hati (mengingat dan
menyebut). Kemudian ada yang berpendapat bahwa dzukr (bidlammi)
saja, yang dapat diartikan pekerjaan hati dan lisan, sedang dzkir
(bilkasri) dapat diartikan khusus pekerjaan lisan. Sedangkan dari segi
peristilahan, dzikir tidak terlalu jauh pengertiannya dengan makna-
makna lughawi-nya semula. Bahkan di dalam kamus modern seperti
al-Munawir, al-Munjid, dan sebagainya, sudah pula menggunakan
pengertian-pengertian istilah seperti adz-dzikrdengan arti bertasbih,
mengagungkan Allah swt, dan seterusnya.

Menurut Syekh Abu Ali ad-Daqqaq yang dikutip oleh Joko S.


Kahhar&Gilang Vita Madinah mengatakan, ”Dzikir adalah tiang
penopang yang sangat kuat atas jalan menuju Allah swt. Sungguh
dzikir adalah landasan bagi thariqat itu sendiri. Tidak ada seorang pun
yang dapat mencapai Allah swt., kecuali mereka yang dengan terus-
menerus berdzikir kepada-Nya. Dzun Nuun al-Mishry menegaskan
pula mengenai, Berdzikir kepada Allah Kajian Spiritual Masalah
Dzikir dan Majelis Dzikir (Yogyakarta: Sajadah_press, 2011) .

Berdzikir bahwa, Seseorang yang benar-benar dzikir kepada Allah swt.


maka ia akan lupa segala sesuatu selain dzikirnya. Allah swt, akan
melindunginya dari segala sesuatu, dan ia akan diberi ganti dari segala
sesuatu.

Anda mungkin juga menyukai