Anda di halaman 1dari 22

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambaran umum tentang ketajaman penglihatan ikan dan kemampuan


membedakan warna dapat digunakan dalam menentukan metode dan teknologi
penangkapan ikan. Penglihatan ikan berhubungan erat dengan kemampuan pengindraan
mata ikan yang memungkinkan ikan dapat melihat pada hampir keseluruh bagian dari
lingkungan sekelilingnya. Hanya satu daerah sempit pada bagian sebelah belakang ikan
yang tidak dapat dicakup oleh luasnya area yang dapat dilihat oleh ikan. Sedangkan untuk
jarak penglihatan, disamping indra penglihatan juga dipengaruhi oleh keadaan penglihatan
di dalam air.
Kemampuan ikan untuk dapat melihat kondisi lingkungan mempunyai hubungan
yang erat dengan metode dan taktik dalam proses penangkapan ikan. Pada suatu metode
penangkapan ikan, kemampuan penglihatan ikan dapat dimanfaatkan untuk mengarahkan
ikan masuk kedalam wilayah tangkapan (catchable area) tanpa disadari oleh ikan itu
sendiri. Proses penangkapan semacam ini tidak semata-mata memaksakan untuk
menangkap ikan, tetapi juga memanfaatkan tingkah laku ikan dalam hal kemampuannya
melihat sehingga dengan mudah dapat ditangkap.
Dengan demikian maka kemampuan penglihatan ikan merupakan faktor yang dapat
membantu proses penangkapan ikan. Apabila pengetahuan itu dapat dipahami dan
dimanfaatkan dengan baik, maka akan menunjang dalam pengembangan teknik dan
metode penangkapan ikan.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan paper ini adalah untuk mengetahui peranan cahaya dalam
penangkapan ikan. Sedangkan kegunaan adalah dapat memberikan informasi mengenai
peranan cahaya dalam penangkapan ikan agar penangkapan ikan bias dilakukan secara
efektif dan efisien

1
2 PERANAN CAHAYA TERHADAP PENANGKAPAN IKAN

2.1 Fisiologi Ikan

Fisiologi ikan mempelajari tentang fungsi, mekanisme, dan cara kerja dari organ,
jaringan dan sel-sel organisme ikan. Ada beberapa sistem anatomi fisiologi pada tubuh
ikan, antara lain :
a) Sistem penutup tubuh (kulit) : antara lain sisik, kelenjar racun, kelenjar lender dan
sumber-sumber pewarnaan.
b) Sistem otot (urat daging): – penggerak tubuh, sirip-sirip, insang, - organ listrik
c) Sistem rangka (tulang) : tempat melekatnya otot; pelindung organ-organ dalam dan
penegak tubuh.
d) Sistem pernapasan (respirasi): organnya terutama insang; ada organ-organ tambahan
e) Sistem peredaran darah (sirkulasi) : – organnya jantung dan sel-sel darah
- mengedarkan O2, nutrisi, dsb.
f) Sistem pencernaan : organnya saluran pencernaan dari mulut – anus.
g) Sistem saraf : organnya otak dan saraf-saraf tepi.
h) Sistem hormon : kelenjar-kelenjar hormon; untuk pertumbuhan, reproduksi, dsb.
i) Sistem ekskresi dan osmoregulasi : organnya terutama ginjal
j) Sistem reproduksi dan embriologi : organnya gonad jantan dan betina

Ada hubungan yg sangat erat antara ke-10 sistem anatomi tersebut, misalnya :
a) menentukan cara bergeraknya mempengaruhi bentuk tubuh
b) sistem urat daging dan sistem rangka
c) O2 dari perairan ditangkap oleh sistem pernafasan dan peredaran darah dibawa ke
seluruh tubuh melalui darah, darah dipertukarkan dg CO2

2
2.2 Klasifikasi dan Morfologi Ikan

Ikan lemuru (Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak
dijumpai di perairan Indonesia. Menurut Fishbase (2010), di Indonesia ikan lemuru banyak
ditemukan dengan spesies Sardinella lemuru, Sardinella atricauda, Sardinella longiceps,
Sardinella sirm, Sardinella clupeoides dan Sardinella leiogaster (Fishbase, 2010) Berikut
ini adalah klasifikasi ikan lemuru :

Klasifikasi Sardinella sp
KINGDOM : Animalia
FILUM : Chordata
SUBFILUM : Vertebtara
KELAS : Pisces
SUBKELAS : Teleostei
ORDO : Clupeiformes
FAMILI : Clupeidae
GENUS : Sardinella
SPESIES : Sardinella sp

a) Badannya bulat panjang dengan bagian perut agak membulat dan sisik duri agak
tumpul serta tidak menonjol.
a) Warna badan biru kehijauan pada bagian punggung,putih keperakan pada bagian
perut bawah
b) Pada bagian atas penutup insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol
hitam sebanyak 10 – 20 buah
c) Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan
d) Warna sirip ekor kehitaman demikian juga pada ujung moncongnya
e) memiliki Ukuran : Panjang badan dapat mencapai 23 cm dan umumnya antara 17
– 18 cm

3
2.3 Fototaksis

Fototaksis dapat menjadi factor yang sangat penting dalam penangkapan ikan di
beberapa alat tangkap. Berikut adalah pengertian fototaksis menurut beberapa ahli :

1. Menurut Yoshizawa dan Nogami (2011), fototaksis merupakan gerakan yang dilakukan
oleh seluruh organism dalam menanggapi cahaya. Ada dua jenis fototaksis yaitu
fototaksis positif dimana gerakan menuju ke arah cahaya dan fototaksis negatif dimana
gerakan menuju arah yang berlawanan. Fototaksis terlibat dalam berbagai sistem biologi
seperti reproduksi, mencari makan dan melarikan diri dari predator.

2. Menurut Rosyidah (2011) ikan ikan yang bersifat photaxis positif berkelompok akan
bereaksi terhadap datangnya cahaya dengan mendatangi arah datangnya cahaya dan
berkumpul disekitar cahaya pada jarak dan rentang waktu yang tertentu. Selain
menghindarkan dari serangan predator ( pemangsa ), beberapa teori makan. Tingkat
gerombolan ikan dan ketertarikan ikan pada sumber cahaya bervariasi antar jenis ikan.
Perbedaan tersebut secara umum disebabkan karena perbedaan faktor phylogenetic dan
ekologi, selain juga oleh karakteristik fisik sumber tingkat intensitas dan panjang
gelombang.

2.4 Kaitan Cahaya dengan Proses Penangkapan

Metode akustik melalui penangkapan sonar atau echosounder dapat digunakan


untuk study tingkah laku ikan (migrasi vertikal dan horisontal), keceapatan renang, respon
ikan terhadap stimuli dan lain-lain (Sulaiman, 2006).

Pergerakan ikan cenderung memutar mengitari sumber pencahayaan dan kadang-


kadang bergerak menjauhi kemudian mendekati lagi. Ketika hauling (hanya lampu fokus
menyala). Kawanan ikan sudah memiliki pola yang teratur sekitar waring mendekati lagi.
Badan tepat dibawah rangka bagan. Pola penyebaran kawanan teri berada dibawah
rangka bagan. Ikan kembung dan tembang berada di sekitar bingkai bagan, pola distribusi
ikan membentuk pola spherical. Pola pergerakan ikan diluar daerah pencahayaan

4
membentuk pola tersusun secara vertikal seperti pita (ribbon). Ikan-ikan kawanan kecil
cenderung mempunyai pergerakan cepat, dan menurun kecepatannya di sekitar
pencahayaan akibat padatnya kawanan dan aktifitas makan (Saleh, 2010).

Penggunaan lampu untuk penangkapan ikan di Indonesia dewasa ini telah sangat
berkembang, sehingga di tempat-tempat yang terdapat kegiatan perikanan laut, hampir
dapat dipastikan terdapat lampu yang digunakan untuk usaha penangkapan ikan. Dalam
beberapa tahun terakhir, penelitian batas optimum kekuatan intensitas cahaya telah
menjadi salah satu pokok bagian dari penelitian para ahli biologi laut kelautan. Ayodhyoa
(1981) mengatakan agar light fishing dapat memberikan daya guna yang maksimal, maka
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Mampu mengumpulkan ikan yang berada pada jarak jauh, baik secara horisontal
maupun vertikal.
2. Ikan-ikan tersebut diupayakan berkumpul ke sekitar sumber cahaya
3. Setelah ikan terkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada dalam area
sumber cahaya pada suatu jangka waktu tertentu ( minimum sampai saat alat tangkap
mulai beroperasi ).
4. Pada saat ikan-ikan tersebut berkumpul di sekitar sumber cahaya, diupayakan
semaksimal mungkin agar ikan-ikan tersebut tidak melarikan diri ataupun menyebarkan
diri.

2.4.1 Penggunaan Lampu

Dilihat dari tempat penggunaannya dapat dibedakan antara lain lampu yang
dipergunakan di atas permukaan air dan lampu yang dipergunakan di dalam air. Menurut
Ayodhyoa (1976) perbandingan antara lampu yang dipasang di atas permukaan air
dengan lampu yang digunakan di bawah permukaan air adalah sebagai berikut :

A) Lampu yang dinyalakan di atas permukaan air :


1. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menarik ikan berkumpul.

2. Kurang efisien dalam penggunaan cahaya, karena sebagian cahaya akan diserap oleh
udara, terpantul oleh permukaan gelombang yang berubah-ubah dan diserap oleh air

5
sebelum sampai kesuatu kedalaman yang dimaksud dimana swiming layer ikan tersebut
berada.

3. Diperlukan waktu yang lama supaya ikan dapat naik ke permukaan air dan dalam masa
penerangan, ikan-ikan tersebut kemungkinan akan berserak.

4. Setelah ikan-ikan berkumpul karena tertarik oleh sumber cahaya dan berada di
permukaan, sulit untuk menjaga ikan tetap tenang, karena pantulan cahaya pada
permukaan air yang terus bergerak.

B) Lampu yang dinyalakan di bawah permukaan air :

1. Waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan ikan lebih sedikit.

2. Cahaya yang digunakan lebih efisien, cahaya tidak ada yang memantul ataupun diserap
oleh udara, dengan kata lain cahaya dapat dipergunakan hampir seluruhnya.

3. Ikan-ikan yang bergerak menuju sumber cahaya dan berkumpul, lebih tenang dan tidak
berserakan, sehingga kemungkinan ikan yang tertangkap lebih banyak.

Struktur lampu di dalam air sangat berbeda dengan lampu-lampu biasa yang
digunakan di atas permukaan air. Penetrasi cahaya pada perairan sangat bergantung
sekali terhadap kondisi perairan itu sendiri dan yang paling menentukan adalah warna laut
dan tingkat transparansi air. Warna laut dalam hal ini berhubungan dengan jenis warna
lampu yang dipancarkan dari lampu itu sendiri. Warna lampu yang sinarnya dapat
menembus kedalaman tertinggi tentunya adalah warna lampu yang sejenis dengan warna
perairan pada waktu itu dan juga tergantung pada kondisi perairannya. Semakin besar
tingkat transparansi perairan semakin besar pula tingkat kedalaman penetrasi sumber
cahaya. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa warna cahaya yang baik digunakan
pada light fishing adalah biru, kuning dan merah (Sudirman dan Mallawa, 2004).

6
2.5 Kuat Dan Kemampuan Penglihatan Ikan Dalam Air

Cahaya yang masuk ke dalam air akan mengalami pereduksian yang jauh lebih
besar bila dibandingkan dalam udara. Hal tersebut terutama disebabkan adanya
penyerapan dan perubahan cahaya menjadi berbagai bentuk energi, sehingga cahaya
tersebut akan cepat sekali tereduksi sejalan dengan semakin dalam suatu perairan.
Pembalikan dan pemancaran cahaya yang disebabkan oleh berbagai partikel dalam air,
keadaan cuaca dan gelombang banyak memberikan andil pada pereduksian cahaya yang
diterima air tersebut. Dengan demikian daya penglihatan ikan banyak dipengaruhi oleh
faktor-faktor tersebut (Gunarso, 1985).

Kemampuan mengindera dari mata ikan memungkinkan untuk dapat melihat pada
hampir ke seluruh bagian dari lingkungan sekelilingnya. Hanya suatu daerah sempit pada
bagian sebelah belakang ikan yang tidak dapat dicakup oleh luasnya area yang dapat
dilihat oleh ikan, daerah sempit ini dikenal sebagai “dead zone.” Sedangkan untuk jarak
penglihatan, tidak hanya tergantung pada sifat indera penglihat saja, tetapi juga pada
keadaan penglihatan di dalam air. Pada kejernihan yang baik dan terang maka jarak
penglihatan untuk benda-benda yang kecil tergantung pada kemampuan jelasnya
penglihatan mata, misalkan pada jarak dimana titik-titik yang letaknya bersekatan, dapat
dibedakan sebagai dua titik dan tidak sebagai satu titik ataupun kabur kelihatannya.
Dalam keadaan tertentu, beberapa jenis ikan yang berukuran besar mempunyai
kemampuan untuk bisa melihat benda-benda yang agak besar dan berwarna kontras
dengan latar belakangnya pada jarak beberapa puluh meter. Anak-anak ikan mempunyai
daya penglihatan yang sangat dekat. Seekor anak ikan atherina berukuran 2 cm dapat
membedakan benda-benda pada jarak 20 cm, sedangkan yang berukuran 0,8 cm hanya
mampu membedakannya pada jarak 6-8 cm. Dalam keadaan perairan yang keruh,
kemampuan daya penglihatan ikan pada suatu objek yang terdapat di dalam air akan
sangat jauh berkurang. Namun tidaklah mengherankan beberapa jenis ikan mampu
mempertahankan hidupnya ketika mata ikan tersebut menjadi buta (Gunarso, 1985).

Berbagai jenis ikan yang banyak dijumpai pada lapisan air yang relatif dangkal,
banyak menerima cahaya matahari pada waktu siang hari dan pada umumnya ikan-ikan
yang hidup di daerah tersebut mampu membedakan warna sama halnya dengan manusia

7
sedangkan beberapa jenis ikan yang hidup di laut dalam, dimana tidak semua jenis
cahaya dapat menembus, maka banyak diantara ikan-ikan tersebut tidak dapat
membedakan warna atau buta warna. Ketajaman warna yang dapat dilihat oleh mata ikan
juga merupakan hal penting. Pada kenyataannya, sesuatu yang mampu diindera oleh
mata ikan memungkinkan ikan tersebut untuk dapat membedakan benda-benda dengan
ukuran tertentu dari suatu jarak yang cukup jauh. Semakin kabur tampaknya suatu benda
bagi mata ikan, maka hal tersebut menyatakan bahwa kemampuan mata ikan untuk
menangkap kekontrasan benda terhadap latar belakangnya semakin berkurang (Gunarso,
1985).

Ikan sebagaimana jenis hewan lainnya mempunyai kemampuan yang


mengagumkan untuk dapat melihat pada waktu siang hari yang berkekuatan penerangan
beberapa ribu lux hingga pada keadaan yang hampir gelap sekalipun. Struktur retina mata
ikan yang berisi reseptor dari indera penglihat sangat bervariasi untuk jenis ikan yang
berbeda. Pada ikan teleostei memiliki jenis retina duplek, dengan pengertian bahwa dalam
retina ikan tersebut terdapat dua jenis reseptor yang dinamakan rod dan kon. Pada
umumnya terjadi distribusi yang berbeda dari kedua jenis reseptor tersebut, yang biasanya
erat hubungannya dengan pemanfaatan indera penglihatan ikan dalam lingkungan
hidupnya. Untuk berbagai jenis ikan pelagis sebagaimana dijumpai pada berbagai jenis
ikan dari keluarga Clupeidae, ikan-ikan tersebut memiliki pengkonsentrasian kon yang
sangat padat pada area antara ventro-temporal yang dibatasi oleh “area temporalis”. Pada
Sardinops caerulea dan Alosa sapidissimn, area temporalis tersebut sangat jelas dan
bahkan pada jenis ikan ini reseptor hampir seluruhnya hanya terdiri dari kon saja, rod
hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali (Gunarso, 1985).

Jenis ikan yang aktif pada siang hari, umumnya mempunyai kon yang tersusun
dalam bentuk barisan ataupun dalam bentuk empat persegi. Pada umumnya ikan-ikan
yang memiliki kon dalam bentuk seperti ini adalah jenis ikan yang intensif sekali
menggunakan indera penglihatnya, biasanya ikan-ikan tersebut termasuk dalam jenis ikan
yang aktif memburu mangsa. Untuk jenis-jenis ikan yang aktif pada malam hari atau jenis
ikan yang hidup pada lapisan dalam, banyaknya kon sangat kurang atau tidak ada sama
sekali dan kedudukan kon tersebut digantikan oleh rod (Gunarso, 1985).

8
Retina dengan seluruh reseptornya terdiri dari rod banyak dijumpai pada jenis-jenis
ikan bertulang rawan, walau beberapa diantaranya masih dijumpai adanya kon pada retina
mata ikan-ikan tersebut. Retina yang keseluruhannya terdiri dari rod juga banyak dijumpai
pada berbagai ikan teleostei yang hidup di laut dalam. Hasil penghitungan banyaknya rod
pada beberapa jenis ikan laut dalam, menunjukkan jumlah yang lebih dari 25 juta rod/mm
retina. Hal ini menunjukkan bahwa mata jenis ikan laut demersallah yang mempunyai
tingkat sensitifitas tertinggi. Ikan-ikan pelagis yang memangsa makanannya yang berupa
plankton, pada umumnya jenis ikan ini mempunyai distribusi kon yang sangat padat pada
bagian ventro-temporal yang menunjukkan kemampuan untuk melihat kedepan dan ke
arah atas. Sedangkan jenis ikan pelagis yang berasal dari perairan yang cukup dalam
biasanya justru mempunyai retina yang seluruhnya dipenuhi oleh rod saja dan bentuk
mata ikan-ikan tersebut cukup besar. Diantara jenis ikan demersal yang biasanya
memburu mangsa, memiliki retina yang kaya akan kon pada bagian temporal, tapi terjadi
perbedaan yang mencolok sehubungan jumlah kon pada bagian-bagian retina yang lain,
seperti halnya pada jenis predator pelagis yang mempunyai kemampuan melihat arah
lurus ke depan. Contoh untuk jenis ikan ini antara lain adalah Cod, Coalfish dan keluarga
Labridae (Gunarso, 1985).

2.6 Respon Ikan Pelagis Terhadap Cahaya

Cahaya dengan segala aspek yang dikandungnya seperti intensitas, sudut


penyebaran, polarisasi, komposisi spektralnya, arah, panjang gelombang dan lama
penyinaran, kesemuanya akan mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung terhadap tingkah laku dan fisiologi ikan pelagis. Ikan mempunyai respon
terhadap rangsangan yang disebabkan oleh cahaya, meskipun besarnya kekuatan cahaya
tersebut berkisar antara 0,01-0,001 lux, dimana hal ini bergantung pada kemampuan
suatu jenis ikan untuk beradaptasi (Laevastu dan Hayes, 1991). Hasil pengamatan
dengan echosounder dapat diketahui bahwa suatu lampu yang oleh mata manusia hanya
mampu diindera oleh manusia sampai kedalaman 15 m saja, ternyata mampu memikat
ikan sampai kedalaman 28 m. Ikan juga mempunyai daya penglihatan yang cukup baik
dalam hal membedakan warna. Dari sejumlah percobaan yang telah dilakukan, ternyata
ikan sangat peka terhadap sinar yang datang dari arah dorsal tubuhnya. Ikan ternyata
tidak menyukai cahaya yang datang dari arah bawah tubuhnya (ventral) dan bila

9
keadaannya tidak memungkinkan untuk turun ke lapisan air yang lebih dalam lagi, dalam
usaha untuk menghindari posisinya semula, ikan-ikan tersebut akan menyebar ke arah
horisontal (Gunarso, 1985).

Ada jenis ikan yang bersifat fototaxis positif, yaitu bahwa ikan akan bergerak ke
arah sumber cahaya karena rasa tertariknya, sebaliknya beberapa jenis ikan bersifat
fototaxis negatif yang memberikan respon dan tindakan yang sebaliknya dengan yang
bersifat fototaxis positif. Karena adanya sifat fototaxis positif ini, maka ada beberapa jenis
ikan ekonomis penting yang dapat dipikat dengan cahaya buatan pada malam hari. Bagi
beberapa ikan bahwa adanya cahaya juga merupakan indikasi adanya makanan. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa ikan yang dalam keadaan lapar akan lebih mudah
terpikat oleh adanya cahaya daripada ikan yang dalam keadaan tidak lapar. Bahkan
adakalanya ikan-ikan tersebut akan muncul ke permukaan, ke arah cahaya dengan tiba-
tiba walaupun mungkin setelah selang beberapa menit ikan akan menyebar dan
meninggalkan tempat tersebut. Respon ikan muda terhadap rangsangan cahaya adalah
lebih besar daripada respon ikan dewasa dan setiap jenis ikan mempunyai intensitas
cahaya optimum dalam melakukan aktifitasnya (Gunarso, 1985).

Daerah penerangan dimana ikan memberikan respon terhadap cahaya disebut


daerah phototaxis. Di luar batas daerah phototaxis ini respon ikan terhadap cahaya tidak
ada, karena kuat penerangannya sudah lemah. Semakin besar daerah phototaxis ini
semakin banyak ikan yang terkumpul dan semakin banyak pula ikan yang tertangkap
dekat dengan sumber cahaya (Fridman, 1969).

Terdapat keseimbangan batas intensitas tertentu untuk suatu jenis ikan terhadap
intensitas cahaya yang ada. Jenis ikan teri memiliki variasi yang jelas tentang pergerakan
renang ikan di kedalaman tertentu pada waktu siang hari. Jenis ikan ini akan berenang
atau berada lebih dekat ke permukaan pada waktu pagi dan sore hari bila dibandingkan
pada saat tengah hari. Diantara berbagai jenis ikan yang benar-benar phototaxis positif
antara lain adalah jenis sardinella, layang, selar dan ikan herring muda (Gunarso, 1985).

Richardson (1952) dalam Laevastu dan Hella (1970), menyatakan bahwa salah
satu jenis ikan sardin yang dikenal sebagai ikan Pilchard dapat dipikat dengan

10
menggunakan cahaya lampu pada waktu malam hari. Selain itu, kedalaman kelompok
ikan herring dapat juga ditentukan berdasarkan intensitas cahaya. Ikan herring dewasa
tidak bersifat phototaxis positif karena ikan tersebut lebih menyukai daerah yang
berintensitas cahaya rendah. Namun demikian, ikan ini dapat juga tertarik pada cahaya
buatan pada waktu malam bila saja cahaya yang dipakai tidak begitu kuat.

Pada umumnya ikan pelagis akan muncul ke lapisan permukaan sebelum matahari
terbenam dan biasanya ikan-ikan tersebut akan membentuk kelompok. Sesudah matahari
terbenam, ikan-ikan tersebut menyebar ke dalam kolom air dan mencari lapisan yang lebih
dalam, sedangkan ikan demersal biasanya menyebar ke dalam kolom air selama malam
hari. Dengan mengetahui ruaya ikan secara vertikal harian suatu jenis ikan, maka waktu
untuk melakukan pengoperasian alat penangkapan dapat ditentukan. Selain itu
kemungkinan berhasilnya penangkapan dengan bantuan sinar lampu akan lebih besar.
Penangkapan dengan bantuan lampu akan lebih efektif sebelum tengah malam dan hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan bahwa fototaxis yang maksimal bagi ikan adalah
pada waktu-waktu tersebut (Laevastu dan Hella, 1970).

Cahaya yang masuk ke dalam air laut akan mengalami refraction atau pembiasan,
penyerapan (absorption), penyebaran (scattering), pemantulan (reflection) dan lain-lain
(Ayodhyoa, 1981). Cahaya lebih jelas terlihat pada keadaan air yang jernih daripada air
yang telah menjadi keruh dan meyebabkan cahaya menjadi melemah atau bahkan hilang
sama sekali. Pengukuran cahaya dapat digambarkan sebagai berikut:

E = F / A , E = I / R2

E = Kuat penerangan (Lux)

F = Flux cahaya (lumen)

A = Luas sebaran cahaya (m2)

I = Intensitas cahaya (candela)

R = Radius penerangan (meter)

Dimana kuat penerangan E (lux) sebanding dengan Intensitas Cahaya I (candela )


dan berbanding terbalik dengan radius penerangan (meter). Kuat penerangan berkurang

11
dengan bertambahnya kuadrat jarak sumber cahaya dan intensitas cahaya berkurang
dengan cepat dari jarak sumber cahaya pada medium yang berbeda. Kuat penerangan ini
erat hubungan dengan tingkat sensitifitas penglihatan ikan, dengan kata lain bahwa
berkurangnya derajat penerangan akan menyebabkan berkurangnya jarak penglihatan
ikan. Jadi dengan berkurangnya kekuatan penerangan beberapa puluh lux saja, maka
jarak penglihatan ikan terhadap objek akan menurun pula. Jarak penglihatan ikan juga
tergantung pada ukuran objek itu sendiri.

2.6.1 Prinsip Dasar Perikanan Light Fishing

Pemanfaatan cahaya untuk alat bantu penangkapan ikan dilakukan dengan


memanfaatkan sifat fisik dari cahaya buatan itu sendiri. Masuknya cahaya ke dalam air,
sangat erat hubungannya dengan panjang gelombang yang dipancarkan oleh cahaya
tersebut. Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kecil daya tembusnya
kedalam perairan. Faktor lain yang juga menentukan masuknya cahaya ke dalam air
adalah absorbsi (penyerapan) cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan
cahaya oleh permukaan laut, musim dan lintang geografis. Dengan adanya berbagai
hambatan tersebut, maka nilai iluminasi (lux) suatu sumber cahaya akan menurun dengan
semakin meningkatnya jarak dari sumber cahaya tersebut. Dengan sifat-sifat fisik yang
dimiliki oleh cahaya dan kecenderungan tingkah laku ikan dalam merespon adanya
cahaya, nelayan kemudian menciptakan cahaya buatan untuk mengelabuhi ikan sehingga
melakukan tingkah laku tertentu untuk memudahkan dalam operasi penangkapan ikan.
Tingkah laku ikan kaitannya dalam merespon sumber cahaya yang sering dimanfaatkan
oleh nelayan adalah kecenderungan ikan untuk berkumpul di sekitar sumber cahaya.
Yang menyebabkan tertariknya ikan di bawah cahaya dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
1. Peristiwa langsung, yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu berkumpul. Ini tentu
berhubungan langsung dengan peristiwa fototaksis, seperti pada jenis-jenis
sardinella,kembung dan layang.
2. Peristiwa tidak langsung, yaitu karena ada cahaya maka plankton, ikan-ikan kecil dan
lain-lain sebagainya berkumpul, lalu ikan yang dimaksud datang berkumpul dengan
tujuan mencari makan (feeding). Beberapa jenis ikan yang termasuk dalam kategori ini
seperti ikan tenggiri, selar dan lain-lain

12
Selain dua kelompok diatas terdapat ikan yang tertarik pada cahaya sebagai hasil
dari reflex defensive ikan terhadap predator. Hal ini terjadi berkaitan dengan pembentukan
schooling dan kemampuan penglihatan pada ikan. Ikan pada umumnya akan membentuk
schooling pada saat terang dan menyebar saat gelap. Dalam keadaan tersebar ikan akan
lebih mudah dimangsa predator dibandingkan saat berkelompok. Adanya pengaruh
cahaya buatan pada malam hari akan menarik ikan ke daerah iluminasi, sehingga
memungkinkan mereka membentuk schooling dan lebih aman dan incaran predator. Ikan
yang tergolong fototaksis positif akan memberikan respon dengan mendekati sumber
cahaya, sedangkan ikan yang bersifat fototaksis negatif akan bergerak menjauh.
Persoalan-persoalan yang terkait dengan aktifitas light fishing antara lain :

a. Persoalan-persoalan fisika
1. Cahaya : kuat cahaya (light intensity), warna cahaya (light colour, merambatnya
cahaya ke dalam air laut, pengaturan cahaya, dan lain-lain sebagainya.
2. Air laut gelombang, kekeruhan (turbidity), kecerahan (transparancy), arus,dll.
3. Hubungan cahaya dengan air laut : refraction, penyerapan (absorption). penyebaran
(scattering), pemantulan, extinction dan lain-lain sebagainya.

b. Persoalan-persoalan biologi
1. Jenis cahaya yang disenangi ikan : berapa besar atau volume rangsangan (stimuli)
yang harus diberikan, supaya ikan terkumpul dan tidak berusaha untuk melarikan diri
dalam suatu jangka waktu tertentu. Tidaklah dikehendaki, sehubungan dengan
berjalannya waktu, pengaruh rangsangan ini akan lenyap, karena ikan menjadi
terbiasa (accustomed).
2. Kemampuan daya tarik (attracting intensity) dari cahaya yang dipergunakan haruslah
sedemikian rupa sehingga dapat mengalahkan (minimum meng-eliminir) pengaruh
intimidasi dari beradanya jaring, kapal, suara mesin dan lain-lain.
3. Berbeda spesies, besar, umur, suasana sekeliling (environment) akan berbeda pula
cahaya (intensity, colour, waktu) yang disenangi; dan faktor suasana sekeliling
(environmental condition factor) yang berubah-ubah (gelombang, arus, suhu, salinitas,
sinar bulan) akan sangat mempengaruhi.

13
4. Bersamaan dengan spesies ikan yang menjadi tujuan penangkapan akan berkumpul
juga jenis lain yang tak diinginkan (ikan kecil, larvae), sedang kita menghendaki catch
yang selektif. Ada tidaknya pengaruh cahaya terhadap spawning season, over fishing,
resources,dll.

Agar cahaya dalam kegiatan light fishing dapat memberikan daya guna yang
maksimal, diperlukan syarat-syarat antara lain sebagai berikut:
(1) Mampu mengumpulkan ikan-ikan yang berada pada jarak yang jauh (horizontal
maupun vertikal)
(2) Ikan-ikan tersebut hendaklah berkumpul ke sekitar sumber cahaya, di mana mungkin
akan tertangkap (catchable area).
(3) Setelah ikan berkumpul, hendaklah ikan-ikan tersebut tetap senang berada di sana
pada suatu jangka waktu tertentu (minimum sampai saat alat tangkap mulai beroperasi
atau diangkat).
(4) Sekali ikan berkumpul disekitar sumber cahaya hendaklah ikan-ikan tersebut jangan
melarikan diri ataupun menyebarkan diri (escape, disperse)

2.6.2 Warna Lampu

Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah berkembang


secara cepat sejak ditemukan lampu listrik. Sebagian besar nelayan beranggapan bahwa
semakin besar intensitas cahaya yang digunakan maka akan memperbanyak hasil
tangkapannya. Tidak jarang nelayan menggunakan lampu yang relatif banyak jumlahnya
dengan intensitas yang tinggi dalam operasi penangkapannya. Anggapan tersebut tidak
benar, karena masing-masing ikan mempunyai respon terhadap besarnya intensitas
cahaya yang berbeda-beda. Studi terhadap besarnya nilai intensitas cahaya yang mampu
menarik ikan pada setiap jenis ikan perlu dilakukan. Hal ini penting, selain agar ikan target
tepat berada dalam area penangkapan, juga untuk menghindari pengurasan ikan
tangkapan dan pemborosan biaya penangkapan. Sebab tidak jarang, dalam operasi
penangkapan ikan dengan alat bantu cahaya ini ikan-ikan yang belum layak ditangkap
(belum memijah) atau bahkan masih juvenile ikut tertangkap sebagai hasil tangkapan ikan
sampingan. Bila ini dilakukan terus-menerus, maka kerusakan sumberdaya ikan tinggal
menunggu waktunya.

14
Oleh karena itu, banyak sekali kajian-kajian yang telah dilakukan selalu
merekomendasikan untuk penghapusan alat tangkap yang menggunakan alat bantu ini.
Hal ini disebabkan tingginya tingkat ketidakselektifan alat tangkap yang menggunakan
lampu dalam operasi penangkapan ikan. Merupakan pekerjaan besar bagi perekayasa
alat penangkapan ikan ke depan untuk membuat alat tangkap yang mampu menseleksi
hasil tangkapannya sehingga mengurangi hasil tangkapan sampingan.

a. Dasar Teori
1. Cahaya digunakan untuk menarik dan mengkonsentrasikan kawanan ikan pada
catchable area yang selanjutnya dengan alat tertentu dilakukan penangkapan.
2. Berdasarkan fungsinya lampu dapat dibedakan atas dua jenis yaitu, lampu penarik ikan
dan lampu yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan-ikan yang telah tertarik
pada cahaya lampu.
3. Cahaya yang dapat diterima dalam penangkapan memiliki panjang gelombang pada
interval 400-750 mµ (Mitsugi,1974, Nikonorov,1975)
4. Cahaya biru dapat menembus jauh ke dalam perairan daripada warna lainnya hal ini
disebabkan karena cahaya biru sangat sedikit diabsorbsi oleh air sehingga
penetrasinya ke dalam perairan sangat tinggi. Sehingga dalam penerapannya cahaya
biru dapat digunakan untuk menarik ikan dari jarak yang jauh baik secara vertikal
maupun horisontal.
5. Untuk mengkonsentrasikan ikan ke Catchable area digunakan warna merah atau
kuning karena daya tembusnya rendah.
6. Ben-Yami (1976) mengemukakan bahwa cahaya biru dan hijau paling dalam
menembus lapisan air, sementara cahaya merah dan ungu akan terabsorbsi oleh air
hanya beberapa meter (2-3 m) setelah menembus permukaan laut.
7. Kuroki vide Gunarso,(1985) warna cahaya yang paling efektif untuk mengumpulkan ikan
adalah cahaya biru dan orange.

Untuk tujuan menarik ikan dalam luasan yang seluas-luasnya, nelayan biasanya
menyalakan lampu yang bercahaya biru pada awal operasi penanggkapannya. Hal ini
disebabkan cahaya biru mempunyai panjang gelombang paling pendek dan daya tembus
ke dalam perairan relatif paling jauh dibandingkan warna cahaya tampak lainnya,

15
sehingga baik secara vertikal maupun horizontal cahaya tersebut mampu mengkover
luasan yang relatif luas dibandingkan sumber cahaya tampak lainnya.

Setelah ikan tertarik mendekati cahaya, ikan-ikan tersebut kemudian dikumpulkan


sampai pada jarak jangkauan alat tangkap (catchability area) dengan menggunakan
cahaya yang relatif rendah frekuensinya, secara bertahap. Cahaya merah digunakan pada
tahap akhir penangkapan ikan. Berkebalikan dengan cahaya biru, cahaya merah yang
mempunyai panjang gelombang yang relatif panjang diantara cahaya tampak, mempunyai
daya jelajah yang relatif terbatas. Sehingga, ikan-ikan yang awalnya berada jauh dari
sumber cahaya (kapal), dengan berubahnya warna sumber cahaya, ikut mendekat ke arah
sumber cahaya sesuai dengan daya tembus cahaya merah. Setelah ikan terkumpul di
dekat kapal (area penangkapan alat tangkap), baru kemudian alat tangkap yang sifatnya
mengurung gerombolan ikan seperti purse seine, serok atau lift nets dioperasikan dan
mengurung gerakan ikan. Dengan dibatasinya gerakan ikan tersebut, maka operasi
penangkapan ikan akan lebih mudah dan nilai keberhasilannya lebih tinggi.

2.7 Jenis Lampu

Cahaya merangsang dan menarik ikan (fototaxis positif), sifat fototaxis ini dapat
berubah – ubah tergantung kepada tingkat hidup dan kedewasaan jenis ikan itu sendiri.
Ikan tertarik oleh cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan melalui otak (pineal
region pada otak). Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya disebut phototaxis. Dengan
demikian, ikan yang tertarik oleh cahaya hanyalah ikan-ikan fhototaxis, yang umumnya
adalah ikan-ikan pelagis.

Ada beberapa alasan mengapa ikan tertarik oleh cahaya, antara lain adalah
penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima cahaya.
Dengan demikian, kemampuan ikan untuk tertarik pada suatu sumber cahaya sangat
berbeda-beda. Ada ikan yang sangat senang pada intensitas cahaya yang rendah, tetapi
ada pula ikan yang senang terhadap intensitas cahaya yang tinggi.

Tingkah laku ikan di bawah sumber cahaya lampu, adalah tidak normal karena ikan
tidak dapat meninggalkan sumber cahaya lampu, bahkan kadang – kadang terdapat

16
keganjilan, misalnya ada beberapa tingkah laku ikan yang terlihat mendekati sumber
cahaya, kemudian berenang cepat sekali sambil berputar – putar mengelilingi sumber
cahaya, sesudah itu berlompatan ke atas permukaan.

Dengan diketahui sifat fototaxis, maka biasanya penangkapan ikan akan lebih
efektif di lakukan sebelum tengah malam, hal ini disebabkan adanya memanjang dan
memendekannya sel – sel kerucut retina mata ikan. Jenis – jenis ikan yang mudah ditarik
dan dikumpulkan dengan cahaya lampu antara lain : Ikan Lemuru (Sardinella longiceps),
Ikan Layang (Decapterus russeli), Ikan Kembung (Rastrelliger, sp), Cumi – cumi (Loligo
sp) dan ikan lainnya.

Pada waktu bulan purnama tingkat keberhasilan penangkapan ikan dengan


menggunakan cahaya lampu biasanya rendah. Hal ini karena cahaya terbagi rata, padahal
penangkapan ikan dengan lampu diperlukan keadaan gelap guna menarik ikan – ikan ke
titik yang terang. ikan – ikan pelagis hanya berkumpul pada suatu titik cahaya selama 1 –
2 jam setelah itu ikan akan menyebar menjauhi cahaya. Hal ini disebabkan karena ikan –
ikan sudah kenyang atau juga adanya pemangsa (predator) yang berputar – putar
mengililingi cahaya lampu serta berlompatan ke permukaan perairan.

Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan


kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap,
seperti purse seine. Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor),
petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha
penangkapan sebagian dari perikanan industri).

2.8 Alat Tangkap

Ada beberapa alat tangkap yang menggunakan cahaya dalam pengoperasiannya


yaitu sebagai berikut :

2.8.1 Squid Jigging (Pancing Cumi)


Pancing cumi-cumi adalah pancing yang mempunyai bentuk atau kontruksi yang
khusus yang berlainan dengan bentuk-bentuk pancing lainnya. Bentuk pancing cumi-cumi

17
ini seperti cakar keliling dan bertingkat-tingkat. Pada bagian atas pancing dan demikian
juga di bagian bawahnya di beri lubang (mata) yang gunanya untuk mengikatkan tali
pancing. Pancing cumi-cumi ini diikat secara berantai dalam satu utas tali yang di
hubungkan melalui lubang bagian atas dan bawah pancing. Jadi tidak membuat cabang-
cabang seperti pada pancing tangan. Dengan demikian maka pada satu utas tali akan
terdapat atau dipasang kadang-kadang sampai berpuluh-puluh pancing. Pancing cumi-
cumi ini biasanya digulung pada suatu gelokatau gulungan yang di pasang pada pinggir
lambung kapal dan di depannya di beri kawat anyaman yang di beri bingkai dari besi atau
pipa dan berada pada bagian sisi luar kapal yang berfungsi sebagai penampung atau
penadah cumi-cumi bila ada yang terlepas dari pancing. Pada tepi bingkai anyaman kawat
bagian luar do beri roda atau gelok yang fungsinya sebagi alur jalannya pancing baik pada
waktu menurunkan maupun pada waktu menarik ke atas kapal sehingga pancing tidak
tersangkut-sangkut.

2.8.2 Bagan
Bagan adalah salah satu jenis alat tangkap yang digunakan nelayan di tanah air
untuk menangkap ikan pelagis kecil, pertama kali diperkenalkan oleh nsingkat alat
tangkap tersebut telah dikenal di seluruh Indonesia. Bagan dalam perkembangannya telah
banyak mengalami perubahan baik bentuk maupun ukuran yang dimodofikasi sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan daerah penangkapannya. Berdasarkan cara
pengoperasiannya bagan dikelompokkan dalam jaring angkat (lift net), namun karena
menggunakan cahaya lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light fishing
(Baskoro dan Suherman, 2007).

Menurut Baskoro dan Suherman (2007), bagan dapat diklasifisikan menjadi dua,
yaitu bagan tancap dan bagan apung. Bagan tancap merupakan bagan yang dipasang
dengan jalan menancapkan rangka badan kedalam perairan sehingga posisi bagan
tancap hanya dapat sekali ditanam dan tidak dapat dipindah-pindah selama musim
penangkapan. Operasi penangkapan bagan tancap dilakukan pada malam hari. Sebagian
besar menggunakan cahaya yang berasal dari petromaks, walaupun ada juga yang
menggunakan lampu listirk.

18
2.8.3 Purse Seine
Purse Seine disebut juga “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan
cincin untuk mana “tali cincin” atau “tali kerut” di lalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali
kerut / tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan
adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap
akhir penangkapan.
Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu
gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan
demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil
ruang lingkup gerak ikan. Ikan-ikan tidak dapat melarikan diri dan akhirnya tertangkap.
Fungsi mata jaring dan jaring adalah sebagai dinding penghadang, dan bukan sebagai
pengerat ikan.
Fungsi lampu untuk penangkapan adalah untuk mengumpulkan kawanan ikan
kemudian dilakukan operasi penangkapan dengan menggunakan berbagai alat tangkap,
seperti purse seine.Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor),
petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha
penangkapan sebagian dari perikanan industri).
Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan
sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk
ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar / cahaya (phototaxis
positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan
berkumpul disekitarnya

19
3 KESIMPULAN

Ketertarikan ikan berbeda-beda terhadap cahaya. Ikan-ikan yang pola


kedatangannya tidak langsung masuk ke dalam sumber cahaya diindikasikan mendatangi
cahaya karena ingin mencari makan. Ikan memiliki respon cahaya yang berbeda-beda ada
jenis ikan tertentu yang menyukai cahaya atau fototaksis positif dan ada juga ikan yang
tidak menyukai cahaya (fototaksis negatif). Warna lampu sangat berpengaruh terhadap
banyaknya ikan yang terkumpul, karena masing-masing ikan mempunyai respon terhadap
besarnya intensitas cahaya yang berbeda-beda. Dalam aplikasinya di penangkapan ikan
faktor cahaya berfungsi untuk mengumpulkan ikan untuk memudahkan penangkapan.
Ikan-ikan yang termasuk dengan fototaksis positif adalah seperti Ikan Lemuru (Sardinella
longiceps), Ikan Layang (Decapterus russeli), Ikan Kembung (Rastrelliger, sp), Cumi –
cumi (Loligo sp) dan ikan lainnya

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Saleh. 2010. Pengaruh Konsentrasi Larutan, Temperatur dan Waktu


Pemasakan pada Pembuatan Pulp Berbahan Baku Daun Nanas dengan Proses
Soda, Jurusan teknik Kimia Universitas Sriwijaya, Sumatera.

Ayodhyoa,A. U.1981.Metode Penangkapan Ikan. Yayasan Dewi Sri: Bogor. 97 hal.

Baskoro, M.S dan Suherman, A. 2007. Teknologi Penangkapan Ikan Dengan Cahaya.
UNDIP. Semarang. 176 hal.

Ben-Yami, M. 1976. Fishing With Light. Published by Arrangement With The Agriculture
Organisation of The United Nation by Fishing News Books Ltd. Farnham, Surrey, England.
p.121

Fishbase. https://pintarsains.blogspot.co.id/2014/06/klasifikasi-ikan-lemuru-sardinella-
sp.html Diakses pada 17 Desember 2017

Fridman, A.L. 1969. Theory And Design Of Commercial Fishing Gear. Israel Program For
Scientific Translation. Jerusalem.

Gunarso, W. 1985.Tingkah Laku Ikan dalam Hubungannya dengan Alat, Metode dan
Taktik Penangkapan.Buku Ajar Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas
Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Laevastu, T. dan Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishering


News Book. New York

Laevastu, T and I. Hela, 1970. Fisheries Oceanogarphy. Fishing News Books Ltd, London.
236 p

21
Mitsugi, S. 1974. Fish Lamps. Japanese Fishing Gear and Methods Textbook for Marine
Fisheries Research Course. Japan.

Rosyidah, I. N., A. Farid dan W. A. Nugraha. 2011. Efektivitas Alat Tangkap Mini Purse
Seine Menggunakan Sumber Cahaya Berbeda Terhadap Hasil Tangkap Ikan Kembung
(Rastrelliger sp), Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 3(1): 41-45

Sulaiman M. 2006. Pendekatan Akustik dalam Studi Tingkah Laku Ikan pada Proses
Penangkapan dengan Alat Bantu Cahaya (Tesis). Bogor: Sekolah Pasca Sarjana,
Institut Pertanian Bogor.

Sudirman dan Mallawa.2004. Teknik Penangkapan Ikan. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Wulangi, K.S.1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. DepDikBud. Jakarta

Yoshizawa, K and S. Nogami.2011. The First Report of Phototaxis of Fish Ectroparasite.


Argulus Japonicus. Research in Veterinary Science. 85: 128-130

http://hedrianakpuosu.blogspot.co.id/2014/07/fisiologi-penglihatan-dan-tingkah-
laku_23.html Diakses pada 17 Desember 2017

http://ronnyunsa.blogspot.co.id/2013/01/lampu-sebagai-alat-bantu-penangkapan_17.html
Diakses pada 17 Desember 2017

https://fiqrin.wordpress.com/artikel-tentang-ikan/pancing-cumi-cumi/ Diakses pada 17


Desember 2017

22

Anda mungkin juga menyukai