Anda di halaman 1dari 9

Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

MANAJEMEN RESIKO BENCANA


MELALUI KERJASAMA ANTAR DAERAH
(STUDI TENTANG MANAJEMEN RESIKO
BENCANA GUNUNG SLAMET)
Agus Setio Widodo, S.IP. M.Si
dan Jaka Waskita, S.E., M.Si

Abstract

Simple observation of events for the disaster in Indonesia is almost always


showed the same picture is a condition in which reactive attitude and spontaneous,
unplanned as shown by society and government. There is a general tendency that
people do not know how to act or addressing disaster.
Various indications of weakness in the area of disaster proof (evidence) is not
optimal management of disasters in Indonesia. When considered from a variety of weak
cases penggelolaan disaster in Indonesia, it can be said that Indonesia is still not ready
to face the events of large and medium scale disasters.
Key issues formulated in this article are as: Why is necessary inter-regional
cooperation Mount Slamet disaster management?

Keywords: inter-regional cooperation, Mount Slamet, disasterrisk management

LATAR BELAKANG gambaran yang sama yakni suatu kondisi


sikap reaktif dan spontan yang seolah tak
Secara geografis, posisi Indonesia
terencana yang diperlihatkan oleh
sangat rentan terhadap dampak letusan
masyarakat maupun pemerintah. Ada
gunung berapi dan gempa bumi. Ber-
sebuah kecenderungan umum dimana
dasarkan sejarah kebencanaan, diketahui
masyarakat tidak tahu bagaimana harus
hampir semua bencana alam besar yang
bertindak atau menyikapi bencana.
pernah terjadi di dunia, sebagian di
Rekapitulasi Data Kejadian Ben-
antaranya terjadi di Indonesia (Kusuma-
cana antara antara tahun 2014 sampai
sari, 2013: 75). Bencana alam yang
dengan tahun 2015 menunjukkan
terjadi di Indonesia pada umumnya telah
kecenderungan penurunan. BNPB
menimbulkan korban jiwa maupun
(Badan Nasional Penanggulangan
materi yang tidak sedikit.
Bencana) merilis data statistik tentang
Pengamatan sederhana terhadap
kejadian bencana di Indonesia.
berbagai kejadian bencana yang ada di
Indonesia hampir selalu menampakkan

Tabel 1.1. Statistik Bencana di Indonesia sepanjang tahun 2014 dan 2015
No Data Kebencanaan Tahun 2014 Tahun 2015
1 Jumlah Kejadian (kejadian) 1.967 1.582
2 Korban meninggal dan hilang (jiwa) 568 240
3 Korban Menderita dan Mengungsi (jiwa) 2.680.133 1.180.000
4 Kerusakan Pemukiman (unit) 51.577 24.365
Sumber: BNPB (2015) dan Republika Online (2015)

57
Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

Khusus bencana letusan (erupsi) lapping bantuan. Kecenderungan yang


gunung berapi, selama tahun 2014 terjadi saat ini antar lembaga pemerintah
Indonesia diguncang sejumlah letusan seringkali memberi jenis bantuan yang
gunung berapi yang menelan puluhan sama, sementara jenis bantuan lain yang
korban jiwa dan menyengsarakan lebih dibutuhkan justru kerap terabaikan.
ratusan ribu warga. BNPB (2014) Akibatnya di lapangan terjadi over-
mencatat sepanjang tahun 2014 telah lapping bantuan. Keadaan seperti ini
terjadi 5 kejadian bencana erupsi gunung terjadi misalnya dalam kasus penangan-
api di Indonesia, yaitu Erupsi Gunung an bencana Tusnami Aceh pada tahun
Sinabung (13‐9‐2013 hingga sekarang), 2006. Ketika itu dalam program rekons-
Gunung Kelud (13‐2‐2014), Gunung truksi rumah untuk korban bencana, ada
Sangeangapi (30‐5‐2014), Gunung satu orang yang mendapat 2 rumah, ada
Slamet (13‐9‐2014), dan Gunung satu orang lain lagi mendapat 3 rumah
Gamalama (18‐12‐2014). Total 24 orang namun di pihak lain justru ada satu
tewas, 128.167 jiwa mengungsi, dan rumah ditinggali oleh 3 KK (kepala
17.833 rumah rusak (BNPB, 2014). keluarga) (Mardhatillah, 2006). Padahal
Adapun untuk tahun 2015 belum ada masyarakat Aceh saat itu juga mem-
catatan tentang kejadian erupsi gunung butuhkan bantuan lain berupa obat-
api di Indonesia yang menimbulkan obatan, modal usaha dan lain sebagai-
korban. Di pihak lain justru bencana nya.
Longsor menjadi bencana paling Kedua; Lemahnya koordinasi
mematikan hingga menyebabkan 147 antara BNPB (Badan Nasional Penang-
orang tewas (BNPB, 2015). Betapa gulangan Bencana) dengan Badan
besarnya dampak bencana alam di Penanggulangan Bencana Daerah
Indonesia telah menciptakan “ruang (BPBD). BPBD secara kelembagaan
terbuka” untuk sebuah kajian keben- berada di bawah kepala daerah, sedang-
canaan dalam rangka mengurangi kan peran BNPB hanya sebatas
dampak atau resiko bencana. pembinaan teknik. Dalam hal ini pernah
Apapun bentuknya, bencana selalu ada kasus beberapa BPBD yang menolak
membawa derita, menimbulkan korban campur tangan BNPB dalam penang-
harta dan nyawa, menghancurkan gulangan bencana di daerahnya (BNPB,
tatanan sosioekonomi, membentuk 2015).
pribadi-pribadi yang traumatis dan Ketiga; Kurangnya kerjasama atau
banyak hal lain yang mengindikasikan koordinasi antar kepala daerah dalam
kerentanan diri sebagai sebuah bangsa. pengelolaan bencana. Padahal bencana
Seringnya situasi bencana melanda alam bisa saja terjadi di lokasi yang
kondisi masyarakat, menjadikannya merupakan perbatasan dari banyak
sebagai common and public problem wilayah administratif, seperti misalnya
yang menuntut kehadiran tindakan pada kasus naiknya status aktif Gunung
intervensi kolektif sebagaimana menjadi Slamet hingga level siaga III pada akhir
domain administrasi publik. Desember 2014. Pada kasus tersebut
Sejauh ini pengelolaan bencana di ternyata para bupati dari Kabupaten
Indonesia masih cenderung reaktif dan Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabu-
belum terkoordinasi dengan baik. Ada paten Tegal, dan Kabupaten Pemalang
beberapa kasus yang menjadi indikasi yang wilayahnya termasuk dalam
lemahnya pengelolaan bencana di kawasan rawan bencana Gunung Slamet
Indonesia. Pertama; Adanya over- tidak memiliki koordinasi yang baik

63
Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

dalam pengelolaan resiko bencana. Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2007


(Okezone, Rabu, 21 Januari 2015). tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan
Belum adanya kerjasama dan koordinasi Prasarana Penannggulangan Bencana
antar daerah ini menjadi “pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan kemam-
rumah” yang harus segera diselesaikan puan dan jenis bencana yang terjadi di
sebelum datangnya erupsi Gunung daerah masing-masing, sehingga pada
Slamet yang sesungguhnya. saat diperlukan sarana dan prasaran
Keempat; Kurangnya alokasi dana tersebut dapat dioperasionalkan.
untuk pencegahan dan penanggulangan Kenyataannya sarana dan prasana
bencana. Padahal Indonesia merupakan yang disediakan oleh Pemerintah
negara yang rawan terhadap bencana maupun pemerintah daerah masih
alam. Akan tetapi pemerintah seolah- terbatas sehingga perlu bagi Gubernur/
olah tidak serius dalam upaya penang- Bupati/Walikota untuk mempertimbang-
gulangan bencana, terlihat dari alokasi kan mekanisme kerjasama antar daerah
anggaran bencana yang minim dalam sebagai upaya peningkatan sarana dan
APBN maupun APBD. Idealnya prasarana penanggulangan bencana.
anggaran bencana adalah 1 persen dari Pemerintah daerah perlu memiliki
total APBN atau APBD (BNPB, 2014). inisiatif untuk melakukan identifikasi
Namun selama ini anggaran bencana potensi kerjasama antar daerah terkait
hanya 0,02-0,03 persen dari total APBN dengan penanggulangan bencana mulai
atau APBD per tahun dari tahap pra bencana: meliputi
(cnnindonesia.com, 15/12/2014). kesiapsiagaan, peringatan dini, mitigasi
Dengan persentase anggaran seperti itu, bencana, tahap tanggap darurat; meliputi
sulit bagi Indonesia menangani bencana pengerahan sumber daya peralatan untuk
yang kerap terjadi. penyelamatan korban, evakuasii, penye-
Berbagai indikasi lemahnya diaan air bersih, penampungan semen-
penanganan bencana ini menjadi bukti tara, tahap pasca bencana meliputi
(evidence) belum optimalnya penge- rehabilitasi dan rekonstruksi (Surat
lolaan bencana di Indonesia. Apabila Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor
diperhatikan dari berbagai kasus lemah- 360/1510/SJ tahun 2014). Kebijakan
nya penggelolaan bencana di Indonesia, pemerintah tersebut memberikan makna
maka dapat dikatakan bahwa Indonesia betapa cakupan potensi kerjasama antar
masih belum siap menghadapi kejadian- daerah dalam penanggulangan bencana
kejadian bencana berskala besar maupun itu begitu kompleks. Aspek-aspek
menengah. kesiapsiagaan, peringatan dini, mitigasi
Berkaitan dengan kebijakan bencana, pengerahan sumber daya,
penanganan bencana, melalui Surat evakuasi, penyediaan air bersih, penam-
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor pungan sementara, rehabilitasi dan
360/1510/SJ tentang Kerjasama Penge- rekonstruksi menjadi dimensi-dimensi
lolaan Sarana dan Prasarana Penang- penting yang perlu dimodelkan sebaik
gulangan Bencana tanggal 21 Maret mungkin.
2014, Gubernur/Bupati/Walikota diminta Ada beberapa regulasi yang dapat
untuk tetap melakukan upaya pening- dijadikan acuan untuk merintis model
katan sarana dan prasarana penang- kerjasama antar daerah dalam penang-
gulangan bencana dalam upaya gulangan bencana. Melalui Surat Edaran
kesiapsiagaan maupun dalam upaya Menteri Dalam Negeri Nomor 360/1510/
percepatan penanganan bencana di SJ tahun 2014 itu Menteri Dalam Negeri
daerah sesuai dengan Peraturan Menteri menghendaki agar Gubernur/Bupati/

59
PERMANA – Vol. VI No. 1 Agustus 2014

walikota tetap mengacu kepada pera- 6. Kurangnya koordinasi antara


turan-peraturan terkait dengan kerjasama BPBD Propinsi dengan BPBD
antar daerah antara lain Peraturan Peme- kabupaten/kota.
rintah Nomor 50 tahun 2007 tentang 7. Terbatasnya jumlah sumber daya
Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama manusia (SDM) yang kompeten
Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri di bidang kebencanaan.
Nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Berdasarkan identifikasi masalah
Teknis Tata Cara Pelaksanaan Kerja- sebagaimana disebutkan dimuka, maka
sama Daerah dan Peraturan Menteri permasalahan pokok yang dirumuskan
Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2007 kedalam artikel ini adalah sebagai:
tentang Pedoman Penyiapan Sarana dan Mengapa diperlukan kerjasama antar
Prasarana Dalam Penanggulangan daerah manajemen bencana Gunung
Bencana. Slamet?
Dalam kerangka penanggulangan
bencana, sejauh ini pemerintah tetap LANDASAN TEORIari
melakukan inventarisasi penyediaan dan
kesiapan sarana dan prasana yang Salah satu kunci penting bagi
dimiliki sesuai dengan Surat Edaran manajemen bencana yang efektif adalah
Menteri Dalam Negeri Nomor 360/164/ adanya kerjasama antar daerah. Apabila
SJ tanggal 20 Januari tahun 2010 tentang ditilik dari sejarahnya, hubungan antar
Penyampaian Laporan Kondisi Sarana pemerintahan merupakan sebuah studi
dan Prasarana Bidang Kebencanaan di dari negara-negara maju yang berawal
daerah. dari tahun 1980-an di Inggris dan
Amerika Serikat. Hubungan antar peme-
PERMASALAHAN rintahan menekankan pada hubungan
pusat dan daerah, bagaimana hubungan
Berbagai masalah yang dapat di- tersebut untuk pekembangan dan
identifikasi dalam pengelolaan mana-
penyelesaian masalah suatu negara atau
jemen bencana Gunung Slamet, diantara- suatu daerah. Menurut Rhodes (1991)
nya yaitu: dalam Stoker (1995: 101) “the study of
1. Rendahnya koordinasi dan kerja- Intergovernmental relations can
sama antar daerah dalam mana- justifiably claim to be in the theoretical
jemen bencana gunung Slamet. vanguard of discipline drawing as it
2. Belum adanya “payung” kebijak- does on insights from all but one of the
an yang secara khusus mengatur various theoretical currents in public
tentang kerjasama antar daerah administration”. Hal ini berarti bahwa
dalam manajemen bencana. kajian tentang kerjasama antar peme-
3. Adanya ketidaksamaan kondisi rintahan memiliki basis teoritis yang
kerentanan masing-masing daerah cukup jelas dalam administrasi publik.
dalam menghadapi bencana Remses dan Bowo (2007) dalam
4. Tidak jelasnya posisi anggaran Domai (2010: 30), memberikan
penanggulangan bencana apabila penekanan bahwa kerja sama antar
dijalin melalui mekanisme kerja- pemerintahan daerah otonom adalah
sama antar daerah.. kebijakan yang penting karena alasan
5. Rendahnya komitmen dan tingkat sebagai berikut: Pelaksanaan urusan-
dukungan politik bagi upaya urusan yang bersifat lintas daerah
manajemen bencana. otonom yang terkait dengan pelayanan
masyarakat dapat efektif dan efisien jika

60
Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

dilaksanankan bersama secara sinergi hubungan dan keterikatan daerah yang


antardaerah otonom. Aspek-aspek satu dengan daerah yang lain dalam
pelayanan masyarakat tertentu menjadi kerangka Negara Kesatuan Republik
optimal jika dilaksanakan secara terpadu Indonesia, menyerasikan pembangunan
oleh daerah yang berbatasan. daerah, mensinergikan potensi antar-
Terminologi “kerjasama” itu daerah dan/atau dengan pihak ketiga
sendiri menurut Flo Frank dan Anne serta meningkatkan pertukaran penge-
Smith (2000) dapat didefinisikan sebagai tahuan, teknologi dan kapasitas fiskal.
, “suatu hubungan dua pihak atau lebih Melalui kerja sama daerah diharapkan
yang mempunyai tujuan bersama, yang dapat mengurangi kesenjangan daerah
berjanji untuk melakukan sesuatu dalam penyediaan pelayanan umum
bersama-sama.” Kerjasama adalah khususnya yang ada di wilayah terpencil,
tentang orang-orang yang bekerja perbatasan antardaerah dan daerah
bersama-sama dalam suatu hubungan tertinggal.
yang menguntungkan, selalu mengerja- Legalitas kerjasama antar daerah
kan sesuatu hal bersama-sama yang secara formal diatur dalam Undang-
mungkin tidak dapat dicapai sendirian. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Dalam acuan Intergovernmental Pemerintahan Daerah pasal 87 ayat (1)
Cooperation (dalam Kurtz, 2002), yang menyatakan bahwa beberapa
kerjasama antar pemerintahan didefinisi- daerah dapat mengadakan kerja sama
kan sebagai, “suatu susunan antara dua antar daerah yang diatur dengan keputus-
pemerintah atau lebih untuk mencapai an bersama, (2) daerah dapat membentuk
tujuan-tujuan bersama, penyediaan suatu badan kerja sama antardaerah, (3) daerah
pelayanan atau memecahkan masalah dapat mengadakan kerja sama dengan
satu sama lain secara bersama”. Adapun badan lain yang diatur dengan keputusan
Definisi formal tentang kerjasama antar besama, (4) keputusan besama dan/atau
daerah sebagaimana disebutkan dalam badan kerja-sama sebagaimana yang
Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2007 dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat
tentang Tata Cara pelaksanaan (3), ayat (4) yang membebani masyara-
Kerjasama Daerah pada Bab I Pasal 1 kat dan daerah harus mendapatkan
adalah kesepakatan antara gubernur persetujuan DPRD.
dengan gubernur atau gubernur dengan Kerjasama antar daerah dimaksud-
bupati/wali kota atau antara bupati/wali kan untuk meningkatkan kesejahteraan
kota dengan bupati/wali kota yang lain, dan sumber pendapatan asli daerah. Oleh
dan atau gubernur, bupati/wali kota karena itu, kerja sama antar daerah yang
dengan pihak ketiga, yang dibuat secara membebani Anggaran Pendapatan dan
tertulis serta menimbulkan hak dan Belanja Negara dan masyarakat harus
kewajiban. Dari kedua definisi yang mendapat persetujuan dari Dewan
telah dikemukakan, maka dapat dapat Perwakilan Rakyat Daerah.
disimpulkan bahwa Kerjasama Antar Ada 3 point penting dalam konsep
Daerah adalah, “suatu tindakan, kegiatan kerjasama, yaitu, pertama adanya pihak
atau usaha yang dilakukan bersama- ketiga, baik itu Departemen/Lembaga
sama oleh dua atau lebih daerah otonom, Pemerintah Non Departemen atau
yang dilakukan dalam rangka mencapai sebutan lain, perusahaan swasta yang
tujuan bersama untuk mengatur dan berbadan hukum, Badan Usaha Milik
mengurus kepentingan masyarakatnya.” Negara, Badan Usaha Milik Daerah,
Kerjasama antar daerah merupakan Koperasi, Yayasan, dan lembaga di
sarana untuk lebih memantapkan

61
PERMANA – Vol. VI No. 1 Agustus 2014

dalam negeri lainnya yang berbadan sangat penting. Gunung Slamet dengan
hukum. ketinggian 3.428 meter di atas per-
Kedua, adanya badan kerja sama mukaan laut (dpl) merupakan gunung
yaitu suatu forum untuk melaksanakan tertinggi di Jawa Tengah serta tertinggi
kerjasama yang keanggotaannya me- kedua di Pulau Jawa. Gunung ini
rupakan wakil yang ditunjuk dari daerah termasuk ke dalam wilayah Kabupaten
yang melakukan kerja sama. Ketiga, Brebes, Banyumas, Purbalingga, Kabu-
adanya Surat Kuasa, yaituh naskah dinas paten Tegal, dan Kabupaten Pemalang,
yang dikeluarkan oleh kepala daerah Provinsi Jawa Tengah,
sebagai alat pemberitahuan dan tanda Berdasarkan evaluasi dari Badan
bukti yang berisi pemberian mandat atas Geologi Nasional pada tanggal 5 Januari
wewenang dari kepala daerah kepada 2015 Gunung Slamet berada pada Status
pejabat yang diberi kuasa untuk Waspada (Badan Geologi, 2015).
bertindak atas nama kepala daerah untuk Sebelumnya sampai dengan 12 Sep-
menerima naskah kerja sama daerah, tember 2014 status gunung Slamet masih
menyatakan persetujuan pemerintah berada pada status siaga level III.
daerah untuk mengikatkan diri pada Gunung Slamet yang merupakan gunung
kerjasama daerah, dan/atau menyelesai- api tipe A pernah mengalami letusan
kan hal-hal lain yang diperlukan dalam hebat pada 1988, yang ditandai dengan
pembuatan kerja sama daerah. keluarnya abu vulkanik dan lava pijar
Bila mengacu pada PP No.50/ dari kawah gunung. Aktivitas vulkanik
2007, maka ada 11 prinsip kerjasama gunung ini memang tidak menentu,
daerah yang harus dipatuhi, yaitu: terkadang dalam setahun bisa beberapa
1). Efisiensi, 2). Efektivitas 3) sinergi kali menggeliat, namun dalam waktu
4) saling menguntungkan; 5) kesepakat- lama seperti “tertidur”. Daur erupsi
an bersama; 6) itikad baik; 7) meng- gunungapi Slamet tidak menentu dengan
utamakan kepentingan nasional dan masa istirahat terpendek satu tahun,
keutuhan wilayah Negara Kesatuan sedangkan masa istirahat terpanjang 53
Republik Indonesia; 8) persamaan tahun.
kedudukan; 9) transparansi 10) keadilan; Data pada pos pengamatan
dan 11) kepastian hukum. Gunung Slamet di Desa Gambuhan
Mengingat sulitnya mengkoor- Kabupaten Pemalang (2015) menyebut-
dinasikan pemerintah daerah-pemerintah kan setidaknya terdapat 2 (dua) macam
daerah dalam semua aspek kepemerin- potensi ancaman bencana kegunung-
tahan, akan lebih efektif apabila isu/ apian yang dihadapi oleh masyarakat
bidang yang ditangani dalam kerjasama sekitar gunung Slamet, yaitu ancaman
itu terfokus pada satu isu/bidang saja primer dan ancaman sekunder. Potensi
atau beberapa bidang prioritas. Perluasan ancaman primer merupakan letusan
lingkup kerjasama dapat dilakukan gunung api tipe stromboli yang men-
kemudian, tergantung pada kondisi/ capai radius 10 kilometer dari puncak
komitmen dari masing-masing peme- berupa material batuan kerikil dan awan
rintah daerah dan tanggapan dari panas. Adapun potensi ancaman
masyarakat. sekunder yaitu ancaman hujan abu yang
menyelimuti radius puluhan kilometer
PEMBAHASAN: KASUS GUNUNG dari puncak dan turunnya lahar dingin
SLAMET DI JAWA TENGAH pasca letusan pada sungai-sungai yang
berhulu di lereng Gunung Slamet.
Kesiapsiagaan daerah dalam
menghadapi bencana alam menjadi

62
Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

Dalam sebuah kajian tentang Manajemen resiko (bencana)


resiko bencana, McEntire, David A dan merupakan hal integral yang menyatu
Gregg Dawson (2007:58) pernah dengan kegiatan para aktor administrasi
mengatakan : publik. Instrumen perencanan dan
’ Bye its very nature, emergency kebijakan-kebijakan sektoral maupun
management requires the integration of territorial hendaknya berpadu pada
policies, program, and operations, secara simultan melalui koordinasi yang
among a variety of individuals and mencukupi dan selaras.
entities. In the one hand, participation of Dalam konteks Indonesia sendiri
diverse actors ensure access to kebijakan desentralisasi dan Otonomi
significant knowledge, resources and Daerah yang efektif dilaksanakan sejak
skills. On the ather hand, this diversity tahun 2001, telah meningkatkan
may complicate or even hinder kesempatan bagi Pemerintah Daerah
mitigations, preparedness, response and untuk memberikan alternatif pemecahan-
recovery effort.” pemecahan inovatif dalam menghadapi
Mc Entire et.al menilai bahwa tantangan-tantangan yang dihadapinya.
pengelolaan bencana membutuhkan Dalam penanganan bencana di
keterpaduan kebijakan, program dan Provinsi Jawa Tengah telah ada
pelaksanaan yang melibatkan banyak pembagian wilayah. Pembagian wilayah
individu maupun kelompok. Pada satu kerja semacam ini diasumsikan akan
sisi keterlibatan aktor dibutuhkan untuk membantu dalam pengerahan sumber
menjamin akses terhadap sumber daya, daya untuk penanggulangan bencana.
skill maupun pengetahuan. Namun pada
sisi yang lain keterlibatan berbagai aktor
dengan aneka latar belakang ini justru
dapat mempersulit upaya mitigasi,
kesiapsiagaan, repson maupun upaya
pemulihan pasca bencana.
Senada dengan pendapat Mc,
Entire et.al, Delores N. Kory (1998)
melalui kajiannya yang berjudul
Coordinating Intergovernmental
Policies on Emergency Management in a
Multi-Centered Metropolis menyimpul-
kan bahwa manajemen bencana
memerlukan koordinasi yang baik antara
Gambar 2.2 Pembagian Wilayah Kerja
organisasi publik dan organisasi privat di
Penanganan Bencana
semua level pemerintahan. Keadaan ini
Sumber: BPBD Provinsi Jawa Tengah,
menjadi tantangan bagi semua aparatur,
2015
bukan hanya berkaitan dengan siapa
yang memiliki kewenangan memberi
Sesuai dengan pembagian wilayah
komando tetapi berkaitan juga dengan
penanganan kerja di atas maka keberada-
bagaimana keputusan dibuat serta serta
an kerjasama antar daerah dalam
bagaimana efektifitasnya. Hasil peneli-
pengelolaan manajemen bencana
tian ini menekankan pada aspek
Gunung Slamet termasuk dalam wilayah
koordinasi sebagai sentral keberhasilan
Bakorwil III atau Jawa Tengah bagian
manajemen bencana.
barat. Pembagian wilayah koordinasi
dalam penanganan bencana sebagaimana

63
PERMANA – Vol. VI No. 1 Agustus 2014

tersebut di atas diharapkan akan mampu koordinasi penanganan bencana alam,


mengatasi berbagai persoalan dalam seperti banjir, tanah longsor, hingga
manajemen bencana di wilayah masing- erupsi gunung berapi.
masing. Hal penting yang patut mendapat
perhatian adalah bahwa penanganan
KESIMPULAN bencana tidak hanya dapat dilakukan
oleh pemerintah saja akan tetapi juga
Sebagai negara dengan kondisi
bersinergi dengan masyarakat dan
geografis yang rawan bencana alam,
stakeholders lain yang terkait.
Indonesia dinilai masih lemah dalam

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Agranoff, Robert. 2007. Managing Within Networks: Adding Value to Public
Organizations. Georgetown University Press. Washington DC
Ana Campos G., Niels Holm-Nielsen, Carolina Díaz G., Diana M. Rubiano V., Carlos
R. Costa P., Fernando Ramírez C. and Eric Dickson. 2011. Analysis of Disaster
Risk Management: A Contribution to the Creation of Public Policies. The World
Bank Columbia dan GFDRR (Global Facility for Disaster Reduction and
Recovery
APEKSI. 2008. Model Kerjasama Antar Daerah. Laporan Akhir APEKSI dan Program
Pascasarjana Program Studi Ilmu Politik Konsentrasi Politik Lokal dan Otonomi
Daerah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Domai, Tjahjanulin (2010) Kebijakan Kerjasama Antardaerah: Perspektif Sound
Governance. Jenggala Pustaka Utama. Surabaya,
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam dimensi strategis Administrasi Publik: Konsep, teori,
dan Isu. Penerbit Gava Media. Yogyakarta
Kusumasari, Bevaola. 2014. Manajemen Bencana dan Kapabilitas Pemerintah Lokal.
Penerbit Gava Media. Yogyakarta
Kurtz, Thomas S. Intergovernmental Cooperation Handbook. Governor’s Center for
Local Government Services. Pennsylvania, 2002.
Kurniadi, Bayu Dardias. 2011. Praktek Penelitian Kualitatif: Pengalaman dari UGM.
PolGov Jurusan Politik dan Pemerintahan FISIP Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta
Tait, Paul E. 2003. Intergovernmental Cooperation: Strategies for Overcoming Political
Barriers. SEMCOG . . . Local Governments Advancing Southeast Michigan

Jurnal/ Makalah/ Disertasi:


Boo, Hyeong Wook.2008. A Meta-Synthesis Of Emergency Network Management
Strategies And Analysis Of Hurricane Katrina. Dissertation in Faculty Of Virginia
Polytechnic Institute And State University, Blacksburg, VA

64
Agus Setio W. dan Jaka Waskita: Manajemen Resiko Bencana....

Kapucu, Naim. and Arslan, Tolga and Collins, Matthew Loyd. 2010. Examining
Intergovernmental and Interorganizational Response to Catastrophic Disasters :
Toward a Network-Centered Approach. http://www.sagepublications.com
Kapucu, Naim. and Arslan, Tolga and Demiroz, Fatih. 2010. Collaborative Emergency
Management and National Emergency Management Network. Disaster Prevention
and Management, Vol. 19 No. 4, 2010 http://www.sagepublications.com
Kettl, Donal F, Jonathan Wilson. 2005. The Katrina Breakdown: Coordination and
communication problems between levels of government. Governing Magazine.
USA
Korny, Delores N. 1998. Coordinating Intergovernmental Policies on Emergency
Management in a Multicentered Metropolis. International Journal of Mass
Emergencies and Disaster, March 1998 Vol. 16 No. 1 p. 45-54

65

Anda mungkin juga menyukai