Gail W. Stuart
Penerjemah: Novy Helena Catharina Daulima
Saya sedang mengganti pesawat dalam perjalanan saya menuju Boston untuk menghadiri
acara reuni sekolah keperawatan saya. Saya bepergian sendiri dan tidak sedang ingin dikenal
Ketika saya sampai di konter check-in di bandara, saya melihat seorang wanita muda duduk
didekat area tunggu. Tempat duduk dikedua sisinya kosong kecuali sebuah tas punggung yang
tergeletak di sebelah kirinya. Dia terlihat seperti habis menangis hebat atau mengubah
pikirannya tentang berada di tempat ini dan terburu-buru ingin menuju pintu keluar. Saya
“Distres, butuh pertolongan, kerapuhan emosional” melintas dalam pikiran profesional saya,
sementara “jangan terlibat” melintas dalam pikiran pribadi saya, bersamaan dengan, “Kamu
sedang berlibur. Jangan menjadi terganggu. Rileks, kamu bukanlah satu-satunya orang yang
dapat menolongnya.” Jadi saya terus berjalan dan melakukan checked in. Saya memilih untuk
menunggu di sebuah tempat duduk di baris yang terletak di belakang wanita muda tersebut.
kursinya. Sejenak kemudian, dia mengubah posisi duduknya dan meletakkan tangan
menutupi wajahnya.
Saya membaca sedikit novel saya, sambil tetap menjaga pandangan dan pendengaran saya
sesuai dengan arah duduknya. Saya mengalami kesulitan untuk konsentrasi pada bacaan saya
karena saya secara konstan terganggu dengan pikiran yang berlawanan, impresif “Lakukan
Saya masih memperhitungkan ketika panggilan naik pesawat saya terdengar. Wanita muda
tersebut melihat tiketnya, berdiri, dan bergabung dalam antrian. Saya duduk dan menunggu
sampai nomor barisan saya dipanggil. Ketika pramugari memeriksa boarding pass wanita
tersebut, dia melihat dengan sungguh-sungguh wajah penuh penderitaan tersebut dan
bertanya, “Apakah anda baik-baik saja?” Gadis tersebut mengangguk. “Apakah anda yakin?”
Anggukan lainnya, tetapi pramugari menghentikan proses pemeriksaan dan berbalik sekilas
untuk melihat gadis tersebut mulai berjalan menuju area boarding. Ini adalah saat dimana
kemudian saya memutuskan untuk menyelesaikan dilema penolong profesional saya. Saya
memperkenalkan diri saya kepada pramugari sebagai seorang perawat kesehatan jiwa dan
berkata jika ada kondisi darurat, mereka dapat memanggil saya. “Oh, anda memperhatikan dia
Saya baru saja duduk nyaman ketika pramugari menghampiri saya. “Saya mencari dia di
komputer. Ini adalah pesawat darurat— kematian dalam keluarga.” “Oh,” saya berkata,
“kehilangan dan berduka merupakan spesialisasi saya. Saya akan senang untuk duduk
bersamanya jika ia menyukainya, tetapi hanya bila dia berkata bahwa ia suka bila seseorang
ada bersamanya.” Saya tiba-tiba teringat ketika bepergian sejauh 450 mil, nyaris sendirian, ke
Dalam beberapa menit pranugari tersebut kembali dan berkata, “Dia berkata bahwa ia
menyukai ide tersebut.” Jadi saya mengambil tas saya dan pindah ke bagian belakang
pesawat. Ketika saya menghampiri tempat duduknya, wanita muda tersebut memandang
kepada saya. Saya tersenyum, memperkenalkan diri saya dan berkata saya merupakan
seseorang yang akan duduk disampingnya jika ia tidak keberatan. Dia mengangguk, mengatur
Saya sedang mencoba memutuskan peran apa yang akan saya ambil. Saya tahu, sebagai
perawat kesehatan jiwa saya ingin mendukung dia dan representasi dari profesi saya, dan
saya juga menyadari bahwa dalam beberapa jam hubungan kami akan berakhir. Keterbatasan
waktu membantu saya fokus pada tujuan saya yang pada dasarnya menyediakan diri saya
sebagai pendukungnya.
Menyadari bahwa teman sebangku saya mungkin sedang pada tahap awal syok dalam
proses berdukanya dan kekurangan kemampuan koping yang biasa digunakan, saya
memutuskan untuk membuat sedikit kerangka untuknya. “Pramugari berkata kepada saya,
anda sedang mengalami kehilangan seseorang dalam keluarga anda. Turut berduka cita.,” Kata
saya. “Saya adalah seorang perawat yang bekerja dengan orang-orang yang akan mengalami
kehilangan. Anda dapat berbicara tentang hal tersebut jika anda menginginkannya, atau hanya
sekedar duduk disini dan membaca buku tersebut. Terserah anda.” Saya menawarkan dua
pilihan sederhana.
Dia duduk dengan tenangnya tetapi dengan sedikit perubahan ekspresi wajah, dan saya
berpikir dia siap untuk berbicara. Saya fokuskan perhatian saya secara lembut kepadanya dan
menunggu. “Dia tidak seharusnya meninggal. Dia sedang pergi untuk mendapatkan
sekali-kali dan mengenali kata-kata dan penderitaannya. Diantara sedikit konten, saya belajar
bahwa perempuan yang menjadi sahabat keluarga dan adiknya menemui dia di bandara.
Terhadap satu poin dia berkata dengan sedih,” Sekarang dia tidak akan pernah melihat
cucunya lagi”dan membenamkan kepalanya di pundak saya dan terisak sebentar. Setelah
sejenak dia berkata, “Saya pikir Saya butuh tidur.” Kedengarannya seperti sebuah ide yang
bagus untuk saya. Ketika dia tidur, saya mengevaluasi apa yang telah dibuka dan pemikiran
tentang kemana akan pergi dari sini. Saya membutuhkan sebuah rencana untuk menutup,
Saya berpikir seberapa lama dia harus berdiri di lorong menunggu untuk dapat keluar dari
pesawat besar ini. Saya bertanya kepada pramugari jika terjadi sesuatu maka wanita muda
tersebut menjadi penumpang pertama yang keluar pesawat. Kami dipindahkan ke area kelas
utama dekat pintu setelah dia bangun. Kami berbicara singkat tentang bagaimana dia ingin
berangkat. Saya membiarkan dia tahu saya bersedia untuk meninggalkan pesawat bersamanya
jika dia menginginkannya dan saya pikir dia dapat mengelola “baik-baik saja” tanpa saya duga
seperti biasa. “Saya akan baik-baik saja,” katanya, memberikan kepada saya sebuah pelukan
“Anda tidak mengetahui betapa kami mengapresiasi hal ini,” pramugari berkata kepada saya
dengan kontak mata yang tulus. Saya menerima ungkapan terima kasihnya. Saya
menyampaikan kepada teman sebangku saya untuk maju mendahului saya. Ketika kami
sampai di area tunggu, saya melihat sambil bertanya-tanya tentang dia untuk melihat
kepada saya tanda jempol. Saya tersenyum dan berjalan. Saya telah bertemu dengan dua
teman sekelas dan merasa jelas, reflektif dan sangat gembira. Saya merasa bahwa
kemampuan klinis saya telah memengaruhi hasil secara positif. Saya merasa telah melakukan
tanggung jawab professional dan sikap caring. Saya merasa nyaman menjadi seorang perawat
kesehatan jiwa.