Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
BAIQ MIRA
DARIUS EDISON
IWIT WIDIASTUTI
UNGARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pada akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran dan majalah
serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin makin banyak
masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut, khususnya anak
remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru bagi kalangan remaja
pendidikan yang rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor
keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga misalnya kurang perhatian
keluarga terhadap individu, kesibukan keluarga dan lainnya; faktor lingkungan lebih pada
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor di
atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan akan zat. Hal
ini ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena
penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan dan
ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi sering
tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA (DepKes,
2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran serta tenaga
rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat. Untuk itu
B. Tujuan
A. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya,
meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan perubahan fungsi fisik dan
psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN, 2004). NAPZA adalah zat yang
memengaruhi struktur atau fungsi beberapa bagian tubuh orang yang mengonsumsinya.
Manfaat maupun risiko penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa
sering, cara menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang dikonsumsi
B. Jenis–Jenis NAPZA
NAPZA dibagi dalam 3 jenis, yaitu narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Tiap
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran dan hilangnya rasa. Zat ini dapat mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri
sangat berat. Narkotika juga memiliki daya toleran (penyesuaian) dan daya habitual
(kebiasaan) yang sangat tinggi. Ketiga sifat narkotika inilah yang menyebabkan pemakai
sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun,
kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya ganja, heroin, kokain,
b. Narkotika golongan II adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi
c. Narkotika golongan III adalah : narkotika yang memiliki daya adiktif ringan,
tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein dan
turunannya.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun sintetis, yang
memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah
obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa (psyche).
a. Golongan I adalah : psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat, belum
c. Golongan III adalah : psikotropika dengan daya adiksi sedang serta berguna untuk
Karena pengaruh kelompok sebaya sangat besar, remaja ingin tahu atau coba-coba.
Biasanya mencoba mengisap rokok, ganja, atau minum-minuman beralkohol. Jarang yang
Tahap pemakaian NAPZA untuk pergaulan (saat berkumpul atau pada acara tertentu),
Tahap pemakaian karena situasi tertentu, misalnya kesepian atau stres. Pemakaian
NAPZA sebagai cara mengatasi masalah. Pada tahap ini pemakai berusaha memperoleh
Tahap ini untuk yang telah mencapai tahap pemakaian teratur (sering), disebut juga
penyalahgunaan NAPZA, terjadi perubahan pada faal tubuh dan gaya hidup. Teman lama
berganti dengan teman pecandu. Ia menjadi sensitif, mudah tersinggung, pemarah, dan
sulit tidur atau berkonsentrasi, sebab narkoba mulai menjadi bagian dari kehidupannya.
Minat dan cita-citanya semula hilang. Ia sering membolos dan prestasi sekolahnya
5. Tahap ketergantungan
Ia berusaha agar selalu memperoleh NAPZA dengan berbagai cara. Berbohong, menipu,
NAPZA telah menjadi pusat kehidupannya. Hubungan dengan keluarga dan teman-teman
rusak. Pada ketergantungan, tubuh memerlukan sejumlah takaran zat yang dipakai, agar ia
dapat berfungsi normal. Selama pasokan NAPZA cukup, ia tampak sehat, meskipun
sebenarnya sakit. Akan tetapi, jika pemakaiannya dikurangi atau dihentikan, timbul gejala
sakit. Hal ini disebut gejala putus zat (sakaw). Gejalanya bergantung pada jenis zat yang
digunakan. Orang pun mencoba mencampur berbagai jenis NAPZA agar dapat merasakan
pengaruh zat yang diinginkan, dengan risiko meningkatnya kerusakan organ-organ tubuh.
Gejala lain ketergantungan adalah toleransi, suatu keadaan di mana jumlah NAPZA yang
dikonsumsi tidak lagi cukup untuk menghasilkan pengaruh yang sama seperti yang
dialami sebelumnya. Oleh karena itu, jumlah yang diperlukan meningkat. Jika jumlah
NAPZA yang dipakai berlebihan (overdosis), dapat terjadi kematian (Harlina, 2008).
D. Faktor Risiko Penyalahgunaan NAPZA
antara lain faktor genetik, lingkungan keluarga, pergaulan (teman sebaya), dan karakteristik
individu.
1. Faktor Genetik
Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja dari orang tua kandung
alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum alkohol dibandingkan remaja dari
orang tua angkat alkoholik. Penelitian lain membuktikan remaja kembar monozigot
2. Lingkungan Keluarga
NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka mempunyai risiko
penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola asuh orang tua dengan
disiplin yang ketat. Fakta berbicara bahwa tidak semua keluarga mampu menciptakan
berantakan yang ditandai oleh relasi orangtua yang tidak harmonis dan matinya
perceraian. Kalau pun keluarga ini tetap dipertahankan, maka yang ada sebetulnya adalah
sebuah rumah tangga yang tidak akrab dimana anggota keluarga tidak merasa betah.
Orangtua sering minggat dari rumah atau pergi pagi dan pulang hingga larut malam. Ke
waktu luang dan bercanda dengan orang tuanya (Jehani, dkk, 2006).
sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat mendorong atau mencetuskan
pertama dengan NAPZA justru datangnya dari teman kelompok. Pengaruh teman
bersangkutan sukar melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini tidak hanya pada saat
hubungan orangtua dan anak tidak baik, maka anak akan terlepas ikatan psikologisnya
dengan orangtua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh teman kelompok. Berbagai
cara teman kelompok ini memengaruhi si anak, misalnya dengan cara membujuk,
ditawari bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak turut menyalahgunakan
NAPZA yang kambuh, menyatakan bahwa mereka kembali kambuh karena ditawari oleh
bergaul). Kondisi pergaulan sosial dalam lingkungan yang seperti ini merupakan kondisi
a. Umur
termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih sangat labil,
mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari identitas diri serta
sekolah (Jehani, dkk, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2004)
proporsi penyalahguna NAPZA tertinggi pada kelompok umur 17-19 tahun (54%).
b. Pendidikan
Menurut Friedman (2005) belum ada hasil penelitian yang menyatakan apakah
ada kaitannya dengan cara berfikir, kepemimpinan, pola asuh, komunikasi, serta
kategori tingkat pendidikan dasar (50,7%). Asumsi umum bahwa semakin tinggi
berpikir serta bertindak yang lebih baik. Pendidikan yang rendah memengaruhi
tingkat pemahaman terhadap informasi yang sangat penting tentang NAPZA dan
berakibat sulit untuk berkembang menerima informasi baru serta mempunyai pola
Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2009
prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan prevalensi 11% (BNN, 2010).
Termasuk di sini gangguan mental organik akibat zat, misalnya intoksikasi yaitu
suatu perubahan mental yang terjadi karena dosis berlebih yang memang
Kokain : bisa terjadi aritmia jantung, ulkus atau perforasi sekat hidung,
kanker usus, gangguan hati, gangguan pada otot jantung dan saraf, gangguan
emboli.
Akibat cara pakai atau alat yang tidak steril akan terjadi infeksi,
Pemakaian ganja yang berat dan lama menimbulkan sindrom amotivasional. Putus
keluarga dan kawan dekat pada umumnya terganggu. Pemakaian yang lama akan
karena kebutuhan akan zat yang mendesak dan pada keadaan intoksikasi yang
a. Tanda-tanda di rumah :
secara tiba-tiba.
Menghabiskan banyak waktunya berdiam diri di dalam kamar bila sedang di rumah.
Menemukan benda-benda, seperti kertas pembungkus rokok, pipa hisap, gelas kecil,
dengan guru.
c. Tanda-tanda kelainan fisik dan emosional :
Tercium bau-bauan aneh seperti bau alkohol, mariyuana, dan rokok dari nafas
atau badan.
Gejala yang timbul diantaranya : bicara cadel, gerakan tidak terkoordinir, kesadaran
menurun, vertigo, dilatasi pupil, jalan sempoyongan, konjungtiva merah, nafsu makan
bertambah, mullut kering, denyut jantung cepat, panik, curiga, banyak keringat, mual
muntah, halusinasi dan mengantuk.Dan jika putus zat maka gejala yang terjadi sebagai
berikut : gelisah, berkeringat, denyut jantung cepat, tremor ditangan, mual muntah,
kejang otot, cemas, agresif, halusinasi, delirium, insomnia, pupil melebar, murung,
Keinginan yang tak tertahankan untuk mengkonsumsi salah satu atau lebih zat yang
tergolong NAPZA.
Kecenderungan untuk menambah dosis sejalan dengan batas toleransi tubuh yang
meningkat.
fisik yang disebut gejala putus zat (withdrawal syndrome). Withdrawal Syndrome
terlihat dari beberapa aktivitas fisik seperti orang yang mengalami sakaratul maut,
1. Ciri Fisik
Tanda berbintik merah seperti bekas gigitan nyamuk dan ada bekas luka sayatan.
2. Ciri Emosi
Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul atau berbicara kasar kepada
orang disekitarnya, termasuk kepada anggota keluarganya. Ada juga yang berusaha
3. Ciri Perilaku
Sering menguap.
Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba bersikap manis jika ada maunya,
Sering bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal keluarga, pergi tanpa pamit
Diare
Sukar tidur
Menguap
Jantung berdebar-debar
1. Secara fisik
Penggunaan NAPZA akan mengubah metabolisme tubuh seseorang. Hal ini terlihat
dari peningkatan dosis yang semakin lama semakin besar dan gejala putus obat.
NAPZA.
2. Secara psikis
Berkaitan dengan berubahnya beberapa fungsi mental, seperti rasa bersalah, malu dan
perasaan nyaman yang timbul dari mengkonsumsi NAPZA. Cara yang kemudian
ditempuh untuk beradaptasi dengan perubahan fungsi mental itu adalah dengan
Dampak sosial yang memperkuat pemakaian NAPZA. Proses ini biasanya diawali
muncul konflik dengan orang tua, teman-teman, pihak sekolah atau pekerjaan. Perasaan
1. Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum dapat
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis (acuh
tak acuh), mengantuk, agresif, curiga Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak,
denyut jantung dan nadi lambat, kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair, menguap terus
menerus, diare, rasa sakit diseluruh tubuh, takut air sehingga malas mandi, kejang,
kesadaran menurun. Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat, tidak peduli
terhadap kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik).
Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan pagi hari, mengantuk dikelas atau
tampat kerja. Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi
tahu lebih dulu Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar
bertemu dengan anggota keluarga lain dirumah Sering mendapat telepon dan didatangi
orang tidak dikenal oleh keluarga, kemudian menghilang Sering berbohong dan minta
banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas penggunaannya, mengambil dan
menjual barang berharga milik sendiri atau milik keluarga, mencuri, terlibat tindak
tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan, pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
Ada beberapa peralatan yang dapat menjadi petunjuk bahwa seseorang mempunyai
kebiasaan menggunakan jenis NAPZA tertentu. Misalnya pada pengguna Heroin, pada
dirinya, dalam kamarnya, tasnya atau laci meja terdapat antara lain :
Jarum suntik insulin ukuran 1 ml,kadang-kadang dibuang pada saluran air di kamar
mandi, botol air mineral bekas yang berlubang di dindingnya, Sedotan minuman dari
plastic, Gulungan uang kertas,yang digulung untuk menyedot heroin atau kokain,
kertas timah bekas bungkus rokok atau permen karet, untuk tempat heroin dibakar.
Kartu telepon, untuk memilah bubuk heroin, Botol-botol kecil sebesar jempol,dengan
lain : HIV infeksi, Hepatitis B dan C, Gastritis, Penyakit kulit kelamin, Bronchitis dan
Chirosis hepatis. Masalah kesehatan yang muncul : depresi system pernafasan, depresi pusat
pengatur kesadaran, kecemasan yang sangat berat sampai panic, perilaku agresif, gangguan
daya ingat, gangguan ADL, gangguan system musculoskeletal missal nyeri sendi dan otot,
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegahan dini yang ditujukan kepada mereka, individu,
keluarga, kelompok atau komunitas yang memiliki risiko tinggi terhadap penyalahgunaan
NAPZA, untuk melakukan intervensi agar individu, kelompok, dan masyarakat waspada
serta memiliki ketahanan agar tidak menggunakan NAPZA. Upaya pencegahan ini
dilakukan sejak anak berusia dini, agar faktor yang dapat menghabat proses tumbuh
2. Pencegahan sekunder
NAPZA lagi.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier ditujukan kepada mereka yang sudah pernah menjadi penyalahguna
NAPZA dan telah mengikuti program terapi dan rehabilitasi untuk menjaga agar tidak
rehabilitasi kembali.
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah
upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu:
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami
gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien
hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri.
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein,
bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat
dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara
penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian
substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya
obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang
2. Rehabilitasi
kondisi para mantan penyalahguna NAPZA kembali sehat dalam arti sehat fisik,
psikologik, sosial, dan spiritual. Dengan kondisi sehat tersebut diharapkan mereka akan
a. Rehabilitasi Medik
Dengan rehabilitasi medik ini dimaksudkan agar mantan penyalahguna NAPZA
benar-benar sehat secara fisik. Termasuk dalam program rehabilitasi medik ini
ialah memulihkan kondisi fisik yang lemah, tidak cukup diberikan gizi makanan
yang bernilai tinggi, tetapi juga kegiatan olahraga yang teratur disesuaikan dengan
b. Rehabilitasi Psikiatrik
kelak ia telah kembali ke rumah dan upaya pencegahan agar tidak kambuh.
c. Rehabilitasi Psikososial
kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, mereka perlu dibekali dengan pendidikan
dan keterampilan misalnya berbagai kursus ataupun balai latihan kerja yang dapat
d. Rehabilitasi Psikoreligius
rehabilitasi bagi para pasien penyalahguna NAPZA mempunyai arti penting dalam
mencapai penyembuhan. Unsur agama yang mereka terima akan memulihkan dam
e. Forum Silaturahmi
atau kegiatan yang dapat diikuti oleh mantan penyalahguna NAPZA (yang telah
f. Program Terminal
untuk program selanjutnya. Khususnya bagi pelajar dan mahasiswa yang karena
1. PENGKAJIAN
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat.
A. IDENTITAS KLIEN
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: nama
klien, panggilan klien, jenis kelamin (pria > wanita), usia (biasanya pada usia produktif),
(belum menikah, menikah atau bercerai), kemudian nama perawat, tujuan, waktu, tempat
1. Alasan masuk
2. Faktor Predisposisi
Kaji hal-hal yang menyebabkan perubahan perilaku klien menjadi pecandu/ pengguna
3. Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ akibat gejala yang biasa timbul
dari jenis NAPZA yang digunakan seperti tanda-tanda vital, berat badan,dll.
B. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien
dan keluarga.
2. Konsep diri
3. Hubungan social
Klien penyalahgunaan NAPZA biasanya menarik diri dari aktivitas keluarga maupun
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Menurut masyarakat, NAPZA tidak baik untuk kesehatan.
C. STATUS MENTAL
1. Penampilan.
Penampilan tidak rapi, tidak sesuai dan cara berpakaian tidak seperti biasanya dijelaskan.
2. Pembicaraan
Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat, keras, gagap, membisu,
apatis dan atau lambat. Biasanya klien menghindari kontak mata langsung, berbohog atau
Klien biasanya menunjukkan keadaan lesu, tegang, gelisah, agitasi, Tik, grimasen, termor
4. Alam perasaan.
Klien bisa menunjukkan ekspresi gembira berlebihan pada saat mengkonsumsi jenis
5. Afek
Pada umumnya, afek yang muncul adalah emosi yang tidak terkendai. Afek datar muncul
Secara umum, sering menghindari kontak mata dan mudah tersingung. Pecandu
7. Persepsi.
8. Proses piker
Klien pecandu ganja mungkin akan banyak bicara dan tertawa sehingga menunjukkan
9. lsi pikir
11. Memori
Secara umum klien NAPZA mengalami penurunan konsentrasi. Pecandu ganja mengalami
penurunan berhitung.
Apakah mengingkari penyakit yang diderita atau menyalahkan hal-hal diluar dirinya.
D. KEBUTUHAN
a. Makan
b. BAB/BAK,
c. Mandi
d. Berpakaian
f. Penggunaan obat
g. Pemeliharaan kesehatan
Maladaptif.
G. PENGETAHUAN KURANG
H. ASPEK MEDIK
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Faktor resiko: Masalah kesehatan mental (mis, depresi, psikosis, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan obat)
2. Resiko keracunan
Devinisi: Rentan pada pemajanan pada, atau memekai/minum, obat atau produk yang
berbahaya secara tidak sengaja dalam dosis yang memeadai, yang mengganggu
kesehatan.
Faktor Resiko: Eksternal (akses pada obat terlarang yang berpotensi terkontaminasi oleh
3. Ketidakefektifan koping
Devinisi: Ketidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tantang stresor,
krisis situasi.
Devinisi: Evaluasi diri/perasaan negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri
berlangsung lama.
Batasan karakteristik: kegagalan hidup berulang, menolak umpan balik positif tentang
diri sendiri
NOC
Devinisi: keparahan dalam perubahan status kesehatan dan fungsi sosial karena
kecanduan zat
penyalahgunaan obat.
NIC
2. Instruksikan pasien untuk melakukan strategi koping ( misal latihan asertif, impuls
kontrol, kontrol training, dan relaksasi ototprogresif) dengan cara yang tepat.
3. Bantu pasien ntuk mengidentifikasi situasi dan atau perasaan yang mungkin
4. Gunakan pendekatan yang tenang dan tidak menghukum pada saat menghadapi
2. Tentukan jika ada anggota keluarga yang harus menghadapi penyalahgunaan zat.
3. Berikan pendidikan dan informasi
2. Dx Resiko keracunan
NOC
Devinisi: Tindakan pribadi untuk mancegah cedera fisik pada diri yang tidak disengaja
penyalahgunaan obat.
NIC
obat subtitusi
gaya hidup.
bisa mengakibatkan disfungsi yang bervariasi antara satu orang dengan orang lain.
memodifikasi prilaku.
3. Dx Ketidakefektifan koping
NOC
Devinisi: Keparahan sebagai manifestasi dari tekanan fisik atau mental dari faktor2 yang
(121221) Depresi
(121222) Kecemasan
(121223) Kecurigaan
(0422 ) Koping
Devinisi: Tindakan pribadi untuk mengelola stres yang membebani kemampuan individu
NIC
1. ... Bantu pasien untuk mengidentifikasi masalah atau situasi yang membutuhkan
2. ... Dukung pasien untuk menghadiahi diri sendiri terkait keberhasilan yang di capai
3. ... Pilih strategi pemecahan masalah yg tepat sesuai dgn tingkat perkembangan
pasien
NOC
kebiasaan seseorang dlm hubungan nya dgn lingkungan dan orang lain.
NIC
NOC
terlarang
terlarang
sakit
perawatan
perawatan
Devinisi: Keparahan dalam perubahan status kesehatan dan fungsi sosial karena
NIC
1. Berikan keamanan.
2. Mulai pencegahan awal untuk keamanan klien atau orang lain yang berada pada
masalah.
4. Bantu pasien dalam mengembangkan diri, dan mendorong upaya positif dan
motivasi
5. Dorong klien untuk berpartisipasi dalam program dukungan sendiri selama dan
setelah perawatan
ruang rehabilitasi karena timbul masalah yang sama saat dirawat di ruang rehabilitasi.
Salah satu penyebab muncul masalah yang sama adalah kurangnya motivasi klien untuk
tidak melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Hal lain yang juga berperan
timbulnya masalah pada klien adalah kurangnya dukungan keluarga dalam membantu
Intervensi Keperawatan
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
1. Bersama keluarga diskusikan tentang cara mencegah dan merawat remaja
pengguna NAPZA.
NAPZA.
Intervensi :
NAPZA.
Intervensi :
pengguna NAPZA.
K. EVALUASI
dilakukan perawat terhadap klien dengan mengacu kepada tujuan khusus yang ingin dicapai.
Sebaiknya perawat dan klien bersama-sama melakukan evaluasi terhadap keberhasilan yang
telah dicapai dan tindak lanjut yang diharapkan untuk dilakukan selanjutnya.
Jika penanganan yang dilakukan tidak berhasil maka perlu dilakukan evaluasi kembali
terhadap tujuan yang dicapai dan prioritas penyelesaian masalah apakah sudah sesuai dengan
kebutuhan klien. Klien relaps tidak bisa disamakan dengan klien yang mengalami kegagalan
pada sistem tubuh. Tujuan penanganan pada klien relaps adalah meningkatkan kemampuan
untuk hidup lebih lama bebas dari penyalahgunaan dan ketergantungan zat. Perlunya evaluasi
yang dilakukan disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan, akan lebih baik perawat
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah
terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap
sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan
dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat.
Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala
putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 2012).
B. Saran
Diharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya agar bermanfaat untuk