Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah sejarah tentang Kerajaaan Demak, Kerajaan Pajang dan
Kerajaan Mataram Islam ini manfaatnya untuk kami dan para pembaca semuanya.
Makalah Sejarah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah sejarah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah sejarah tentang kerajaan
Demak ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Kersamanah, Maret 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

Islam sebagai agama rahmat sudah dapat dirasakan oleh umat islam yang
menyadari bahwa islam merupakan agama yang paling tinggi di antara agama-
agama yang lain. Nabi Muhammad sebagai pembawa agama islam, telah mampu
meyakinkan sebagian besar kafir quraysh sehingga banyak di antara mereka yang
mengikuti jejaknya. Sebagai agama rahmat, ajaran dan nilai-nilai yang terkandung
tentunya sangat bijaksana, sehingga dalam waktu yang cepat, Islam telah tersebar
luas dengan jumlah pengikut yang luar biasa banyaknya. Peta penyebaran agama
Islam bermula dari Makkah kemudian melebarkan sayapnya ke Madinah. Setelah
Nabi Muhammad wafat, para Khalifah selanjutnya tak henti-hentinya terus
berjuang melebarkan peta kekuasaan.
Usaha untuk melebarkan peta kekuasaan itu, kebanyakan melalui
peperangan dan pendudukan, akan tetapi tidak dengan Islam Indonesia, agama
Islam masuk ke Negara ini tidak melalui kekerasan. Menurut teori Gujarat, Islam
masuk ke Negara ini melalui jalur perdagangan, para Gujarat India melakukan
hubungan dagang dengan Indonesia yang saat itu masih dikenal dengan
Nusantara. Sedangkan menurut teori Arab, Islam masuk ke Indonesia berkat
pedagang Arab yang langsung datang ke Indonesia, salah satu bukti yang diajukan
oleh teori ini adalah adanya kesamaanya madzhab yang dianut muslim Nusantara
dengan Pedagang Arab sejak itu. Selain teori di atas masih banyak teori yang
menyatakan tentang asal-usul masuknya Indonesia, di antaranya adalah teori
Persia, Teori Cina dan lain sebagainya.
Terlepas dari berbagai teori di atas, agama Islam di Indonesia telah
berkembang cepat sehingga sampai saat ini, masih menduduki sebagai agama
mayoritas masyarakat Indonesia. Sebagai agama mayoritas, tentunya telah banyak
yang ditorehkan dalam sejarah dan ajarannya sehingga mampu meyakinkan
penduduk Indonesia yang sebelumnya beragama Hindui-Budha. Ini membuktikan
bahwa agama Islam merupakan agama yang paling sempurna di antara agama-
agama yang lain.
Perkembangan Islam di Nusantara tidak lepas dari pernanan kerajaan-
kerajaan Islam yang terus melakukan pengislaman terhadap rakyat-rakyatnya.
Kerajaan pertama adalah kerajaan Samudera Pasai yang dipimpin oleh seorang
raja bernama Malim Ibrohim bin Mahdum. Setelah kerajaan tersebut, maka
menjamurlah kerajaan Islam di berbagai daerah seperti Jawa, Madura dan lain
sebagainya.
Sebelum kerajaan Islam berkembang di pulau Jawa, kerajaan Hindu dan
budha telah berdiri kokoh. Dari kerajaan tersebut terciptalah banyak peradaban
dintaranya adalah Candi Borobudur dan Candi Roro Janggrang yang sampai saat
ini masih berdiri sempurna. Perkembangan kerajaan Hindu dan Budha terutama
kerajaan besarnya seperti Majapahit mulai tersendat ketika Islam mulai masuk
wilayah Jawa. Pengaruh kerajaan mulai tertandingi oleh pengaruh para wali Islam
yang langsung bersentuhan masyarakat Jawa. Mulai saat itulah, kharisma kerjaan
Majapahit terus menurun drastis sehingga pada perkembangan selanjutnya,
tergantikan oleh kerajaan-kerajaan Islam.
Dilihat dari tahun berdirinya, Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam
pertama kali berkembang di pulau Jawa. Kemudian, disusul oleh kerajaan-
kerajaan Islam lainnya, sehingga pada akhirnya Islam menjadi agama mayoritas
yang dianut oleh masyarakat Jawa dan Madura.
Dalam makalah singkat ini, penulis akan menjelaskan secara singkat
kerajaan Islam yang ada di pulau Jawa termasuk Kerajaan yang ada di pulau
Madura karena Madura merupakan bagian dari Jawa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kerajaan Demak
Demak merupakan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. Kerajaan ini
muncul setelah kerajaan Majapahit mulai redup. Majapahit mengalami
kemunduran pada tahun 1478 dengan ditandai Candra Sangkala: Sirna ilang
kertaning bumi yang berarti tahun 1400 Jawa. Akibat melemahnya kerajaan
Majapahit itu, banyak daerah di utara pulau Jawa mulai memisahkan dari
kekuasaan Majapahit. Sementera itu, kondisi daerah utara Pulau Jawa itu
semakin kuat dengan masyarakatnya sudah banyak yang beragama Islam.
Kondisi Majapahit yang seperti itu, membuat pemuka agama Islam
yaitu para wali yang jumlahnya sembilan berkumpul. Di bawah pimpinan
Sunan Ampel, Walisongo bersepakat membangun kerajaan Islam dan
mengangkat Raden Patah (1478-1518) sebagai raja pertama kerajaan Demak,
dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar I. Peristiwa agung itu, terjadi pada
tahun 1478 M atau dalam kalender Jawa terjadi pada tahun 1403Saka.
Pada awalnya, Raden Patah adalah adipati di kadipaten Bintara Demak
yang merupakan daerah di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Akan tetapi
pada akhirnya, atas pertimbangan dari Walisongo dan dukungan dari berbagai
daerah terutama Jepara, Tuban, Gresik dan lain sebagainya, Raden Patah
memproklamasikan Bintara Demak sebagai kerajaan Islam dan dapat
merobohkan Majapahit yang saat itu sudah tidak berdaya lagi. Majapahit
jatuh kepada kekuasaan Kerajaan Demak pada tahun 1478. Setelah kerajaan
Majapahit tidak berdaya, Sultan Raden Patah memindahkan alat kenegaraan
seperti alat upacara dan pusaka-pusaka yang dimiliki Kerajaan Majapahit ke
Kerajaan Demak, sebagai lambang tetap berjalannya kerajaan Majapahit
tetapi dalam bentuk kerajaan lain yaitu Demak yang menganut Islam.
Demak terletak di pesisir utara Pulau Jawa dengan lingkungan alamnya
yang subur, bermula dari sebuah kampung yang berabad-abad lokal disebut
Glagahwangi. Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan
maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di
antara Pegunungan Muria di Jawa. Sebelumnya selat itu agak lebar dan dapat
dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil
jalan pintas untuk berlayar ke Rembang.
Kerajaan Demak menjalankan sistem pemerintahan teokrasi, yaitu
pemerintahan yang berdasarkan pada agama Islam. Kerajaan Demak
memperluas kekuasaannya dengan menaklukan kerajaan-kerajaan pesisir
Pulau Jawa, seperti Lasem, Tuban, Sedayu, Gresik, Cirebon dan Banten.
Adapun para sultan yang pernah meminpin kerajaan Demak adalah
Raden Patah (1478-1518 M), Adipati Unus (1518-1521 M), Sultan Trenggana
(1521-1546 M) dan Sunan Prawoto (1546). Meski demikian, dalam Babad
Tanah Jawi yang dikutip Purwadi menyatakan bahwa Sunan Prawoto tidak
hanya berkuasa selama setahun akan tetapi tiga tahun terhitung sejak Sultan
Trenggana wafat pada tahun 1546 sampai Sunan Prawoto wafat pada tahun
1561 M. Berikut akan dijelaskan satu persatu:
1. Raden Patah
Raden Patah lahir di Palembang pada tahun 1455 M dan wafat di
Demak pada tahun 1518 M. Beliau adalah putra raja Majapahit,
Brawijaya V (1468-1478 M) dan ibunya adalah seorang putri cina yang
bernama Dewi Ni Endang Sasmitapuri. Menurut Babad Tanah Jawi, putri
cina itu adalah putri dari Kiai Batong (Tan Go Hwat).
Ketika Raden Patah dalam kandungan, Bapaknya menitipkannya
kepada Gubernur Palembang, di sanalah Raden Patah lahir. Proses
penitipan itu terjadi karena Brawijaya ingin menobatkan putri Cina itu
sebagai permaisuri, akan tetapi permaisuri Brawijaya yaitu ratu
Dwarawati tidak menginginkan hal itu, sehingga Brawijaya meminta
anaknya yang berada di Palembang yaitu Raden Arya Damar untuk
membawa putri Cina tersebut. Dari putri Cina itulah Raden Patah lahir
yang kelak menjadi Sultan pertama kerajaan Demak dan beliau wafat
pada tahun 1518 M. Setelah kelahiran Raden Patah, Arya Damar
menikahi putri cina itu dan dikarunia putra yang bernama Raden Kusein.
Kedua anak itu (Raden Patah dan Raden Kusein) kemudian disuru
pergi ke pulau Jawa. Raden Patah disuru belajar ilmu keagamaan kepada
Sunan Ampel sedangkan Kusein disuru mengabdi kepada kerajaan
Majapahit. Alhasil, setelah keduanya sampai di Ampel, Kusein mengajak
Patah untuk mengabdi kepada Majapahit, namun Patah tidak mau karena
Raja Majapahit masih beragama Hindu dan lebih memilih tinggal di
Ampel menjadi santri Sunan Ampel. Sebelum menjadi Sultan didaerah
Glagahwangi yang kelak menjadi Demak, Raden Patah ditugasi untuk
membuka pesantren di sana. Galgahwangi terletak di tepian sungai
tuntang yang sangat luas sehinga bisa dilayari oleh kapal yang biasa
berlayar di lautan. Tak lama kemudian, daerah itu berkembang dengan
jumlah penduduk sekitar 10.000 jiwa.
Perkembangan itu akhirnya diketahui oleh Prabu Brawijaya V, dan
menanyakan kepada Adipati Terung Pecattondho yang nama kecilnya
adalah Kusein, kemudian Kusein mengatakan bahwa yang berkuasa di
daerah Glagahwangi itu adalah putra Prabu Brawijaya. Akhirnya Raden
Patah diangkat untuk menjadi Adipati di daerah Glagahwangi yang
akhirnya dikenal dengan Demak.
Selain nyantri di Sunan Ampel, Raden patah juga adalah salah satu
muridnya Sunan Kudus yang ulung. Setelah memimpin kerajaan Demak,
Raden Patah selalu didampingi Sunan Kudus. Raden Patah memang
sungguh-sungguh ingin mengembangkan Islam sesuai dengan cita-cita
guru-gurunya. Beliau sangat menginginkan agar agama Islam menjadi
agama yang unggul di antara agama-agama yang lain. Usaha untuk
mengembangkan Islam, bisa dibuktikan dengan pembangunan masjid
Demak yang pada akhirnya dijadikan pusat pendidikan kerajaan Demak.
Selain dalam bidang keagamaan, Raden Patah juga membangun sistem
pemerintahan Demak yang bagus, hal ini bisa dilihat dari kelengkapan
alat negara terus disusun. Alat upacara kenegaraan mengambil dari
kerajaan Majapahit, sedangkan dalam bidang pertahanan, beliau telah
membentuk angkatan perang.
Pada kepemimpinan Raden Patah, Demak sudah mencapai
kesuksesan dan kejayaan. Dalam masa pemerintahan Raden Patah,
Demak berhasil dalam berbagai bidang, di antaranya adalah perluasan
dan pertahanan kerajaan, pengembangan Islam dan pengamalannya, serta
penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara.
Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan
dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut
tahta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan
Majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhada
portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu Demak.
Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau
Adipati Unus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal.
Setelah Raden Patah wafat, kepemimpinan Demak dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Pati Unus
2. Adipati Unus
Setelah Raden Patah wafat, tahta kerajaan Demak dilanjutkan oleh
anaknya yang bernama Pati Unus dengan gelar Sultan Demak Syah Alam
Akbar II. Pati Unus dikenal dengan Pengeran Sabrang Lor, beliau
seorang raja yang tegas dalam mengambil keputusan dan seorang
kesatria, bangsawan. Beliau memimpin kerajaan Demak selama 3 tahun
yaitu dari tahun 1518-1521 M.
Semangat perang Pati Unus telah tampak sejak Demak dipimpin
oleh bapaknya, sehingga ia pernah ditugasi untuk memimpin tentara
Demak untuk menyerang Portugis, meski akhirnya mengalami kekalahan
akibat ombak yang yang sangat besar dan kuatnya pasukan Portugis.
Tak lama setelah menjabat Sultan kerajaan Demak, ia
merencanakan serangan terhadap Malaka yang saat itu sudah dikuasi oleh
Portugis. Pada tahun 1512 Demak mengirimkanarmada perangnya
menuju Malaka. Namun setalah armada sampai dipantai Malaka, armada
pangeran sabrang lor dihujani meriam oleh pasukan Portugis yang
dibantu oleh menantu sultan Mahmud, yaitu Sultan Abdullah raja dari
Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran
sabrang lor atau Adipati Unus, tetapi kembali gagal.
Selain itu, dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan.
Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada
saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerjasama dengan orang-orang
Portugis. Adipati Unus wafat pada tahun 938 H/1521 M. Kemudian
kepemimpinan Demak digantikan oleh Sultan Trenggana.
3. Sultan Trenggana
Setelah Pati Unus wafat pada tahun 1521 M, pemerintahan kerajaan
Demak dilanjutkan oleh saudaranya yang bernama Sultan
Trenggana. Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546
M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa
kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya
hingga ke daerah barat yaitu sampai daerah Banten dan ke timur sampai
ke kota Malang. Pada tahun 1522 M kerajaan Demak mengirim
pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah
yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan
Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan
hubungan antara Portugis dan kerajaan Padjajaran. Armada Portugis
dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan
kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi
Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada
tanggal 22 juni 1527 M itu kemudian di peringati sebagai hari jadi kota
Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan
Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa
Timur berhasil di kuasai, seperti Maduin, Gresik, Tuban dan Malang.
Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana
gugur. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke
wilayahnya dengan kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka
Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun.
Sepeninggalan Sultan Trenggana, keluarganya mengalami
perpecahan terkait dengan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan
Demak. Kemudian, adik dari Sultan Trenggana menaiki tahta kerajaan
Demak pada tahun 1546 M. Karena banyak keluarganya tidak setuju atas
kepemimpnan Prawoto, maka Adipati Jipang (Bojonegoro), Arya
Penangsang, membunuh Prawoto pada tahun 1546 M. Dari perpecahan
itulah timbul pembunuhan yang pada akhirnya kerajaan Demak berakhir
pada saat itu. Bahkan dikabarkan, kerajaan hancur karena pertempuran
keluarga tersebut.
4. Sunan Prawoto
Setelah Sultan Trenggana meninggal, maka timbullah perpecahan
di antara keluarga keratin. Mereka berselisih dalam menentukan siapa
yang akan menjadi pemimpin penerus Trenggana. Adiknya Trenggana
(Pangeran Seda ing Lepen) merasa paling pantas untuk meneruskan
pemerintahan Demak. Di sisi lain, banyak orang yang menganggap
bahwa anaknya Sultan Trenggana (Pangeran Prawoto) yang berhak
meneruskan. Dari perselisihan tersebut, adiknya Trenggana melawan
Prawoto yang mengakibatkan Pangeran Seda ing Lepen terbunuh. Mulai
saat itulah Pangeran Prawoto menaiki tahta Kerajaan Demak. Akan tetapi
tak lama kemudian, Sunan Prawoto juga dibunuh oleh anaknya Pangeran
Seda ing Lepen. Mulai saat itulah kerajaan Demak mulai hancur yang
pada akhirnya diambil alih oleh Jaka Tingkir sebagai Raja Kerajaan
Pajang. Kepemimpinan Pangeran Prawoto berakhir tidak sampi satu
tahun. Prawoto meninggal pada tahun 1546 M. Akan tetapi dalam
bukunya Purwadi mengatakan bahwa Prawoto berkuasa sejak tahun
1546-1561 M.
Demak berkuasa kurang lebih setengan abad, keberhasilan yang telah
dicapai bahkan keberhasilan itu masih bisa dirasakan hingga sekarang antara
lain sebagai berikut:
1. Sultan Raden Patah pernah menyusun kitab undang-undang dan
peraturan bidang hukum. Namanya adalah Salokantara. Di Dalamnya
menerangkan tentang kepemimpinan keagamaan yang pernah menjadi
hakim, mereka disebut dharmadhyaksa dan kertopatti.
2. Gelar penghulu (kepala) juga sudah dipakai oleh imam masjid Demak.
3. Bertambahnya bangunan militir di Demak dan ibu kota lainnya di pulau
Jawa.
4. Masjid Demak menjadi pusat peribadatan kerajaan Demak.
5. Munculnya kesenian seperti wayang orang, topeng, gamelan, tembang
macapat dan perkembangan sastra lainnya.

B. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan kerajaan penerus Demak. Setelah
kerajaan Demak mengalami kekacauan akibat perebutan tahta kepemimpinan
Demak. Sepeninggal Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik tahta,
namun kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati
Jipang (Bojonegoro). Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh
Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan Ratu
Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Hadiwijaya (Jaka Tingkir)
dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun
menjadi pewaris tahta Demak, yang ibu kotanya dipindah ke Pajang. Jaka
Tingkir adalah menantu dari Sultan Trenggana. Penyerangan terhadap Arya
Penangsang itu, Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Pamanahan. Atas jasa Ki
Ageng tersebut, Jaka Tingkir memberikan hutan kepada Ki Ageng
Pemanahan tepatnya di hutan Mentoak yang kelak menjadi Mataram.
Pengesahan Jaka Tingkir sebagai sultan Kerajaan Pajang (Boyolali)
disahkan oleh Sunan Giri dan segera mendapat pengakuan dari seluruh
kadipaten di Jawa tengah dan Jawa Timur. Sementara Demak dijadikan
Kadipaten dengan adipatinya Arya Pengiri putra Sunan Prawoto. Kalau
kerajaan Demak berada dipesisir akan tetapi kerajaan Pajang diletakkan di
pedalaman yaitu Pajang. Peletakan Kerajaan itu, menuai kritik dari Sunan
Kudus karena menurutnya di daerah pedalaman telah menganut kepercayaan
Islam yang berbeda dengan kepercayaan Islam pesisir. Sunan Kudus menduga
aliran kepercayaan Islam yang berbeda diprakarsai oleh Syekh Siti Jenar.
Namun harapan Sunan Kudus agar tidak memindahkan Ibu Kota kerajaan ke
pedalaman itu tidak dihiraukan, maka terjadilah pemindahan ibu kota
kerajaan Demak ke Pajang dan lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan
Pajang.
Adapun raja-raja yang pernah memimpin kerajaan Pajang adalah Jaka
Tingkir, Arya Pengiri, Pangeran Benawa. Lebih lanjut akan dijelaskan secara
singkat sebagai berikut:
1. Jaka Tingkir
Jaka Tingkir nama aslinya adalah Mas Karebet. Ia memimpin
Pajang dari tahun 1568-1587 M. Ia adalah menantu dari Sultan Trenggana
yang pada awalnya diberi tugas sebagai Adipati di Kadipaten Pajang.
Sepeninggal Sultan Trenggana, kerajaan Demak mengalami kekacauan
karena perebutan pemimpin. Kekacauan itulah yang dimanfaat oleh Jaka
Tingkir untuk menggalang dukungan kepada seluruh kadipaten di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Dari usaha itulah, seluruh Kadipaten menyetujui
agar Jaka Tingkir menjadi Pemimpin penerus pemimpin Demak. Mulai
saat itulah seluruh kebesaran kerajaan Demak dipindah ke Pajang dan
jadilah Kerajaan Pajang. Jaka Tinggkir adalah pemimpin yang sangat
berpengaruh di pulau Jawa, karena kegigihannya dalam memimpin,
kemudian ia mendapat gelar Sultan Hadiwijaya.
Selama Jaka Tingkir memimpin Pajang, kesusastraan dan kesenian
keraton sudah maju diperadaban Demak mulai dikenal dipedalaman Jawa
Tengah. Pada saat kepemimpinannya pula, kesusastraan mengalami
kemajuan, hal ini bisa dibuktikan dengan sajak monolistik “Niti Sruti”
yang dikarang oleh Pangeran Karang Gayam.
Selain kemajuan kesusastraan, pada masa pemerintahan
Hadiwijaya juga berhasil mengepakkan sayap kekuasaannya ke daerah
timur tepatnya Madiun, Blora dan Kediri. Pada tahun 1581 M, ia mendapat
pengakuan sebagai Sultan Islam bagi kerajaan-kerajaan penting di Jawa
Timur.
Jaka Tingkir meninggal pada tahun 1587 M. dan dikuburkan di
barat Taman Kerajaan Pajang. Setelah itu, kepemimpinan Pajang
digantikan oleh Arya Pengiri yang sebelumnya menjabat Adipati di
Kadipaten Demak.
2. Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak,
yang tewas dibunuh Arya Penangsang. Ia kemudian diasuh bibinya,
yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara. Arya Penangsang kemudian tewas oleh
sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak
itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai
bawahannya. Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu
Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan dijadikan sebagai
bupati Demak.
Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583-1586 M
dan bergelar Sultan Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada
usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan kesejahteraan
rakyatnya. Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya)
supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang
terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk
menyerbu Mataram. Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap
penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang Demak untuk
menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga
tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak
warga Pajang yang berubah menjadi perampok karena kehilangan mata
pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi pada Pangeran
Benawa. Dari itulah banyak warga yang tidak suka terhadap Arya
Pangiri.
3. Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah putra Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja
pertama Pajang. Sejak kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak
angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan Mataram.
Sejak kepemimpinan Arya Pangiri, masyarakat Pajang sudah mulai
tidak suka, akhirnya keadaan itu dimanfaat oleh Pangeran Benawa untuk
merebut kembali kekuasaan Pajang. Arya Pangiri kalah dan dikembalikan
kepada kadipaten Demak pada tahun 1586 M. Sejak saat itulah Pangeran
Benawa memimpin Kerajaan Pajang. Namun baru satu tahun memimpin
Pajang, Pangeran Benawa meninggal pada tahun 1587. Pada saat itu
kerajaan Pajang banyak dikendalikan oleh orang-orang Mataram, dan
pada akhirnya menjadi bagian dari kerjaan Mataram. Ada riwayat lain
yang mengatakan bahwa Pangeran Benawa tidak meninggal tetapi
melarikan diri. Penyebab pelarian itu tidak lain karena Kerajaan Mataram
menyerang Pajang sehingga para pemimpin Pajang melarikan diri ke Giri
dan Surabaya. Mulai saat itulah pajang berada dalam kekuasaan
Mataram.
C. Kerajaan Mataram
Kemenangan Jaka Tingkir raja Pajang atas Arya Panangsang karena
mendapat bantuan Ki Ageng Pemanahan beserta adiknya yaitu Danang
Sutawijaya. Karena jasanya tersebut Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir
memberikan hadiah kepada Ki Ageng Pemanahan berupa daerah yaitu alas
Mentaok. Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan bahwa Ki Ageng Pemanahan
menyulap alas (hutan) Mentaok menjadi sebuah kadipaten, yaitu kadipaten
Mataram pada tahun 1573 M.
Ki Ageng Pemanahan itu sebagai perintis kerajaan Mataram. Dengan
demikian ia lebih dikenal dengan Ki Ageng Gede Mataram. Akan tetapi, tidak
sampai menikmati usahanya untuk menjadikan sebuah kerajaan yang lebih
besar, ia wafat pada tahun 1575 M. Setelah itu, kepemimpinan Mataram
dilanjutkan oleh putranya yaitu Sultan Sutawijaya yang dikenal dengan
sebutan senopati. Sutawijaya sosok yang cerdas dan gigih dalam strategi
perang. Atas kemampuan itulah ia dikenal dengan sebutan Senopati ing Alaga
(Panglima Perang) bahkan juga mendapat julukan Sayidin Panata Agama
(tuan penata agama).
Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601. Beliau diganti oleh
putranya yaitu Mas Jolang. Mas Jolang menerima kerajaan Mataram pada
tahun 1613. Mataram terus melakukan perluasan wilayah. Daerah yang
berhasil ditaklukkan antara lain, Ponorogo, Kertosono, Kediri, dan Wirosobo
(Mojoagung). Sebelum perluasan wilayah berhasil, Mas Jolang gugur. Beliau
gugur di wilayah Krapyak. Ia dikenal dengan sebutan Panembahan Seda ing
Krapyak. Selanjutnya Mataram dipimpin oleh Mas Rangsang sebagai raja
Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Senopati ing Alaga Ngabdurrahman
Kalifullah. Dikenal dengan sebutan Sultan Agung Anyakra Kusumo. Beliau
memerintah pada tahun 1613 – 1645.
Pada Mas Rangsang atau Sultan Agung adalah Raja Mataram (Islam)
(kesultanan Mataram) yang ketiga. Beliau memerintah dari dari tahun 1613
sampai tahun 1645. Gelarnya Sultan Agung Hanyokrokusumo tapi lebih
terkenal dengan sebutan Sultan Agung. Beliau merupakan cucu dari
Panembahan Senopati yang merupakan pendiri kerajaan Mataram Islam.
Menurut Ricklefs Pada tahun 1630-an, saat yang menentukan dalam
sejarah sosio-budaya Jawa. Sebelum itu, Sultan Agung sudah berhasil
menaklukan lawan- lawannya di Jawa Tengah dan Timur, terutama di negara-
negara pesisir utara. Yang paling penting dan kuat adalah kota Surabaya, yang
menyerah pada tahun 1625. Peperangan yang berdarah itu mengakibatkan
banyak sekali korban dan kerugian, baik orang maupun harta benda. Tokoh
yang berdiri di atas negara baru itu, sang raja yang berjaya, ternyata harus
diakui orang sebagai raja yang tak bisa dikalahkan, yang dilindungi oleh
kekuatan-kekuatan gaib, yang merupakan wawayanging Allah, bayangan
Tuhan di dunia ini.
Pada masa kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami
kejayaan dalam berbagai bidang di antaranya dalam bidang perekonomian.
Mataram adalah sebuah negara agraris yang mengutamakan mata
pencahariannya dalam bidang pertanian. Kehidupan masyarakatnya
berkembang dengan pesat yang didukung oleh hasil bumi yang berupa beras
(padi). Di bidang kebudayaan Sultan Agung berhasil membuat Kalender
Jawa, yang merupakan perpaduan tahun Saka dengan tahun Hijriyah.
Sebelumnya masyarakat Jawa menggunakan system penanggalan
berdasarkan pergerakan matahari. Penanggalan matahari ini dikenal sebagai
Saka Hindu Jawa, meski konsep tahun Saka bermula dari India. Pergantian
konsep dasar sistem penanggalan matahari (syamsiyah) menjadi sistem
bulan (komariyah) itu berlaku untuk seluruh Pulau Madura, kecuali Banten,
Batavia, dan Banyuwangi (Blambangan). Ketiga daerah terakhir ini tidak
termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang, yang
mendapatkan pengaruh budaya Jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender
karangan Sultan Agung ini.
Tumbuhnya kerajaan Mataram yang bersifat agraris bersamaan
dengan tumbuhnya susunan masyarakat feodal. Susunan masyarakat feodal
Mataram dibedakan antara penguasa dengan yang dikuasai dan antara pemilik
tanah dengan penggarap. Ketika kekuasaan Mataram dibagi-bagi oleh
pemerintah kolonial Belanda, sistem feodalisme Mataram tetap
dipertahankan. Puncak hierarki masyarakat feodal berada di tangan raja.
Untuk melambangkan status kebesaran raja dapat dilihat dari bangunan
keratonnya. Sultan Agung membangun Keraton Mataram di Karta dan
Sitinggil (Yogyakarta) pada tahun 1614 dan 1625 yang dilengkapi dengan
alun-alun, tembok keliling, pepohonan, masjid besar, dan kolam.
Pada tahun 1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di situs
pemakaman di puncak bukit tertinggi di Imogiri, yang ia buat sebelumnya.
Kerajaan Mataram kemudian dipimpin oleh putranya, Amangkurat I (1647-
1677). Pada masa pemerintahannya, Mataram mengalami kemunduran karena
masuknya pengaruh Belanda. Amangkurat I dan pengganti-pengganti
selanjutnya bekerja sama dengan VOC dan penguasa Belanda. Kesempatan
ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menguasai tanah Jawa yang subur.
Belanda berhasil memecah belah Mataram. Pada tahun 1755
dilakukan Perjanjian Giyanti, yang membagi kerajaan Mataram menjadi dua
wilayah kerajaan, yaitu:
1. Daerah kesultanan Yogyakarta yang dikenal dengan nama Ngayogyakarta
Hadiningrat dipimpin oleh Mangkubumi sebagai rajanya dengan gelar
Sultan Hamengkubuwono I.
2. Daerah Kasunanan Surakarta, dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwono.
Campur tangan Belanda mengakibatkan kerajaan Mataram terbagi
menjadi beberapa bagian, sehingga pada tahun 1813 terdapat empat keluarga
raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan, yaitu: Kerajaan
Yogyakarta,Kasunanan Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Agama Islam masuk ke Indonesia kira-kira sejak abad ke-7. Kerajaan-
Kerajaan Islam yang berkembang di Indonesia antara lain: Kerajaan Perlak,
Kerajaan Samudra Pasai, Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang,
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Goa-Tallo,
Kerajaan Ternate dan Tidore. Islam berkembang pesat di Indonesia dibuktikan
dengan Agama Islam merupakan agama yang mendominasi wilayah
Indonesia. Selain itu sistem pemerintahan kerajaan-kerajaan Islam di
Indonesia termasuk dalam sistem pemerintahan monarki, karena para
penguasa masih ada ikatan keturunan.
DAFTAR PUSTAKA

http://dapurilmiah.blogspot.co.id/2014/06/sejarah-kerajaan-demak-pajang-
dan.html

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah. 2009.

Kemendikbud RI. Indonesia dalam Arus Sejarah: Kedatangan dan


Peradaban Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeva. 2012.

Mulayana, Slamet. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya


Negara Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS. 2005.

Olthof, W.L. Babad Tanah Jawa, Terj. H.R Sumarsono. Yogyakarta:


Penerbit Narasi. 2007.

Yusuf, Mundzirin. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta.


2006.

Gunawan, Konsolidasi Kekuasaan Mataram”, dalam diambil dari

http://bunggun.blogspot.com/09/12/2013

Anda mungkin juga menyukai