Anda di halaman 1dari 6

Implikasi Diagnosis dan Terapi Kolelitiasis Pada Anak

Abstrak
Pengantar: Kolesistitis, untuk waktu yang lama dianggap sebagai penyakit orang dewasa, telah
mengalami peningkatan insiden kolelitiasis non-hemolitik yang tercatat dalam praktek bedah anak
dalam 20 tahun terakhir. Meskipun penyakit kandung empedu jarang pada anak-anak, pasien anak-
anak mencapai 4% dari semua kasus dengan kolesistektomi. Kolesistitis dan penyakit kandung
empedu lainnya harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding pada setiap pasien dengan nyeri
perut di kuadran kanan atas, diikuti oleh icterus, terutama pada anak-anak dengan riwayat hemolysis.
Tujuan: Tujuaannya adalah untuk membahas modalitas diagnostic dan terapi pada 6 anak-anak
dengan kolesistitis dan kolelitiasis akut yang didiagnosis dan diobati diklinik penulis.
Pasien dan Metode: Dalam 5 tahun terakhir, di UCCK, 6 pasien dibawah usia 12 tahun dioperasi,
dilakukan kolesistektomi. Penyakit ini lebih umum pada pasien wanita (66,66% - 4 pasien)
dibandingkan pada pasien laki-laki (33,33% - 2 pasien). Usia rata-rata adalah 8,6. Manifestasi klinis
yang tampak: suhu tubuh meningkat, sakit perut dan nyeri perut selama pemeriksaan. Manifestasi
klinis lainnya termasuk: muntah pada 4 pasien (66,66%), ikterus pada 2 pasien (33,33%). Hasil
laboratorium menunjukkan leucosytosis pada 3 pasien (50%), gangguan hati pada 2 pasien (33%). 2
pasien didiagnosis dengan sferositosis dan splenomegali, 1 pasien mengalami empiema dari kandung
empedu (ketebalan dinding kandung empedu > 3,7 mm). Diagnosis klinis dikonfirmasi dengan USG.
Kriteria USG adalah: penebalan kandung empedu (3,5 mm), batu endapan ose dengan bayangan
akustik, dan pengumpulan cairan di sekitar kandung empedu (perikolesistitis).
Hasil: Semua pasien awalnya ditangani dengan pemasangan pipa nasogastric (suction), pemberian
cairan dan antibiotik. Kolesistektomi dilakukan pada 4 pasien dan kolesistektomi dengan splenektomi
pada 2 pasien karena adanya sferositosis.

Diskusi dan Kesimpulan: Kolelitiasis pada anak-anak paling sering dikaitkan dengan penyakit
hemolitik dan penyakit hemoglobin (Sferositosis herediter, Anemia sideropenia, Thalasemia dll).
Insiden batu kolesterol lebih tinggi dari batu pigmen empedu. Kolesistitis dan kolelitiasis pada anak-
anak lebih umum terjadi daripada yang diperkirakan sebelumnya. USG menegaskan dengan akurasi
yang baik adanya batu dan kolesistitis tanpa batu. Pengobatan biasanya melalui pembedahan,
laparoskopi atau operasi terbuka, tergantung pada tahapan penyakit dan pengalaman ahli bedah.

Kata kunci

Kolelitiasis pada anak-anak

1
1. Pengantar
Meskipun penyakit kandung empedu jarang pada anak-anak, pasien anak-anak mencapai
4% dari semua kasus dengan kolesistektomi. Kolelitiasis yang timbul sebagai konsekuensi dari
penyakit ekstrahepatik atau intrahepatik adalah gangguan yang terkenal terkenal dan masalah
kesehatan yang dipelajari secara luas pada anak-anak [1] - [3].
Kolesistitis, untuk waktu yang lama dianggap sebagai penyakit orang dewasa, namun
dalam 20 tahun terakhir, telah didokumentasikan dalam praktek pediatrik dengan peningkatan
kejadian kolelitiasis non hemolitik.

Anemia hemolitik kongenital, sferositosis, dan thalassemia merupakan penyakit


hematologi yang paling umum yang terkait dengan kolelititasis [4] [5]. Baru-baru ini, kasus
kolelitiasis idiopatik telah meningkat berhubungan dengan penyakit ini pada 50% pasien [6] [7].
Manifestasi klinis yang paling umum adalah: intoleransi makanan, mual, muntah dan sakit perut.
Pengobatannya adalah pengobatan konservatif dan bedah.

TUJUAN
Dalam studi ini, 6 pasien dengan kolesistitis akut dan kolelitiasis didiagnosis dan diobati di klinik
penulis.

2. Bahan dan Metode


Rangkaian kasus kami termasuk 6 anak di bawah usia 12, dirawat dengan kolesistektomi
karena batu kandung empedu. Pengobatan konservatif telah diberikan pada semua kasus ini
selama lebih dari 12 bulan.

USG telah dilakukan di semua kasus untuk mengkonfirmasi diagnosis dan membedakan
dengan kemungkinan adanya masalah duodenum, pankreas, dan ginjal, terutama untuk
mengecualikan adanya anomali pertemuan saluran koledukus-pankreas. Tes fungsi hati dan tes
hemoglobin juga dilakukan untuk menyingkirkan adanya gangguan metabolisme. Pendekatan
bedah adalah dengan kolesistektomi klasik terbuka dan pada dua kasus dilakukan splenektomi
karena adanya sferositosis. Bagian wilayah anatomi Calot diidentifikasi. Sistika dan duktus
sistikus diikat dan dipotong dengan gunting.
Kolangiografi intraoperatif tidak dilakukan pada semua kasus. Semua pasien kembali
mengalami peristalsis pada hari kedua postop dan regimen nutrisi dimulai (teh, susu 1.2). Semua
pasien ditindaklanjuti secara klinis dan dengan USG pada 1, 6, 12 dan 24 bulan setelah operasi.
Tes fungsi hati dan hemoglobin telah diminta untuk dilakukan pada dua kasus dengan
splenektomi.

3. Hasil
2
Penyakit ini lebih umum pada pasien wanita 4 (66,66%) dibandingkan pada pasien laki-
laki 2 (33,33%). Usia rata-rata adalah 8,6. Manifestasi klinis yang tampak: suhu tubuh
meningkat, sakit perut dan nyeri perut selama pemeriksaan. Manifestasi klinis lainnya termasuk:
muntah pada 4 pasien (66,66%), ikterus pada 2 pasien (33,33%). Hasil laboratorium
menunjukkan adanya leukositosis pada 3 pasien (50%), gangguan hati pada 2 pasien (33%). 2
pasien didiagnosis dengan sferositosis dan splenomegali, 1 pasien mengalami empiema dari
kandung empedu (ketebalan dinding kandung empedu > 3,7 mm). Semua pasien awalnya diobati
dengan pemasangan pipa nasogastric (suction), pemberian cairan dan antibiotik.

Tabel 1 menyajikan distribusi kasus menurut jenis kelamin, usia, penyakit yang
berhubungan dan prosedur operasi. Kolesistektomi dilakukan pada 4 pasien dan kolesistektomi
dengan splenektomi pada 2 pasien karena adanya sferositosis.
Pada satu pasien, kandung empedunya dupleks, dengan sistikus bifida (Gambar 1-5).

Rata-rata waktu operasi adalah 56 menit dan 150 menit pada pasien dengan
kolesistektomi dan yang dilakukan splenektomi. Tidak ada komplikasi operasi atau pengulangan
prosedur, nyeri postop diatasi dengan supositoria Diklofenak. Pada pasien dengan
sferositosis/splenektomi, vaksin Pneumovax diberikan sebelum operasi sesuai dengan protokol
untuk splenektomi elektif. Pasien ditindaklanjuti postop setelah 1, 6, 12 dan 24 bulan. Hasil
klinis dan kosmetik cukup memuaskan.

Gambar 1. Tampilan makroskopik batu kandung Gambar 2. Tampilan batu pigmen empedu
empedu intraoperatif intraoperatif

3
Gambar 3. Kandung empedu bifida Gambar 4. Splenektomi karena adanya sferosit
dan batu pigmen empedu pada kandung
empedu

Gambar 5. Gambaran USG kolelitiasis pada anak-


anak
Tabel 1. Distribusi kasus sesuai dengan usia, jenis kelamin, penyakit yang terkait, dan prosedur
operasi

4. Diskusi

4
Kolelitiasis pada anak-anak tidak umum terjadi dan sebagian besar pasien tidak
menunjukkan gejala [3] [8] - [10]. Penyebab yang biasa dari batu empedu pada anak-anak adalah
penyakit hemolitik. Sferositosis herediter, Anemia sel sabit, dan thalassemia adalah kelainan
hemolitik yang paling umum mengakibatkan pengembangan batu empedu (aschcraft) [11] - [16].
Batu empedu kolesterol terjadi pada anak-anak dan remaja karena gangguan patofisiologis yang
sama yang menyebabkan timbulnya batu-batu ini pada orang dewasa (Ashcraft).

Insiden batu kolesterol lebih tinggi dari batu pigmen empedu [5] [7] [17] - [21].
Kolesistitis dan kolelitiasis pada anak-anak lebih umum terjadi daripada yang diperkirakan
sebelumnya [13] [19] [22]. Anak-anak dengan peningkatan risiko penyakit ini biasanya prematur
yang telah diberikan furosemid dan mereka yang diberikan terapi parenteral [1]. Faktor
predisposisi untuk batu kandung empedu adalah: anak-anak dengan nutrisi parenteral total,
reseksi ileum, sepsis dan penyakit haemolitik [1] [9] [23] [24]. Pada bayi, kolelitiasis mengalami
regresi/penurunan secara spontan (kolelitiasis janin) tetapi dapat juga timbul dengan gejala klinis
dan komplikasi yang timbul karena adanya faktor predisposisi [6] [20].

Manifestasi klinis yang biasa pada kolesistitis dan kolelitiasis tidak selalu muncul pada
anak-anak. Sebagian besar dari anak-anak tersebut datang dengan sakit perut yang tidak spesifik.
Beberapa pasien (5% - 10%) dapat datang dengan komplikasi seperti pankreatitis dan kolesistitis
akut [13] [19]. Walaupun ikterus obstruktif karena adanya batu di choledocus sangat langka
terjadi, kejadian ini telah dilaporkan dalam literatur [19]. Tes fungsi hati menunjukkan hasil yang
normal. X-ray perut dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.

USG menegaskan dengan akurasi yang baik adanya kolelitiasis dan kolesistitis tanpa
batu [25].

Pengobatan biasanya melalui pembedahan [2] [4] [7] [9] [19] [22]. Data untuk terapi
pengobatan adalah: lithotripsy dan disolusi batu asam empedu tidak dijelaskan dalam literatur
Bedah Anak [12].

5. Kesimpulan
Dalam pengalaman kami, tidak ada kontraindikasi spesifik untuk dilakukan
kolesistektomi laparoskopi tapi ini tidak dilakukan karena kurangnya peralatan. Kami tidak
percaya bahwa kolangiografi intraoperatif diperlukan karena adanya risiko yang sangat kecil
terjadinya migrasi batu di koledukus serta karena adanya visualisasi anatomi yang baik dari
unsur-unsur anatomi di wilayah Calot.

Tidak perlu untuk dilakukan drainase jika hemostasis dilakukan dengan benar dan diseksi
jaringan dilakukan dengan hati-hati. Kami menganggap bahwa operasi terbuka adalah standar
emas dalam keadaan pasien kami karena tingkat komplikasi tidak jauh lebih tinggi daripada

5
dengan operasi laparoskopi. Kolesistektomi dan splenektomi diindikasikan pada pasien dengan
penyakit haemolitic dan cholelithiasis yang terkait dengan penyakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai