LAPORAN PENDAHULUAN
oleh
Popi Dyah Putri Kartika, S. Kep
NIM 132311101035
Mahasiswa
A. Konsep Teori
1. Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru terbagi
menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paruparu kiri mempunyai dua lobus. Setiap paru-paru terbagi
lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang
disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh
ruang yang disebut mediastinum (Sherwood, 2001).
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis disebut pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara 11 kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura
(Guyton, 2007).
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian atas dan
pernafasan bagian bawah. Sistem pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga
hidung, sinus paranasal, dan faring. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring,
trakea, bronkus, bronkiolus dan alveolus paru (Guyton, 2007). Pergerakan dari
dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi
adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan
lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan
paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu: 1) Otot inspirasi yang terdiri
atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma
dan 2) Otot-otot ekspirasi meliputi rektus abdominis dan interkostalis internus
( Alsagaff dkk., 2005).
1. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan
normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga
paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan
antara paru-paru dan dinding dada berada di bawah tekanan atmosfer (Guyton,
2007). Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut (West, 2004). Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa
pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah
paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung paru-
paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan
karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah mengalir.
Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia bersifat elastis.
Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka oleh bahan kimia
surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk mengempis
(McArdle, 2006). Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi
menjadi empat mekanisme dasar, yaitu:
1. Ventilasi paru: masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan atmosfer
2. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
3. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
dan dari sel
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup
dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru
dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi
semula. Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk
sewaktu bernafas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi menaikkan volume
intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg
relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada permulaan, inspirasi menurun sampai
-6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang lebih mengembang dan tertanam
dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam
paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi
dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan
pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara mengalir ke luar dari
paru-paru (Syaifuddin, 2001). Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan
gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik
ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi
terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan
atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi (Price, 2005). Proses setelah
ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke dalam pembuluh
darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari
daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang
berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan
faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke
jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2007).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah:
1. Usia: Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi penurunan
elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan kapasitas paru
2. Jenis kelamin: Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada
wanita, karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar 17 dibandingkan wanita.
Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan compliance paru
sudah terlatih.
3. Tinggi badan dan berat badan: Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar,
fungsi ventilasi parnya lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek
(Guyton, 2007).
2. Definisi
3. Epidemiologi
4. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. , tahan
terhadap pewarnaan yang asam, sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam
(BTA). Sebagian besar bakteri terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat
lebih tahan asam. Bisa bertahan hidup bertahun-tahun. Sifat lain adalah bersifat
aerob, lebih menyukai jaringan kaya oksigen. Secara khas bakteri berbentuk
granula dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan. Bakteri
Mycobacterium tuberculosis akan cepat mati dengan sinar matahari langsung,
tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh dapat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun (Achmadi,
2008).
Sedangkan beberapa faktor yang mempengatuhi timbulnya TB antara lain:
1. Sosial Ekonomi
Keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan
sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC.
Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan
yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-
syarat kesehatan.
2. Status Gizi
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-
lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap
penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
3. Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia produktif
(15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi menyebabkan
usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun
sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai
penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
4. Jenis Kelamin
Penyakit TB-Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki
dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada
sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan
bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh
TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis
kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum
alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih
mudah terpapar dengan agent penyebab TB Paru.
5. Klasifikasi
Menurut Depkes (2006), Tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
golongan berdasarka jaringan yang terkena dan berdasarkan tipe pasien. Berdasarkan
jaringan yang terkena, Tuberkulosis diklasifikasikan menjadi dua macam diantaranya:
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis paru BTA (+), jika:
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-), jika:
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
tuberculosis
Sedangkan berdasarkan tipe pasien (riwayat pengobatan sebelumnya),
tuberculosis dapat dibagi sebagai berikut:
a. Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps): pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh ataupengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran
radiologi dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :
1) Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)
2) TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out: pasien yang telah menjalani pengobatan > 1
bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai
d. Kasus gagal: pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
e. Kasus kronik: pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan
yang baik
2. Tuberkulosis ekstraparu
6. Patofisiologi
Perjalanan dan perluasan infeksi Tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua
kemungkinan. Kemungkinan pertama, infeksi akan terjadi secara primer.
Kemungkinan kedua, infeksi akan terjadi secara sekunder (reinaktifasi). Infeksi
primer terjadi jika imun penderita lemah, sehingga saat menghirup udara
mengandung bakteri Mycobacteriun tuberculosis, bakteri langsung aktif dan
menyebabkan peradangan dalam paru yang disebut kompleks primer. Waktu yang
diperlukan dari masuknya bakteri dengan terbentuknya kompleks primer kira-kira
4-6 minggu. Sedangkan infeksi sekunder/ reinaktifasi adalah infeksi yang terjadi
karena kembali aktifnya bakteri dorman atau bertambahnya bakteri baru yang
masuk ke dalam tubuh. Hal tersebut dikarenakan sakit lama/keras atau memakai
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama. Infeksi ini dapat terjadi
bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi.
Kelanjutan dari infeksi primer adalah pelepasan bahan cair dari daerah nekrosis
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan
dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses
ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
7. Manifestasi Klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006). Sedangkan menurut Bahar (2001) beberapa
gejala yang sering ditemukan pada penderita TB adalah:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang dapat
mencapai 40-41°C. Keluhan ini sangat dipengaruhi berat atau ringannnya
infeksi kuman yang masuk. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada
tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding
bronkus (Price dan Wilson, 2005).
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Amin dan Bahar, 2006).
8. Pemeriksaan penunjang
Periksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan diagnosis TB
antara lain:
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium tuberkulosis ada beberapa macam bahan
pemeriksaan yaitu:
9. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
b. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap intensif (awal)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
C. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1) Data umum
1. Keluhan Utama: Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB
paru meminta pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:
a) Keluhan respiratoris, meliputi: Batuk, nonproduktif/ produktif atau
sputum bercampur darah, batuk darah, seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupablood streak, berupa garis, atau bercak-
bercak darah, sesak napas, nyeri dada. Menurut Tabrani Rab (1998)
mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah darah yang
dikeluarkan:
Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24
jam.
Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
Batuk darah ringan, darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24
jam.
b) Keluhan sistematis, meliputi:
Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek. Keringat malam,
anoreksia, penurunan berat badan, dan malaise.
6. Riwayat penyakit saat ini
PQRST
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebab
sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak, perlahan-
lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-menerus
atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan klien saat
gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali
timbul (onset).
7. Riwayat Penyakit Dahulu: apakah sebelumnya klien pernah menderita
TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis dari organ
lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB
paru seperti diabetes mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa
diminum oleh klien pada masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi
obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yang terjai di masa
lalu. Kaji lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB)
dalam enam bulan terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru
berhubungan erat dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya
anoreksia dan mual yang sering disebabkan karena meminum OAT.
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
9. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat mengumpulkan data
hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat
ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian
psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi, klien dengan TB paru
sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai dengan keluhan yang
dialaminya.
10. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
a. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital: biasanya Compos mentis.
TTV biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi
biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan
adanya penyulit seperti hipertensi.
b. B1 (Breathing)
Inspeksi: Sekilas pandang klien dengan TB paru biasanya tampak
kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter bentuk
dada antero-posterior dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila
ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif,
maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebar
intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai
atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan
tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami
perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan
terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum: Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen.
Periksa jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai
adanya brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami
peningkatan produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu
mengukur jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang
evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
TB paru tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada
saat bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi)
pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
c. B2 (Blood)
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
d. B3 (Brain)
Kesadaran: biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, klien tampak dengan meringis, menangis, merintih,
meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata,
biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemispada TB paru dengan
gangguan fungsi hati.
e. B4 (Bladder)
Adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Klien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga
pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal
sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan sesuai NANDA (2015)
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031)
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan perokok; terpajan
asap; adanya jalan napas buatan; benda asing dalam jalan napas; eksudat dalam
alveoli; hiperplasia pada dinding bronkus, mucus berlebihan; penyakit paru
obstruksi kronis; sekresi yang tertahan; spasme jalan napas; asma; disfungsi
neuromuskular; infeksi; jalan napas alergik ditandai dengan batuk yang tidak
efektif; dispnea; gelisah; kesulitan verbalisasi; mata terbuka lebar; ortopnea;
penurunan bunyi napas; perubahan frekuensi napas; perubahan pola napas;
sianosis; sputum dalam jumlah yang berlebihan; suara napas tambahan; tidak ada
batuk.
2. Ketidakefektifan pola napas (00032)
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ansietas; cidera medula
spinalis; deformitas dinding dada; deformitas tulang; disfungsi neuromuskular;
gangguan muskuloskeletal; gangguan neurologis (misal EEG positif, trauma
kepala, gangguan kejang); hiperventilasi; imaturitas neurologis; keletihan;
keletihan otot pernapasan; nyeri; obesitas; posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru; sindrom hipoventilasi ditandai dengan bradipnea; dispnea; fase
ekspirasi memanjang; ortopnea; penggunaan otot bantu pernapasan; penggunaan
posisi tiga-titik; peningkatan diameter anterior-superior; penurunan kapasitas
vital; penurunan tekanan ekspirasi; penurunan tekanan inspirasi; penurunan
ventilasi semenit; pernapasan bibir; pernapasan cuping hidung; perubahan
ekskursi dada; pola napas abnormal (irama, frekuensi, kedalaman); takipnea
3. Gangguan pertukaran gas (00033)
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi; perubahan membrane alveolar-kapiler ditandai dengan diaforesis;
dispnea; gangguan penglihatan; gas darah arteri abnormal; gelisah; hiperkapnia;
hipoksemia; hipoksia; iritabilitas; konfusi; napas cuping hidung; penurunan
karbondioksida; pH arteri abnormal; pola pernapasan abnormal (kecepatan, irama,
kedalaman); sakit kepala saat bangun; sianosis; samnolen; takikardia; warna kulit
abnormal (pucat, kehitaman)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis; faktor ekonomi; gangguan psikososial; ketidakmampuan makan;
ketidakmampuan mencerna makanan; ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien;
kurang asupan makanan ditandai dengan BB 20% atau lebih dibawah rentang
ideal; bising usus hiperaktif; cepat kenyang setelah makan; diare; kelemahan
menelan; kesalahan informasi dan persepsi; kram abdomen; nyeri abdomen;
penurunan berat badan dengan asupan makan adekuat; sariawan; tonus otot
menurun.
5. Hipertermi (00007)
Hipertermi berhubungan dengan agen farmaseutikal; aktivitas berlebih;
dehidrasi; iskemia; peningkatan laju metabolisme; penyakit; sepsis; suhu
lingkungan ; trauma ditandai dengan apnea, gelisah, hipotensi; kejang; kulit
kemerahan; kulit hangat; letargi; takikardi; takipnea.
6. Nyeri akut (00132)
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera biologis, fisik, kimia ditandai
dengan bukti nyeri; diaforesis; dilatasi pupil; ekspresi wajah nyeri; fokus
menyempit; fokus pada diri sendiri; keluhan nyeri; laporan perilaku nyeri;
perilaku distraksi; perubahan parameter biologis; perubahan posisi untuk
menghindari nyeri; perubahan selera makan; putus asa; sikap melindungi nyeri.
7. Keletihan (00093)
Keletihan berhubungan dengan ansietas; depresi; gangguan tidur; gaya hidup
tanpa stimulasi; hambatan lingkungan; kelesuan fisiologis (anemia, kehamilan,
penyakit); malnutrisi; peningkatan kelelahan fisik ditandai dengan apatis;
gangguan konsentrasi; kelelahan; kurang energi dan minat; letargi; mengantuk;
peningkatan keluhan fisik; penurunan performa; tidak mampu mempertahankan
rutinitas seperti biasanya.
d. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Keperawatan hasil
1. Ketidakefektifan Outcome untuk 1. Monitor status oksigenasi pasien (misalnya
bersihan jalan nafas mengukur frekuensi, irama, kedalaman, auskultasi)
penyelesaian dari 2. Monitor dan catat warna, jumlah dan
diagnosis konsistensi sekret.
a. Status pernapasan: 3. Catat kebutuhan penghisapan sekret (suction)
jalan napas paten 4. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
dengan kriteria : tindakan suction
RR = 16- 5. Fisioterapi dada
20x/menit, irama 6. Monitor status neurologis (misalnya, status
reguler, tidak ada mental, tekanan intrakranial, tekanan perfusi
suara nafas serebral)
tambahan 7. Terapi oksigen
b. Mampu 8. Jelaskan semua prosedur yang akan
mengeluarkan dilakukan dan efek sampingnya
sekret dengan 9. Pengaturan posisi
efektif 10. Pantau tanda-tanda vital
11. Berikan cairan dan nutrisi adekuat
e. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan menurut Smeltzer & Bare (2002) antara lain:
1. Mempertahankan jalan nafas
2. Menunjukkan tingkat pengetahua yang adekuat
3. Mematuhi regimen pengobatan
4. Ikut serta dalam tindakan preventif
5. Mempertahankan jadwal aktivitas
6. Melakukan langkah-langkah meminimalkan efek samping
7. Tidak menunjukkan komplikasi
B. Discharge Planning
a. Persiapan Home Care
Kebanyakan klien dengan TB dirawat di rumah. Namun, klien dengan TB
akan dirawat sementara di rumah sakit jika dicurigai pneumonia atau komplikasi
lain yang mungkin ada. Discharge mungkin tertunda jika situasi dianggap
menyebabkan risiko tinggi atau jika klien dicurigai tidak akan patuh terhadap
regimen pengobatan. Konsultasikan dengan pekerja pelayanan sosial di rumah
sakit atau lembaga kesehatan masyarakat. Perawat juga dapat memastikan
memulangkan klien ke lingkungan yang sesuai dengan pengawasan lanjutan.
b. Klien / Keluarga Pendidikan
Klien diinstruksikan untuk mengikuti regimen obat persis seperti yang
ditentukan dan untuk selalu memiliki persediaan obat di rumah. Mereka juga
diajarkan bagaimana cara meminimalkan efek samping. Perawat mengingatkan
klien dengan TB bahwa penyakit tidak menular 2 sampai 3 minggu setelah terapi
obat dimulai. Namun, klien harus melanjutkan dengan obat resep selama 9 sampai
12 bulan seperti yang diperintahkan.
Jika klien telah mengalami penurunan berat badan dan kelesuan yang parah, ia
secara bertahap harus melanjutkan kegiatan biasa. Nutrisi yang tepat dengan
makanan dari empat kelompok dasar makanan harus dijaga untuk mencegah
terulangnya.
c. Persiapan Psikososial
Perawat klien dengan TB bahwa masyarakat akan mengaitkan stigma
dengan penyakit dengan menghubungkannya dengan para pelanggar substansi dan
gelandangan. Tidak semua orang yang memiliki TB merupakan anggota dan
kelompok dukungan lain dalam masyarakat dapat menyajikan sebuah sikap positif
untuk membantu klien mengatasi kemungkinan reaksi negatif.
Sumberdaya Perawatan Kesehatan. Klien perlu mendapat tindak lanjut perawatan
oleh dokter selama minimal 1 tahun selama pengobatan aktif. Selain itu, ALA,
sebuah organisasi yang menggunakan relawan, dapat memberikan informasi gratis
kepada klien tentang penyakit dan pengobatannya. Alcoholics Anonymous dan
sumber daya perawatan kesehatan lainnya untuk klien dengan alkoholisme juga
tersedia jika diperlukan. Para perawat membantu klien yang penyalahgunaan obat-
obatan untuk mencari program obat pengobatan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2006. [Serial Online] diakses pada tanggal 14 April 2018 melalui
www.depkes.go.id/download.php?
file=download/pusdatin/profil.../profil...2006...
InfoDATIN. 2015. Tuberkulosis. Kementrian Kesehatan RI
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kementerian Kesehatan RI. 2010.Pedoman Manajerial Pelayanan
TuberkulosisDengan Strategi DOTS Di Rumah Sakit, Ditjen Bina
Pelayanan Medik, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011.Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis, Jakarta.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., dan Swanson, E. 2017. Nursing
Outcomes Classification (NOC), 5th edition.United Kingdom: Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. 2013. Nursing
Outcome Classification. Oxford: Elcevier.
Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-. Proses
Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC
WHO. 2015. Global Tuberculosis Report 20th Edition. World Health Organization