Dewasa ini penggunaan bahasa adalah hal yang sangat biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terjadi karena bahasa merupakan media untuk berkomunikasi. Contohnya penggunaan bahasa dalam proses pembelajaran, presentasi, wawancara, dan lain-lain. Di Indonesia terdapat banyak penggunaan bahasa, diantaranya bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Dalam berbahasa terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi, misalnya aturan mengenai pembinaan bahasa Indonesia. Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa pun telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41 sampai pasal 43. Tapi dalam kenyataannya terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi terkait UU tersebut. Permasalahan itu timbul karena pemerintah kurang bisa menjalankan kewajibannya dengan baik dalam hal mengembangkan dan melindungi bahasa Indonesia. Pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41 menyatakan bahwa “Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sanstra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai denga perkembangan zaman”. Pasal 42 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan funsinya dala kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Pasal 43 menyatakan bahwa “Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa”. Berdasarkan hal-hal di atas, kami akan membahas tentang permasalahan- permasalahan yang terjadi terkait pelanggaran pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41 sampai pasal 43. 1.2 Rumusan Masalah 1. Hal apa saja yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43? 2. Bagaimana upaya pemerintah dalam menyelesaikan perkara pelanggaran yang terjadi mengenai Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42 dan pasal 43? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui apa saja yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam menyelesaikan perkara pelanggaran yang terjadi mengenai Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42 dan pasal 43. 1.4 Manfaat a. Manfaat Teoritis 1. Menambah wawasan, memberikan informasi dan ilmu pengetahuan mengenai permasalahan yang terjadi, terkait dengan Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43 b. Manfaat Praktis 1. Memberikan masukan bagi pengajar, mahasiswa, dan masyarakat tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya meminimalisir terjadinya pelanggaran terkait dengan Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43. BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 41-43
2.1.1 Pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 41
Dalam UU No. 24 tahun 2009 pasal 41 menyatakan bahwa “Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman”. Namun dalam praktiknya sesuai perkembangan zaman penggunaan istilah asing kembali ramai di ruang publik. Politisi lebih suka menggunakan kata parliamentary threshold dari pada ambang batas parlemen. Sementara kaum pekerja pun lebih suka menggunakan kata meeting dari pada rapat. Istilah delete lebih akrab dibanding hapus. Begitu pun copy untuk salin, network untuk jaringan, download buat unduh, serta upload untuk unggah. Fenomena maraknya kembali penggunaan istilah asing tersebut, membuat kekhawatiran. Di masa depan generasi mendatang akan lebih akrab, senang, dan bangga menggunakan istilah-istilah asing. Sementara bahasa Indonesia tepinggirkan dan ditinggalkan. Tanpa sanksi yang jelas, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak punya taring untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran bahasa di lapangan. Meski hal itu bukan berarti penertiban terhadap penggunaan bahasa Indonesia bisa berhenti.
2.1.2 Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 42
UU No. 24 tahun 2009 pasal 42 ayat 1 telah disebutkan bahwa pemerintah dalam hal ini wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya di dalam mayarakat. Hal ini mengkhususkan tugas pemerintah daerah untuk menjaga kearifan lokal tersebut. Karena dilindungi oleh pasal 42 maka pemerintah daerah akan berusaha keras untuk menangani bahasa dan satra daerah karena pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menjaga kearifan lokal. Contoh nyata dari menjaga kearifan lokal ini diselenggarakan oleh pemerintah daerah Jateng, DIY, dan Jatim yang sudah menyelenggarakan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) setiap 5 tahun sekali. Di dalam kongres tersebut ditetapkan antara lain bahasa jawa menjadi muatan lokal wajib bagi siswa SD sampai siswa SMA dan penggunaan bahasa jawa pada hari-hari atau perayaan tertentu di lingkungan pemda, pemkot, dan pemkab. Akan tetapi yang menjadi permasalahan di sini adalah apabila pasal 42 tersebut dihadapkan pada pasal 33. Hal ini akan menjadi dilema besar karena pasal 42 bertentangan dengan pasal 33 ayat 1. Dalam pasal 33 ayat 1 disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Tentu saja hal ini akan menjadi beban bagi pemerintah daerah untuk melakukan kewajiban menjaga kearifan lokal daerahnya. Hal ini juga menyebabkan kepentingan daaerah terkalahkan oleh kepentingan nasional karena kedudukan UU yang lebih tinggi. Secara otomatis juga pemerintah nasional mempersempit kerja pemerintah daerah. 2.1.3 Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 43 Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk bahasa. Pada aspek kebahasaan, dampak negatif dari era globalisasi ini ditandai dengan lunturnya kecintaan dan kebanggaan bangsa Indonesia terhadap bahasa Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan kurangnya perhatian terhadap pengembangan, pembinaan dan pelindungan bahasa Indonesia. Lunturnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap bahasa Indonesia membuat masyarakat Indonesia lebih menghargai bahasa asing dibandingkan bahasa Indonesia. Dalam UU No. 24 tahun 2009 telah disebutkan bahwa pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia dalam rangka peningkatan daya saing bangsa. Akan tetapi disini yang terjadi adalah makin membudayanya penggunaan bahasa Inggris yang tidak pada tempatnya. Yang lebih parahya lagi masyarakat menggunakan bahasa Inggris-Indonesia alias gado-gado. Selain penggunaan bahasa gado-gado Indonesia-Inggris, terjadi pula pemelesetan lafal dan ejaan, bentuk penyingkatan kedua bahasa itu, serta pengacauan fungsi huruf kecil, huruf besar, angka, dan tanda baca (yang dikenal dengan ragam bahasa alay). Para pengguna dengan santainya berekspresi menggunakan bahasa yang dianggap gaul, termasuk dalam berserapah tanpa kekhawatiran diawasi atau dianggap tidak santun. Berserapah, baik untuk tujuan memperkuat solidaritas pertemanan maya maupun tujuan melawan musuh maya, menjadi tidak tabu dalam komunikasi melalui komputer. Ruang-ruang obrolan di internet pun menyebarluaskan serapahan baru yang dilancarkan remaja seperti cupu, anjrit, katro, jayus, lemot, jijay, jablay, gokil, dan lain sebagainya.
2.2 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun
2009 pasal 41-43
2.2.1 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24
tahun 2009 pasal 41 Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 41 dapat menyebabkan kekhawatiran, di masa depan generasi mendatang akan lebih akrab, senang, dan bangga menggunakan istilah-istilah asing. Sementara bahasa Indonesia terpinggirkan dan ditinggalkan. Sesungguhnya edukasi terhadap semua pihak agar tertib menggunakan bahasa Indonesia adalah pilihan terbaik. Karena pemerintah memang punya kewajiban mengenai hal tersebut, termasuk mengembangkan dan melindungi bahasa Indonesia sesuai pasal 41 UU No. 24 tahun 2009. Tertib berbahasa Indonesia sangatlah penting, sebab bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu bangsa, serta sarana komunikasi antar daerah. Meskipun begitu, bukan berati bangsa Indonesia anti terhadap bahasa asing, karena dalam pengembangan bahasa Indonesia tidak ada pantangan untuk menyerap bahasa asing yang memang sulit dicari padan katanya. Dengan begitu, dalam mengembangkan dan melindungi bahasa Indonesia dapat berlangsung dengan baik, yaitu melestarikan bahasa daerah dan menguasai bahasa asing. Tapi tetap mengutamakan bahasa Indonesia dalan berbagai aspek kehidupan. 2.2.2 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 42 pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 42 menyebabkan menyempitnya kerja pemerintah daerah akibat kepentingan daerah terkalahkan oleh kepentingan nasional. Hal ini penting untuk digaris bawahi, mengingat Indonesia yang pada dasarnya adalah sebuah nation yang dibentuk oleh berbagai suku, beragam budaya, dan beraneka bahasa (daerah). Indonesia seharusnya bukan semata-mata mendahulukan kepentingan nasional lalu mengabaikan komponen pendukungnya. Apabila hal ini terjadi terus-menerus bisa dipastikan sikap positif berbahasa tidak akan tumbuh dengan baik. Jadi pada intinya, pemerintah nasional hendaknya memperjelas UU No. 24 tahun 2009 pasal 42 dengan lebih tegas dan saling menguntungkan. Karena apabila tidak diperjelas, secara halus sesungguhnya UU Bahasa mempersempit ruang gerak kepentingan (kearifan) lokal. 2.2.3 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 43 Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa yang mengglobal di tengah- tengah era globalisasi jika undang-undang kebahasaan diimplementasikan. Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam pengembangan, pembinaan dan perlindungan bahasa Indonesia sebagai wujud nyata dari pasal 41, pasal 42, dan pasal 43 Undang-undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bahasa. Jika pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa Indonesia sudah diaplikasikan, maka tidak tertutup kemungkinan pengimplementasian bagin keempat dari undang-undang kebahasaan yang mengatur peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi bahasa Internasional. Dalam pelanggaran UU No. 24 tahun 2009 pasal 43 telah banyak masyarakat yang menggunakan istilah asing dan mengindonesiakan istilah asing dikarenakan tidak adanya sanksi yang berat. Maka, pemerintah seharusnya menetapkan sanksi yang berat untuk pelanggaran penggunaan bahasa asing yang tidak pada tempatnya.