Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini penggunaan bahasa adalah hal yang sangat biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu terjadi karena bahasa merupakan media
untuk berkomunikasi. Contohnya penggunaan bahasa dalam proses
pembelajaran, presentasi, wawancara, dan lain-lain. Di Indonesia terdapat
banyak penggunaan bahasa, diantaranya bahasa nasional, yaitu bahasa
Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing.
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi
dengan manusia lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Dalam
berbahasa terdapat aturan-aturan yang harus dipatuhi, misalnya aturan mengenai
pembinaan bahasa Indonesia. Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan
bahasa pun telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41 sampai pasal
43. Tapi dalam kenyataannya terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi
terkait UU tersebut. Permasalahan itu timbul karena pemerintah kurang bisa
menjalankan kewajibannya dengan baik dalam hal mengembangkan dan
melindungi bahasa Indonesia.
Pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41 menyatakan bahwa “Pemerintah
wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sanstra Indonesia
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, sesuai denga perkembangan zaman”. Pasal 42
menyatakan bahwa “Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan
melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan
funsinya dala kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman
dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Pasal 43
menyatakan bahwa “Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia
yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya
saing bangsa”.
Berdasarkan hal-hal di atas, kami akan membahas tentang permasalahan-
permasalahan yang terjadi terkait pelanggaran pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan bahasa yang diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41
sampai pasal 43.
1.2 Rumusan Masalah
1. Hal apa saja yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran terhadap UU Nomor
24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam menyelesaikan perkara pelanggaran
yang terjadi mengenai Pengembangan, Pembinaan, dan Perlindungan
Bahasa Indonesia yang tertera pada UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41,
pasal 42 dan pasal 43?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja yang dapat dikatakan sebagai pelanggaran
terhadap UU Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43.
2. Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam menyelesaikan
perkara pelanggaran yang terjadi mengenai Pengembangan, Pembinaan, dan
Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera pada UU Nomor 24 Tahun 2009
pasal 41, pasal 42 dan pasal 43.
1.4 Manfaat
a. Manfaat Teoritis
1. Menambah wawasan, memberikan informasi dan ilmu pengetahuan
mengenai permasalahan yang terjadi, terkait dengan Pengembangan,
Pembinaan, dan Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera dalam UU
Nomor 24 Tahun 2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan masukan bagi pengajar, mahasiswa, dan masyarakat tentang
hal-hal yang harus dilakukan dalam upaya meminimalisir terjadinya
pelanggaran terkait dengan Pengembangan, Pembinaan, dan
Perlindungan Bahasa Indonesia yang tertera dalam UU Nomor 24 Tahun
2009 pasal 41, pasal 42, dan pasal 43.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 41-43

2.1.1 Pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun 2009 pasal 41


Dalam UU No. 24 tahun 2009 pasal 41 menyatakan bahwa “Pemerintah
wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra
Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan
zaman”. Namun dalam praktiknya sesuai perkembangan zaman
penggunaan istilah asing kembali ramai di ruang publik. Politisi lebih suka
menggunakan kata parliamentary threshold dari pada ambang batas
parlemen. Sementara kaum pekerja pun lebih suka menggunakan kata
meeting dari pada rapat. Istilah delete lebih akrab dibanding hapus. Begitu
pun copy untuk salin, network untuk jaringan, download buat unduh, serta
upload untuk unggah.
Fenomena maraknya kembali penggunaan istilah asing tersebut,
membuat kekhawatiran. Di masa depan generasi mendatang akan lebih
akrab, senang, dan bangga menggunakan istilah-istilah asing. Sementara
bahasa Indonesia tepinggirkan dan ditinggalkan.
Tanpa sanksi yang jelas, Badan Pengembangan dan Pembinaan
Bahasa (BPPB) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak punya
taring untuk melakukan penindakan terhadap pelanggaran bahasa di
lapangan. Meski hal itu bukan berarti penertiban terhadap penggunaan
bahasa Indonesia bisa berhenti.

2.1.2 Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 42


UU No. 24 tahun 2009 pasal 42 ayat 1 telah disebutkan bahwa
pemerintah dalam hal ini wajib mengembangkan, membina, dan melindungi
bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya
di dalam mayarakat. Hal ini mengkhususkan tugas pemerintah daerah untuk
menjaga kearifan lokal tersebut. Karena dilindungi oleh pasal 42 maka
pemerintah daerah akan berusaha keras untuk menangani bahasa dan satra
daerah karena pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk menjaga
kearifan lokal. Contoh nyata dari menjaga kearifan lokal ini diselenggarakan
oleh pemerintah daerah Jateng, DIY, dan Jatim yang sudah
menyelenggarakan Kongres Bahasa Jawa (KBJ) setiap 5 tahun sekali. Di
dalam kongres tersebut ditetapkan antara lain bahasa jawa menjadi muatan
lokal wajib bagi siswa SD sampai siswa SMA dan penggunaan bahasa jawa
pada hari-hari atau perayaan tertentu di lingkungan pemda, pemkot, dan
pemkab. Akan tetapi yang menjadi permasalahan di sini adalah apabila
pasal 42 tersebut dihadapkan pada pasal 33. Hal ini akan menjadi dilema
besar karena pasal 42 bertentangan dengan pasal 33 ayat 1. Dalam pasal
33 ayat 1 disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta. Tentu saja hal
ini akan menjadi beban bagi pemerintah daerah untuk melakukan kewajiban
menjaga kearifan lokal daerahnya. Hal ini juga menyebabkan kepentingan
daaerah terkalahkan oleh kepentingan nasional karena kedudukan UU yang
lebih tinggi. Secara otomatis juga pemerintah nasional mempersempit kerja
pemerintah daerah.
2.1.3 Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 43
Era globalisasi akan menyentuh semua aspek kehidupan, termasuk
bahasa. Pada aspek kebahasaan, dampak negatif dari era globalisasi ini
ditandai dengan lunturnya kecintaan dan kebanggaan bangsa Indonesia
terhadap bahasa Indonesia, penggunaan bahasa Indonesia yang tidak
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan
kurangnya perhatian terhadap pengembangan, pembinaan dan pelindungan
bahasa Indonesia. Lunturnya kecintaan masyarakat Indonesia terhadap
bahasa Indonesia membuat masyarakat Indonesia lebih menghargai bahasa
asing dibandingkan bahasa Indonesia.
Dalam UU No. 24 tahun 2009 telah disebutkan bahwa pemerintah dapat
memfasilitasi warga negara Indonesia dalam rangka peningkatan daya saing
bangsa. Akan tetapi disini yang terjadi adalah makin membudayanya
penggunaan bahasa Inggris yang tidak pada tempatnya. Yang lebih parahya
lagi masyarakat menggunakan bahasa Inggris-Indonesia alias gado-gado.
Selain penggunaan bahasa gado-gado Indonesia-Inggris, terjadi pula
pemelesetan lafal dan ejaan, bentuk penyingkatan kedua bahasa itu, serta
pengacauan fungsi huruf kecil, huruf besar, angka, dan tanda baca (yang
dikenal dengan ragam bahasa alay). Para pengguna dengan santainya
berekspresi menggunakan bahasa yang dianggap gaul, termasuk dalam
berserapah tanpa kekhawatiran diawasi atau dianggap tidak santun.
Berserapah, baik untuk tujuan memperkuat solidaritas pertemanan maya
maupun tujuan melawan musuh maya, menjadi tidak tabu dalam komunikasi
melalui komputer. Ruang-ruang obrolan di internet pun menyebarluaskan
serapahan baru yang dilancarkan remaja seperti cupu, anjrit, katro, jayus,
lemot, jijay, jablay, gokil, dan lain sebagainya.

2.2 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24 tahun


2009 pasal 41-43

2.2.1 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24


tahun 2009 pasal 41
Pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 41 dapat menyebabkan
kekhawatiran, di masa depan generasi mendatang akan lebih akrab,
senang, dan bangga menggunakan istilah-istilah asing. Sementara bahasa
Indonesia terpinggirkan dan ditinggalkan.
Sesungguhnya edukasi terhadap semua pihak agar tertib menggunakan
bahasa Indonesia adalah pilihan terbaik. Karena pemerintah memang punya
kewajiban mengenai hal tersebut, termasuk mengembangkan dan
melindungi bahasa Indonesia sesuai pasal 41 UU No. 24 tahun 2009.
Tertib berbahasa Indonesia sangatlah penting, sebab bahasa Indonesia
memiliki fungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana
pemersatu bangsa, serta sarana komunikasi antar daerah.
Meskipun begitu, bukan berati bangsa Indonesia anti terhadap bahasa
asing, karena dalam pengembangan bahasa Indonesia tidak ada pantangan
untuk menyerap bahasa asing yang memang sulit dicari padan katanya.
Dengan begitu, dalam mengembangkan dan melindungi bahasa
Indonesia dapat berlangsung dengan baik, yaitu melestarikan bahasa
daerah dan menguasai bahasa asing. Tapi tetap mengutamakan bahasa
Indonesia dalan berbagai aspek kehidupan.
2.2.2 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24
tahun 2009 pasal 42
pelanggaran terhadap UU No. 24 pasal 42 menyebabkan
menyempitnya kerja pemerintah daerah akibat kepentingan daerah
terkalahkan oleh kepentingan nasional. Hal ini penting untuk digaris bawahi,
mengingat Indonesia yang pada dasarnya adalah sebuah nation yang
dibentuk oleh berbagai suku, beragam budaya, dan beraneka bahasa
(daerah). Indonesia seharusnya bukan semata-mata mendahulukan
kepentingan nasional lalu mengabaikan komponen pendukungnya. Apabila
hal ini terjadi terus-menerus bisa dipastikan sikap positif berbahasa tidak
akan tumbuh dengan baik.
Jadi pada intinya, pemerintah nasional hendaknya memperjelas UU No.
24 tahun 2009 pasal 42 dengan lebih tegas dan saling menguntungkan.
Karena apabila tidak diperjelas, secara halus sesungguhnya UU Bahasa
mempersempit ruang gerak kepentingan (kearifan) lokal.
2.2.3 Usaha pemerintah dalam menangani pelanggaran terhadap UU No. 24
tahun 2009 pasal 43
Bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa yang mengglobal di tengah-
tengah era globalisasi jika undang-undang kebahasaan diimplementasikan.
Sudah sepatutnya pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam
pengembangan, pembinaan dan perlindungan bahasa Indonesia sebagai
wujud nyata dari pasal 41, pasal 42, dan pasal 43 Undang-undang Nomor
24 tahun 2009 tentang Bahasa. Jika pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan bahasa Indonesia sudah diaplikasikan, maka tidak tertutup
kemungkinan pengimplementasian bagin keempat dari undang-undang
kebahasaan yang mengatur peningkatan fungsi bahasa Indonesia menjadi
bahasa Internasional.
Dalam pelanggaran UU No. 24 tahun 2009 pasal 43 telah banyak
masyarakat yang menggunakan istilah asing dan mengindonesiakan istilah
asing dikarenakan tidak adanya sanksi yang berat. Maka, pemerintah
seharusnya menetapkan sanksi yang berat untuk pelanggaran penggunaan
bahasa asing yang tidak pada tempatnya.

http://dutabahasa.blogspot.co.id/2012/02/implementasi-undang-undang-nomor-
24.html

Anda mungkin juga menyukai