Anda di halaman 1dari 15

Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Indonesia

Latar Belakang

Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis ekonomi sering terjadi di mana-mana melanda hampir semua
negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti,
sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001, bahkan sampai saat ini krisis
semakin mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di Amerika Serikat. Krisis itu terjadi
tidak saja di Amerika latin, Asia, Eropa, tetapi juga melanda Amerika Serikat.

Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat ini mempunyai efek paralel yang sangat luas, yang
mampu mengguncang bursa-bursa saham di dunia. Hal ini di sebabkan karena Amerika Serikat
merupakan salah satu pusat perdagangan dunia.

Krisis Dunia yang Pernah Terjadi

Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 dalam bukunya The History of Money From Ancient time to
Present Day, menguraikan sejarah kronologis secara komprehensif tentang krisis dunia yang pernah
terjadi. Menurut mereka, sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali kris besar yang melanda
banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan
hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Pada tahun 1907 krisis
perbankan Internasional dimulai di New York, setelah beberapa dekade sebelumnya yakni mulai
tahun 1860 – 1921 terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika s/d 19 kali lipat. Selanjutnya,
tahun 1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Kemudian pada tahun 1922 – 1923 German mengalami
krisis dengan hyper inflasi yang tinggi. Karena takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai
dua kali dalam sehari. Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan melanda Jepang (37 Bank tutup);
akibat krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan.

Pada tahun 1929 – 1930 The Great Crash (di pasar modal NY) & Great Depression (Kegagalan
Perbankan); di US, hingga net national productnya terbangkas lebih dari setengahnya. Selanjutnya,
pada tahun 1931 Austria mengalami krisis perbankan, akibatnya kejatuhan perbankan di German,
yang kemudian mengakibatkan berfluktuasinya mata uang internasional. Hal ini membuat UK
meninggalkan standard emas. Kemudian 1944 – 1966 Prancis mengalami hyper inflasi akibat dari
kebijakan yang mulai meliberalkan perekonomiannya. Berikutnya, pada tahun 1944 – 1946 Hungaria
mengalami hyper inflasi dan krisis moneter. Ini merupakan krisis terburuk eropa. Note issues
Hungaria meningkat dari 12000 million (11 digits) hingga 27 digits.
Pada tahun 1945 – 1948 Jerman mengalami hyper inflasi akibat perang dunia kedua. Selanjutnya
tahun 1945 – 1955 Krisis Perbankan di Nigeria Akibat pertumbuhan bank yang tidak teregulasi
dengan baik pada tahun 1945. Pada saat yang sama, Perancis mengalami hyperinflasi sejak tahun
1944 sampai 1966. Pada tahun (1950-1972) ekonomi dunia terasa lebih stabil sementara, karena pada
periode ini tidak terjadi krisis untuk masa tertentu. Hal ini disebabkan karena Bretton Woods
Agreements, yang mengeluarkan regulasi di sektor moneter relatif lebih ketat (Fixed Exchange Rate
Regime). Disamping itu IMF memainkan perannya dalam mengatasi anomali-anomali keuangan di
dunia. Jadi regulasi khususnya di perbankan dan umumnya di sektor keuangan, serta penerapan rezim
nilai tukar yang stabil membuat sektor keuangan dunia (untuk sementara) “tenang”. Namun ketika
tahun 1971 Kesepakatan Breton Woods runtuh (collapsed). Pada hakikatnya perjanjian ini runtuh
akibat sistem dengan mekanisme bunganya tak dapat dibendung untuk tetap mempertahankan rezim
nilai tukar yang fixed exchange rate. Selanjutnya pada tahun 1971 – 1973 terjadi kesepakatan
Smithsonian (di mana saat itu nilai 1 Ons emas = 38 USD). Pada fase ini dicoba untuk menenangkan
kembali sektor keuangan dengan perjanjian baru, namun hanya bertahan 2-3 tahun saja.

Pada tahun 1973 Amerika meninggalkan standar emas. Pada tahun 1973 dan sesudahnya
mengglobalnya aktifitas spekulasi sebagai dinamika baru di pasar moneter konvensional akibat
penerapan floating exchange rate sistem. Periode Spekulasi; di pasar modal, uang, obligasi dan
derivative. Maka tak aneh jika pada tahun 1973 – 1874 krisis perbankan kedua di Inggris; akibat Bank
of England meningkatkan kompetisi pada supply of credit.

Pada tahun 1974 Krisis pada Eurodollar Market; akibat west German Bankhaus ID Herstatt gagal
mengantisipasi international crisis. Selanjutnya tahun 1978-80 Deep recession di negara-negara
industri akibat boikot minyak oleh OPEC, yang kemudian membuat melambung tingginya interest
rate negara-negara industri. Selanjutnya sejarah mencatat bahwa pada tahun 1980 krisis dunia ketiga;
banyaknya hutang dari negara dunia ketiga disebabkan oleh oil booming pada th 1974, tapi ketika
negara maju meningkatkan interest rate untuk menekan inflasi, hutang negara ketiga meningkat
melebihi kemampuan bayarnya. Pada tahun 1980 itulah terjadi krisis hutang di Polandia; akibat
terpengaruh dampak negatif dari krisis hutang dunia ketiga. Banyak bank di eropa barat yang menarik
dananya dari bank di eropa timur. Pada saat yang hampir bersamaan yakni di tahun 1982 terjadi krisis
hutang di Mexico, disebabkan outflow kapital yang massive ke US, kemudian di-treatments dengan
hutang dari US, IMF, BIS. Krisis ini juga menarik Argentina, Brazil dan Venezuela untuk masuk
dalam lingkaran krisis.

Perkembangan berikutnya, pada tahun 1987 The Great Crash (Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar
modal USA & UK. Mengakibatkan otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya
pada tahun 1994 terjadi krisis keuangan di Mexico; kembali akibat kebijakan finansial yang tidak
tepat. Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara; krisis yang dimulai di Thailand,
Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak transparan. Krisis Keuangan di
Korea; memiliki sebab yang sama dengan Asteng. Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan
di Rusia; dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis keuangan melanda
Brazil di tahun 1998. pad saat yang hampir bersamaan krisis keuangan melanda Argentina di tahun
1999. Terakhir, pada tahun 2007 – hingga saat ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat.

Dari data dan fakta historis tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat
membayakan kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini. Apakah akar persoalan krisis dan
resesi yang menimpa berbagai belahan dunia tersebut?. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, cukup
banyak para pengamat dan ekonomi yang berkomentar dan memberikan analisis dari berbagai sudut
pandang. Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak para pakar
ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility)
adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh
Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata
sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut:
“Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar,
pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang,
tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal
yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan
memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.

Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban
hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak–terutama sekali hutang jangka pendek,
investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah
berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.

Krisis Ekonomi Global tahun 2008

Kalau kita tinjau dari makna kata Krisis Ekonomi Global berarti krisis ekonomi secara besar-besaran
yang melanda negara-negara di dunia, maka akan terbayang oleh kita sebuah kesengsaraan secara
besar-besaran akan terjadi, akan ada jutaan bahkan ratusan juta orang kehilangan pekerjaan dan akan
terbayang pula kejadian beberapa tahun yang lalu yang terjadi di Ektopia yang saat itu dilanda krisis
ekonomi yang hebat sehingga rakyatnya tidak sanggup membeli makanan. Rasanya kita merinding
mendengarnya dan ketakutan akan bahaya kelaparan menghantui pikiran kita, bagaimana tidak pada
tahun 1997 saja disaat Indonesia dilanda krisis ekonomi, yang menyebabkan semua sendi-sendi
ekonomi Indonesia runtuh, daya beli masyarakat turun tajam, dunia perbankkan satu demi satu
berjatuhan, bagaikan durian yang sudah matang jatuh dari pohonnya. Sekarang disaat Indonesia
sedang menata kembali perekonomiannya, timbul krisis ekonomi yang bersipat mendunia. Hal ini
tentu saja membuat kita khawatir akan kembali mengalami resesi ekonomi.
Penyebab Krisis Financial di Amerika Serikat

Krisis ekonomi ini yang terjadi di negara Amerika Serikat, kalau kita tinjau dari latar penyebabnya
ada beberapa hal:

1. Agresi Militer Amerika Serikat Ke Irak dan Afganistan.

Dengan ambisi yang besar untuk memberantas teroris yang telah meluluh lantakkan Amerika Serikat
pada tanggal 11 September 2001, yang berhasil menghancurkan Word Trade Centre, Presiden
Amerika bertekad untuk memburu orang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut dan akan
menghancurkannya sampai ke akar-akarnya. Irak dan Afganistan yang menurut Amerika adalah
negara yang merupakan sarang dan penyandang dana untuk kelompok terorispun menjadi sasaran
invasi.

Kedua perang ini sampai sekarang masih terus berlangsung yang membutuhkan banyak dana sehingga
pendanaan negara terfokus pada kedua perang tersebut, yang memaksa Presiden Amerika Serikat
harus bolak-balik ke Kongres Amerika Serikat untuk menyakinkan kongres bahwa perang masih akan
terus berlanjut dan masih membutuhkan tambahan banyak dana.

2. Subprime Mortgage di sektor perumahan

Kata ”mortgage” berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar
(kalau di Indonesia perjanjian akad kredit ada ada perbedaan sedikit). Itu agak berbeda dari kredit
rumah. Dalam mortgage, seseorang mendapat kredit. Lalu, memiliki rumah. Rumah itu di serahkan
kepada pihak yang memberi kredit. Seseorang boleh menempatinya selama cicilan rumah tersebut
belum lunas. Karena rumah itu bukan hak milik, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu
otomatis tidak bisa di tempati dan harus pergi dari rumah tersebut.

Begitu agresifnya para investment banking (perusahaan yang mirip Bank, karena perusahaan ini
menerima berbagai macam deposito, tetapi tidak trikat dengan peraturan-peraturan perbankkan),
sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang
kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage. Di AS, setiap orang
punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya
gaya hidup seseorang.Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun
orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun. Kalau sudah mencapai 600, dia sudah
boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600.
Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.
Disisi lain pengusaha ingin perusahaan tumbuh semakin besar dan mendapat laba yang tinggi, pasar
pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage yang seharusnya
belum bisa tetapi dipaksakan dengan prinsip bila gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah rumah
disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman tetapi tidak pernah dipikirkan
jangka panjangnya.

Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita
sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah yang memacu jatuhnya harga rumah ke level yang
sangat rendah. Dengan turunnya harga rumah yang tidak sesuai dengan nilai pinjaman yang
menyebabkan semakin banyak yang gagal bayar. Bank atau investment banking yang memberi
pinjaman menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain, yang lain
itupun menjaminkan ke yang lainnya lagi. Sehingga setelah terjadi kredit itu macet maka semua
lembaga-lembaga penjamin itu ambruk secara berurutan sebagai layaknya kartu domino yang
didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain, roboh semua.

Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers? Gairah
bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas
itu telah dilihat oleh ”para pelaku bisnis keuangan” sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan
dan meningkatkan laba. Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas
mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan
tanah naik terus melebihi bunga bank. Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi
juga para pemilik rumah, yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage-kan lagi untuk membeli rumah
berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan
harga rumahnya terus naik. Kalau suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak
ada kata takut dalam memberi kredit rumah. Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana
diatur dalam undang-undang perbankan yang keras. Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan.
Jalan baru itu adalah: bank bisa bekerja sama dengan ”bank jenis lain” yang disebut investment
banking. Apakah investment banking itu bank?. Invesment Banking adalah perusahaan keuangan
yang ”hanya mirip” dengan bank tetatpi tidak terikat dengan peraturan yang berlaku pada dunia
perbankan. Perusahaan ini lebih bebas dari pada bank, tidak terikat peraturan bank, bisa berbuat
banyak hal : menerima macam-macam ”deposito” dari para pemilik uang, meminjamkan uang,
meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual
rumah, private placeman, dan apa pun yang orang bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang
orang tidak pernah memikirkannya!.

Lehman Brothers, Bear Stern, Merrill Lynch dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.
dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan
pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak
cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja : kepada bank lain atau kepada sesama investment banking.
Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ”personal banking”.
Dengan kebebasan ini perusahaan ini menjamin pinjaman-pinjaman pada sub-prime mortgage yang
menyebankan mereka terseret dalam kredit macet di sektor perumahan yang pada akhirnya
perusahaan harus gulung tikar secara berurutan.

3. Neraca Keuangan yang tidak sehat.

Buruknya kinerja lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat ikut adil besar dalam krisis yang
terjadi, dan diperparah dengan laporan badan-badan independen yang seharusnya memberikan analisis
objektif mengenai sektor-sektor ekonomi di Amerika Serikat juga ikut dimanipulasi sedemikian rupa
untuk menciptakan sentimen positif terhadap sektor perumahan namun tanpa disertai safeguard
ekonomi yang memadai. Akibatnya muncul banyak kegagalan pembayaran kredit oleh para kreditor.
Sebagai efek dominonya, pihak ketiga penopang kredit (yaitu badan-badan keuangan swasta) yang
telah berinvestasi ratusan juta dolar banyak yang mengalami kerugian sangat besar dari sektor ini.
Himpunan dana yang tadinya dibutuhkan untuk menggerakkan roda perekonomian Amerika Serikat
kini tersendat dan tidak dapat diputar kembali untuk investasi. Akibatnya terjadi krisis finansial di
dalam negeri yang memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi dan berpotensi untuk meruntuhkan
fondasi ekonomi Amerika

4. Telalu Overconfidance dalam penyaluran kredit.

Karena terlalu percaya diri dalam penyaluran kredit, khususnya pada sektor perumahan sehingga
orang / badan usaha yang memiliki reputasi buruk sekalipun masih mendapatkan kredit yang
menyebabkan kridit besar-besaran mengalir begitu saja kepada para kreditor yang bermasah. Hal ini
tentu saja akan memacu timbulnya kredit macet. Terjadinya kredit macet di sektor perumahan (sub-
prime mortgage) yang menyeret terjadinya kredit macet di perbankan dan memaksa the FED (Bank
Sentral Amerika Serikat) untuk menurunkan suku bunga hingga 2%. Krisis yang terjadi di awal tahun
2008 tersebut memicu kenaikan harga minyak mentah dunia hingga mencapai rekor tertingginya di
bulan Mei sebesar 147 USD/barel. Akan tetapi, krisis yang terjadi belum berakhir. Naiknya harga
minyak mentah dunia membuat dunia usaha mulai kualahan dan daya beli konsumen semakin
menurun, sehingga menyebabkan keragu-raguan dan ketidak pastian pasar. Kredit macet perumahan
tersebut akhirnya melibas dua nama besar perusahaan di sektor finansial, Merrill Lynch dan Lehman
Brothers. Harga saham di bursa saham USA (Wall Street) dan dunia mulai mengalami penurunan dan
mulai memicu krisis yang berdampak pada kolapsnya bank-bank investasi maupun perusahaan-
perusahaan asuransi dunia. Saat itulah Pemerintah USA menyadari bahwa krisis tersebut sudah tidak
dapat dibendung, dan meminta Kongres USA menyetujui dana talangan USD 700 miliar untuk
menolong sektor keuangan. Namun, langkah tersebut sudah terlambat karena kepanikan di pasar
modal sudah melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebagai sentrum perekonomian dunia krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat menimbulkan
efek domino yang hebat, Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di
seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia,
Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen. Termasuk
bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak
terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat
kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11
September 2001.

Sebagai negara tujuan ekspor dengan tingkat daya beli paling tinggi di dunia, menurunnya
perekonomian Amerika akan berdampak luas terhadap perekonomian negara lain. Logikanya, dengan
menurunnya daya beli masyarakat Amerika, maka tingkat permintaan terhadap barangpun akan
berkurang sehingga negara-negara dengan volume ekspor yang besar ke Amerika akan mengalami
penurunan nilai ekspor. Hal ini akan memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara
dengan tujuan ekspor ke Amerika.

Dampak Krisis Ekonomi Global Terhadap Perekonomian Indonesia

Terlalu over confidance rasanya bila kita menyakini bahwa krisis ekonomi yang terjadi di negara
Paman Sam (USA) tidak berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Tidak rasional pula bila kita
mengabaikan begitu saja perkembangan dampak krisis finansial di Amerika Serikat, yang telah
dirasakan di sebagain besar negara di daratan eropa. Kenapa saya menekankan seperti seperti ini
karena:.

1. Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka. Bahkan dalam liberalisasi permodalan, Indonesia
tergolong negara yang sangat liberal dibandingkan negara – negara di Asia, termasuk Jepang dan
Korea Selatan, dua negara yang lebih kapitalis ketimbang Indonesia. Dengan demikian, setelah
kejadian di Amerika Serikat, para investor asing yang menanamkan modalnya melalui surat-surat
berharga di Jakarta Stock Exchange tentu akan mengambil posisi mengamankan investasinya, dengan
menjual saham-saham mereka di pasar modal. Hal ini terlihat dari nilai Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) yang terus menurun. Ini berarti ada cash flow cukup besar, yang bila didiamkan
akan merugikan ekonomi nasional.

2. Sejauh ini belum diketahui secara pasti berapa investasi yang ditanamkan Bussinessmen asal
Indonesia serta lembaga-lembaga keuangan dari Indonesia di New York Stock Exchange (NYSE).
Baru ada beberapa bank yang mengakui menanam modalnya di pasar saham Amerika Serikat. Tetapi
saya meyakini, banyak investor Indonesia yang memiliki surat berharga dari lembaga-lembaga
keuangan Amerika Serikat yang bangkrut akibat imbas kredit macet perumahan di Amerika Serikat.
Dana mereka tentu saja menjadi insolven, atau tak bisa ditarik begitu saja,

3. Dalam struktur ekspor Indonesia, Amerika Serikat adalah pasar utama produk-produk Indonesia.
Sekitar 20 persen dari total ekspor Indonesia diarahkan ke Negeri Paman Sam, dan 30 persen ke
Eropa. Beberapa industri tekstil dan produk tekstil yang pasar utamanya ke Amerika Serikat sudah
mulai mengeluh, karena banyak permintaan dari pembeli untuk menjadwalkan kembali mengiriman
barangnya, bahkan menunda pembelian. Jelas sekali, jika ekspor menurun dan impor Indonesia tetap,
akan terjadi defisit yang mau tidak mau akan menurunkan cadangan devisa.

Meskipun demikian, tidak pas pula apabila muncul kekhawatiran berlebihan dari pemerintah, dunia
usaha, dan masyarakat Indonesia terhadap situasi ini, sehingga tidak mempercayai kemampuan kita
sendiri. Akibatnya, kebijakan yang diambil bukan berorientasi memperkuat kemampuan ekonomi
bangsa, tetapi semata-mata untuk menjaga kenyamanan investor-investor asing agar tidak menarik
dananya dari Indonesia dengan menerapkan kebijakan moneter yang ketat. Kebijakan ini justru bisa
menjadi bumerang yang membahayakan pertumbuhan ekonomi dan aktivitas ekonomi riil. Karena itu,
kita mesti menyikapi krisis keuangan Amerika Serikat secara proporsional, karena peristiwa seperti
ini akan terus berulang dan akan selalu dihadapi Indonesia yang notabene telah menjadi salah satu
bagian kecil ekonomi global.

Dengan cara ini, kita akan mampu mengambil langkah-langkah profesional, meminimalkan dampak
krisis keuangan Amerika Serikat yang sudah mengimbas menjadi krisis global tanpa merugikan
ekonomi nasional. Yang terpenting adalah membiasakan diri menghadapi dampak krisis global.

Selain sektor keuangan dan perbankan krisis ekonomi global berdampak juga terhadap dunia
pertanian. Dengan naiknya harga minyak mentah dunia, memaksa Indonesia harus menaikkan harga
jual BBM dalam negeri dengan tujuan untuk menyelamatkan defisit APBN dan cadangan devisa.
Fenomena menarik adalah kenaikan harga komoditas perkebunan seperti sawit di pasaran
internasional justru terjadi pada awal krisis subprime mortgage. Hal ini lebih bisa disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :

1. Naiknya harga minyak mentah dunia mendorong pasar untuk membeli CPO yang akan digunakan
sebagai bahan bakar nabati bahan bakar yang terbarukan.

2. semakin banyaknya investasi di sektor kelapa sawit menyebabkan harga saham perusahaan
perkebunan ikut naik.

3. para spekulan saham/sindikat perdagangan internasional yang melakukan aksi menaikkan harga
CPO dengan harga tinggi untuk mengambil keuntungan.
Hal ini berlaku sebaliknya ketika harga saham internasional mulai mengalami depresi dan
menimbulkan kepanikan di bursa saham dunia yang dibarengi dengan anjloknya harga minyak
mentah dunia hingga mencapai kisaran 80 USD/barel yang sekarang sudah mencapai harga 56
USD/barel. Disaat yang bersamaan, terjadi penurunan harga CPO di pasar dunia hingga mencapai
4.835 rupiah/kg (Bandingkan dengan harga CPO pada bulan maret 2008 yang mencapai 9000
rupiah/kg) yang diikuti dengan anjloknya harga komoditi perkebunan/pertanian yang lain seperti
karet, jagung, kacang kedelai, tepung dan gula di pasar dunia.

Di jambi sendiri, harga Tandan Buah Segar (TBS)/kg yang telah ditetapkan oleh pemerintah Jambi
pada bulan ini berkisar antara Rp 720,75 – Rp 1.017 (tergantung dengan umur tanaman). Akan tetapi,
masih ditemukan harga TBS di tingkat petani seperti di Sungai Bahar yang hanya mencapai Rp 400-
Rp 500/kg. Kondisi ini semakin diperparah dengan harga pupuk yang langka dan mahal. Dengan
harga TBS yang rendah tentu saja akan semakin sulit bagi petani untuk terus bertahan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, sementara di satu sisi harga kebutuhan pokok maupun yang lainnya
semakin sulit untuk dikendalikan. Semua kenyataan ini menunjukkan bahwa betapa Indonesia
mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap fluktuasi perekonomian internasional. Tapi disatu
sisi pemerintah Indonesia tetap bertahan dengan kebijakan liberalisasi ekonomi yang dianggap akan
memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan pada sektor perkebunan karet setelah Amerika Serikat dilanda krisis finansial, harga karet
ditingkat petani terjun bebas dari kisaran Rp. 10.000,00 -12.000,00. per-kilogram jatuh ke kisaran Rp.
3.500.00–4.500.00, per-kilogram. Petani-petani kita mulai dilanda kecemasan khususnya di daerah-
daerah yang mata pencaharian utama penduduknya sebagai petani karet. Sumatera-Selatan, khususnya
di daerah kabupaten Muara enim, Musi Banyu Asin, Banyu Asin dan kabupten lainnya sebagai daerah
penghasil karet tentu saja mengalami pukulan yang telak, para petani karet di daerah ini menjerit
dengan terjun bebasnya harga karet sementara harga kebutuhan pokok terus beranjak naik. Dipasar
Internasional, International Rubber Consortium Limited (IRCo) menyatakan harga karet alam sejak
September hingga sekarang mengalami penurunan harga yang abnormal. Harga karet di pasar fisik
anjlok lebih dari 75 sen dolar AS per kilogram dalam 10 hari terakhir. Chief Executive Officer
International Rubber Consortium Limited (IRCo) Bangkok, Abdul Rasip Latiff dalam siaran persnya
yang diterima Bisnis melalui Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) mengatakan harga
karet di bursa Tokyo Commodity Exchange (TOCOM), harga patokan karet alam internasional,
anjlok hingga batas hariannya sebanyak 5 kali pada 10 hari terakhir dan mencapai level psikologis
200 yen per kg pada Jumat, 10 Oktober 2008, terendah sejak dua tahun terakhir.

Kalau kita flash back ke belakang pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997,
Petani karet kita bersuka cita karena pada saat itu harga karet meroket naik dari kisaran Rp.1.500,00.–
2.000,00. per kilogram naik mencapai kisaran Rp.6.000,00.–Rp.7.000,00 per-kilogram. Hal ini terjadi
karena pada tahun 1997 krisis ekonomi hanya terjadi di Asia yang berawal dari krisis finansial di
Thailand yang merambat ke Indonesia. Kalau kita lihat dari pangsa pasar ekspor karet kita sebagian
besar ke pasar Asia, Jepang, Korea, Cina dan Amerika Serikat cuma beberapa persen saja tetapi harga
tetap turun tajam. Hal ini terjadi disebabkan oleh efek domino dari krisis yang terjadi di Amerika
serikat. Sebagaimana telah kami bicarakan tadi diatas bahwa Amerika Serikat adalah sentrum
perekonomian dunia, sehingga kejadian Amerika Serikat akan tetap menggoyang pasar-pasar yang
ada di dunia termasuk Asia.

Pada sesi perdagangan Jum’at 21 November 2008 Rupiah kembali tertekan. Rupiah anjlok 500 poin
lebih ke posisi Rp 12.450 per dolar. Koreksi juga terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
yang kembali turun 0,75 persen. Sejumlah sentimen positif dalam negeri, seperti pertumbuhan
ekonomi maupun tingkat inflasi tidak mampu mengangkat rupiah, karena investor lebih terpaku pada
kondisi global. Pekan depan rupiah diperkirakan masih bergerak di teritori negatif, di kisaran Rp
11.500 hingga Rp 12.500 per dolar. Banyak analis ekonomi berpendapat rupiah akan terus terktekan
sampai Januari tahun depan. Rupiah akan mengalami tekanan karena pada awal hingga akhir
Desember 2008 banyak hutang luar negeri yang jatuh tempo, baik itu hutang pemerintah, BUMN
maupun Swasta sehingga permintaan Dollar Amerika Serikat akan meningkat yang tentu saja
berujung terus melemahnya nilai tukar rupiah.

Sekitar 14 ribu orang kehilangan pekerjaan menyusul penutupan sedikitnya 50 perusahaan di wilayah
Jakarta Utara, sejak Januari hingga November 2008. Penutupan tersebut dilatar-belakangi berbagai
alasan, di antaranya relokasi dan rugi akibat ketatnya persaingan dan akibat terkena dampak langsung
krisi global.

Menurut Saut Tambunan, Kepala Dinas Tenaga Kerja Jakarta Utara, sejak Januari hingga November
2008, ada sedikitnya 50 perusahaan di kawasan Cakung, Marunda dan Tanjungpriok, yang berhenti
beroperasi atau tutup. Saut menekankan, perusahaan-perusahaan yang mayoritas adalah produsen
serat textil itu tutup karena merugi akibat mahalnya harga bahan baku akibat melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap US$ sebab sebagian untuk pembuatan serat textil ini harus di impor dari luar negeri,
sementara pangsa pasar terbesar produk ini selama ini adalah Amerika Serikat.

PT Sinar Mas Multiartha Terbuka bakal mengakuisisi PT Bank Century Tbk. Akuisisi setelah PT
Century Mega Investindo dan First Gulf Asia Holdings, selaku pemegang saham pengendali Bank
Century, menandatangani letter of intent bersama manajemen Sinar Mas di Jakarta, Dalam letter of
intent itu antara lain disepakati rencana akuisisi hingga 70 persen saham Century. Usai itu proses
akuisisi akan segera dimulai. Akuisis diawali dengan proses due diligence. Ini termasuk proses
permohonan persetujuan dari regulator serta persetujuan pemegang saham.
Bank century pada 14 November silam sempat mengalami gagal kliring. Alasannya telat menyetorkan
prefund Rp 5 miliar. Hal ini sempat membuat Bursa Efek Indonesia mensuspensi perdagangan
sahamnya. Sehingga beberapa hari yang lalu Bank Century harus diambil alih oleh Lembaga
Penjamin Simpanan untuk menyelamtkan Bank tersebut.

Kiat – kiat Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi Global

Setelah terjadinya krisis finansial yang dahsyat di Amerika Serikat, yang efek dominonya dirasakan
oleh seluruh negara di dunia, tanpa terkecuali Indonesa. Sebagai negara berkembang tingkat
ketergantungan Indonesia kepada negara lain sangat tinggi khususnya negara yang maju. Setelah pada
tanggal 8 Oktober Indek Harga Saham Gabungan terkoreksi turun mencapai level 10.38% membuat
pemerintah panik dan mulai mengambil langkah-langkah pencegahan. Landkah-langkah pencegahan
ini masih bersipat situasional/sementara.

1. Buy Back oleh BUMN yang kuat

Untuk melakukan Buy Back saham-saham BUMN yang diperdagangkan di Bursa Saham, pemerintah
menggelontorkan dana sebesar Rp. 4.1 Triliyun rupiah. Pada tangggal 13 Oktober 2008 yang lalu
pemerintah telah memanggil 11 BUMN yang dianggap sehat dan mampu untuk melakukan koordinasi
dengan badan sekuritas. Tetapi langkah ini menimbulkan kontroversi yang luar biasa di kalangan
dunia usaha, dihawatirkan langka pemerintah ini akan menimbulkan Insider Trading yaitu transaksi
pengendalian oleh kelompok tertentu untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya masing-masing.

2. Memperkuat dan mengutamakan ekonomi kerakyatan.

Belajar dari pengalaman krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997, pemerintah
mengambil langkah untuk memperkuat ekonomi berbasis kerakyatan seperti UKM. Untuk
merangsang pertumbuhan UKM ini pemerintah tidak menaikkan suku bunga untuk KUR (Kredit
Usaha Kecil) yang tetap di kisaran 6%. Kredit Ketahanan Pangan 8% dan Kredit Community
Development. Jumlah kredit tersebut bisa mencapai trilyunan. Dan di sinilah, sektor riil atau ekonomi
kerakyataan bisa terus berjalan dan hidup di tengah krisis finansial global.

3. Menaikan tingkat suku bunga Bank

Pertimbangannya, dengan naiknya tingkat suku bunga, pengusaha besar tidak berani mengambil
kredit. Sebab dikhawatirkan kalau pengusaha – pengusaha besar ini sampai mengambil kredit dan
mereka bermain di pasar saham yang akan berakibat patal bagi perekonomian Indonesia

4. Mencari pasar Ekspor selain Amerika Serikat.


Selama ini pangsa pasar Ekspor produk-produk Indonesia di dominasi oleh Amerika Serikat, Sebagai
mana kita ketahui bahwa 20% produk ekspor kita diarahkan ke Amerika Serikat dan sudah saatnya
untuk mencari pasar diluar Amerika teruma produk-produk tektil Indonesia yang mendapat pukulan
hebat akibat krisis di Amerika Serikat. Pasar ekspor ini bisa kita alihkan ke Asia, Negara-begara di
Timur Tengah dan Eropa atau negara-negara lain yang tidak mengalami krisis finansial. Pemerintah
bertekad untuk meningkatkan volume eksport yang mendongkrak neraca perdagangan dan penanaman
modal asing langsung (FDI). Langkah konvensional dilakukan dengan memberikan insentif kepada
dunia usaha. Di sini, PP No 1/2007 tentang insentif pajak bagi usaha dan daerah tertentu akan
diimplementasikan. Paket kebijakan ekonomi lawas melalui Inpres 5/2008 juga terus dijalankan.

5. Mengubah Asumsi APBN 2009

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan jajarannya pada hari senin tanggal 13 oktober 2008
menyampaikan usulan perubahan asumsi makro dan postur APBN 2009 kepada Panitia Anggaran
DPR RI. Penyesuaian yang perlu segera dilakukan menurut menteri keuangan adalah asumsi dasar
ekonomi makro sesuai dengan kondisi terakhir. Seluruh elemen asumsu makro mengalami perubahan,
Pertumbuhan ekonomi year on year berubah menjadi 5,5 – 6.1% dari kesepakatan semula 6.3%, rata-
rata nilai tukar rupiah mengalami perubahan sebesar 450 dari kesepakatan semula Rp 9.150, serta
besaran inflasi year on year juga disesuaikan dari 6,2% menjadi 7.0%. Hal ini dilakukan karena
apabila asumsi APBN 2009 tidak dilakukan akan terjadi kekurangan pembiayaan sebesar 53,9 triliun
dari perubahan asumsi dan perubahan sumber pebiayaan.

6. Jaring Pengaman Sosial.

Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) merupakan upaya pemerintah untuk menyalurkan bantuan
kepada masyarakat dalam wadah pengelolaan keuangan yang lebih terpadu, trasparan, dapat
dipertanggunjawabkan, dan memberikan akses langsung kepada masyarakat secara cepat serta
berkesinambungan. Tujuan pokok program JPS adalah sebagai berikut :

a) Menciptakan kesempatan kerja produktif bagi para penganggur di berbagai sektor kegiatan
ekonomi,

b) Meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat,

c) Meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat, terutama yang terkena dampak


langsung kondisi krisis, dan

d) Mengkoordinasikan berbagai program pembangunan penanggulangan dampak krisis dan berbagai


program penanggulangan kemiskinan.
Presiden Republik Indonesia sendiri Bapak Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 6 Oktober 2008
dalam sidang kabinet dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh seluruh menteri kabinet Indonesia
Bersatu, kalangan dunia usaha, dan juga pimpinan media massa nasional, di gedung Sekretariat
Negara, Jakarta, telah menetapkan 10 langkah pemerintah untuk mengurangi dampak krisis ayang
terjadi di negara Paman Sam. Ke 10 langkah pemerintah yang disampaikan langsung oleh Presiden
Republik Indonesia itu adalah:

1. Terus memupuk rasa optimisme dan saling bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar
kepercayaan masyarakat.

2. Pertumbuhan ekonomi sebesar enam persen harus terus dipertahankan antara lain dengan terus
mencari peluang ekspor dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.

3. Optimalkan APBN 2009 untuk terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan social
safety net dengan sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi penanganan
kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM.

4. Kalangan dunia usaha diminta tetap mendorong sektor riil agar dapat bergerak. ”Bila itu dapat
dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja dapat terjaga. Bank
Indonesia dan perbankan nasional harus membangun sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil.
Pemerintah juga akan menjalankan kewajibannya untuk memberikan insentif dan kemudahan secara
proporsional.

5. Semua pihak agar lebih kreatif menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan
mengembangkan pasar di negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena
pengaruh krisis keuangan AS. ”Kita harus mendorong produk kita agar kompetitif dan memiliki daya
saing yang baik,”.

6. Galakkan kembali penggunaan produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah
kuat. ”Kepada para menteri saya minta untuk memberikan insentif dan disinsentif agar penggunaan
produk dalam negeri dapat meningkat, kalau perlu juga akan dikeluarkan instruksi agar pengadaan
barang dan jasa di departemen mengutamakan produk dalam negeri,” kata Presiden.

7. Perkuatan kerjasama lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan serta
sektor swasta. ”Cegah timbulnya ketidakpercayaan dan saya ingatkan semua pihak memiliki peran
yang penting,” ujarnya.

8. Semua kalangan diminta menghindari sikap ego sentris dan memandang remeh masalah yang
dihadapi. ”Hilangkan budaya ego sentris dan juga kebiasaan ’bussines as ussual’,” tegas.
9. Berkait dengan tahun politik pada 2009, semua pihak diminta memiliki pandangan politik
nonpartisan serta mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi
termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.

10. Semua pihak diminta melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat. Tak hanya
pemerintah dan kalangan pengusaha serta perbankan.

Selain 10 langkah tersebut di atas pemerintah juga menyiapkan beberapa langkah antisifasi lainnya,
dibidang fiskal, moneterr danperbankkan dan stimulus lainnya. Dibidang fiskal pemerintah
mengambil langkah-langkah;

1. Percepatan pencairan belanja pemerintah

2. Pembangunan infrastruktur dan memperbanyak proyek padat karya.

3. Subsidi pajak dan bea masuk sektor riil perlu segera di implementasikan

4. Kemudahan dan percepatan waktu restitusi pajak untuk perusahaan berorientasi eksport

5. Intensif pajak untuk investasi di daerah terpencil

6. Pemberlakuan amnesti pajak

Dibidang Moneter dan Perbankkan langkah yang diambil oleh pemerintah

1. Penurunan BI rate serta penerapan blanket guarantee agar mendorong penurunan suku bunga
kredit

2. Ekspor komoditas andalan perlu dukungan khusus dengan skema pendanaan perbankkan tertentu

3. Dukungan kemudahan letter of credit (LC)

Stimulus lain

Pemangkasan ekonomi biaya tinggi

Pemangkasan biaya logistik pelabuhan

Perlindungan pasar dalam negeri dari serbuan barang impor

Hentikan imfor barang yang bisa di produksi dalam negeri.

Kesimpulan
Para petinggi-petinggi yang berkaitan dengan ekonomi sedang memikirkan bagaimana dampak krisis
itu yang akan terjadi. Sedangkan untuk para pengusaha kecil tidak terkena dampaknya secara
langsung akibat dampak krisis itu. Bahkan daya beli untuk pedagang kecil masih tetap terjaga sampai
saat ini. Tetapi bagi pialang saham, dunia per Bankan, dan pengusaha-pengusaha yang berorientasi
eksport khususnya tujuan Amerika, mengalami pukulan yang telak yang salah-salah bisa membuat
usaha mereka tersungkur Knock Out.

Saran

Untuk mengantisipasi Krisis Ekonomi Global bukan hanya tugas pemerintah semata, kebersamaan
dan saling bahu membahu dalam mengatasi krisis antara pemerintah, dunia usaha dan pelaku-pelaku
ekonomi lainnya akan menciptakan iklim usaha yang kondusif, sehingga para investor tidak ragu
dalam menamkan modal dan berinvestasi di Indonesia.

Para eksportir harus jeli dalam melirik peluang pasar yang ada, khususnya dikawasan Asia, Timur
Tengah dan Negera-negara di Eropa yang tidak terkena dampak krisis finansial di Amerika Serikat.
Pasar ekspor Indonesia yang selama ini 20% di dominasi oleh Amerika harus kita alihkan ke negara
lain tersebut supaya tidak terjadi depisit nilai ekspor dan Import kita.

Kita semua berharap krisis yang terjadi di Negara Adi daya itu cepat berlalalu dan pengaruhnya
terhadap perputaran roda perekonomi Indonesia tidak terlalu besar sehingga pertumbuhan ekonomi
Indonesia yang di canangkan pemerintah sebesar 6% dapat tercapai.

Sumber: http://tempiraicommunity.blogspot.com/2009/01/krisis-ekonomi-global.htm

Anda mungkin juga menyukai