Anda di halaman 1dari 19

ISSN : 1693-9883

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 1, April 2008, 21 - 39

EVALUASI PENGGUNAAN SEDIAAN


FARMASI INTRAVENA UNTUK PENYAKIT
INFEKSI PADA SALAH SATU RUMAH SAKIT
SWASTA DI KOTA BANDUNG
Emma Surahman*, Esther Mandalas**, Endah Ismu Kardinah*
*
Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran – Jatinangor
**
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit di Bandung

ABSTRACT
An usage evaluation of intravenous pharmaceutical dosage form for infectious dis-
eases at one of the private hospitals in Bandung by retrospective method on October to
December 2005 had been done based on the rationality of drug used according to the
certain criteria. The result of the evaluation from 1170 prescriptions found that the
combination of two or more drugs was 7.78%, no drug dose improper, no duplication
of drug used, nor interaction with another drugs were found. The preparation of
intravenous pharmaceutical dosage form had been well done, but the aseptic tech-
nique still less of attention.
Key words: usage evaluation, intravenous pharmaceutical dosage form, infectious
disease.

ABSTRAK
Telah dilakukan evaluasi penggunaan sediaan farmasi intravena untuk penyakit infeksi
pada salah satu rumah sakit swasta di Kota Bandung secara retrospektif dari bulan
Oktober-Desember 2005 berdasarkan ketepatan dan kerasionalan penggunaan obat
sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dari hasil evaluasi
ditemukan adanya kombinasi penggunaan dua jenis obat atau lebih sebesar 7,78%,
dan tidak ditemukan ketidaktepatan dosis obat, duplikasi penggunaan serta interaksi
dengan obat lain dari total 1170 lembar resep. Pelaksanaan penyiapan sediaan farmasi
intravena sudah dilakukan dengan baik, tetapi teknik aseptis masih kurang diperhatikan.
Kata kunci: evaluasi penggunaan, sediaan intravena, penyakit infeksi.

PENDAHULUAN rumit, dan difungsikan oleh berbagai


kesatuan personel terlatih dan ter-
Rumah sakit adalah suatu orga- didik dalam menghadapi dan mena-
nisasi yang kompleks, menggunakan ngani masalah medik modern, yang
gabungan alat ilmiah khusus dan semuanya terikat bersama-sama

Corresponding author : E-mail : emma_sechan@yahoo.com

21
dalam maksud yang sama, untuk pe- Penyakit infeksi merupakan penye-
mulihan dan pemeliharaan kesehatan bab utama dalam kasus kematian
yang baik, seperti dijelaskan dalam pada masyarakat sepanjang abad 20
Keputusan Menteri Kesehatan Re- seiring dengan meningkatnya arus
publik Indonesia No. 983/Menkes/ urbanisasi pada negara-negara ber-
SK/XI/1992, tentang Pedoman Orga- kembang. Sedikitnya 100.000 kasus di
nisasi Rumah Sakit Umum, yang rumah sakit di Inggris pertahunnya
menyebutkan bahwa tugas Rumah disebabkan karena infeksi, dengan
Sakit mengutamakan upaya penyem- angka kematian mencapai 5.000
buhan dan pemulihan yang dilaksa- kematian (3).
nakan secara serasi dan terpadu Antibiotika ialah zat yang diha-
dengan upaya peningkatan dan pen- silkan oleh suatu mikroba, terutama
cegahan serta melaksanakan upaya fungi, yang dapat menghambat atau
rujukan. membasmi mikroba jenis lain, se-
Instalasi farmasi rumah sakit dangkan toksisitasnya bagi manusia
(IFRS) adalah satu-satunya unit di relatif kecil (4). Terapi infeksi dengan
rumah sakit yang bertugas dan ber- antibiotika adalah suatu pengobatan
tanggung jawab sepenuhnya pada yang unik. Berbeda dengan terapi
pengelolaan semua aspek yang lainnya, penggunaan antibiotika
berkaitan dengan obat/perbekalan mensyaratkan kewaspadaan pada
kesehatan yang beredar dan diguna- tiga aspek, yakni penderita, obat, dan
kan di rumah sakit tersebut, yaitu kuman penyebab penyakit. Identi-
bertanggung jawab mengembangkan fikasi kuman perlu dilakukan untuk
suatu pelayanan farmasi yang luas mencari antibiotika yang efektif.
dan terkoordinasi dengan baik dan Selanjutnya dinilai apakah antibiotika
tepat, untuk memenuhi kebutuhan tersebut tepat untuk si penderita (5).
berbagai bagian/unit diagnosis dan Pada infeksi-infeksi serius atau
terapi, unit pelayanan keperawatan, dimana terdapat gangguan seperti
staf medik, dan rumah sakit kese- mual dan muntah perlu diberikan
luruhan untuk kepentingan pelayan- terapi parenteral (6). Keuntungan
an penderita yang lebih baik. IFRS di pemberian obat secara parenteral
bawah pimpinan seorang apoteker ialah efeknya timbul lebih cepat dan
dan dibantu oleh beberapa orang teratur dibandingkan dengan pem-
apoteker yang memenuhi persya- berian per oral, dapat diberikan pada
ratan perundang-undangan yang penderita yang tidak kooperatif dan
berlaku dan kompeten secara profes- tidak sadar, serta sangat berguna
sional (1). dalam keadaan darurat. Kerugiannya
Penyakit infeksi adalah penyakit ialah efek toksik mudah terjadi
yang disebabkan oleh mikroorganis- karena kadar obat yang tinggi segera
me, yang menimbulkan kerusakan mencapai darah dan jaringan. Di
atau gangguan fungsi jaringan (2). samping itu, obat yang disuntikkan
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

22 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


secara intravena tidak dapat ditarik dosis dan jumlah obat yang di-
kembali (4). berikan, data laboratoris, diag-
Program Evaluasi Penggunaan nosis penyakit, lama terapi, lama
Obat (EPO) adalah suatu proses ja- perawatan, keadaan keluar ru-
minan mutu yang secara organisa- mah sakit, catatan keluar rumah
toris diakui, berjalan terus-menerus sakit, dan spesialisasi dokter.
dan terstruktur untuk menjamin agar 3. Wawancara langsung perawat di
obat dapat digunakan secara aman, rumah sakit tentang pelaksanaan
benar dan efektif. Evaluasi dan per- penyiapan sediaan farmasi intra-
bandingan suatu obat dilakukan vena.
untuk memantau apakah obat ter- 4. Analisis data berdasarkan kri-
sebut telah diberikan secara tepat dan teria.
rasional. Salah satu alasan dilaku- 5. Pembuatan tabulasi dari data
kannya evaluasi adalah jika obat yang diperoleh.
tersebut menyebabkan reaksi obat 6. Interpretasi data.
yang merugikan (ROM), atau jika
berinteraksi dengan obat lain dapat HASIL PENGAMATAN DAN
menimbulkan resiko kesehatan Untuk PEMBAHASAN
melaksanakan EPO diperlukan
standar atau kriteria terukur yang 1. Data Kuantitatif Penderita Infeksi
digunakan sebagai acuan untuk Hasil pendataan penderita in-
menetapkan penggunaan yang tepat feksi selama bulan Oktober-Desem-
(7). ber 2005 pada salah satu rumah sakit
swasta di Kota Bandung, berdasar-
METODE PENELITIAN kan jenis kelamin, golongan usia,
spesialisasi dokter, lama terapi, lama
Metode yang digunakan dalam perawatan, keadaan keluar rumah
penelitian ini adalah: sakit, serta catatan keluar rumah
1. Penetapan kriteria obat, meliputi: sakit seperti tertera pada Tabel 1 sam-
nama obat, dosis, jumlah dan pai dengan Tabel 7.
aturan pakai, indikasi, kontra- Tabel 1 menunjukkan bahwa
indikasi, efek samping, kom- persentase penderita infeksi untuk
binasi dan duplikasi obat, serta jenis kelamin laki-laki hampir setara
interaksi obat. dengan penderita infeksi jenis kela-
2. Pengambilan data dari resep dan min perempuan, yaitu laki-laki
rekam medik penderita, yang sebanyak 52,80% dan perempuan
meliputi: nomor rekam medik, sebanyak 47,20%. Hal ini disebabkan
inisial penderita, jenis kelamin, karena penyakit infeksi dapat me-
nomor kamar, usia, berat badan, nyerang siapa saja, tidak tergantung
nama obat yang digunakan, obat pada jenis kelaminnya, kecuali untuk
lain yang digunakan bersamaan, infeksi-infeksi tertentu, misalnya
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 23


Tabel 1. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


Laki-laki 113 52,80
Perempuan 101 47,20
Σ Penderita 214
Keterangan: Σ = Total

Gambar 1. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Jenis Kelamin

infeksi kelamin, serta radang paru- istirahat, stres, atau asupan nutrisi
paru yang banyak diderita oleh laki- yang tidak teratur, akan melemahkan
laki perokok berat. respon imunitasnya, sehingga meru-
Tabel 2 menunjukkan bahwa sak sistem pertahanan tubuh yang
persentase penderita infeksi yang mengakibatkan seseorang akan sa-
paling banyak adalah pada rentang ngat mudah terinfeksi.
usia 26-65 tahun yaitu 32,71% dari 214 Penderita terbanyak kedua
penderita, diikuti rentang usia 0-5 adalah pada rentang usia 0-5 tahun,
tahun sebanyak 26,17%, 18-25 tahun hal tersebut dipengaruhi oleh belum
sebanyak 21,03%, 6-17 tahun seba- sempurnanya pertahanan fungsi
nyak 14,48%, serta lebih dari 65 tahun imun seorang anak untuk melawan
sebanyak 5,61%. infeksi. Neonatus pada umumnya
Penderita infeksi paling banyak memiliki organ atau sistem tubuh
adalah penderita dengan rentang usia yang belum berkembang sepenuhnya
26-65 tahun, hal ini disebabkan (4), dan terutama masih mengandal-
karena pada rentang usia tersebut kan imunitas pasif yang didapat dari
merupakan rentang usia produktif, sang ibu (8).
dimana orang sedang sibuk ber- Tabel 3 menunjukkan bahwa
aktivitas dan bekerja. Jika kurang penderita infeksi yang paling banyak
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

24 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 2. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Golongan Usia

Golongan Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)


0-5 56 26,17
6-17 31 14,48
18-25 45 21,03
26-65 70 32,71
> 65 12 5,61
Σ Penderita 214

Gambar 2. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Golongan Usia

adalah penderita yang ditangani oleh penderita adalah demam, penderita


dokter umum yaitu sebanyak 47,20% belum mengetahui secara pasti pe-
dari 214 penderita. Sisanya, ditangani nyakit yang dideritanya.
oleh dokter spesialis, dengan spe- Penderita datang ke dokter spe-
sialisasi terbanyak adalah spesialisasi sialis setelah mendapat rujukan dari
anak, yaitu 31,31%, diikuti dengan dokter umum, pada penelitian ini
spesialisasi penyakit dalam sebanyak dokter spesialis yang paling banyak
9,34%, spesialisasi bedah 5,14%, spe- melakukan diagnosis adalah spesialis
sialisasi THT 1,40%, spesialisasi jan- anak, hal ini disebabkan oleh belum
tung 0,47%, spesialisasi paru 2,34%, sempurnanya pertahanan fungsi
spesialisasi kandungan 1,40%, serta imun seorang anak untuk melawan
spesialisasi saraf 1,40%. infeksi. Neonatus pada umumnya
Pada penelitian ini, diagnosis memiliki organ atau sistem tubuh
penyakit banyak dilakukan oleh dok- yang belum berkembang sepenuhnya
ter umum karena biasanya keluhan (4), dan terutama masih mengandal-
dan gejala yang sering timbul pada kan imunitas pasif yang diperoleh
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 25


Tabel 3. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Spesialisasi Dokter

Spesialisasi Dokter Jumlah Persentase (%)


Umum 101 47,20
Anak 67 31,31
Penyakit dalam 20 9,34
Bedah 11 5,14
THT 3 1,40
Jantung 1 0,47
Paru 5 2,34
Kandungan 3 1,40
Saraf 3 1,40
Σ Penderita 214

Gambar 3. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Spesialisasi Dokter

dari sang ibu (8). Lama terapi optimal antibiotika tidak


Tabel 4 menunjukkan bahwa selalu diketahui, karena bergantung
persentase penderita dengan lama pada tingkat keparahan dan jenis
terapi 5-8 hari adalah yang terbanyak infeksi yang terjadi.
yaitu 46,73% dari 214 penderita, Pada penelitian ini, persentase
diikuti dengan lama terapi 1-4 hari penderita paling banyak adalah pada
sebanyak 41,59%, 9-12 hari sebanyak lama terapi 5-8 hari, hal tersebut
6,54%, dan lebih dari 12 hari seba- karena kebanyakan antibiotika
nyak 5,14%. diresepkan untuk 5-7 hari (9).
Lama terapi merupakan lamanya Persentase terbanyak kedua ada-
penderita menjalani pengobatan. lah lama terapi 1-4 hari, ini disebab-
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

26 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 4. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Lama Terapi

Lama Terapi (hari) Jumlah Persentase (%)


1-4 89 41,59
5-8 100 46,73
9-12 14 6,54
> 12 11 5,14
Σ Penderita 214

Gambar 4. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Lama Terapi

kan karena secara umum terapi dapat ngan spektrum yang lebih sempit
dihentikan 3 hari setelah gejala-gejala dan spesifik.
infeksi hilang (9). Pemantauan pun 4. Pengobatan dihentikan bila in-
dilakukan 3 hari setelah permulaan feksinya sembuh, tujuan pengo-
terapi dilakukan, yaitu untuk me- batan telah tercapai, atau bila
nentukan apakah penderita sudah diagnosisnya berubah (9).
mendapat antibiotika yang tepat,
sehingga dapat ditentukan apakah: Tabel 5 menunjukkan bahwa
1. Pengobatan dilakukan seperti persentase penderita infeksi dengan
semula lama perawatan 5-8 hari merupakan
2. Pengobatan ditingkatkan dengan yang terbanyak yaitu 53,27% dari 214
menaikkan dosis, atau beralih ke penderita, diikuti lama perawatan 1-
antibiotika dengan spektrum 4 hari sebanyak 24,77%, 9-12 hari
yang lebih luas. sebanyak 13,08%, dan lebih dari 12
3. Pengobatan diturunkan dengan: hari sebanyak 8,88%.
beralih dari pengobatan paren- Lama perawatan merupakan
teral ke oral, menurunkan dosis, lamanya penderita mendapatkan
atau beralih ke antibiotika de- perawatan di rumah sakit, yaitu ter-
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 27


Tabel 5. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Lama Perawatan

Lama Perawatan (hari) Jumlah Persentase (%)


1 s/d 4 53 24,77
5 s/d 8 114 53,27
9 s/d 12 28 13,08
> 12 19 8,88
Σ Penderita 214

Gambar 5. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Lama Perawatan

hitung sejak penderita masuk ke sembuh sebanyak 34,11%, meninggal


rumah sakit hingga keluar dari rumah lebih dari 48 jam sebanyak 0,93%,
sakit. Jadi, dengan kata lain lama serta jumlah yang sama pada keada-
perawatan merupakan lamanya pen- an tidak ada perbaikan dan mening-
derita tinggal di rumah sakit. gal kurang dari 48 jam, yaitu sebanyak
Pada penelitian ini, lama pera- 0,47%.
watan 5-8 hari merupakan persentase Pada penelitian ini, kebanyakan
terbanyak, hal ini disebabkan karena penderita keluar rumah sakit dengan
kaitannya dengan lama terapi, yaitu keadaan perbaikan dan sembuh.
pada hasil pendataan sebelumnya Penderita keluar rumah sakit dengan
persentase terbanyak juga ditemui keadaan sembuh menandakan keber-
pada lama terapi 5-8 hari. hasilan terapi, sedangkan penderita
Tabel 6 menunjukkan bahwa keluar rumah sakit dengan keadaan
penderita infeksi pada umumnya perbaikan karena dimungkinkan
keluar rumah sakit dalam keadaan untuk penderita melanjutkan pengo-
perbaikan yaitu sebanyak 64,02% batan dan/atau perawatan di rumah
dari 214 penderita, diikuti penderita dengan rawat jalan, yaitu penderita
keluar rumah sakit dalam keadaan tetap mendapat pemeriksaan dan
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

28 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 6. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Keadaan Keluar Rumah Sakit

Keadaan Keluar Rumah Sakit Jumlah Persentase (%)


Sembuh 73 34,11
Perbaikan 137 64,02
Tidak ada perbaikan 1 0,47
Meninggal kurang dari 48 jam 1 0,47
Meninggal lebih dari 48 jam 2 0,93
Σ Penderita 214

Gambar 6. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Keadaan


Keluar Rumah Sakit

pengawasan dari dokter dengan me- umumnya terjadi karena kondisi


lakukan kontrol sesuai jadwal yang penderita yang sudah lanjut usia dan
telah ditentukan. dengan komplikasi penyakit lain,
Penderita keluar rumah sakit atau kondisi penderita saat dibawa
dengan keadaan tidak ada perbaikan ke rumah sakit sudah sangat parah.
serta meninggal hanya ditemui dalam Tabel 7 menunjukkan bahwa
jumlah sedikit. Pada penderita yang paling banyak penderita keluar
tidak mengalami perbaikan, umum- rumah sakit dengan catatan diijinkan
nya terjadi karena kondisi penyakit pulang yaitu sebanyak 92,52% dari
yang terlalu parah sedangkan biaya 214 penderita, diikuti oleh penderita
pengobatan kurang, sehingga pen- keluar dengan catatan pulang paksa
derita memutuskan untuk pulang. sebanyak 5,14%, pindah rumah sakit
Adapun status meninggal pada lain sebanyak 1,87%, serta dirujuk ke
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 29


Tabel 7. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Catatan Keluar Rumah Sakit

Catatan Keluar Rumah Sakit Jumlah Persentase (%)


Diijinkan pulang 198 92,52
Pulang paksa 11 5,14
Pindah Rumah Sakit lain 4 1,87
Dirujuk ke Rumah Sakit lain 1 0,47
Σ Penderita 214

Gambar 7. Persentase Penderita Infeksi berdasarkan Catatan


Keluar Rumah Sakit

rumah sakit lain sebanyak 0,47%. baikan. Penderita keluar rumah sakit
Catatan keluar rumah sakit se- dengan catatan pulang paksa umum-
orang penderita berkaitan erat de- nya karena terbentur masalah eko-
ngan keadaan keluarnya dari rumah nomi. Pada penderita dengan catatan
sakit. Lebih dari 90% penderita di- pindah rumah sakit lain dan dirujuk
ijinkan pulang oleh pihak rumah sakit ke rumah sakit lain, umumnya karena
yang bersangkutan, hal ini ditemui permintaan penderita sendiri yaitu
pada penderita dengan keadaan ke- ingin melanjutkan pengobatan di
luar rumah sakit sembuh dan per- rumah sakit lain yang menawarkan
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

30 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


pengobatan dengan biaya yang lebih 8,65%, antibiotika lainnya sebanyak
terjangkau. 8,65%, golongan Kloramfenikol seba-
nyak 2,46%, serta golongan β-laktam
2. Data Kuantitatif Penggunaan lainnya sebanyak 2,12%.
Antibiotika Intravena Pada penelitian ini, Sefalosporin
Hasil pendataan penggunaan merupakan antibiotika intravena
antibiotika intravena selama bulan yang paling banyak digunakan
Oktober-Desember 2005 pada salah selama periode Oktober-Desember
satu rumah sakit swasta di Kota Ban- 2005 di rumah sakit tersebut. Hal ini
dung, berdasarkan golongan obat, disebabkan karena hampir semua
jenis obat generik dan non-generik, Sefalosporin diberikan melalui rute
jenis sediaan intravena, seperti ter- parenteral, kecuali Sefaleksin, Sefra-
tera pada Tabel 8 sampai dengan din, Sefaklor dan Sefadroksil yang
Tabel 10. diberikan secara per oral. Selain itu,
Tabel 8 menunjukkan bahwa Sefalosporin merupakan antibiotika
penggunaan antibiotika intravena parenteral yang aman dan mempu-
terbanyak adalah pada golongan nyai potensi antibakteri yang tinggi
Sefalosporin yaitu 51,56%, diikuti (4).
golongan Aminoglikosida sebanyak Pada hasil pendataan tersebut,
15,34%, golongan Penisilin sebanyak tidak ditemui antibiotika Sefalosporin
11,22%, golongan Kuinolon sebanyak generasi I, karena umumnya Sefalos-

Tabel 8. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena


berdasarkan Golongan Obat

Persentase
Golongan Jumlah
(%)
β-Laktam Penisilin 201 11,22
Sefalosporin Generasi II 28
Generasi III 878 51,56
Generasi IV 18
β-Laktam Lain 38 2,12
Aminoglikosida 275 15,34
Kloramfenikol 44 2,46
Kuinolon 155 8,65
Antibiotika Lain 155 8,65
Σ Obat 1792
Σ Lembar R/ 1170
Σ Penderita 214
Keterangan: R/ = Resep
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 31


Gambar 8. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena
berdasarkan Golongan Obat

porin generasi I digunakan secara per ten terhadap laktamase dan aktif
oral, seperti Sefaleksin, Sefradin dan sekali terhadap Pseudomonas (4).
Sefadroksil yang diabsorpsi melalui Tabel 9 menunjukkan bahwa
saluran cerna. Selain itu, Sefalosporin persentase penggunaan antibiotika
generasi I terutama hanya aktif ter- intravena terbanyak adalah anti-
hadap kuman Gram-positif, dan biotika intravena non-generik yaitu
umumnya tidak tahan terhadap sebanyak 85,16% dari total 1792
laktamase. Sefalosporin generasi II penggunaan antibiotika intravena
umumnya digunakan parenteral, pada periode Oktober-Desember
mempunyai spektrum antimikroba 2005, sedangkan antibiotika intra-
yang terutama aktif terhadap kuman vena generik hanya 14,84% saja.
Gram-negatif, dan bersifat agak kuat Nama generik suatu obat meru-
tahan-laktamase. Sefalosporin gene- pakan nama obat resmi tanpa mem-
rasi III merupakan antibiotika intra- perhatikan manufaktur produsennya.
vena yang paling banyak pengguna- Sedangkan nama non-generik meru-
annya, karena aktivitasnya terhadap pakan nama hak milik (nama paten)
kuman Gram-negatif lebih kuat dan atau nama dagang (merek dagang),
lebih luas lagi meliputi Pseudomonas dipilih oleh manufaktur produsennya
dan Bakteroides, selain itu resisten- untuk mempermudah pengakuan
sinya terhadap laktamase juga lebih dan hubungan produk dengan peru-
kuat. Sefalosporin generasi IV meru- sahaan tertentu untuk maksud pema-
pakan obat baru (1993), sangat resis- saran (1).
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

32 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Tabel 9. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena berdasarkan Jenis Obat
Generik dan Non-Generik

Jenis Obat Jumlah Persentase (%)


Generik 266 14,84
Non-Generik 1526 85,16
Σ Obat 1792
Σ Lembar R/ 1170
Σ Penderita 214
Keterangan: R/ = Resep

Gambar 9. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena


berdasarkan Jenis Obat Generik dan Non-Generik

Pada penelitian ini, diperoleh derita dari golongan ekonomi mene-


bahwa antibiotika non-generik lebih ngah ke atas.
banyak digunakan dibandingkan Dilihat dari perbandingan biaya
dengan antibiotika generik. Hal ini dan manfaat, obat generik lebih me-
disebabkan oleh jenis dan jumlah nguntungkan penderita dibanding
produk obat generik yang terbatas. obat non-generik. Oleh sebab itu di-
Alasan lain adalah banyaknya infor- butuhkan peran aktif dari KFT dan
masi dari perwakilan industri farmasi IFRS untuk merekomendasikan ke-
sehingga mempengaruhi pemilihan pada pimpinan rumah sakit untuk
obat, dan adanya permintaan pen- menerapkan kebijakan penggunaan
derita yang lebih mempercayai atau obat generik. Disamping itu, apoteker
memilih obat non-generik untuk harus aktif memberikan informasi
terapi pengobatannya, terutama pen- ilmiah mengenai obat generik.
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 33


Tabel 10 menunjukkan bahwa penyakitnya. Pada penelitian ini
persentase penggunaan antibiotika diperoleh jumlah penggunaan infus
intravena terbanyak adalah injeksi yang lebih sedikit, karena pengguna-
antibiotika yaitu sebanyak 83,71% an infus sediaan antibiotika hanya
dari total 1792 antibiotika intravena dibatasi untuk obat yang terlalu
yang digunakan pada periode Ok- toksik atau mengiritasi pada pem-
tober-Desember 2005, sedangkan berian injeksi, atau obat-obat dengan
sisanya adalah penggunaan infus kelarutan rendah yang membutuh-
antibiotika yaitu sebanyak 16,29%. kan volume yang lebih besar dari-
Pemilihan penggunaan injeksi pada yang dapat diberikan melalui
atau infus didasarkan pada jenis injeksi (9).

Tabel 10. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena


berdasarkan Jenis Sediaan Intravena

Jenis Sediaan Intravena Jumlah Persentase (%)


Injeksi 1500 83,71
Infus 292 16,29
Σ Obat 1792
Σ Lembar R/ 1170
Σ Penderita 214
Keterangan: R/ = Resep

Gambar 10. Persentase Penggunaan Antibiotika Intravena


berdasarkan Jenis Sediaan Intravena

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

34 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


3. Data Kualitatif Penggunaan Anti- penderita tertentu dengan kemung-
biotika Intravena kinan dosis terendah (10).
Analisis data kualitatif peng- Tabel 11 menunjukkan bahwa
gunaan antibiotika intravena pada terdapat kombinasi penggunaan
penelitian ini meliputi ketidaktepatan antibiotika intravena sebanyak 7,78%
dosis, kombinasi penggunaan obat, dari total 1170 lembar resep selama
duplikasi penggunaan obat, serta periode Oktober-Desember 2005,
interaksi obat. dengan kombinasi paling banyak
Dari hasil penelitian penggunaan adalah kombinasi Sefalosporin dan
antibiotika intravena selama bulan Metronidazol sebanyak 7,01%.
Oktober-Desember 2005 berdasarkan Kombinasi antibiotika biasanya
ketidaktepatan dosis menunjukkan digunakan untuk mencapai spektrum
bahwa tidak terdapat ketidaktepatan yang seluas mungkin. Selain itu
dosis pada peresepan antibiotika kombinasi digunakan untuk men-
intravena di rumah sakit tersebut. capai efek sinergistik dan mengham-
Semua obat diberikan dengan dosis bat timbulnya resistensi terhadap
yang tepat, yaitu sesuai dengan kri- antibiotika yang digunakan. Kombi-
teria yang telah ditetapkan. nasi yang digunakan menurut indi-
Dosis lazim suatu obat dapat kasi yang tepat akan memberikan
ditentukan sebagai jumlah yang manfaat klinik yang besar (4).
dapat diharapkan menimbulkan efek Jika kombinasi obat menghasil-
pada pengobatan orang dewasa yang kan efek yang lebih besar dibanding-
sesuai dengan gejalanya. Dosis kan jika obat itu digunakan masing-
tersebut cukup tapi tidak berlebih, masing tanpa kombinasi, disebut
yaitu menghasilkan efek terapeutik sinergisme. Jika kombinasi obat
obat yang optimum pada seorang menghasilkan efek yang lebih kecil

Tabel 11. Kombinasi Penggunaan Antibiotika Intravena

Persentase
Kombinasi Obat Jumlah Efek
(%)
Sefalosporin – Metronidazol 82 7,01 Sinergis
Aminoglikosida – Metronidazol 2 0,17 Sinergis
Sefalosporin – Metronidazol – Kuinolon 2 0,17 Sinergis
Sefalosporin – Metronidazol – Aminoglikosida 5 0,43 Sinergis
Σ Kombinasi 91 7,78
Σ Lembar R/ 1170
Σ Penderita 214
Keterangan: R/ = Resep
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 35


dibandingkan jika obat itu diguna- naan dua obat dalam satu golongan
kan masing-masing tanpa kombinasi, atau obat golongan lain tetapi mem-
disebut antagonisme. Jika kombinasi punyai mekanisme kerja yang sama
obat menghasilkan efek yang sama dan digunakan dalam waktu yang
dengan efek obat yang digunakan sama. Kasus duplikasi ini biasanya
masing-masing tanpa kombinasi, diberikan dengan maksud untuk
disebut indiferen (11). Kombinasi meningkatkan efek terapi obat yang
Sefalosporin dengan Metronidazol diberikan pada penderita, padahal
menunjukkan efek sinergis, biasa sebenarnya duplikasi obat tidak
digunakan untuk infeksi intra-ab- dianjurkan, karena selain peng-
dominal terkomplikasi (12). Kom- gunaan obat yang tidak efisien,
binasi Aminoglikosida dengan kemungkinan meningkatnya efek
Metronidazol menunjukkan efek samping dan toksisitas obat juga
sinergis yaitu biasanya digunakan dapat terjadi, serta meningkatkan
untuk pengobatan infeksi campuran, biaya perawatan, sehingga akan
Metronidazol efektif untuk kuman merugikan penderita.
anaerob sedangkan Aminoglikosida Interaksi obat dapat didefinisi-
efektif untuk kuman aerob (4). kan sebagai modifikasi efek satu obat
Kombinasi antara Sefalosporin, akibat obat lain yang diberikan pada
Metronidazol dan Kuinolon meng- awalnya atau diberikan bersamaan;
hasilkan efek yang sinergis, yaitu atau bila dua atau lebih obat berinter-
kombinasi antibiotika-antibiotika aksi sedemikian rupa sehingga ke-
bakterisid akan menghasilkan efek efektifan atau toksisitas satu obat
sinergis, sehingga meningkatkan ak- atau lebih berubah. Interaksi obat
tivitas antimikrobanya (11), Sefalos- dapat membahayakan, baik dengan
porin dan Kuinolon adalah anti- meningkatkan toksisitas obat atau
biotika bakterisid, keduanya efektif dengan mengurangi khasiatnya.
untuk kuman aerob sedangkan Namun, interaksi beberapa obat juga
Metronidazol bersifat bakterisid dan dapat menguntungkan (9).
amebisid, serta efektif untuk kuman Interaksi farmakokinetik terjadi
anaerob. bila salah satu obat mempengaruhi
Dari penelitian terhadap peng- absorpsi, distribusi, metabolisme atau
gunaan antibiotika intravena pada ekskresi obat lainnya, sedangkan
periode Oktober-Desember 2005 interaksi farmakodinamik adalah
tidak ditemukan adanya duplikasi interaksi antara obat yang bekerja
penggunaan antibiotika intravena pada sistem reseptor, tempat kerja
serta interaksi antibiotika intravena atau sistem fisiologis yang sama
dengan obat lain. sehingga terjadi efek yang aditif,
Duplikasi obat adalah penggu- sinergis atau antagonis (4).

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

36 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


Penyiapan Sediaan Farmasi Intra- yang tidak digunakan dalam vial
vena disimpan dalam lemari pendingin
Dari hasil wawancara terhadap dan dapat dipakai dalam jangka
tenaga medis tentang penyiapan waktu 48 jam sampai 1 minggu ter-
sediaan farmasi intravena yang gantung dari stabilitas obat atau
dilakukan pada salah satu rumah rekomendasi pabrik obat. Larutan
sakit swasta di Kota Bandung, diper- obat yang tidak dipakai dalam am-
oleh informasi sebagai berikut: pul harus dibuang.

1. Larutan obat untuk injeksi 3. Pencampuran obat-obat injeksi


Larutan obat yang telah di- Obat yang dicampur dalam sy-
campur sebelumnya oleh perusahaan ringe yang sama harus kompatibel
farmasi dikemas dalam vial dan am- untuk mencegah pengendapan. Un-
pul untuk siap dipakai. Label obat tuk menentukan kompatibilitas obat,
pada tempat obat memberikan kete- periksa buku referensi obat atau de-
rangan mengenai dosis obat ber- ngan ahli farmasi(13).
dasarkan beratnya dan ekivalensinya Dari hasil wawancara terhadap
dalam mililiter. perawat di rumah sakit tersebut,
rekonstitusi sediaan farmasi intra-
2. Rekonstitusi obat bubuk vena sudah dilakukan dengan baik,
Obat-obat tertentu akan hilang yaitu adanya kesesuaian antara
potensinya jika berada dalam bentuk takaran obat yang direkonstitusi
cair, oleh karena itu pabrik obat dengan jumlah pelarut yang diguna-
mengemas obat-obat tersebut dalam kan, serta persyaratan kompa-
bentuk serbuk. Obat-obat ini dire- tibilitasnya. Namun, penyiapan
konstitusikan terlebih dahulu dengan sediaan tersebut belum dilakukan
menggunakan pelarut yang sesuai dengan teknik aseptis yang baik.
sebelum diberikan ke penderita. La- Padahal teknik aseptis dalam pem-
bel obat atau keterangan instruksional berian intravena harus mendapatkan
atau brosur obat seringkali memberi- perhatian, karena sediaan tersebut
kan tipe dan jumlah pelarut yang merupakan sediaan yang harus
digunakan. Jika tipe dan jenis pelarut dihindarkan dari kontaminasi semak-
tidak tertera pada label atau pada simal mungkin.
keterangan instruksional, hubungi
ahli farmasi. KESIMPULAN
Biasanya pabrik obat menen-
tukan jumlah pelarut untuk mencam- Berdasarkan hasil penelitian
purkan serbuk obat, yaitu mencapai evaluasi penggunaan sediaan farmasi
1-2 ml/dosis. Setelah direkonstitusi, intravena untuk penyakit infeksi
larutan obat yang tidak digunakan penderita rawat inap periode Ok-
harus diberi tanggal. Larutan obat tober-Desember 2005 pada salah satu
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 37


rumah sakit swasta di Kota Bandung Media Farmasi Vol. 2, No. 2, 2003.
diperoleh data sebagai berikut: Hlm: 64-70.
1. Tidak terdapat ketidaktepatan 4. Ganiswarna SG, dkk. 1995.
dosis antibiotika intravena dari Farmakologi dan Terapi. Edisi 4.
total 1170 lembar resep. Jakarta: Gaya Baru. Hlm: 5, 571-
2. Terdapat kombinasi penggunaan 583, 622-685, 800-810.
antibiotika intravena sebanyak 5. Arnita. 2006. Menelisik Antibiotik
7,78% dari total 1170 lembar Anyar. Farmacia, Februari 2006.
resep. Hlm: 32-35.
6. Noer S, et al. 1996. Buku Ajar Ilmu
3. Tidak terdapat duplikasi peng- Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
gunaan antibiotika intravena dari ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FK
total 1170 lembar resep. UI. Hlm: 537-540.
4. Tidak terdapat interaksi anti- 7. Hicks WE. 1994. Practice Standard
biotika intravena dengan obat of ASHP 1994-1995. Bethesda:
lain dari total 1170 lembar resep. The American Society of Hospi-
5. Pelaksanaan penyiapan sediaan tal Pharmacist, Inc. Page: 3-6, 47,
farmasi intravena sudah dilaku- 55-57.
kan dengan baik, yaitu adanya 8. Price SA and LM Wilson. 2003.
kesesuaian antara takaran obat Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-
yang direkonstitusi dengan jum- proses Penyakit. Edisi 6. Alih
lah pelarut yang digunakan, serta bahasa: dr. Huriawati Hartanto,
persyaratan kompatibilitasnya. dkk. Jakarta: Penerbit buku
Namun, penyiapan sediaan ter- kedokteran EGC. Hlm: 81-119.
sebut belum dilakukan dengan 9. Aslam M, dkk. 2003. Farmasi
teknik aseptis yang baik. Klinis. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, Kelompok Grame-
DAFTAR PUSTAKA dia. Hlm: 119-134, 243-271, 321-
331.
1. Siregar CJP. 2004. Farmasi Rumah 10. Ansel HC. 1989. Pengantar Bentuk
Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan Sediaan Farmasi. Edisi IV. Alih
pertama. Jakarta: Penerbit buku bahasa: Farida Ibrahim, dkk.
kedokteran EGC. Hlm: 7-8, 10, Jakarta: Penerbit UI Press. Hlm
17-18, 25, 33, 114-116. 70-83, 91-94, 102-105, 399-463.
2. Rubin E. 2001. Essential Pathology. 11. Hardman JG, LE Limbird, and
Philadelphia: Lippincott Williams AG Gilman. 2001. The Pharmaco-
& Wilkins. Hlm: 205. logical Basic of Therapeutics. 10th
3. Andriani S, dkk. 2003. Pengaruh Edition. USA: Mc Graw Hill.
Konseling Pasien Terhadap Kepatuh- Page: 1143-1144.
an Penggunaan Antibiotika di 12. Mc Evoy and K Gerald. 2002.
Apotek Kimia Farma 21 Yogyakarta. AHFS Drug Information. USA:
Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

38 MAJALAH ILMU KEFARMASIAN


American Society of Health-Sys- 19. King RE. 1984. A Practical Manual
tem Pharmacists. Page: 65-74, on The Formulation and Dispensing
129-234, 270-276, 321-406, 764- of Pharmaceutical Products. 9th Edi-
819, 864-875. tion. Pennsylvania: Mack Pub-
13. Kee LJ and RE Hayes. 1996. lishing Company. Page: 165-170.
Farmakologi, Pendekatan Proses 20. Mutschler E. 1991. Dinamika Obat.
Keperawatan. Alih bahasa: Dr. Pe- Edisi kelima. Alih bahasa: M.B
ter Anugerah. Jakarta: Penerbit Widianto dan A.R. Setiadi. Ban-
buku kedokteran EGC. Hlm: 90- dung: Penerbit ITB. Hlm: 623,
104. 632-659.
14. Aditama T Y. 1997. Kebangkitan 21. Sabiston DC. 1995. Sabiston’s Es-
Infeksi. Medika Jurnal Kedok- sentials Surgery - Buku Ajar Bedah.
teran dan Farmasi No. 4 Tahun Bagian I. Alih bahasa: Petrus
23, April 1997. Hlm: 307-309. Andrianto dan Timan I.S. Ja-
15. Agoes A. 1990. Penggunaan Anti- karta: Penerbit buku kedokteran
biotik dan Infeksi Nosokomial. EGC. Hlm: 177-178.
Medika Jurnal Kedokteran dan 22. Trissel LA. 1998. Handbook on In-
Farmasi No. 8 Tahun 16, Agustus jectable Drug. 10 th Edition.
1990. Hlm: 642-645. Bethesda: American Society of
16. Anief Moh. 2003. Ilmu Meracik Health-System Pharmacists.
Obat, Teori dan Praktik. Cetakan Page: 22-33, 91-109, 201-209, 216-
ke-10. Yogyakarta: Gadjah Mada 225, 236-257, 271-277, 304-309,
University Press. Hlm: 190-209. 559-573, 715-717, 763-766, 817-
17. Coda JD., et al. 1994. Drug Fact 824, 886-893, 910-913,1072-1073,
and Comparison. Missouri: A 1230-1232, 1237-1238, 1242-1247,
Wolters Klower Company. Page: 1265-1266.
2038, 2063, 2066-2067, 2087-2088, 23. Wahjono H. 1994. Penggunaan
2119-2142, 2154-2172, 2226-2246, Antibiotika Secara Rasional pada
2258-2263. Penyakit Infeksi. Medika Jurnal
18. Groves M J. 1989. Parenteral Tech- Kedokteran dan Farmasi No. 2
nology Manual. Second edition. Thn 20, Febr 1994. Hlm: 42-47.
USA: Interpharm Press. Page: 3-
11.

Sudah dipresentasikan di Kongres Ilmiah ISFI XV, 17-19 Juni 2007, Jakarta.

Vol. V, No.1, April 2008 39

Anda mungkin juga menyukai