Anda di halaman 1dari 11

Kista Ranula

Elvien Dwi Saleh

Pendahuluan
Terminologi ranula berasal dari bahasa latin “rana” yang berarti kodok kecil
dan dideskripsikan sebagai pembengkakan translusen kebiruan pada dasar mulut,
yang diibaratkan sebagai perut bagian bawah kodok. Ada dua jenis ranula.
Pertama, simple ranula dan kedua adalah plunging ranula. Simple ranula
merupakan akibat dari ekstravasasi (perembesan) saliva atau retensi saliva
didalam saluran saliva. Beberapa ranula akan mencapai tekanan cairan yang
cukup untuk mengalami herniasi melewati otot mylohyoid ke ruangan
submandibular dalam leher dan disebut dengan plunging atau diving ranula
(Chung et al. 2012; Jain et al. 2012; Flaitz C 2015).
Simple ranula terjadi pada 2 dalam 10.000 individu dan hanya 6% dari seluruh
kista kelenjar ludah merupakan ranula. Beberapa ahli bedah akan menjumpai lebih
dari 1 simple ranula setiap tahun. Servikal / plunging ranula lebih jarang lagi
apabila dibandingkan dengan simple ranula. Pada umumnya, ranula lebih sering
terlihat pada individu berusia dibawah 30 tahun. Ras tidak memiliki pengaruh
dalam prevalensi ranula (Flaitz C 2015).
Simple ranula dikarakteristikkan dengan ukuran yang besar (3-6 cm) dan
membentuk vesikel kaku berwarna biru pada dasar mulut. Simple ranula
diidentifikasikan dari riwayat pasien, temuan klinis seperti tampilan dan
karakteristik lokasi, pencitraan radiografi, pencitraan resonansi magnetik, dan
aspirasi (McKinstry S., Lewis C. 2013; Flaitz C 2015).
Pilihan terapi untuk oral dan plunging ranula dapat pembedahan eksisi dari lesi
atau menginduksi fibrosis dan parut yang dapat mengeliminasi pembentukan
ranula. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain insisi sederhana,
marsupialisasi, eksisi ranula dengan atau tanpa kelenjar sublingual, laser dan
penggunaan agen sklerosis OK-432 (Watanabe et al. 2002; Walvekar R., Bowen
M. 2014).

1
Kami melaporkan sebuah kasus simple ranula, kami melakukan eksisi ranula
pada pasien ini.

Laporan Kasus
Seorang pria berusia 28 tahun datang ke poliklinik departemen THT-KL
Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik pada 11 Agustus 2015 dengan benjolan
dibawah lidah sebagai keluhan utama. Benjolan ini awalnya kecil dan semakin
lama semakin membesar dalam 3 bulan. Pasien juga mengeluhkan sulit serta tidak
nyaman saat menelan, nyeri pada saat menelan dan tidak ada keluhan sesak nafas.
Pasien memiliki riwayat operasi pada benjolan yang sama sebelumnya di rumah
sakit lain dan sekarang benjolan timbul kembali. Dilakukan aspirasi pada benjolan
dan dengan hasil C2 (Benign smear) dan pemeriksaan tomografi komputer
menunjukkan terdapat cairan didalam massa pada ruang sublingual. Kami
mendiagnosa pasien ini dengan kista ranula dan direncanakan eksisi kista ranula.

Gambar 1. Benjolan dibawah lidah pasien

Kemudian pasien datang kembali ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit


Umum Haji Adam Malik pada 19 Agustus 2015 dengan keluhan utama sesak
nafas. Pasien masih mengeluhkan sulit ketika menelan, terasa lebih nyeri pada
saat menelan dibandingkan terakhir pasien datang dan sulit berbicara dengan baik.

2
Gambar 2. Tomografi komputer potongan axial menunjukkan kumpulan cairan
pada ruang sublingual

Gambar 3. Sediaan smear terdiri dari sebaran sel-sel radang limfosit dan massa
keratin serta squamous dan sel radang netrofil

3
Dari pemeriksaan fisik telinga dan hidung ditemukan dalam batas normal.
Pada orofaring tampak benjolan dibawah lidah, pada dasar rongga mulut
mendorong lidah kebelakang. Ukuran benjolan ± 6x4x3 cm. Pasien menjalani
beberapa pemeriksaan preoperasi seperti pemeriksaan laboratorium darah, foto
toraks serta elektrokardiografi dan hasilnya dalam batas normal. Pasien diberikan
terapi awal cairan infus, antibiotik, steroid, analgetik melalui suntikan, serta
dilakukan juga pemasangan NGT pada pasien untuk asupan nutrisi dan
direncanakan akan dilakukan eksisi ranula.

Gambar 4. Eksisi kista ranula

Operasi dilakukan pada 21 Agustus 2015 di ruang operasi Rumah Sakit Umum
Haji Adam Malik. Dilakukan eksisi dengan pendekatan intraoral. Pada pasien ini
dilakukan eksisi total lista ranula sepanjang saluran sublingual. Eksisi dilakukan
dengan anestesi umum. Pasien berbaring dengan posisi supinasi dengan kepala
sedikit ditinggikan. Rongga mulut dibiarkan tetap terbuka dengan menggunakan
mouthgag. Lidah ditahan dengan menggunakan forseps. Dilakukan infiltrasi
daerah sublingual dengan pehacaine yang telah diencerkan dengan aquabidest.

4
Sebuah insisi elips dibuat pada mukosa ranula. Secara teliti diseksi tumpul
dilakukan sepanjang ranula dan kemudian saluran dipotong serta luka operasi
dijahit. Dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dengan hasil sediaan dilapisi
epitel skuamous inti monoton sub epidermal dengan dinding kista dilapisi epitel
kuboid, kesimpulan : kista jinak.

Gambar 4. Kista ranula setelah eksisi

Gambar 5. Histopatologi dengan pewarnaa HE pembesaran 100x. Tampak


struktur seperti kista

5
a b
Gambar 6 a) Tampak struktur epitel squamous (HE 100x) b) Tampak epitel
skuamous berlapis, pembuluh darah kongesti yang terisi sel darah
dengan sebukan sel radang dan stroma terdiri dari jaringan ikat.

Setelah dilakukan eksisi pasien dirawat selama 4 hari dan diberikan antibiotik,
analgetik, antihaemorrhagic, steroid (untuk 1 hari) dan NGT dibiarkan terpasang.
Setelah 3 hari pasien dipulangkan dari rumah sakit.

Gambar 6. 3 hari setelah insisi dan 10 hari setelah eksisi

6
Gambar 6. 18 hari setelah eksisi

Gambar 7. 18 hari setelah eksisi

Diskusi
Ranula merupakan mukokel yang terjadi pada dasar mulut dan timbul dari
ekstravasasi saliva dari saluran saliva atau retensi saliva didalam saluran saliva,
berasal dari kelenjar saliva minor atau kelenjar sublingual sebagai salah satu dari
kelenjar saliva mayor. Pada umumnya, ranula diketahui sebagai fenomena
ekstravasasi dari kelenjar sublingual. Terlihat seperti lesi kistik, akan tetapi
merupakan pseudokista tanpa lapisan epitel. Kista yang sebenarnya memiliki
lapisan epitel, biasanya ini ditemukan pada kista retensi dan pseudokista yang
tidak memiliki lapisan epitel biasanya merujuk kepada proses ekstravasasi saliva.
Pada pemeriksaan histopatologi pasca operasi pasien ini tampak sediaan dilapisi
epitel skuamous dengan dinding kista dilapisi epitel kuboid, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa kista ini merupakan kista retensi pada saluran kelenjar
sublingual dan bukan merupakan pseudokista. Meskipun demikian, telah
dilaporkan bahwa ditemukan juga beberapa kasus dimana kista retensi mukus dari
saluran Rivini dan Wharton (MacDonald et al. 2002; Chung et al. 2012; Lee K.
2012).

7
Ketika ranula meluas keluar dari daerah postero inferior otot mylohyoid
menuju daerah submental atau servikal, kista ini dikenal dengan sebutan plunging
ranula ditandai dengan adanya double chin pada pemeriksaan klinis. Sedangkan
apabila ranula terjadi diatas otot mylohyoid biasa disebut dengan oral / simple
ranula. Umumnya ranula tampak sebagai bentuk kubah berwarna kebiruan
membengkak pada dasar mulut. Ketika mukokel terakumulasi pada daerah
subkutaneus atau dekat dengan daerah epidermis, ranula tampak berwarna sedikit
kebiruan disebabkan sianosis epidermal dan saliva yang tertahan pada daerah
subkutaneus. Ketika ranula muncul pada daerah yang lebih dalam, mukosa
tampak sebagai mukosa normal yang berwarna merah muda. Ini sesuai dengan
temuan pada pasien yaitu mukosa daerah yang membengkak berwarna merah
muda. Pada pemeriksaan fisik pasien ini tidak terlihat adanya double chin
sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ini merupakan simple ranula meskipun
kemungkinan ranula muncul pada daerah yang lebih dalam. Simple ranula
dikarakteristikkan dengan ukuran yang besar (3-6 cm), ini sesuai dengan temuan
pada pasien yang dari pemeriksaan fisik didapatkan ukuran ± 6x4x3 cm
(McKinstry S., Lewis C. 2012; Chung et al. 2012).
Ranula tidak menyebabkan gejala nyeri yang serius, hanya menyebabkan rasa
tidak nyaman, dan hampir tidak pernah menimbulkan manifestasi klinis yang
serius. Berdasarkan temuan Baurmash, temuan klinis seperti rasa tidak nyaman
pada saat berbicara, mengunyah dan manifestasi akibat pembengkakan yang
tergantung pada ukuran dan lokasi ranula. Sesuai dengan temuan pada pasien ini,
pasien mengeluhkan rasa tidak nyaman pada saat berbicara, mengunyah serta
muncul keluhan sesak nafas akibat dari ukuran ranula. Pada kasus mukokel
kelenjar sublingual, lidah kemungkinan menekan ranula ketika makan dan
menelan sehingga menganggu aliran saliva dari kelenjar submandibular. Terdapat
beberapa metode pembedahan untuk terapi ranula, dengan tingkat penyembuhan
yang beragam (Chung et al. 2012; Lee K. 2012).

Pilihan terapi untuk oral / simple dan plunging ranula eksisi lesi atau
menginduksi fibrosis dan parut yang dapat mengeliminasi pembentukan ranula.
Intervensi ini dapat berupa insisi sederhana, marsupialisasi, eksisi ranula dengan

8
atau tanpa kelenjar sublingual, laser dan penggunaan agen sklerosis OK-432.
Komplikasi operasi antara lain trauma nervus lingualis dan saluran Wharton’s,
serta kemungkinan terjadinya rekurensi. Pada pasien ini dilakukan eksisi ranula
tanpa pengangkatan kelenjar sublingual dan selama follow-up pasien
menunjukkan hasil yang baik (Fukase et al. 2003; Kinosita et al. 2012; Walvekar
R., Bowen M. 2014).

Kesimpulan
Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke departemen THT-KL Rumah
Sakit Umum Haji Adam Malik dengan keluhan utama berupa benjolan dibawah
lidah. Benjolan awalnya kecil dan semakin lama semakin membesar dalam 3
bulan. Pasien juga mengeluhkan kesulitan dalam menelan dan nyeri pada saat
menelan. Dari pemeriksaan fisik, histopatologi dan hasil pemeriksaan tomografi
komputer pasien didiagnosa dengan kista ranula. Dilakukan eksisi kista ranula dan
hasilnya memuaskan.

9
Daftar Pustaka

Chung et al., 2012. ‘Partial Sublingual Glandectomy with Ranula Excision : A


New Conservative Method for Treatment’ Journal of Korean Association
Oral Maxillofacial Surgery, Vol. 38, pp. 160-165

Flaitz CM, 2015. Mucocele and Ranula. http://emedicine.medscape.com/article/10


76717-overview

Fukase et al., 2003. ‘Treatment of Ranula with Intracystic Injection of the


Streptococcal Preparation OK-432’ The Annals of Otology, Rhinology &
Laryngology, Vol. 112, pp. 214-220

Jain et al., 2012. ‘Diagnostic Difficulties of Plunging Ranula : Case Series’ The
Journal of Laryngology & Otology, Vol. 126, pp. 506-510

Kinoshita et al., 2011. ‘Plunging Ranula Intruding into Paraparyngeal Space


Treated with OK-432’ American Journal of Otolaryngology-Head and
Neck Medicine and Surgery, Vol. 33, pp. 345-348

Lee J., 2012. ‘Salivary Gland Disease’ Essential Otolaryngology Head and Neck
Surgery, 10th Edition, pp.488-505

Lee J., 2012. ‘The Oral Cavity, Pharynx, and Esophagus’ Essential
Otolaryngology Head and Neck Surgery, 10th Edition, pp.506-528

Lee J., 2012. ‘Pediatric Otolaryngology’ Essential Otolaryngology Head and


Neck Surgery, 10th Edition, pp.788-789

McKinstry S., Lewis C., 2013. ‘Bilateral Plunging Ranula : Two Case Reports
and Review of The Literature’ The New Zealand Medical Journal, Vol. 126,
pp.67-72

Macdonald et al., 2003. ‘Giant Ranula of The Neck : Differentiation from Cystic
Hygroma’ American Journal of Neuroradiology. Vol. 24, pp.757-761

10
Watanabe et al., 2002. ’Local Injection of OK-432 in the Treatment of Ranula : A
case Report’ Ear, Nose and Throat Journal, Vol.81, pp.97-98

11

Anda mungkin juga menyukai