A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian
Kasus I
Pada tanggal 5 April 2018 tepatnya pada pukul 15.00 WIB di
Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur dilakukan
pengkajian pada pasien anak yang bernama An. R berusia 3 tahun. Klien
berjenis kelamin laki-laki. Ibu klien mengatakan keluarga klien menganut
agama islam dan tinggal di Babakan Pasir Mandu RT 03/RW 01, Desa
Ciranjang Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Klien dibawa ke
RSUD Sayang Kabupaten Cianjur pada tanggal 3 April 2018 pukul 22.26
WIB. Penulis melakukan pengkajian identitas klien pada penanggung
jawab yakni Ny.A sebagai ibu dari klien yang berusia 32 tahun,
pekerjaannya adalah ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir ibu klien
yakni SMA.
Pada saat dikaji, ibu klien mengatakan klien demam. Demam
dirasakan semenjak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terjadi
ketika sore hari menjelang malam. Demam berkurang saat pagi hari, ibu
klien juga mengatakan sebelumnya klien sudah dibawa ke bidan setempat
dan di bawa ke puskesmas, namun demam masih berlanjut kemudian di
bawa ke IGD Anak RSUD Sayang Kabupaten Cianjur. Kemudian klien
harus melakukan rawat inap, dan pada pukul 22.26 WIB An. R dibawa ke
Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
Pada riwayat penyakit sebelumya, Ibu klien mengatakan bahwa
sebelumnya An. R tidak memiliki riwayat penyakit menular dan tidak
pernah terserang penyakit yang parah. An. R tidak memiliki riwayat alergi
dan riwayat pengobatan. An. R juga baru pertamakali menjalani rawat inap
di Rumah Sakit. Selain itu klien tidak memiliki penyakit regeneratif.
62
63
kembung, tidak ada masa dan tidak ada acites juga tidak ada kelainan. Pada
bagian genitalia, klien berjenis kelamin laki-laki, skrotum dan testis
lengkap, terdapat anus, tidak ada kelainan pada genitalia dan tidak ada
kelainan atresiani pada anus. Kulit klien tampak memerah karena demam
dan akral hangat, turgor kulit kembali lebih dari 3 detik, kuku agak sedikit
memanjang. Ekstermitas klien lengkap dengan skala gradasi otot 5 dari
rentang 0-5 pada ekstermitas atas maupun bawah, tidak ada kelainan
sindaktili maupun polidaktili, refleks babinsky dan patella positif. Pola
kebiasaan sehari-hari An.R pada saat sakit sulit makan karena mual, tidak
ada nafsu makan dan hanya menghabiskan ¼ porsi saja, asupan minum
berkurang, sehingga menjadi lemas.
Hasil pemeriksaan laboratorium An.R pada tanggal 3 April 2018;
leukosit 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 394 ribu/ul (N: 150-450).
Hasil pemeriksaan widal Salmonella Typhi –O maupun –H keduanya
negatif.
Kasus II
Pada tanggal 28 April 2018 tepatnya pada pukul 16.00 WIB di
Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur dilakukan
pengkajian pada pasien anak yang bernama An.A berusia 8 tahun. Klien
berjenis kelamin laki-laki. Ayah klien mengatakan keluarga klien
menganut agama islam dan tinggal di Sindanglaka RT 05/RW 02, Desa
Sindanglaka Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur. Klien dibawa
ke RSUD Sayang Kabupaten Cianjur pada tanggal 28 April 2018 pukul
14.59 WIB. Penulis melakukan pengkajian identitas klien pada
penanggung jawab yakni Tn.K sebagai ayah dari klien.
Pada saat dikaji, ayah klien mengatakan klien demam. Demam
dirasakan semenjak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terjadi
ketika sore hari menjelang malam. Demam berkurang saat pagi hari, ayah
klien mengatakan sebelumnya klien sudah diberikan obat pereda panas
yang di beli dari apotik, namun demam masih berlanjut kemudian di bawa
65
tiroid, tidak ada pembesaran JVP tidak ada kekakuan pada leher, tidak ada
gangguan menelan. Pengembangan pada dada simetris, tidak ada nyeri
tekan, terdapat bunyi ronchi, S1>S2 di apeks cordis, S2>S1 di basal cordis,
bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung regular, tidak ada bunyi tambahan
mumur. Tidak ada bekas luka pada abdomen, bising usus 8x/menit, tidak
ada pembesaran hepar, adanya nyeri dengan skala nyeri 3 dari rentang 0-
10, tidak kembung, tidak ada masa dan tidak ada acites. Pada bagian
genitalia, klien berjenis kelamin laki-laki, skrotum dan testis lengkap,
terdapat anus, tidak ada kelainan pada genitalia dan tidak ada kelainan
atresiani pada anus. Kulit klien tampak memerah karena demam dan akral
hangat, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, kuku agak sedikit
memanjang. Ekstermitas klien lengkap dengan skala gradasi otot 5 dari
rentang 0-5 pada ekstermitas atas maupun bawah, tidak ada kelainan
sindaktili maupun polidaktili, refleks babinsky dan patella positif. Pola
kebiasaan sehari-hari An.A pada saat sakit sulit makan karena mual dan
muntah, tidak ada nafsu makan, hanya menghabiskan ¼ porsi saja.
Hasil pemeriksaan laboratorium An.A pada tanggal 28 April 2018;
leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 135 ribu/ul (N: 150-450).
Hasil pemeriksaan widal788 Salmonella Typhi –O maupun –H keduanya
negatif.
2. Diagnosa Keperawatan
Kasus I
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda,
Jilid 1, 2016, p.153) pada An.R, yaitu; hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstraseluler dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
67
Kasus II
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda,
Jilid 1, 2016, p.153) pada An.A, yaitu; hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis (penekanan intra abdomen), dan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
3. Intervensi
Kasus I
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, penulis membuat
rencana asuhan keperawatan pengobatan pada demam, regulasi
temperature dengan tindakan tepid sponge dan monitor tanda-tanda vital.
Tujuan dari intervensi ini adalah suhu tubuh dalam batas normal, tanda-
tanda vital dalam batas normal. Dengan kriteria hasil suhu dalam rentang
normal (36,5ºC-37,5ºC) dan kulit tidak memerah.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstraseluler, penulis membuat rencana asuhan keperawatan management
pada cairan. Tujuan dari intervensi ini adalah keseimbangan cairan tubuh
adekuat. Dengan kriteria hasil output urine sesuai dengan usia dan BB,
berat jenis urine dalam batas normal, tidak ada tanda dehidrasi, kulit elastis,
membran mukosa lembab.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tiga yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun, penulis membuat rencana asuhan keperawatan management
nutrisi dan monitor nutrisi. Tujuan dari intervensi ini adalah intake nutrisi
68
4. Implementasi
Kasus I
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Hari pertama: 5 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge berkolaborasi
melakukan uji lab darah analizer dan berkolaborasi pemberian obat
69
Kasus II
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Hari pertama: 28 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge, berkolaborasi
melakukan uji lab darah analizer dan berkolaborasi pemberian obat
antipiretik dan antibiotik paracetamol 4x1 peroral, pemberian obat
gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Hari kedua: 29 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge, berkolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
71
5. Evaluasi
Kasus I
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 5 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R masih demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 120 x/menit, respirasi
28x/menit, dan suhu 37,8ºC. Hasil pemeriksaan lab yang mengalami
kesenjangan yakni leukosit 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 394
ribu/ul (N: 150-450). Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital klien, kolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 6 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R demamnya sudah
berkurang. Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 121 x/menit,
respirasi 24x/menit, dan suhu 37,6ºC. Kulit An.R sudah tidak memerah,
An.R tampak berkeringat. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
73
anemis, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, output urine 11cc/jam.
Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi pertahankan.
Kasus II
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya masih demam.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 110 x/menit, respirasi
26x/menit, dan suhu 38,3ºC. Hasil pemeriksaan lab yang mengalami
kesenjangan yakni leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5). Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan monitor tanda-
tanda vital klien, kolaborasi pemberian obat antipiretik dan antibiotik
paracetamol 4x1 peroral, pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus
dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya masih demam.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 114 x/menit, respirasi
27x/menit, dan suhu 37,9ºC, kulit tampak kemerahan, akral terasa hangat,
pasien tampak lemah. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital klien, kolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 4x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya sudah tidak
demam. Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 121 x/menit,
respirasi 26x/menit, dan suhu 37,3ºC, kulit tidak tampak kemerahan,
pasien tampak masih lemah. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan.
obyektifnya skala nyeri 3 dari rentang 0-10, pasien tampaak meringis nyeri,
pasien tampak memegangi perutnya. Analisa masalah teratasi sebagian,
dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji skala nyeri dan
mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah
berkurang. Data obyektifnya skala nyeri 1 dari rentang 0-10, pasien
tampak nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji skala
nyeri dan mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah tidak
terasa. Data obyektifnya skala nyeri 0 dari rentang 0-10, pasien tampak
nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi dipertahankan.
mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 0,4ºC dan suhu tubuh menjadi
37,9 ºC. Kemudian hari ketiga tanggal 30 April 2018 pada jam yang sama
juga diberkan tindakan yang sama mengalami penurunan suhu tubuh
sebesar 0,6ºC dan suhu tubuh menjadi 37,3 ºC.
B. Pembahasan
1. Pengkajian
Menurut Aru, S., dkk (2009) demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang di sertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia. Dan menurut Wiwik
dan Hariwibowo (2008) demam dengue merupakan penyakit demam akut
selama 2 – 7 hari. Kesenjangan antara pengkajian kasus I dan kasus II
dengan teori adalah yang pertama pada riwayat penyakit sekarang, jika
dalam pengkajian riwayat penyakit sekarang itu adanya manifestasi
demam hari ke 6 pada kasus I dengan suhu tubuh 37,8ºC dan pada kasus
II terjadi demam hari ke 4 dengan suhu 38,8 ºC, namun pada kasus I
maupun II manifestasi nyeri otot dan sendi tidak muncul, hasil
pemeriksaan laboratorium pada darah Kasus I dan II terjadi 1peningkatan
leukosit dengan hasil leukosit pada kasus I 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5) dan
pada kasus II hasil leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5) , namun pada kasus
I tidak terjadi trombositopenia dengan hadil trombosit 394 ribu/ul (N: 150-
450) namun pada kasus II terjadi trombositopenia dengan hasil trombosit
135ribu/ul (N: 150-450).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nanda, 2016, p.153 dan Alimul Aziz, 2008) diagnosa
pada DBD adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan
nafas terganggu akibat spasme otot–otot pernafasan, nyeri, hipoventlasi,
hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra abdomen),
79
3. Intervensi Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan teridentifikasi satu rencana asuhan
keperawatan dibuat dan hasil atau tujuanya ditetapkan. Hasil adalah
perubahan yang terprojeksi pada status kesehatan pasien, kondisi klinis
atau perilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan. Sasaran akhir
dari asuhan keperawatan adalah merubah diagnosa keperawatan menjadi
status kesehatan yang diinginkan, rencana harus ditetapkan sebelum
intervensi dapat di buat. Titik akhir dari fase perencanaan adalah
pengembangan rencana asuhan keperawatan (Donna dkk. 2009).
80
4. Implementasi Keperawatan
Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan
intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk
observasi dan kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan dan
kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik tetap
harus diperhatikan (Donna dkk, 2009, p. 24).
Pada pada kasus I diagnosa hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue adalah memonitor tanda-tanda vital (vital
sign monitoring), berkolaborasi pemberian obat antipiretik (fever
treatment). Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni
kurangnya volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstraseluler adalah mencatat intake dan outout pasien,
berkolaborasi dengan pemberian cairan parenteral (fluid management).
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yakni
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun adalah menimbang berat badan anak tiap hari, memonitor
intake dan output (nutrition management). Pada kasus II implementasi
diagnosa keperawatan diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue adalah memonitor tanda-tanda vital (vital sign
monitoring), tindakan penurunan suhu tubuh dengan memberikan
tindakan tepid sponge disertai kolaborasi pemberian obat antipiretik
(fever treatment). Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra
abdomen) adalah mengkaji skala nyeri, mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi nafas dalam (pain management). Dan Implementasi yang
dilakukan pada diagnosa ketiga yakni ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun adalah menimbang
82
berat badan anak tiap hari, memonitor intake dan output (nutrition
management). Adanya kesesuaian beberapa implementasi keperawatan
kasus I dan kasus II dengan teori menurut (Nanda, 2016).
5. Evaluasi
Menurut (Donna dkk, 2009, p.24) bahwa dalam evaluasi
keperawatan itu menggunakan format SOAP yaitu, S (Subjective) adalah
inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diperbaiki. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan. A (Analisa) adalah membandingkan antara inormasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P (Planning) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa,
baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru,
selesai (tujuan tercapai). Ada kesenjangan dalam evaluasi keperawatan
karena kasus I dan kasus II sesuai dengan teori. Evaluasi keperawatan
pada kasus I dan kasus II juga menggunakan SOAP yaitu,
Kasus I:
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 7 April 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah tidak demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 113 x/menit, respirasi
23x/menit, dan suhu 37,3ºC. Kulit An.R sudah tidak memerah, An.R
tampak nyaman. Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi
pertahankan, evaluasi pada diagnosa kedua yang didapatkan adalah data
subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau minum banyak.
Data obyektifnya mukosa bibir tampak lembab, konjungtiva tidak anemis,
turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, output urine 11cc/jam. Analisa
83
Kasus II
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 7 April 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya sudah tidak demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 121 x/menit, respirasi
26x/menit, dan suhu 37,3ºC, kulit tidak tampak kemerahan, pasien
tampak masih lemah. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan, evaluasi pada diagnosa kedua yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah tidak
terasa. Data obyektifnya skala nyeri 0 dari rentang 0-10, pasien tampak
nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah
teratasi, dengan planning intervensi dipertahankan, dan evaluasi pada
diagnosa ketiga yang didapatkan adalah data subyektifnya An.A
mengatakan mual berkurang, namun sudah tidak muntah. Data
obyektifnya intake makan meningkat, An.A tampak tidak mual, BB 17
kg, An.A tampak masih lemas. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan.
84
6. Analisis PICOT
UNSUR KASUS
Pasien/kasus pasien Kasus I
An.R berjenis kelamin laki-laki berusia 3
tahun mengalami penyakit demam berdarah
dengue dengan hipertermi dan suhu tubuh
37,8ºC. Ibu An.R mengatakan An.R demam
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sudah
dibawa ke bidan namun demam masih
berlanjut dan tidak turun-turun. Ibu An.R juga
mengatakan An.R tidak mau makan.
Kasus II
An.A berjeniskelamin laki-laki berusia 8 tahun
mengalami penyakit demam berdarah dengue
dengan hipertermi dan suhu tubuh 38,8 ºC.
Ayah klien mengatakan An.A demam sejak 3
har sebelu masuk rumah sakit, sudah diberikan
obat dari apotik namun demam tak kunjung
turun. An.A juga mengeluh nyeri pada perut
dan tdak mau makan juga mengatakan mual
dan ayah An.A mengatakan An.A muntah
sebanyak 5x saat 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Intervensi Tindakan yang diberikan pada pasien Kasus I
dan kasus II diberikan tindakan tepid sponge
disertai kolaborasi pemberian antipiretik.
Comparasi/ Untuk penurunan suhu tubuh saat anak
perbandingan hipertermi, pemberian tindakan tepid sponge
intervensi disertai pemberian antipiretik terbukti efektif.
85
Kasus II
Pada An.A hari pertama diberikan tindakan
tepid sponge disertai kolaborasi pemberian
antipiretik terjadi penurunan suhu tubuh
sebesar 0,5ºC dari suhu 38,8 menjadi 38,3ºC.
Pada hari kedua diberikan tindakan yang sama
suhu tubuh kembali turun sebanyak 0,4ºC dari
38,3ºC menjadi 37,9ºC dan di hari ketiga turun
sebanyak 0,6ºC menjadi 37,3ºC.
Hasil Kasus I
Hasil akhir tindakan selama 3 hari suhu tubuh
menjadi 37,3ºC.
Kasus II
Hasi akhir tindakan selama 3 hari suhu tubuh
menjadi 37,3ºC.
86
Waktu/Teori Time :
Kasus I
Dilakukan tindakan tepid sponge selama 10
menit disertai kolaborasi peberian antipiretik
dalam 3 hari dapat mneurunkan suhu tubuh
sampai 0,2ºC – 0,3ºC.
Kasus II
Dilakukan tindakan tepid sponge selama 12
menit disertai kolaborasi peberian antipiretik
dalam 3 hari dapat mneurunkan suhu tubuh
sampai 0,4ºC – 0,6ºC
Teori :
Menurut Surapati (2008) dalam
penelitian Sri Hayani (2015, p.1) menunjukan
ada pengaruh kompres tepid sponge hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak
dengan umur 1-10 tahun dengan demam atau
hipetermia. Dimana penurunan rata rata
sebesar 1,4ºC jika dilakukan pengukuran suhu
tubuh 60 menit setelah tindakan tepid sponge
dilakukan.
Hasil penelitian Tia Setiawati, Yeni
Rustina dan Kuntarti (2015, p.3) menunjukan
pengaruh tepid sponge disertai pemberian
antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh,
dimana terjadi penurunan suhu tubuh rata –
rata sebesar 1,8ºC setelah dilakukan tindakan
tepid sponge selama 20 menit dan disertai
antipiretik bersamaan, dalam jangka waktu 30
menit dilakukan ulang pengukuran suhu tubuh.