Anda di halaman 1dari 25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengkajian
Kasus I
Pada tanggal 5 April 2018 tepatnya pada pukul 15.00 WIB di
Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur dilakukan
pengkajian pada pasien anak yang bernama An. R berusia 3 tahun. Klien
berjenis kelamin laki-laki. Ibu klien mengatakan keluarga klien menganut
agama islam dan tinggal di Babakan Pasir Mandu RT 03/RW 01, Desa
Ciranjang Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur. Klien dibawa ke
RSUD Sayang Kabupaten Cianjur pada tanggal 3 April 2018 pukul 22.26
WIB. Penulis melakukan pengkajian identitas klien pada penanggung
jawab yakni Ny.A sebagai ibu dari klien yang berusia 32 tahun,
pekerjaannya adalah ibu rumah tangga dan pendidikan terakhir ibu klien
yakni SMA.
Pada saat dikaji, ibu klien mengatakan klien demam. Demam
dirasakan semenjak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terjadi
ketika sore hari menjelang malam. Demam berkurang saat pagi hari, ibu
klien juga mengatakan sebelumnya klien sudah dibawa ke bidan setempat
dan di bawa ke puskesmas, namun demam masih berlanjut kemudian di
bawa ke IGD Anak RSUD Sayang Kabupaten Cianjur. Kemudian klien
harus melakukan rawat inap, dan pada pukul 22.26 WIB An. R dibawa ke
Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur.
Pada riwayat penyakit sebelumya, Ibu klien mengatakan bahwa
sebelumnya An. R tidak memiliki riwayat penyakit menular dan tidak
pernah terserang penyakit yang parah. An. R tidak memiliki riwayat alergi
dan riwayat pengobatan. An. R juga baru pertamakali menjalani rawat inap
di Rumah Sakit. Selain itu klien tidak memiliki penyakit regeneratif.

62
63

Ibu klien mengatakan An.R merupakan anak ke-2 dari dua


bersaudara. Kakak klien berusia 7 tahun. Ibu klien mengatakan selama
masa kehamilan saat mengandung An.R tidak pernah mengalami
pendarahan maupun kelainan saat kehamilan juga sering memeriksakan
kehamilanya ke bidan desa. An.R lahir spontan di bidan desa dengan berat
lahir 3200 gram dan panjang lahir 48cm, ibu klien mengatakan tidak ada
kelainan maupun perdarahan saat persalinan. Ibu klien juga mengatakan
klien sudah mengikuti proses imunisasi dasar lengkap mulai dari BCG,
DPT I, DPT II, DPT III, Polio 1, 2, 3, Hepatitis B 1,2,3, dan campak di
posyandu dan bidan setempat.
Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentise
dengan GCS 15 (E4V5M6). Nadi klien 120x/menit, respirasi 28x/menit,
suhu tubuh klien 37,8ºC, BB 11 kg dan TB 102 cm.Hasil pemeriksaan fisik
saat pengkajian, rambut An.R berwarna hitam gelap, dipotong rapi,
distribusi merata, tidak lengket, tidak ada lesi, rambut teraba lembut dan
tidak mudah rontok juga tidak ada nyeri tekan pada kepala. Mata tampak
simetris tidak ada stradismus, tidak menggunakan alat bantu penglihatann,
konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik dan pupil isokor. Hidung tampak
simetris, tidak ada secret, tidak ada pembesaran polip, tidak ada kelainan,
tidak ada ekimosis dan tidak terpasang alat bantu pernafasan. Mukosa bibir
klien tampak kering, tidak ada karies dentis, tidak ada gigi berlubang, tidak
ada pembesaran tonsil. Telinga tampak simetris, tidak ada serumen, tidak
ada pendarahan, tidak ada kelainan dan tidak menggunakan alat bantu
dengar. Pemeriksaan pada leher tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran JVP
tidak ada kekakuan pada leher, tidak ada gangguan menelan.
Pengembangan pada dada simetris, tidak ada nyeri tekan, terdapat bunyi
ronchi, S1>S2 di apeks cordis, S2>S1 di basal cordis, bunyi nafas
vesikuler, bunyi jantung regular, tidak ada bunyi tambahan mumur dan
tidak ada nyeri tekan. Tidak ada bekas luka pada abdomen, bising usus
8x/menit, tidak ada pembesaran hepar, tidak ada nyeri tekan, tidak
64

kembung, tidak ada masa dan tidak ada acites juga tidak ada kelainan. Pada
bagian genitalia, klien berjenis kelamin laki-laki, skrotum dan testis
lengkap, terdapat anus, tidak ada kelainan pada genitalia dan tidak ada
kelainan atresiani pada anus. Kulit klien tampak memerah karena demam
dan akral hangat, turgor kulit kembali lebih dari 3 detik, kuku agak sedikit
memanjang. Ekstermitas klien lengkap dengan skala gradasi otot 5 dari
rentang 0-5 pada ekstermitas atas maupun bawah, tidak ada kelainan
sindaktili maupun polidaktili, refleks babinsky dan patella positif. Pola
kebiasaan sehari-hari An.R pada saat sakit sulit makan karena mual, tidak
ada nafsu makan dan hanya menghabiskan ¼ porsi saja, asupan minum
berkurang, sehingga menjadi lemas.
Hasil pemeriksaan laboratorium An.R pada tanggal 3 April 2018;
leukosit 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 394 ribu/ul (N: 150-450).
Hasil pemeriksaan widal Salmonella Typhi –O maupun –H keduanya
negatif.
Kasus II
Pada tanggal 28 April 2018 tepatnya pada pukul 16.00 WIB di
Ruang anak Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur dilakukan
pengkajian pada pasien anak yang bernama An.A berusia 8 tahun. Klien
berjenis kelamin laki-laki. Ayah klien mengatakan keluarga klien
menganut agama islam dan tinggal di Sindanglaka RT 05/RW 02, Desa
Sindanglaka Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur. Klien dibawa
ke RSUD Sayang Kabupaten Cianjur pada tanggal 28 April 2018 pukul
14.59 WIB. Penulis melakukan pengkajian identitas klien pada
penanggung jawab yakni Tn.K sebagai ayah dari klien.
Pada saat dikaji, ayah klien mengatakan klien demam. Demam
dirasakan semenjak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam terjadi
ketika sore hari menjelang malam. Demam berkurang saat pagi hari, ayah
klien mengatakan sebelumnya klien sudah diberikan obat pereda panas
yang di beli dari apotik, namun demam masih berlanjut kemudian di bawa
65

ke IGD Anak RSUD Sayang Kabupaten Cianjur. Ayah klien mengatakan


klien mual muntah 5x saat satu hari sebelum masuk rumah sakit.
Pada riwayat penyakit sebelumya, ayah klien mengatakan bahwa
sebelumnya An.A tidak memiliki riwayat penyakit menular dan tidak
pernah terserang penyakit yang parah. An.A tidak memiliki riwayat alergi
dan riwayat pengobatan. An.A juga baru pertamakali menjalani rawat inap
di Rumah Sakit. Selain itu klien tidak memiliki penyakit regeneratif.
Ayah klien mengatakan An.A merupakan anak ke-1 dari dua
bersaudara. Adik klien berusia 3 tahun. Ayah klien mengatakan selama
masa kehamilan istrinya saat mengandung An.A tidak pernah mengalami
pendarahan maupun kelainan saat kehamilan juga sering memeriksakan
kehamilanya ke bidan desa. An.A lahir spontan di bidan desa dengan berat
lahir 3000 gram dan panjang lahir 50cm, ayah klien mengatakan tidak ada
kelainan maupun perdarahan saat persalinan. Ayah klien juga mengatakan
dulu klien sudah mengikuti proses imunisasi dasar lengkap mulai dari
BCG, DPT I, DPT II, DPT III, Polio 1, 2, 3, Hepatitis B 1,2,3, dan campak
di posyandu dan bidan setempat.
Keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentise
dengan GCS 15 (E4V5M6). Nadi klien 100x/menit, respirasi 27x/menit,
suhu tubuh klien 38,8ºC, BB 17 kg dan TB 132 cm. Hasil pemeriksaan
fisik saat pengkajian, rambut An.A berwarna coklat gelap, dipotong rapi,
distribusi merata, tidak lengket, tidak ada lesi, rambut teraba lembut dan
tidak mudah rontok juga tidak ada nyeri tekan pada kepala. Mata tampak
simetris tidak ada stradismus, tidak menggunakan alat bantu penglihatann,
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik dan pupil isokor. Hidung
tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada pembesaran polip, tidak ada
kelainan, tidak ada ekimosis dan tidak terpasang alat bantu pernafasan.
Mukosa bibir klien tampak kering, tidak ada karies dentis, tidak ada gigi
berlubang, tidak ada pembesaran tonsil. Telinga simetris, tidak ada
serumen, tidak ada pendarahan, tidak ada. Pemeriksaan pada leher tidak
ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
66

tiroid, tidak ada pembesaran JVP tidak ada kekakuan pada leher, tidak ada
gangguan menelan. Pengembangan pada dada simetris, tidak ada nyeri
tekan, terdapat bunyi ronchi, S1>S2 di apeks cordis, S2>S1 di basal cordis,
bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung regular, tidak ada bunyi tambahan
mumur. Tidak ada bekas luka pada abdomen, bising usus 8x/menit, tidak
ada pembesaran hepar, adanya nyeri dengan skala nyeri 3 dari rentang 0-
10, tidak kembung, tidak ada masa dan tidak ada acites. Pada bagian
genitalia, klien berjenis kelamin laki-laki, skrotum dan testis lengkap,
terdapat anus, tidak ada kelainan pada genitalia dan tidak ada kelainan
atresiani pada anus. Kulit klien tampak memerah karena demam dan akral
hangat, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, kuku agak sedikit
memanjang. Ekstermitas klien lengkap dengan skala gradasi otot 5 dari
rentang 0-5 pada ekstermitas atas maupun bawah, tidak ada kelainan
sindaktili maupun polidaktili, refleks babinsky dan patella positif. Pola
kebiasaan sehari-hari An.A pada saat sakit sulit makan karena mual dan
muntah, tidak ada nafsu makan, hanya menghabiskan ¼ porsi saja.
Hasil pemeriksaan laboratorium An.A pada tanggal 28 April 2018;
leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 135 ribu/ul (N: 150-450).
Hasil pemeriksaan widal788 Salmonella Typhi –O maupun –H keduanya
negatif.

2. Diagnosa Keperawatan
Kasus I
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda,
Jilid 1, 2016, p.153) pada An.R, yaitu; hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue, kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstraseluler dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun.
67

Kasus II
Diagnosa keperawatan sesuai prioritas utama menurut (Nanda,
Jilid 1, 2016, p.153) pada An.A, yaitu; hipertermi berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue, nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
biologis (penekanan intra abdomen), dan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.

3. Intervensi
Kasus I
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, penulis membuat
rencana asuhan keperawatan pengobatan pada demam, regulasi
temperature dengan tindakan tepid sponge dan monitor tanda-tanda vital.
Tujuan dari intervensi ini adalah suhu tubuh dalam batas normal, tanda-
tanda vital dalam batas normal. Dengan kriteria hasil suhu dalam rentang
normal (36,5ºC-37,5ºC) dan kulit tidak memerah.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu kekurangan
volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstraseluler, penulis membuat rencana asuhan keperawatan management
pada cairan. Tujuan dari intervensi ini adalah keseimbangan cairan tubuh
adekuat. Dengan kriteria hasil output urine sesuai dengan usia dan BB,
berat jenis urine dalam batas normal, tidak ada tanda dehidrasi, kulit elastis,
membran mukosa lembab.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tiga yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun, penulis membuat rencana asuhan keperawatan management
nutrisi dan monitor nutrisi. Tujuan dari intervensi ini adalah intake nutrisi
68

adekuat. Dengan kriteria hasil nafsumakan meningkat, BB stabil tidak


turun.
Kasus II
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, penulis membuat
rencana asuhan keperawatan pengobatan pada demam, regulasi temperatur
dengan pemberian tindakan tepids ponge dan monitor tanda-tanda vital.
Tujuan dari intervensi ini adalah suhu tubuh dalam batas normal, tanda-
tanda vital dalam batas normal. Dengan kriteria hasil suhu dalam rentang
normal (36,5ºC-37,5ºC) dan kulit tidak memerah.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang kedua yaitu nyeri akut
berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan intra abdomen),
penulis membuat rencana asuhan keperawatan management nyeri. Tujuan
dari intervensi ini adalah terjadi peningkatan kenyamanan, nyeri hilang.
Dengan kriteria hasil skala nyeri berkurang klien menyatakan nyaman.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang tiga yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang
menurun, penulis membuat rencana asuhan keperawatan management
nutrisi dan monitor nutrisi. Tujuan dari intervensi ini adalah intake nutrisi
adekuat. Dengan kriteria hasil nafsumakan meningkat, BB stabil tidak
turun.

4. Implementasi
Kasus I
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Hari pertama: 5 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge berkolaborasi
melakukan uji lab darah analizer dan berkolaborasi pemberian obat
69

antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral, pemberian obat


gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Hari kedua: 6 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, berkolaborasi pemberian obat antipiretik dan
antibiotik paracetamol 3x1 peroral (bila panas), pemberian obat
gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Hari ketiga: 7 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, berkolaborasi pemberian obat antipiretik dan
antibiotik paracetamol 3x1 peroral (bila panas), pemberian obat
gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.

Diagnosa II: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya


cairan intravaskuler ke ekstraseluler.
Hari pertama: 5 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
intake cairan dan status hidrasi menganjurkan An.R untuk memperbanyak
minum dan berkolaborasi memberikan cairan infus RL 500 cc pada vena
An.R sebanyak 21 tpm.
Hari kedua: 6 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
intake cairan dan status hidrasi menganjurkan An.R untuk memperbanyak
minum dan berkolaborasi memberikan cairan infus RL 500 cc pada vena
An.R sebanyak 21 tpm
Hari ketiga: 7 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan memonitor
intake cairan dan status hidrasi menganjurkan An.R untuk memperbanyak
minum dan berkolaborasi memberikan cairan infus RL 500 cc pada vena
An.R sebanyak 21 tpm.
70

Diagnosa III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Hari pertama: 5 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
adanya alergi terhadap makanan, menganjurkan makan saat keadaan
makanan disajikan masih hangat, mengukur BB An.R.
Hari kedua: 6 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih hangat,
mengukur BB An.R, menganjurkan pada ibu An.R agar An.R diberi
makanan sedikit tapi sering.
Hari ketiga: 7 April 2018 15.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih hangat dan
diberikan sedikit namun sering, mengukur BB An.R.

Kasus II
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Hari pertama: 28 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge, berkolaborasi
melakukan uji lab darah analizer dan berkolaborasi pemberian obat
antipiretik dan antibiotik paracetamol 4x1 peroral, pemberian obat
gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Hari kedua: 29 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge, berkolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
71

Hari ketiga: 30 April 2018 16.00 WIB


Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengukur
tanda-tanda vital klien, memberikan tindakan tepid sponge, berkolaborasi
melakukan uji lab darah analizer dan berkolaborasi pemberian obat
antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral (bila panas), pemberian
obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime 2x600mg via
bolus.

Diagnosa II: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis


(penekanan intra abdomen).
Hari pertama: 28 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri dan mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Hari kedua: 29 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri dan mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Hari ketiga: 30 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
skala nyeri dan mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.

Diagnosa III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Hari pertama: 28 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan mengkaji
adanya alergi terhadap makanan, menganjurkan makan saat keadaan
makanan disajikan masih hangat, mengukur BB An.A dan berkolaborasi
pemberian obat ondansentron 2x3mg via bolus dan pemberian infus RL
500cc 21 tpm.
72

Hari kedua: 29 April 2018 16.00 WIB


Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih hangat,
menganjurkan memberi makan An.A sedikit tapi sering, mengukur BB
An.A dan berkolaborasi pemberian obat ondansentron 2x3mg via bolus
dan pemberian infus RL 500cc 21 tpm.
Hari ketiga: 30 April 2018 16.00 WIB
Penulis melaksanakan tindakan rencana asuhan keperawatan
menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih hangat
diberikan sedikit tapi sering, mengukur BB An.A dan berkolaborasi
pemberian obat ondansentron 2x3mg via bolus dan pemberian infus RL
500cc 21 tpm.

5. Evaluasi
Kasus I
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 5 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R masih demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 120 x/menit, respirasi
28x/menit, dan suhu 37,8ºC. Hasil pemeriksaan lab yang mengalami
kesenjangan yakni leukosit 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5), trombosit 394
ribu/ul (N: 150-450). Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital klien, kolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 6 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R demamnya sudah
berkurang. Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 121 x/menit,
respirasi 24x/menit, dan suhu 37,6ºC. Kulit An.R sudah tidak memerah,
An.R tampak berkeringat. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
73

planning intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital klien, kolaborasi


pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 3x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 7 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah tidak demam.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 113 x/menit, respirasi
23x/menit, dan suhu 37,3ºC. Kulit An.R sudah tidak memerah, An.R
tampak nyaman. Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi
pertahankan.

Diagnosa II: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya


cairan intravaskuler ke ekstraseluler.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 5 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.R mengatakan haus dan ingin minum tapi
mual. Data obyektifnya mukosa bibir tampak kering, konjungtiva anemis,
output urine 11cc/jam. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan monitor intake cairan dan status hidrasi
menganjurkan An.R untuk memperbanyak minum dan kolaborasi
memberikan cairan infus RL 500 cc pada vena An.R sebanyak 21 tpm.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 6 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau minum
banyak. Data obyektifnya mukosa bibir tampak lembab, konjungtiva tidak
anemis, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, output urine 11cc/jam.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan
monitor intake cairan dan status hidrasi menganjurkan An.R untuk
memperbanyak minum dan kolaborasi memberikan cairan infus RL 500
cc pada vena An.R sebanyak 21 tpm.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 7 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau minum
banyak. Data obyektifnya mukosa bibir tampak lembab, konjungtiva tidak
74

anemis, turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, output urine 11cc/jam.
Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi pertahankan.

Diagnosa III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 5 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu klien mengatakan An.R tidak mau makan dan
hanya habis ¼ porsi. Data obyektifnya intake makan ¼ porsi, An.R tampak
mual, An.R tampak tidak mau makan, BB 11 kg, An.R tampak lemas.
Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan,
menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih hangat,
berikan makan sedikit tapi sering, mengukur BB An.R.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 6 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau makan
kue kue ringan dan mual sudah berkurang. Data obyektifnya An.R tampak
tidak mual, An.R tampak sudah mulai mau makan, BB 11 kg, An.R masih
tampak lemas. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan, menganjurkan makan saat keadaan makanan
disajikan masih hangat, berikan makan sedikit tapi sering, mengukur BB
An.R.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 7 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau makan
kue kue ringan dan sudah tidak mual. Data obyektifnya An.R tampak tidak
mual, An.R tampak sudah mulai mau makan, BB 11 kg, An.R sudah tidak
lemas. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dipertahankan.
75

Kasus II
Diagnosa I: Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya masih demam.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 110 x/menit, respirasi
26x/menit, dan suhu 38,3ºC. Hasil pemeriksaan lab yang mengalami
kesenjangan yakni leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5). Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan monitor tanda-
tanda vital klien, kolaborasi pemberian obat antipiretik dan antibiotik
paracetamol 4x1 peroral, pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus
dan obat cefotaxime 2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya masih demam.
Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 114 x/menit, respirasi
27x/menit, dan suhu 37,9ºC, kulit tampak kemerahan, akral terasa hangat,
pasien tampak lemah. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning
intervensi dilanjutkan monitor tanda-tanda vital klien, kolaborasi
pemberian obat antipiretik dan antibiotik paracetamol 4x1 peroral,
pemberian obat gentamicine 2x24mg via bolus dan obat cefotaxime
2x600mg via bolus.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya sudah tidak
demam. Data obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 121 x/menit,
respirasi 26x/menit, dan suhu 37,3ºC, kulit tidak tampak kemerahan,
pasien tampak masih lemah. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan.

Diagnosa II: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis


(penekanan intra abdomen).
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perut. Data
76

obyektifnya skala nyeri 3 dari rentang 0-10, pasien tampaak meringis nyeri,
pasien tampak memegangi perutnya. Analisa masalah teratasi sebagian,
dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji skala nyeri dan
mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah
berkurang. Data obyektifnya skala nyeri 1 dari rentang 0-10, pasien
tampak nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan planning intervensi dilanjutkan, mengkaji skala
nyeri dan mengajarkan teknik distraksi relaksasi nafas dalam.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah tidak
terasa. Data obyektifnya skala nyeri 0 dari rentang 0-10, pasien tampak
nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi dipertahankan.

Diagnosa III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Evaluasi pada hari pertama tanggal 28 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengeluh mual, tidak nafsu makandan
makan hanya habis ¼ porsi. Data obyektifnya intake makan ¼ porsi, An.A
tampak mual, An.A tampak tidak mau makan, BB 17 kg, An.A tampak
lemas. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan planning intervensi
dilanjutkan, menganjurkan makan saat keadaan makanan disajikan masih
hangat, berikan makan sedikit tapi sering, mengukur BB An.A.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 29 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengeluh mual, namun sudah tidak
muntah. Data obyektifnya intake makan meningkat, An.A tampak mual,
BB 17 kg, An.A tampak lemas. Analisa masalah teratasi sebagian, dengan
planning intervensi dilanjutkan, menganjurkan makan saat keadaan
77

makanan disajikan masih hangat, berikan makan sedikit tapi sering,


mengukur BB An.A.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 30 April 2018 yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan mual berkurang, namun sudah
tidak muntah. Data obyektifnya intake makan meningkat, An.A tampak
tidak mual, BB 17 kg, An.A tampak masih lemas. Analisa masalah teratasi,
dengan planning intervensi dipertahankan.

6. Aplikasi dari tindakan utama


Penelitian ini dilakukan pada An. R berusia 3 tahun dan An.A
berusia 8 tahun dengan demam berdarah dengue (DBD) di ruang samolo
3 RSUD Sayang Kabupaten Cianjur. Masing-masing pengkajian
dilakukan selama 3 hari tetapi implementasi utama yaitu tepid sponge
hanya dilakukan pada An.A, sedangkan An.R hanya menjadi
perbandingan saja.
Kasus yang pertama yaitu pada An.R hari pertama 05 April 2018
pukul 15.00 WIB diberikan tindakan tepid sponge disertai kolaborasi
pemberian antipiretik. Setelah diberikan tindakan, suhu tubuh klien 37,8ºC.
Dan hari kedua tanggal 06 April 2018 pada jam yang sama, klien diberikan
kembali tindakan yang sama dan mengalami penurunan suhu tubuh
sebesar 0,2ºC dan suhu tubuh menjadi 37,6 ºC. Kemudian hari ketiga
tanggal 07 April 2018 pada jam yang sama juga diberkan tindakan yang
sama mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 0,2ºC dan suhu tubuh
menjadi 37,4 ºC.
Kasus yang kedua yaitu pada An.A demam dengan suhu 38,8ºC,
dilakukan tindakan hari pertama tanggal 28 April pada pukul 16.00 WIB
diberikan tindakan tepid sponge selama 10 menit disertai kolaborasi
pemberian obat antipiretik sebelum diberikan tindakan, suhu tubuh klien
38,8ºC dan setelah diberikan tindakan suhu tubuh berkurang sebesar 0,5
ºC dan suhu tubuh menjadi 38,3 ºC. Dan hari kedua tanggal 29 April 2018
pada jam yang sama, klien diberikan kembali tindakan yang sama dan
78

mengalami penurunan suhu tubuh sebesar 0,4ºC dan suhu tubuh menjadi
37,9 ºC. Kemudian hari ketiga tanggal 30 April 2018 pada jam yang sama
juga diberkan tindakan yang sama mengalami penurunan suhu tubuh
sebesar 0,6ºC dan suhu tubuh menjadi 37,3 ºC.

B. Pembahasan
1. Pengkajian
Menurut Aru, S., dkk (2009) demam berdarah dengue (DBD)
adalah penyakit infeksi yang di sebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/ nyeri sendi yang di sertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia. Dan menurut Wiwik
dan Hariwibowo (2008) demam dengue merupakan penyakit demam akut
selama 2 – 7 hari. Kesenjangan antara pengkajian kasus I dan kasus II
dengan teori adalah yang pertama pada riwayat penyakit sekarang, jika
dalam pengkajian riwayat penyakit sekarang itu adanya manifestasi
demam hari ke 6 pada kasus I dengan suhu tubuh 37,8ºC dan pada kasus
II terjadi demam hari ke 4 dengan suhu 38,8 ºC, namun pada kasus I
maupun II manifestasi nyeri otot dan sendi tidak muncul, hasil
pemeriksaan laboratorium pada darah Kasus I dan II terjadi 1peningkatan
leukosit dengan hasil leukosit pada kasus I 27,6 ribu/ul (N: 4,5-10,5) dan
pada kasus II hasil leukosit 14,4 ribu/ul (N: 4,5-10,5) , namun pada kasus
I tidak terjadi trombositopenia dengan hadil trombosit 394 ribu/ul (N: 150-
450) namun pada kasus II terjadi trombositopenia dengan hasil trombosit
135ribu/ul (N: 150-450).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Nanda, 2016, p.153 dan Alimul Aziz, 2008) diagnosa
pada DBD adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jalan
nafas terganggu akibat spasme otot–otot pernafasan, nyeri, hipoventlasi,
hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra abdomen),
79

kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan


intravaskuler ke ekstravaskuler, resiko syok (hypovolemik),
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun, resiko perdarahan, intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan. Jika pada kasus I tidak terdapat 8 diagnosa keperawatan
tetapi hanya 3 yaitu hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue, kekurangan volume cairan berhubungan dengan pindahnya
cairan intravaskuler ke ekstraseluler dan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun. Dan pada
kasus hanya muncul 3 diagnosa keperawatan yaitu hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue, nyeri akut berhubungan
dengan agen cedera biologis (penekanan intra abdomen), dan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun. Adanya kesesuaian beberapa diagnosa keperawatan
kasus I dan kasus II muncul 3 diagnosa sedangkan pada teori terdapat 8
diagnosa keperawatan.

3. Intervensi Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan teridentifikasi satu rencana asuhan
keperawatan dibuat dan hasil atau tujuanya ditetapkan. Hasil adalah
perubahan yang terprojeksi pada status kesehatan pasien, kondisi klinis
atau perilaku yang terjadi setelah intervensi keperawatan. Sasaran akhir
dari asuhan keperawatan adalah merubah diagnosa keperawatan menjadi
status kesehatan yang diinginkan, rencana harus ditetapkan sebelum
intervensi dapat di buat. Titik akhir dari fase perencanaan adalah
pengembangan rencana asuhan keperawatan (Donna dkk. 2009).
80

Perbandingan antara teori menurut (Nanda, 2016, p.153) dengan


kasus I dan II tidak terjadi kesenjangan dalam intervensi keperawatan
karena kasus I dan kasus II sesuai dengan teori Pada kasus I, menurut
teori intervensi yang dilakukan pada diagnosa hipertermia berhubungan
dengan proses infeksi virus dengue adalah monitor tanda-tanda vital
(vital sign monitoring), tindakan penurunan suhu tubuh dengan
kolaborasi pemberian obat antipiretik dan tindakan tepid sponge (fever
treatment). Intervensi pada diagnosa keperawatan kedua yakni
kurangnya volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstraseluler adalah catat intake dan outout pasien,
kolaborasi dengan pemberian cairan parenteral (fluid management).
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yakni
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun adalah timbang berat badan anak tiap hari, monitor intake
dan output (nutrition management). Pada kasus II, menurut teori
intervensi yang dilakukan pada diagnosa hipertermia berhubungan
dengan proses infeksi virus dengue adalah monitor tanda-tanda vital
(vital sign monitoring), tindakan penurunan suhu tubuh dengan
pemberian tindakan tepid sponge disertai kolaborasi pemberian obat
antipiretik (fever treatment). Intervensi pada diagnosa keperawatan
kedua yakni nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(penekanan intra abdomen) adalah kaji skala nyeri, ajarkan teknik
distraksi dan relaksasi nafas dalam (pain management). Dan Intervensi
yang dilakukan pada diagnosa ketiga yakni ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang
tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun adalah
timbang berat badan anak tiap hari, monitor intake dan output (nutrition
management). Adanya kesesuaian beberapa intervensi keperawatan
kasus I dan kasus II dengan teori menurut Nanda (2016).
81

4. Implementasi Keperawatan
Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan
intervensi tertentu ke dalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali kedalam bentuk
observasi dan kemunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi
hasil intervensi keperawatan. Selama hasil implementasi keaamanan dan
kenyamanan psikologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik tetap
harus diperhatikan (Donna dkk, 2009, p. 24).
Pada pada kasus I diagnosa hipertermia berhubungan dengan
proses infeksi virus dengue adalah memonitor tanda-tanda vital (vital
sign monitoring), berkolaborasi pemberian obat antipiretik (fever
treatment). Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni
kurangnya volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstraseluler adalah mencatat intake dan outout pasien,
berkolaborasi dengan pemberian cairan parenteral (fluid management).
Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga yakni
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun adalah menimbang berat badan anak tiap hari, memonitor
intake dan output (nutrition management). Pada kasus II implementasi
diagnosa keperawatan diagnosa hipertermia berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue adalah memonitor tanda-tanda vital (vital sign
monitoring), tindakan penurunan suhu tubuh dengan memberikan
tindakan tepid sponge disertai kolaborasi pemberian obat antipiretik
(fever treatment). Implementasi pada diagnosa keperawatan kedua yakni
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (penekanan intra
abdomen) adalah mengkaji skala nyeri, mengajarkan teknik distraksi dan
relaksasi nafas dalam (pain management). Dan Implementasi yang
dilakukan pada diagnosa ketiga yakni ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi yang tidak
adekuat akibat mual dan nafsu makan yang menurun adalah menimbang
82

berat badan anak tiap hari, memonitor intake dan output (nutrition
management). Adanya kesesuaian beberapa implementasi keperawatan
kasus I dan kasus II dengan teori menurut (Nanda, 2016).

5. Evaluasi
Menurut (Donna dkk, 2009, p.24) bahwa dalam evaluasi
keperawatan itu menggunakan format SOAP yaitu, S (Subjective) adalah
inormasi yang berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
diperbaiki. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran, yang dilakukan oleh perawat setelah
dilakukan tindakan. A (Analisa) adalah membandingkan antara inormasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah teratasi, masalah belum teratasi, masalah
teratasi sebagian, atau muncul masalah baru. P (Planning) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa,
baik itu rencana diteruskan, dimodifikasi, dibatalkan ada masalah baru,
selesai (tujuan tercapai). Ada kesenjangan dalam evaluasi keperawatan
karena kasus I dan kasus II sesuai dengan teori. Evaluasi keperawatan
pada kasus I dan kasus II juga menggunakan SOAP yaitu,

Kasus I:
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 7 April 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah tidak demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.R nadi 113 x/menit, respirasi
23x/menit, dan suhu 37,3ºC. Kulit An.R sudah tidak memerah, An.R
tampak nyaman. Analisa masalah teratasi, dengan planning intervensi
pertahankan, evaluasi pada diagnosa kedua yang didapatkan adalah data
subyektifnya ibu An.R mengatakan An.R sudah mau minum banyak.
Data obyektifnya mukosa bibir tampak lembab, konjungtiva tidak anemis,
turgor kulit kembali kurang dari 3 detik, output urine 11cc/jam. Analisa
83

masalah teratasi, dengan planning intervensi pertahankan, dan evaluasi


pada diagnosa ketiga yang didapatkan adalah data subyektifnya ibu An.R
mengatakan An.R sudah mau makan kue kue ringan dan sudah tidak
mual. Data obyektifnya An.R tampak tidak mual, An.R tampak sudah
mulai mau makan, BB 11 kg, An.R sudah tidak lemas. Analisa masalah
teratasi sebagian, dengan planning intervensi dipertahankan.

Kasus II
Pada hari terakhir dilakukan evaluasi pada tanggal 7 April 2018
evaluasi pada diagnosa pertama yang didapatkan adalah data
subyektifnya ayah An.A mengatakan anaknya sudah tidak demam. Data
obyektifnya hasil tanda-tanda vital An.A nadi 121 x/menit, respirasi
26x/menit, dan suhu 37,3ºC, kulit tidak tampak kemerahan, pasien
tampak masih lemah. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan, evaluasi pada diagnosa kedua yang didapatkan
adalah data subyektifnya An.A mengatakan nyeri di perutnya sudah tidak
terasa. Data obyektifnya skala nyeri 0 dari rentang 0-10, pasien tampak
nyaman namun lemah, pasien tidak lagi meringis. Analisa masalah
teratasi, dengan planning intervensi dipertahankan, dan evaluasi pada
diagnosa ketiga yang didapatkan adalah data subyektifnya An.A
mengatakan mual berkurang, namun sudah tidak muntah. Data
obyektifnya intake makan meningkat, An.A tampak tidak mual, BB 17
kg, An.A tampak masih lemas. Analisa masalah teratasi, dengan planning
intervensi dipertahankan.
84

6. Analisis PICOT
UNSUR KASUS
Pasien/kasus pasien Kasus I
An.R berjenis kelamin laki-laki berusia 3
tahun mengalami penyakit demam berdarah
dengue dengan hipertermi dan suhu tubuh
37,8ºC. Ibu An.R mengatakan An.R demam
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sudah
dibawa ke bidan namun demam masih
berlanjut dan tidak turun-turun. Ibu An.R juga
mengatakan An.R tidak mau makan.

Kasus II
An.A berjeniskelamin laki-laki berusia 8 tahun
mengalami penyakit demam berdarah dengue
dengan hipertermi dan suhu tubuh 38,8 ºC.
Ayah klien mengatakan An.A demam sejak 3
har sebelu masuk rumah sakit, sudah diberikan
obat dari apotik namun demam tak kunjung
turun. An.A juga mengeluh nyeri pada perut
dan tdak mau makan juga mengatakan mual
dan ayah An.A mengatakan An.A muntah
sebanyak 5x saat 1 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Intervensi Tindakan yang diberikan pada pasien Kasus I
dan kasus II diberikan tindakan tepid sponge
disertai kolaborasi pemberian antipiretik.
Comparasi/ Untuk penurunan suhu tubuh saat anak
perbandingan hipertermi, pemberian tindakan tepid sponge
intervensi disertai pemberian antipiretik terbukti efektif.
85

Pemberian tindakan pada kasus I dilakukan


tindakan selama 3 hari berturut-turut dan kasus
II 3 hari berturut-turut tindakan tepid sponge
disertai pemberian antipiretik lebih cepat
mengalami penurunan suhu tubuh.
Kasus I:
Pada An.R hari pertama pemberian tindakan
tepid sponge (10 menitdisertai kolaborasi
pemberian antipiretik belum terjadi nurunan
suhu tubuh masih tetap 37,8ºC. Namun, terjadi
penurunan suhu tubuh sebanyak 0,2ºC untuk
hari kedua dan 0,3ºC ketiga setelah kolaborasi
pemberian tindakan di hari kedua suhu tubuh
menjadi 37,6ºC dan hari ketiga menjadi 37,3
ºC.

Kasus II
Pada An.A hari pertama diberikan tindakan
tepid sponge disertai kolaborasi pemberian
antipiretik terjadi penurunan suhu tubuh
sebesar 0,5ºC dari suhu 38,8 menjadi 38,3ºC.
Pada hari kedua diberikan tindakan yang sama
suhu tubuh kembali turun sebanyak 0,4ºC dari
38,3ºC menjadi 37,9ºC dan di hari ketiga turun
sebanyak 0,6ºC menjadi 37,3ºC.
Hasil Kasus I
Hasil akhir tindakan selama 3 hari suhu tubuh
menjadi 37,3ºC.
Kasus II
Hasi akhir tindakan selama 3 hari suhu tubuh
menjadi 37,3ºC.
86

Waktu/Teori Time :
Kasus I
Dilakukan tindakan tepid sponge selama 10
menit disertai kolaborasi peberian antipiretik
dalam 3 hari dapat mneurunkan suhu tubuh
sampai 0,2ºC – 0,3ºC.
Kasus II
Dilakukan tindakan tepid sponge selama 12
menit disertai kolaborasi peberian antipiretik
dalam 3 hari dapat mneurunkan suhu tubuh
sampai 0,4ºC – 0,6ºC
Teori :
Menurut Surapati (2008) dalam
penelitian Sri Hayani (2015, p.1) menunjukan
ada pengaruh kompres tepid sponge hangat
terhadap penurunan suhu tubuh pada anak
dengan umur 1-10 tahun dengan demam atau
hipetermia. Dimana penurunan rata rata
sebesar 1,4ºC jika dilakukan pengukuran suhu
tubuh 60 menit setelah tindakan tepid sponge
dilakukan.
Hasil penelitian Tia Setiawati, Yeni
Rustina dan Kuntarti (2015, p.3) menunjukan
pengaruh tepid sponge disertai pemberian
antipiretik terhadap penurunan suhu tubuh,
dimana terjadi penurunan suhu tubuh rata –
rata sebesar 1,8ºC setelah dilakukan tindakan
tepid sponge selama 20 menit dan disertai
antipiretik bersamaan, dalam jangka waktu 30
menit dilakukan ulang pengukuran suhu tubuh.

Anda mungkin juga menyukai