Anda di halaman 1dari 6

1.

1 TERAPI KEJANG LISTRIK ( ECT )


A. DEFINISI ECT
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy ( ECT ) adalah bentuk terapi pada
klien dengan menimbulkan kejang grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui electrode
yang ditempelkan pada pelipis klien. Terapi ini pada awalnya untuk menangani skizofrenia tetapi
kemudian disadari bahwa terapi ini lebih cocok untuk gangguan afektif.

B. SEJARAH TINDAKAN ECT


Terapi dengan konvulsi sebenarnya telah dikenal sejak abad 16. Paraselsus (140-1541)
menggunakanc am phor atau kamper atau kini disebut kapur barus. Kamper ini diberikan secara
oral untuk menginduksi kejang sebagai terapi pada pasien gangguan mental. Penggunaan kamper
ini bertahan sampai abad ke-18. Pada sekitar tahun 1917, Julius Wagner-Jaugregg, seorang
psikiater dari Wina, mulai menggunakan malaria sebagi penginduksi demam untuk mengobati
pasien dengan paresis umum pada pasien gangguan mental (sipilis terminal). Pada tahun 1093,
mulai dikenal pula penggunaan insulin danps y c hos ur ge r y. Manfred Sakel dari Wina
mengumumkan kesuksesan pengobatan skizofrenia dengan insulin. Insulin ini digunakan untuk
menginduksi koma yang pada beberapa pasien menyebabkan kejang. Kejang ini yang
diperkirakan menyebabkan perbaikan pada pasien. Pada tahun 1934, Ladislaus von Meduna dari
Budapest meninjeksi kamper dalam minyak untuk menginduksi kejang pada pasien dengan
skizofrenia katatonik. Ini merupakan terapi konvulsi modern pertama. Terapi dinyatakan
berhasil, demikian juga dengan sejumlah pasien psikotik lainnya. Von Medunna mengobservasi
bahwa pada otak pasien epilepsi ditemukan jumlah sel glia yang lebih banyak dari orang nomal,
sementara pada pasien skizofrenia jumlah sel glia lebih sedikit. Dengan hal ini dikemukakan
hipotesa bahwa ada antagonisme biologis antara kejang dan skizofrenia. Karena sifatnya yang
long acting, kamper kemudian digantikan oleh pentylenetrazol, namun zat ini sering
menimbulkan keluhan sensasi keracunan pada kondisi pasien sadar, disebabkan aktivitas
antagonis GABAnya.
Pada tahun 1938, di Roma, Ugo Cerleti dengan asistennya Lucio Bini melakukan ECT
pertama pada pasien skizofrenia. ECT dilakukan sebanyak 11 kali dan pasien memberikan
respons yang bagus. Pengunaan ECT kemudian menyebar luas di seluruh dunia. Kini ECT
digunakan terutama pada depresi mayor dan skizofrenia.
C. PERKEMBANGAN TEKHNIK ECT
ECT telah digunakan secara berkelanjutan selama lebih dari 70 tahun. Bagaimanapun, telah
dilakukan beberapa perkembangan teknis:
1. Pengenalan anestesi pada pelaksanaan ECT yang mengurangi distress pada pasien dalam
proses ECT
2. Anestesi juga diizinkan untuk digunakannya muscle relaxant yang mengurangi
ketegangan pada sistem muskuloskeletal, mengurangi cedera
3. Pre-oksigenasi dan ventilasi terpimpin selama pemulihan yang mengurangi efek samping
4. Stimulus listrik terutama didisain untuk menghasilkan kejang yang bersifat terapeutik
tanpa memberikan energi listrik yang tidak perlu pada otak.
5. Penempatan elektroda yang beragam yang dapat dipilih berdasarkan kebutuhan klinis
kasus.
6. Metode monitoring aktivitas otak dan tubuh sebelum, selama, dan setelah kejang.

D. MEKANISME KERJA
1. Teori Psikodinamik
Efek bermanfaat dari ECT adalah untuk pemenuhan kebutuhan akan hukuman pada
kebencian diri, pasien depresi.
2. Efek Plasebo
Efek-efek bermanfaat sesuai dengan pemikiran yang muluk-muluk dari sebagian staf dan
pasien.
3. Penghapusan Ingatan
Efek-efek Bermanfaat dari ECT berhubungan dengan kemampuannya untuk mengganggu
memori jangka pendek, dengan cara itu ECT menghapus ingatan trauma-trauma yang
baru, yang menyebabkan episode depresi.
4. Kejang sebagai agen penyembuhan
ECT tidak efektif ketika kejang dibawah ambang atau hambatan secara farmakologik.
Kejang umum yang adalah menentukan efek antidepresi dari ECT.
5. Perubahan-perubahan Biokimia
Berbagai macam perubahan biokimia neurotransmitters, yang juga memberikan implikasi
efk terapeutik dari pengobatan antidepresi. Serotonin , Norepinephrine Perubahan
konsentrasi atau regulasi keatas (up-regulation) dari reseptor-reseptor mereka.
6. Efek terapeutik dari kenaikan ambang kejang
Perubahan-perubahan kimiawi bertanggung jawab untuk mengakhir kejang umum yang
memainkan peran yang lebih besar dalam efek ECT. Perubahan kimiawi ini
menyebabkan kenaikan bertahap ambang kejang selama pemberian ECT. 7.
Neurogenesis Hippocampus Beberap penelitian pencitraan otak (neuroimaging)
menunjukkan pengurangan volume hipokampus dari pasien-pasien depresi. Kenaikan
kadar neurotropik yang diperoleh otak dalam hipokampus. Kenaikan pertumbuhan serat
lumut (mossy fiber) dan neurogenesis didalam hipokampus.

D. INDIKASI ECT
Indikasi ECT terutama adalah untuk gangguan afektif tipe depresi walaupun sering juga
diberikan pada klien dengan skizofrenia. Untuk klien depresi perbaikan yang timbul lebih cepat,
hanya memerlukan 6 ± 10 kali terapi, sedangkan untuk skizofrenia membutuhkan 20 ± 30 kali
terapi secara terus menerus. Frekuensi terapi yang biasanya dilaksanakan adalah tiap 2 ± 3
hari sekali ( seminggu 2 kali ).
 Indikasi ECT
1. Depresi Berat, khususnya dengan gejala psikotik.
2. Gangguan Afektif Bipolar (depresi, manik dan campuran)
3. Skizophrenia (eksaserbasi akut)
4. Katatonia
 Indikasi lain
1. Parkinsonisme
2. Status epilepticus
3. Neuroleptic Malignant syndrome
 Indikasi pada Depresi
1. Medikasi gagal
2. Penyakit medis, dimana antidepresi merupakan kontra-indikasi (arrhythmias)
3. Depresi dengan waham
4. Beresponsif dengan ECT sebelumnya
5. Permintaan ECT
 Persiapan E.C.T :
1. Informed consent / izin tindakan
2. Pemeriksaan fisik dan riwayat medis standar
3. Pemeriksaan laboratorium sesuai riwayat medis
4. Pemeriksaan EKG dan EEG
5. Evaluasi ahli anestesi akan resiko penggunaan anestesi
 Prosedur Pelaksanaan E.C.T
1. Pasien dipuasakan 8 – 12 jam
2. Premedikasi dengan injeksi atropin 0,6 – 1,2 mg I.M atau S.C
3. Pemeriksaan gigi geligi dan pemasangan tounge spatel
4. Anestesi dengan tiopental / penthotal 3mg/kgbb i.V, ketamin 6-10 mg/kgbb i.M.
5. Diberi perelaksasi otot suksinil kholin (0,5-1,5 mg/kg)
 Penggunaan Anesthesia
1. Induksi cepat dengan anestesi
a. Methohexitol, 0.5-1 mg/kg, agen, onset cepat dan masa kerja singkat, sedikit
dampaknya terhadap ambang kejang
b. Propofol, 0.5-2mg/kg, meningkatkan ambang kejang .
2. Pencegahan trauma akibat kejang
Succinylcholine, paling seing digunakan .
3. Pengurangan response simpatetik
Beta blocker seperti labetolol 10-20 mg IV, terutama untuk induksi.
 Jumlah dan frekwensi E.C.T.
Jumlahnya bervariasi dan ditentukan berdasarkan respon klinis. Biasanya efektif berkisar
antara 6 – 12 kali Frekwensi biasanya 3 x seminggu pada yang bilateral, sedang unilateral 4 –
5 kali seminggu
 Efek samping
1. Gangguan memori sementara
2. Sakit kepala
3. Nyeri otot
4. Peningkatan permiabilitas sawar otak (blood brain barrier)
5. Apnue
6. Cardiac Arrythmia

E. KONTRA INDIKASI ECT


Walaupun sebagian terapi ECT cukup aman, akan tetapi ada beberapa kondisi merupakan
kontra indikasi diberikan terapi ECT. Kondisi ± kondisi klien yang kontra indikasi tersebut
adalah :
a. Tumor intra cranial, karena ECT dapat meningkatkan tekanan intra cranial.
b. Kehamilan, karena dapat mengakibatkan keguguran.
c. Osteoporosis, karena dengan timbulnya grandmall dapat berakibat terjadinya fraktur tulang.
d. Infark miokardium, dapat terjadi henti jantung.
e. Asthma bronkhial, Karena ECT dapat memperberat penyakit ini.

F. PERAN PERAWAT
1. PADA PERSIAPAN ECT
a. Tangani kecemasan dan kurang pengetahuan klien tentang prosedur ECT
b. Melakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium untuk mengidantifikasi adanya kelainan
yang merupakan kontra indikasi ECT.
c. Menyiapkan surat persetujuan tindakan ( infor med consent )
d. Mempuasakan klien minimal 6 jam sebelum ECT
e. Menghentikan pemberian obat sebelum ECT
f. Melepas gigi palsu, lensa kontak, perhiasan atau jepit rambut yang dipakai oleh klien.
g. Memakaikan pakaian yang longgar.
h. Membantu mengosongkan blast ( kandung kemih ).

2 PELAKSANAAN ECT
a. Membaringkan klien dengan posisi telentang
b. Siapkan alat
c. Pasang bantalan gigi
d. Sementara ECT dilaksanakan, tahan persendian dengan supel ( sendi bahu rahang dan
lutut ).
e. Setelah selesai bantu nafas.

3 SETELAH ECT
a. Observasi dan awasi ta nda vital sampai kondisi stabil
b. Jaga keamanan klien
c. Bila sudah sadar bantu orientasi klien dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai