Anda di halaman 1dari 164

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT


ANTIDIABETES PADA PASIEN GERIATRI DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG RAWAT
INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN
PERIODE JANUARI-JUNI 2014

SKRIPSI

INTEN NOVITA SARI


1111102000087

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT


ANTIDIABETES PADA PASIEN GERIATRI DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG RAWAT
INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN
PERIODE JANUARI-JUNI 2014

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

INTEN NOVITA SARI


1111102000087

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015

ii
ABSTRAK

Nama : Inten Novita Sari


Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Evaluasi Drug Related Problems Obat Antidiabetes
Pada Pasien Geriatri Dengan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan
Periode Januari – Juni 2014

World Health Organization (WHO) memprediksi jumlah penderita diabetes


melitus akan terus meningkat setiap tahun, termasuk Indonesia. Pasien yang
mengidap penyakit diabetes melitus lebih banyak diderita oleh pasien geriatri.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa Drug Related Problems (DRPs) sering
terjadi pada geriatri hal ini dikarenakan pemakaian obat yang cukup lama serta
fungsi organ dan aktivitas fisik yang sudah mengalami penurunan, untuk itu perlu
dilakukan evaluasi Drug Related Problems. Peneliti melakukan pengambilan data
melalui data sekunder berupa rekam medis pasien periode Januari-Juni 2014
dengan desain cross-sectional. Teknik pengambilan data berupa total sampling,
didapatkan 28 sampel yang sesuai kriteria inklusi penelitian. Pada hasil penyajian
data secara deskriptif, hasil evaluasi Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi
berdasarkan pemberian obat antidiabetes pada pasien butuh tambahan obat yakni
10,71% (3 pasien), terdapat salah obat sebesar 7,14% (2 pasien), sedangkan
potensi terjadinya interaksi obat sebesar 50% (14 pasien) dan tidak terdapat DRPs
yang lainnya terjadi. Pada penggunaan antidiabetik tunggal didapatkan sebanyak
17 pasien (60,71%), sedangkan penggunaan antidiabetik kombinasi sebanyak 11
pasien (39,28%). Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan kepada pasien, dan yang
paling banyak yaitu obat gastrointestinal 85,71%.

Kata Kunci : Drug Related Problems, obat antidiabetik, diabetes mellitus tipe 2

vi
ABSTRACT

Name : Inten Novita Sari


Program Study : Farmasi
Tittle : Evaluation Drug Related Problems antidiabetic In
Geriatric Patients With Type 2 Diabetes Mellitus In
Space General Hospital Inpatient Ports January - June
2014

Diabetes Mellitus (DM) is a worldwide serious health problem which has been
increasing by years based on World Health Organization (WHO) prevalence
prediction, including Indonesia. The geriatrics is nowadays on the highest rate due
to the degenerative process. Previous studies report the causes of Drug Related
Problems (DRP) on geriatric patients are the lack of physical activities,
multiorgan function decreases, and even many drugs are recently used for a long
time. Thus, the further Drug Related Problems (DRP) evaluation is actually
needed based the evidence. This study was conducted to evaluate the Drug
Related Problems (DRP) of antidiabetic drugs. Beside, the Author wanted to show
the prevalence of single and combination antidiabetic treated patients accordance
to the secondary data. The data was extracted from medical records by January to
June 2014 and desined using cross sectional. The Author was collecting the 28
data complying to the inclusion criteria by total sampling method. this study
showed through descriptive presentation that the evaluation of antidiabetic within
Drug Related Problems (DRP) resulting in patient with unnecessary drug therapy
10,71 % (3 patients), uncompatible drug choice 7,14% (2 patients), and patient
with high risk drug interaction 50% (14 patients). The other Drug Related
Problems (DRP) was not found. Whereas, the single antidiabetic treated patients
is about 60,71% (17 patients), and the combination antidiabetic treated patients is
about 39,28% (11 patients). Beside, there are totally 11 other drugs which is
dominated by gastrointestinal drugs (85,71%).

Keywords : Drug Related Problems, antidiabetic drug, diabetes mellitus type 2

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat, karunia serta nikmat Iman dan islam yang tak terhingga.
Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Syukur atas limpahan cinta dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang bejudul “Evaluasi Drug Related Problems Obat
Antidiabetes Pada Pasien Geriatri Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Periode Januari – Juni 2014”
bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan


bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Yardi Ph.D, Apt dan Ibu Nelly Suryani Ph.D, Msi, Apt selaku dosen
pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam
penelitian ini juga kesabaran dalam membimbing, memberikan saran,
dukungan kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga
tersusunnya skripsi ini.
2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan banyak motivasi dan bantuan.
3. Ibu Vidya Arlaini Anwar,S.si, Apt, beserta seluruh pihak karyawan ruang
administrasi medik yang telah banyak membantu dalam pengambilan data.
4. Kedua orang tua saya, Almarhum papa tersayang Firdaus dan mama tercinta
Daster Yuniati, SE yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak
pernah henti serta dukungan baik moril maupun materil. Tidak ada yang
dapat membalas semua kebaikan dan ketulusan cinta mama dan papa.
Semoga Allah senatiasa memberikan kesehatan, perlindungan, dan kasih

viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah


Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Inten Novita Sari


NIM : 1111102000087
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah


saya, dengan judul

EVALUASI DRUG RELATED PROBLEMS OBAT ANTIDIABETES PADA


PASIEN GERIATRI GERIATRI DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM PELABUHAN
PERIODE JANUARI-JUNI 2014
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta
Dengan demikian persetujuan publikasi persetujuan karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 1 Juni 2015
Yang menyatakan,

(Inten Novita Sari)

x
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ....................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................................... iii
ABSTRACT ................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..................................x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................4
1.3 Tujuan ...........................................................................................................4
1.4 Manfaat .........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................5
2.1 Drug Related Problems ................................................................................5
2.1.1 Butuh Tambahan Obat .........................................................................5
2.1.2 Obat Tanpa Indikasi ............................................................................5
2.1.3 Salah Obat ...........................................................................................6
2.1.4 Dosis Dibawah Dosis Terapi ...............................................................7
2.1.5 Dosis Melebihi Dosis Terapi ...............................................................7
2.1.6 Ketidakpatuhan Pasien ........................................................................8
2.1.7 Interaksi Obat ......................................................................................9
2.1.7.1 Mekanisme Interaksi Obat .....................................................10
2.1.7.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ........................................12
2.2 Diabetes Melitus .........................................................................................12
2.2.1 Definisi ..............................................................................................12
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus .............................................................13
2.2.3Skrinning Diabetes Melitus ................................................................14
2.2.4 Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi ...............................................15
2.2.5 Gejala Diabetes Melitus ....................................................................15
2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus ............................................................15
2.2.7 Komplikasi Akut Diabetes Melitus ...................................................16
2.2.8 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus .............................................21
2.2.8 Penatalaksanaan..................................................................................22
2.2.9 Obat Hipoglikemik Oral Pada Pasien Geriatri ..................................30
2.2.10 Protokol Diabetes Melitus Tipe 2 ....................................................33
2.3 Geriatri ........................................................................................................35
2.4 Rumah Sakit ...............................................................................................36
2.5 Rekam Medik .............................................................................................38

xviv
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................40
3.1 Desain Penelitian ........................................................................................40
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................................40
3.2.1 Tempat Penelitian ..............................................................................40
3.2.2 Waktu Penelitian ...............................................................................40
3.3 Definisi Operasional ...................................................................................41
3.3.1 Variabel Bebas ..................................................................................41
3.3.1.1 Penggolongan Karakteristik Pasien Diabetes mellitus .........41
3.3.1.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes ...................................41
3.3.1.3 Jumlah Penggunaan Obat .......................................................41
3.3.2 Variabel Terikat .................................................................................42
3.3.2.1 Drug Related Problems (DRPs) .............................................42
3.3.3 Karakteristik Pasien ...........................................................................44
3.3.3.1 Geriatri ...................................................................................44
3.3.3.2 Jenis Kelamin ........................................................................44
3.3.3.3. Penyakit Komplikasi ............................................................44
3.3.3.4 Penyakit Penyerta .................................................................45
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................45
3.4.1. Populasi ............................................................................................45
3.4.2. Sampel ..............................................................................................45
3.4.2.1. Kriteria Inklusi Sampel ........................................................45
3.4.2.2. Kriteria Eklusi Sampel .........................................................46
3.5. Prosedur Penelitian ....................................................................................46
3.5.1. Bagan Alur Penelitian ......................................................................46
3.5.2. Persiapan ..........................................................................................47
3.5.3 Pelaksanaan Pengumpulan Data ........................................................47
3.5.3.1. Penelusuran Dokumen .........................................................47
3.5.4. Manajemen Data ...............................................................................48
3.6. Pengolahan Data ........................................................................................48
3.7. Analisa Data ..............................................................................................48
3.7.1. Analisis Univariat .............................................................................48
3.7.2. Analisis Bivariat ...............................................................................49
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................50
4.1. Hasil Penelitian ..........................................................................................50
4.1.1 Karakteristik Pasien ...........................................................................50
4.1.1.1 Karakteristik Berdasarkan Usia .............................................50
4.1.1.2 Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin .............................51
4.1.1.3 Karakteristik Berdasarkan Penyakit Komplikasi ..................51
4.1.1.4 Karakteristik Berdasarkan Penyakit Penyerta .......................52
4.1.2 Profil Penggunaan Obat......................................................................53
4.1.2.1 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal .....................53
4.1.2.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Kombinasi .................54
4.1.2.3 Profil Penggunaan Obat Oral ................................................55
4.1.2.4 Profil Penggunaan Obat Injeksi .............................................55
4.1.2.5 Jumlah Penggunaan Obat ......................................................56
4.1.3 Drug Related Problems (DRPs) .........................................................56

xviv
4.1.3.1 DRPs Kategori Butuh Tambahan Obat .................................57
4.1.3.2 DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi .....................................58
4.1.3.3 DRPs Kategori Salah Obat ....................................................58
4.1.3.4 DRPs Kategori Dosis Dibawah Dosis Terapi ........................58
4.1.3.5 DRPs Kategori Dosis Melebihi Dosis Terapi ........................58
4.1.3.6 DRPs Kategori Interaksi Obat ...............................................59
4.1.3.7 Kategori IO Berdasarkan Mekanisme ...................................60
4.1.3.8 Kategori IO Berdasarkan Tingkat Keparahan .......................60
4.1.4 Hasil Analisis Bivariat .......................................................................61
4.1.4.1 Analisis Hubungan Usia dengan DRPs .................................61
4.1.4.2 Analisis Hubungan Jenis Kelamin dengan DRPs ..................62
4.1.4.3 Analisis Hubungan Penyakit Komplikasi dengan DRPs .......62
4.1.4.4 Analisis Hubungan Penyakit Penyerta dengan DRPs ...........63
4.1.4.5 Analisis Hubungan OAD Tunggal dengan DRPs .................63
4.1.4.6 Analisis Hubungan OAD Kombinasi dengan DRPs .............64
4.1.4.7 Analisis Hubungan Jumlah Penggunaan Obat dengan DRPs
................................................................................................64
4.2 Pembahasan .................................................................................................65
4.2.1 Karakteristik Pasien ..........................................................................65
4.2.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia .................................65
4.2.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ..................66
4.2.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Komplikasi .......66
4.2.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta ............67
4.2.2 Profil Obat Antidiabetes ....................................................................67
4.2.2.1 Obat Antidiabetes Tunggal ....................................................67
4.2.2.2 Kombinasi Obat Antidiabetes ...............................................69
4.2.2.3 Profil Obat .............................................................................69
4.2.2.4 Jumlah Penggunaan Obat ......................................................75
4.2.3 Drug Related Problems (DRPs) ......................................................76
4.2.4. Analisis Bivariat ...............................................................................81
4.2.4.1 Hubungan Usia dengan DRPs ...............................................81
4.2.4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan DRPs ................................81
4.2.4.3 Hubungan Penyakit Komplikasi dengan DRPs .....................81
4.2.4.4 Hubungan Penyakit Penyerta ................................................82
4.2.4.5 Hubungan OAD Tunggal dengan DRPs. ...............................82
4.2.4.6 Hubungan OAD Kombinasi dengan DRPs ...........................82
4.3 Keterbatasan Penelitian ..............................................................................82
4.3.1 Kendala ..............................................................................................82
4.3.2 Kelemahan .........................................................................................83
4.4 Kekuatan ....................................................................................................84
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN. ......................................................................85
5.1. Kesimpulan ................................................................................................85
Daftar Pustaka ............................................................................................................86

xviv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Target Pengendalian Diabetes Melitus .............................................21
Tabel 2.2 Target Penatalaksanaan Diabetes Melitus ........................................31
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama Dirawat) .......56
Tabel 4.2 Persentase Distribusi Jumlah Butuh Tambahan Obat Antidiabetik .57
Tabel 4.3 Persentase Distribusi Jumlah Salah Obat antidiabetik. .....................58
Tabel 4.4 Persentase Prevalensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien
yang mengalaminya ..........................................................................59
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Obat-Obat Yang Berpotensi Mengalami
Interaksi ...........................................................................................59
Tabel 4.6 Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetes
Berdasarkan Mekanisme ..................................................................60
Tabel 4.7 Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik
Berdasarkan Tingkat Keparahan Tabel ............................................60
Tabel 4.8 Hasil Analisis Hubungan Antara Usia Dengan DRPs. ......................61
Tabel 4.9 Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan DRPs ......62
Tabel 4.10 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan
DRPs ................................................................................................62
Tabel 4.11 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs
..........................................................................................................63
Tabel 4.12 Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan
DRPs ................................................................................................63
Tabel 4.13 Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes kombinasi
dengan DRPs ....................................................................................64
Tabel 4.14 Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan
DRPs ................................................................................................64

xviv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM Tipe 2 ......................................32
Gambar 3.1 Alur Penelitian .............................................................................46
Gambar 4.1 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan usia ..............50
Gambar 4.2 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin
......................................................................................................51
Gambar 4.3 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit
Komplikasi` ..................................................................................52
Gambar 4.4 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit
Penyerta ......................................................................................52
Gambar 4.5 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan
Antidiabetik .................................................................................53
Gambar 4.6 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan
Antidiabetik Tunggal ...................................................................54
Gambar 4.7 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penggunaan
Antidiabetik Kombinasi ..............................................................54
Gambar 4.8 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Oral ...............................................................55
Gambar 4.9 Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Injeksi .............................................................56
Gambar 4.10 Persentase Distribusi Jumlah Evaluasi DRPs Berdasarkan
Frekuensi Pemberian Obat Antidiabetes .....................................57

xviv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi .............................................89
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel ...........................................................90
Lampiran 3. Jumlah Profil Penggunaan Obat Yang Digunakan ...................103
Lampiran 4. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien ..............................111
Lampiran 5. Evaluasi DRPs Membutuhkan Tambahan Obat ........................112
Lampiran 6. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi ` ........................................118
Lampiran 7. Evaluasi DRPs Salah Obat .........................................................123
Lampiran 8. Evaluasi DRPs Dosis Dibawah Dosis Terapi Frekuensi Pasien 128
Lampiran 9. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi ............................130
Lampiran 10. Evaluasi DRPs Interaksi Obat ..................................................132
Lampiran 11. Hasil Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs ..............141
Lampiran 12. Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs
..................................................................................................142
Lampiran 13. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan
DRPs ........................................................................................143
Lampiran 14. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan
DRPs ........................................................................................144
Lampiran 15. Hasil Analisis Hubungan Antara OAD Tunggal dengan DRPs
....................................................................................................145
Lampiran 16. Hasil Analisis Hubungan Antara OAD Kombinasi dengan DRPs
` ...................................................................................................146
Lampiran 17. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat
dengan DRPs ............................................................................147

xviv
DAFTAR ISTILAH

CAD : Coronary Artery Disease

CHF : Congestive Heart Failure


CHF : Congestive Heart Failure

CKD : Chronic Kidney Disease

DM : Diabetes Melitus

DRPs : Drug Related Problems

GDP : Gula Darah Puasa

GDS : Gula Darah Sewaktu

GERD : Gastro Esophageal Reflux Disease

HDL : High Density Lipoprotein

MAO : Mono Amin Oksidase

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

xviv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak,
metabolisme protein dan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular,
dan gangguan neuropatik. Hampir 18,2 juta orang Amerika menderita Diabetes
Melitus (Dipiro, dkk., 2009). Penyakit Diabetes Melitus juga merupakan salah satu
penyakit yang menarik perhatian di Indonesia karena penderitanya terus bertambah
banyak. Dimana, menurut hasil RISKESDAS 2013 yang dipublikasikan dari
Departemen Kesehatan terjadi peningkatan dari 1,1 persen (2007) menjadi 2,4
persen (2013) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) Pada tahun 2014,
terdapat 9% dari usia 18 tahun hingga usia tua mengalami diabetes . Pada tahun
2012, diabetes merupakan penyebab kematian yakni sebanyak 1,5 juta. Dan lebih
dari 80% kematian yang disebabkan oleh diabetes terjadi pada negara yang
berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut Riskesdas 2007, berdasarkan diagnosis atau gejala bahwa DKI
Jakarta merupakan provinsi dengan prevalensi diabetes melitus tertinggi yaitu
sebesar 2,6%. Menurut riset yang sama bahwa data morbiditas pada pasien rawat
inap RS di seluruh Indonesia pada tahun 2009, jumlah penderita diabetes melitus
tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-64 tahun, diikuti kelompok umur 65
tahun ke atas dan kelompok 25-44 tahun. Sedangkan data mortalitas diabetes melitus
di RS menggambarkan 74,3% merupakan pasien diabetes yang tidak bergantung
pada insulin dan 25,7% selebihnya merupakan pasien diabetes yang bergantung pada
insulin (Kementerian Kesehatan RI, 2012).
Diabetes melitus tipe 2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan yakni 90%
dari kasus diabetes melitus pada umumnya. Sebagian besar penyebab kenaikan
kejadian diabetes melitus tipe 2 karena meningkatnya lemak tubuh dan gaya hidup
yang tidak teratur. Dengan peningkatan jumlah obesitas di seluruh dunia maka

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1
2

terjadi peningkatan juga pada prevalensi DM tipe 2. Pada pengelolaan terapi DM


bertujuan untuk mengurangi risiko komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular,
mengurangi angka kematian, serta meningkatkan kualitas hidup. Langkah pertama
pada pengelolaan terapi diabetes melitus yaitu terapi non-farmakologi, jika target
belum tercapai dapat di lakukan terapi farmakologi (Dipiro, et.al., 2009).
Pasien DM tipe 2 banyak ditemukan pada usia tua (geriatri) dan sering tidak
terdapat gejala sebelumnya (Dipiro, et.al., 2009). Geriatri merupakan individu yang
telah mengalami proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan pada
jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
terjadi penurunan pertahanan tehadap infeksi dan untuk memperbaiki kerusakan
yang diderita. Secara umum masalah pada geriatri masih merupakan suatu masalah
yang belum dapat teratasi, hal ini berhubungan dengan kondisi pasien geriatri yang
telah mengalami penurunan fungsi organ tubuh dan daya tahan tubuh akibat proses
menua (Potter dan Perry., dkk, 2005). Populasi geriatri merupakan tantangan dan
peluang yang besar yang dihadapi oleh semua negara. Di negara-negara yang kurang
berkembang telah merubah sistem pelayanan kesehatan pada populasi geriatri agar
dapat melengkapi kebutuhan kesehatan populasi geriatri dan sambil terus mengatasi
masalah kesehatan lainnya seperti kesehatan ibu dan anak (Keller, dkk., 2002). Pada
pengobatan pasien geriatri harus selalu melakukan pertimbangan yang khusus
terhadap kondisi kesehatan, pemilihan obat, penyesuaian dosis serta melakukan
pengobatan secara teratur.
Pada pasien geriatri kapasitas fungsional sebagian besar sistem organ utama
menunjukkan adanya penurunan. Beberapa perubahan ini mengubah farmakokinetik.
Bagi para ahli farmakologi dan klinisi, perubahan terpenting dari segala perubahan
adalah penurunan fungsi ginjal. Berbagai perubahan serta penyakit yang menyertai
lainnya dapat mengubah karakteristik farmakodinamik obat-obat tertentu pada
beberapa pasien (Katzung, 2010). Hal ini yang menyebabkan perlu perhatian khusus
untuk pengobatan pada pasien geriatri.
Pengobatan diabetes melitus umumnya memerlukan waktu yang lama dan
sering merupakan pengobatan yang lebih dari satu obat. Komplikasi yang terjadi
pada diabetes melitus akan menambahkan kompleksitas pengobatan yang dilakukan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


3

terhadap pasien. Hal ini berpotensi untuk terjadinya Drug Related Problems (DRPs).
Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu peristiwa yang tidak diinginkan
yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat mengganggu
pencapaian terapi obat. (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan Adepu, 2014).
Pada umumnya DRPs terdiri dari 7 kategori, namun salah satu kategori DRPs yakni
ketidakpatuhan pasien tidak dapat dilakukan pada penelitian ini karena penelitian
bersifat retrospekftif sehingga tidak dapat memantau pasien secara langsung.
Penelitian yang dilakukan di rumah sakit Malaysia periode Januari 2009
hingga Juni 2012 tercatat sebesar 77,8% mayoritas usia 60 sampai 79 tahun (rata-
rata usia 71tahun) yang mengalami DRPs dan kategori yang dialami pasien yaitu
masalah pemilihan obat sebesar 45,9%, masalah interaksi obat tercatat 24,9%, dan
masalah dosis tercatat sebesar 13,3% (Huri,et.al., 2014). Penelitian yang terjadi
diindonesia salah satunya, penelitian yang dilakukan di RSUP Jogjakarta periode
Januari-Juni 2009 tercatat sebesar 73,1% usia lanjut 60-75 tahun (elderly) yang
mengalami DRPs dan kategori yang dialami oleh pasien yaitu masalah dosis terlalu
rendah (3,8%) dan (Adverse Drug Reaction) reaksi obat yang tidak diinginkan
(53,8%). (Ayuningtyas, 2010).
Pada praktek pelayanan farmasi klinik apoteker atau farmasis memegang
peranan penting dalam pencapaian terapi obat dan menghindari terjadinya Drug
Related Problems (DRPs). Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan
aman, maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan
tanggung jawabnya (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2014).
Berdasarkan paparan diatas, menunjukan bahwa pentingnya pemilihan obat
terutama pada pasien geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 untuk menghindari
atau menurunkan angka terjadinya DRPs, sehingga diharapkan dapat membantu
meningkatkan kualitas layanan di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara agar
tercapai suatu keberhasilan terapi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


4

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah
yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini.
Apakah terdapat DRPs (Drug Related Problems) penggunaan obat pada
pasien geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Umum Pelabuhan periode Januari – Juni 2014.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
Mengideintifikasi DRPs pada Diabetes Melitus tipe 2 pasien geriatri yang di
Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari – Juni
2014.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Mengetahui karakteristik pasien geriatri DM tipe 2 yang dirawat inap di
Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari-Juni 2014
(berdasarkan usia, jenis kelamin, penyakit komplikasi, dan penyakit
penyerta).
b. Mengetahui profil penggunaan obat yang digunakan oleh pasien geriatri DM
tipe 2.
c. Mengetahui persentase kejadian DRPs pada pengobatan pasien geriatri DM
tipe 2 yang mendapat terapi obat diabetes.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Mendapatkan informasi mengenai DRPs yang digunakan oleh pasien geriatri
rawat inap diabetes melitus tipe 2 periode Januari – Juni 2014.
b. Menjadi suatu masukan bagi dokter dan tenaga farmasi dalam meningkatkan
ketepatan indikasi, pemilihan obat, regimen dosis, dan lama penggunaan obat
pada pasien rawat inap geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 sehingga
diperoleh pengobatan yang efektif, aman, dan efisien.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Related Problems (DRPs)


Drug Related Probems (DRPs) merupakan suatu peristiwa yang tidak
diinginkan yang dialami oleh pasien yang berpotensi atau terbukti dapat
mengganggu pencapaian terapi obat (Cipolle, dkk., dalam review Adusumilli dan
Adepu, 2014). Pada kejadian DRPs yang telah terjadi maupun yang berpotensi
terjadi DRPs, farmasi seharusnya melakukan pencegahan dan memecahkan suatu
masalah DRPs yang terjadi. Hal ini yang menyebabkan seorang farmasis memegang
peran penting dalam mencegah maupun mengendalikan masalah tersebut.
Terdapat beberapa klasifikasi DRPs sebagai berikut (Cipolle, dkk., dalam
review Adusumilli dan Adepu, 2014).

2.1.1 Butuh Tambahan Obat (Need for additional therapy)


Penderita DM bisa mengalami komplikasi yang tidak diharapkan, oleh
karena itu perlu mencermati apakah ada indikasi penyakit yang tidak diobati.
Adanya indikasi penyakit yang tidak tertangani ini dapat disebabkan oleh:
a. Penderita mengalami gangguan medis baru yang memerlukan terapi obat.
b. Penderita memiliki penyakit kronis lain yang memerlukan keberlanjutan
terapi obat
c. Penderita mengalami gangguan medis yang memerlukan kombinasi
farmakoterapi untuk menjaga efek sinergi/potensiasi obat
d. Penderita berpotensi untuk mengalami risiko gangguan penyakit baru yang
dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaktik atau premedikasi.
(Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.1.2 Obat Tanpa Indikasi (Unnecessary therapy)


Pemberian obat tanpa indikasi disamping merugikan penderita secara
finansial yang juga dapat merugikan penderita yang berpotensi memberikan efek
yang tidak dikehendaki. Pemberian obat tanpa indikasi ini dapat disebabkan oleh:

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5
6

a. Penderita menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit


pada saat ini
b. Penyakit penderita terkait dengan penyalahgunaan obat, alkohol atau
merokok
c. Kondisi medis penderita lebih baik ditangani dengan terapi non obat
d. Penderita memperoleh polifarmasi untuk kondisi yang indikasinya cukup
mendapat terapi obat tunggal
e. Penderita memperoleh terapi obat untuk mengatasi efek obat yang tidak
dikehendaki yang disebabkan oleh obat lain yang seharusnya dapat diganti
dengan obat yang lebih sedikit efek sampingnya (Cipolle, dkk., dikutip
dalam Depkes RI, 2005).

2.1.3 Salah obat (wrong drug)


Salah obat merupakan keadaan dimana obat yang digunakan untuk
mengobati kondisi pasien tidak efektif atau terapi yang digunakan bukan yang paling
efektif. Selain itu, pasien alergi terhadap obat tersebut, atau obat kontraindikasi
terhadap kondisi pasien. Misalnya, jika obat yang digunakan merupakan obat yan
efektif tapi terdapat obat lainnya sama efektifnya namun lebih murah, hal ini bisa
dikatakan salah obat. Atau, ketika pasien menerima obat kombinasi namun ada obat
tunggal yang sama efektif nya dengan kombinasi, maka pasien dapat dikatakan DRP
salah obat. (Strand, et.al., 1990).
Pemilihan obat yang tidak tepat dapat mengakibatkan tujuan terapi tidak
tercapai sehingga penderita dirugikan. Penyebab lainnya, pada pemilihan obat yang
tidak tepat dapat disebabkan oleh:
a. Obat yang digunakan berkontraindikasi, misalnya penggunaan obat-obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea harus hati-hati atau dihindari pada
penderita lanjut usia, wanita hamil, penderita dengan gangguan fungsi hati,
atau gangguan fungsi ginjal yang parah.
b. Obat yang digunakan efektif tetapi bukan yang paling aman
c. Penderita resisten dengan obat yang digunakan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


7

d. Penderita menolak terapi obat yang diberikan, misalnya pemilihan bentuk


sediaan yang kurang tepat (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.1.4 Dosis dibawah dosis terapi (dosage is too low)


Meskipun mendasar, bahwa prinsip dari homeopati dimana jika dosis terlalu
sedikit (suboptimal) obat diklasifikasikan sebagai DRP, yaitu ketika hasil yang
diinginkan pada pasien tidak tercapai (yaitu, infeksi tidak merespon dengan
pengobatan antibiotik yang suboptimal). Pada dasarnya, dosis semua obat
dipertimbangkan berdasarkan penyakit, dan informasi riwayat pasien. Dosis dapat
dikatakan kurang optimal jika konsentrasi obat di serum tidak tercapai bersamaan
dengan adanya (tanda-tanda dan gejala) maka hal ini dapat dikatakan DRP.
Terdapat parameter lainnya, jika terdapat dosis dibawah dosis terapi. Pasien
menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan cukup lama namun tidak mencapai
efek yang diinginkan maka dapat dikatakan dosis dibawah dosis terapi. (Strand,
et.al., 1990).
Pemberian obat dengan dosis sub terapeutik mengakibatkan ketidakefektifan
terapi obat. Hal ini dapat disebabkan oleh:
a. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang
dikehendaki
b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita berada di bawah rentang terapi
yang dikehendaki
c. Saat profilaksis tidak tepat bagi penderita
d. Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai
e. Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai
f. Terapi obat dialihkan terutama untuk uji klinis (Cipolle, dkk., dikutip dalam
Depkes RI, 2005).

2.1.5 Dosis melebihi dosis terapi (Dose is too high)


keadaan ini sama halnya dengan dosis terlalu rendah, dimana dosis melebihi
dosis terapi memberikan efek yang berlawanan dengan seharusnya. Keadaan dimana
dosis ditingkatkan secara cepat dan peningkatan menyebabkan komplikasi lainnya

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


8

maa hal ini dapat dikatakan adanya DRP. Hal ini juga memungkinkan adanya
akumulasi obat dalam jangka yang panjang sehingga menyebabkan efek toksik pada
pasien. (Strand, et.al., 1990).
Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan efek hipoglikemia dan
kemungkinan munculnya toksisitas. Hal ini dapat disebabkan oleh:
a. Dosis obat terlalu tinggi untuk penderita
b. Konsentrasi obat dalam plasma penderita di atas rentang terapi yang
dikehendaki
c. Dosis obat penderita dinaikkan terlalu cepat
d. Penderita mengakumulasi obat karena pemberian yang kronis
e. Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai
f. Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai (Cipolle, dkk., dikutip dalam
Depkes RI, 2005).
Dapat disimpulkan bahwa, pasien yang mengalami atau berpotensi untuk
mengalami keracunan yang ditimbulkan oleh dosis obat yang berlebih merupakan
masalah umum yang terdapat pada praktek klinis. Pemantauan farmakokinetik dan
penyesuaian dosis tidak bisa terlalu ditekankan atau terlalu cepat hal ini untuk
mencegah terjadinya DRP.(Strand, et.al., 1990).

2.1.6 Ketidakpatuhan (Adherence problem)


Ketidakpatuhan pasien dapat terjadi ketika pasien menggunakan obat tidak
sesuai dengan aturan yang diberikan dan pasien memiliki kondisi ekonomi yang
tidak mampu sehingga pasien tidak menebus obat yang telah diresepkan. Kasus ini
perlu bantuan farmasis untuk memberikan informasi obat pada pasien sehingga
tercapai efek terapi yang diinginkan. (Strand, et.al., 1990).
Penderita gagal menerima obat dapat disebabkan oleh:
a. Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan dalam penggunaan
obat
b. Penderita tidak menerima pengaturan obat yang sesuai sebagai akibat
kesalahan medikasi (medication error) berupa kesalahan peresepan,
dispensing, cara pemberian atau monitoring yang dilakukan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


9

c. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena ketidakpahaman


d. Penderita tidak meminum obat yang diberikan karena tidak sesuai dengan
keyakinan tentang kesehatannya.
e. Penderita tidak mampu menebus obat dengan alasan ekonomi.
Yang juga perlu mendapat perhatian khusus terhadap munculnya masalah
terkait obat apabila penderita berada dalam kondisi khusus, seperti:
- Penderita hamil / menyusui
- Penderita gangguan ginjal
- Penderita gangguan hati
- Penderita gangguan jantung (stage 3-4)
- Penderita lanjut usia
- Penderita anak-anak
- Penderita sedang berpuasa (Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.1.7 Interaksi Obat (Adverse Drug Reaction)


Keadaan DRP kategori interaksi obat dapat terjadi, ketika pasien
mengkonsumsi obat/ makanan secara bersamaan. Contohnya, susu menghambat
absorbsi se. diaan oral yang mengandung besi. Pergeseran pada ikatan protein obat
dapat mengakibatkan masalah yang serius, sehingga perlu perhatian khusus.
Contohnya, dosis yang terlalu tinggi pada salisilat dapat menggantikan ikatan
protein pada obat oral hipoglikemik generasi pertama dan berpotensi hipoglikemik
pada pasien.(Strand, et.al., 1990).
Interaksi obat yang mungkin timbul dari pemakaian insulin dengan obat
hipoglikemik oral atau dengan obat yang lain dapat dilihat pada referensi yang lebih
detil, misalnya BNF terbaru, Stokley's Drug Interactions dan lain sebagainya. Obat-
obat tersebut di bawah ini merupakan contoh obat-obat yang dapat meningkatkan
kadar glukosa darah sehingga memungkinkan adanya kebutuhan peningkatan dosis
insulin maupun obat hipoglikemik oral yang diberikan.
Obat atau senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
sewaktu pemberian obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea antara lain:
insulin, alkohol, fenformin, sulfonamida, salisilat dosis besar, fenilbutazon,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


10

oksifenbutazon, dikumarol, kloramfenikol, senyawa-senyawa penghambat MAO


(Mono Amin Oksigenase), guanetidin, steroida anabolik, fenfluramin, dan klofibrat.
Hormon pertumbuhan, hormon adrenal, tiroksin, estrogen, progestin dan glukagon
bekerja berlawanan dengan efek hipoglikemik insulin. Disamping itu, beberapa
jenis obat seperti guanetidin, kloramfenikol, tetrasiklin, salisilat, fenilbutazon, dan
lain-lain juga memiliki interaksi dengan insulin, sehingga sebaiknya tidak diberikan
bersamaan dengan pemberian insulin, paling tidak perlu diperhatikan dan diatur
saat dan dosis pemberiannya apabila terpaksa diberikan pada periode yang sama
(Cipolle, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).

2.1.7.1 Mekanisme Interaksi Obat


Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang dipengaruhi
dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa bahan kimia.
Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan toksisitas obat. Namun
terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar mempengaruhi sama sekali
seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek yang sama contohnya: efek
gabungan dari dua atau lebih obat antidepresan atau obat yang mempengaruhi QT
interval. Namun terkadang istilah interaksi obat digunakan ketika terjadi reaksi
fisiko-kimia antara obat yang dicampur dalam suatu infus (Stockley, 2008).
Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi 2 secara umum yaitu :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik adalah interaksi yang dapat terjadi ketika suatu obat
mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME).
Contohnya: Ranitidin mengurangi pembersihan ginjal metformin dengan
menghambat sekresi metformin di tubular ginjal sehingga kadar plasma metformin
dapat meningkat dan dapat meningkatkan efek farmakologisnya (farmakokinetik,
moderat).
Interaksi farmakokinetik terdiri dari dari beberapa tipe :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


11

a. Interaksi pada absorbsi


Ketika obat diberikan secara oral, maka akan terjadi penyerapan melalui
membran mukosa dari saluran pencernaan, dan sebagian besar interaksi terjadi pada
penyerapan diusus.
b. Interaksi pada distribusi obat
Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi ikatan
protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat.
c. Interaksi pada metabolisme obat
Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada saat tahap metabolisme yaitu: yang
pertama perubahan pada first pass metabolism salah satu pada perubahan aliran
darah ke hati, dan inhibisi atau induksi first pass metabolism, kedua induksi enzim,
ketiga inhibisi enzim, yang keempat faktor genetik dan yang terakhir adanya
interaksi isoenzim CYP450.
d. Interaksi pada ekskresi obat
Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin, pengecualian
untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari perubahan pH, perubahan
aliran dara diginjal, ekskresi empedu dan ekskresi tubulus ginjal (Stockley, 2008).

2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat terjadi
perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk reseptor tertentu
misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta bloker seperti propranolol)
namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan mempengaruhi mekanime
fisiologi.
Interaksi ini diklasifikasikan menjadi beberapa tipe:
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan secara
bersama-sama maka dapat memberikan efek yang aditif. Misalnya, alkohol menekan
SSP, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar (misalnya ansiolitik, hipnotik,
dll) dapat meningkatkan efek ngantuk.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


12

b. Interaksi antagonis atau berlawanan


Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang
obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat
memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat kompetitif efek
vitamin K (Stockley, 2008).

2.1.7.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat


Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkan tingkatan
keparahanan : minor, moderate, atau major.
1. Keparahan minor
Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara klinis
dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah interaksi
hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat meningkat
jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis tidak signifikan.
Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen pengobatan.
2. Keparahan moderate
Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan
pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan
peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini masih sering
digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim hati.
3. Keparahan major
Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan, karena
dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya, ketokonazol yang
dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat memperpanjang interval
QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini tidak disarankan untuk digunakan.
(Atkinson, et.al., 2007).

2.2 Diabetes Melitus


2.2.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan kelainan karbohidrat, lemak,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


13

metabolisme protein dan komplikasi kronis termasuk mikrovaskular, makrovaskular,


dan gangguan neuropatik. Prevalensi pada DM tipe 2 terus meningkat sebanyak 90%
dari seluruh prevalensi DM pada umumya. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
DM tipe 2 yaitu faktor genetik, kegemukan (≥20% berat badan berlebih dari berat
ideal atau indeks massa tubuh ≥25kg/m2), kebiasaan faktor fisik, dan etnis.
Sebelumnya dapat diidentifikasi gangguan toleransi glukosa, hipertensi (≥140 /90
mmHg pada orang dewasa), High Density Protein (HDL) kolesterol ≤35 mg/dL atau
trigliserida ≥250 mg/dL, riwayat diabetes melitus gestasional, riwayat penyakit
pembuluh darah, dan gangguan polikistik ovarium (Dipiro, et.al., 2009).
Diabetes melitus bila tidak diobati dapat menimbulkan masalah. Kadar
glukosa yang tinggi mengganggu sirkulasi dan dapat merusak saraf. Hal ini
berakibat neri pada tungkai, kebutaan, gagal ginjal, dan kematian. Luka kecil dapat
berakibat kematian jaringan, dan dapat berakhir dengan amputasi. Diabetes melitus
meingkatkan risiko timbulnya aterosklerosis atau penyempitan pembuluh darah
(Tambayong, 2000).

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus


Diabetes adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan resistensi
terhadap insulin, sekresi insulin tidak memadai, atau keduanya. Manifestasi klinik
gangguan ini adalah hiperglikemia. Sebagian besar pasien diabetes diklasifikasikan
pada kedua kategori besar: diabetes tipe 1 yang disebabkan oleh defisiensi insulin,
dan diabetes tipe 2 yang dikarenakan adanya resistensi insulin. Wanita yang terkena
diabetes karena stress pada saat kehamilan termasuk diabetes gestasional.
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes ini merupakan diabetes akibat kerusakan autoimun dari sel-sel β
pankreas. Diabetes biasanya dialami oleh anak-anak dan remaja, atau dapat
terjadi pada semua usia. Pada usia muda biasanya memiliki tingkat lebih
cepat terjadi kerusakan sel-β dan adanya ketoasidosis.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Penderita diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan
obesitas abdominal yang dapat menyebabkan resistensi insulin. Selain itu

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


14

hipertensi, dislipidemia, dan peningkatan inhibitor plasminogen activator-1


juga sering ditemukan pada penderita DM tipe 2.
3. Diabetes melitus gestasional
Diabetes melitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa pada
saat di diagnosa pertama ketika selama kehamilan. Pentingnya deteksi klinis,
dimana terapi akan mengurangi morbiditas dan mortalitas perinatal.(Dipiro,
dkk., 2009).

2.2.3 Skrinning Diabetes melitus


1. Diabetes melitus tipe 1
Skrining untuk DM tipe ini tidak direkomendasikan.
2. Diabetes melitus tipe 2
Berdasarkan pendapat ahli, American Diabetes Association (ADA)
merekomendasikan skrining pada DM tipe 2 setiap 3 tahun dimulai pada usia
45 tahun. Pengujian harus dipertimbangkan pada usia awal dan lebih sering
pada individu dengan faktor risiko. Skrining yang dilakukan adalan glukosa
plasma puasa. Oral Tes Toleransi Glukosa (OGTT) lebih mahal dan kurang
nyaman.
3. Diabetes melitus gestasional
Penilaian risiko untuk diabetes ini harus dilakukan pada prenatal pertama.
Wanita berisiko (riwayat keluarga positif DM, ditandai obesitas, atau dari
kelompok etnis yang berisiko tinggi) harus diskrining sesegera mungkin. Jika
pada skrining awal dinyatakan negatif, maka dapat dilakukan pengujian
ulang pada usia kehamilan 24 sampai 28 minggu. Evaluasi GDM (diabetes
melitus gestasional) dapat dilakukan 2 cara yaitu : pendekatan Oral glukosa
tes toleransi yang mungkin biaya efektif dalam populasi pasien yang berisiko
tinggi. Pendekatan kedua yaitu tes skrining untuk mengukur konsentrasi
glukosa serum atau plasma 1 jam setelah beban glukosa oral 50 gram
(Dipiro,dkk., 2009).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


15

2.2.4 Klasifikasi DM Berdasarkan Etiologi


1. Diabetes melitus tipe 1 (destruksi sel β, defisiensi insulin absolut).
2. Diabetes melitus tipe 2 (resisten insulin dengan relatif defisiensi insulin,
defek sekretori insulin sehingga resisten insulin).
3. Tipe spesifik lainnya (defek genetik dari fungsi sel β, defek genetik dari aksi
insulin, gangguan eksokrin pankreas , endokrinopati, infeksi, dan lain-lain).
4. Diabetes melitus gestasional (Dipiro, et.al., 2009).

2.2.5 Gejala Diabetes melitus


Gejala diabetes pada umumnya yaitu :
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dl
2. Konsentrasi glukosa plasma ≥200mg/dl
3. 2 jam setelah pemberian glukosa pada postprandial ≥200 mg/dl
4. HbA1c > 5,9-6,0 % (Dipiro, et.al., 2009).
Sedangkan gejala berdasarkan klasifikasi diabetes melitus yaitu:
a. Pada DM Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue),
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
b. Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM
Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai
beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi
sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi,
sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada
pembuluh darah dan saraf (Soegondo, dkk., 2005).

2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus


1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 ditandai oleh defisiensi insulin absolut. Hal disebabkan oleh
kerusakan pada sel β pankreas, tetapi mekanismenya tidak diketahui. Ciri utamanya
yaitu: (1) tahap preklinis yang panjang ditandai oleh kerusakan sel β pankreas; (2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


16

terjadi hiperglikemia 80%-90% dari kerusakan sel β pancreas, (3) transient


remission (the so-called, “honeymoon”phase);(4) terdapat penyakit komplikasi dan
kematian. Faktor-faktor yang memicu proses auto imun (misalnya, susu sapi, atau
virus, makanan, atau paparan lingkungan lainnya).
Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan sel limfosit T yang tersebar ke
berbagai antigen sel β. Antibodi yang paling umum untuk mendeteksi adanya DM
tipe 1 adalah antibodi sel islet. Pengukuran antibodi lainnya yang lebih mudah
adalah antibodi insulin dan antibodi insulin glutamat. Lebih dari 90% pada orang
yang baru terdiagnosis DM tipe 1 ini memiliki satu atau lebih antibodi ini.
2. Diabetes Melitus tipe 2
a. Aksi Insulin normal
Dalam keadaan puasa 75% dari pembuangan glukosa total berlangsung di
jaringan otak, hati dan pencernaan. Sisanya 25% glukosa di metabolisme di
otot.
DM tipe 2 ditandai dengan: (1) kerusakan pada sekresi insulin; dan (2)
resistensi insulin pada otot, hati, dan adiposit.
b. Gangguan Pada Sekresi Insulin
Sel β pankreas pada orang normal mampu mengsekresikan insulin untuk
menjaga glukosa tetap normal. Gangguan sekresi insulin terdapat pada pasien
DM tipe 2 dan populasi etnis tertentu.

2.2.7 Komplikasi Akut Diabetes melitus


Komplikasi akut menurut Soegondo, 2005 yakni hipoglikemia, hiperglikemia
dan ketoasidosis merupakan keadaan gawat darurat yang terjadi pada perjalanan
penyakit Diabetes Melitus (DM).
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini ringan berupa gelisah sampai berat, koma
dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Tanda hipoglikemia mulai timbul
bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dl, meskipun reaksi hipoglikemia bisa

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


17

didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi. Tanda klinis dari
hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang. Hipoglikemia
ditandai dengan lemas, gemetar, pusing, pandangan berkunang-kunang, keluar
keringat dingin pada muka terutama dihidung, detak jantung meningkat dan
kehilangan kesadaran.
2. Hiperglikemia
Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang berlebihan,
penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stres akut. Tanda khas
adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
3. Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu
perjalanan penyakit diabetes melitus. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan
pengelolaan tepat. Timbulnya komplikasi ini merupakan ancaman kematian bagi
penyandang DM. faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah:
a. Terlambat ditegakkannya diagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa
setelah koma
b. Pasien belum tahu mengidap diabetes
c. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat
misalnya: sepsis, renjatan, infark miokard, dan CVD
d. Kurangnya keterampilan menangani kasus-kasus ketoasidosis karena belum
adanya protokol yang baik.
Komplikasi akut diabetes melitus mulai dari hipoglikemia, koma (beri
glukosa kadar tinggi misalnya, 40%). Ketoasidosis (asidosis disebabkan produksi
keto-bodies meningkat sehingga koma.
Kelainan sirkulasi pada diabetes melitus
a. Aterosklerosis
Lebih awal dari biasanya akibat lanjut berupa penyakit arteri koroner, silent
MI, dan stroke.
b. Retinopati
Dapat menimbulkan kebutaan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


18

c. Nefropati
Terjadi 40-50% pasien IDDM dan kelainan pada glomerulusklerosis
d. Neuropati
Berupa polieneuropati peripheral yang biasanya bilateral,
kesemutan/parestesia, hipertsetesi dan nyeri (malam hari menghebat), dapat
sembuh sendiri dalam beberapa bulan sampai beberapa tahun.
e. Gangguan sirkulasi perifer
Ulkus di kaki (mudah infeksi gangren amputasi) (Tambayong, 2000).
Sedangkan komplikasi kronis yang dipaparkan oleh Suzanna ndraha tahun
2014, bahwa yang dapat terjadi akibat diabetes yang tidak terkendali adalah:
a. kerusakan saraf (neuropati)
Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan
sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta
susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini
biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan
berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan
menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka
yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan
melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke
saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic
neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau
menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim.
Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
b. Kerusakan ginjal
Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah
kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang
tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama
24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang
dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat
dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar.
Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


19

tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal
pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropati atau kerusakan saraf.
c. Kerusakan mata (retinopati)
Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanya dan menjadi penyebab
utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes,
yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah
kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah
retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih bening dan transparan menjadi keruh
sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa
darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata
sehingga merusak saraf mata.
d. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan
lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai
darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah meningkat, sehingga kematian
mendadak bisa terjadi.
e. Stroke
Prevalensi stroke dengan penyakit DM (baik tipe 1 dan 2) berkisar 1.0% s/d
11.3% pada populasi klinik dan 2.8% s/d 12.5% dalam penelitian pada populasi.
Lima puluh persen dari prevalensi stroke berkisar 0.5% and 4.3% dengan Diabetes
tipe 1 dan berkisar 4.1% and 6.7% dengan Diabetes tipe 2.
f. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi jarang menimbulkan keluhan yang
dramatis seperti kerusakan mata atau kerusakan ginjal. Namun, harus diingat
hipertensi dapat memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal,
atau stroke. Risiko serangan jantung dan stroke menjadi dua kali lipat apabila
penderita diabetes juga terkena hipertensi.
g. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang
dinamakan Periperal Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan
prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


20

diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali.
Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat
mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan
saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah
mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung.
h. Gangguan Pada Hati
Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula
bisa mengalami kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu
akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita
diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau
hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit
hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan
hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena
infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering
ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya
(hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan
dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan
tubuh lainnya.
i. Penyakit Paru
Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan
orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup.
Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan
glukosa darah.
j. Gangguan Saluran Cerna
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol
glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran
pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi,
gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar
gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta
pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga
bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


21

Keluhan gangguan saluran makan biasa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan
yang diminum.
k. Infeksi
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam
menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah
terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-
paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi
juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap
adanya infeksi (Ndraha, 2014).

2.2.8 Kriteria Pengendalian Diabetes Melitus


Untuk mencegah komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik
yang merupakan sasaran terapi. Diabetes dinyatakan terkendali baik bila kadar
glukosa darah, A1c dan lipid mencapai target sasaran. Kriteria lengkap dari
keberhasilan pengendalian DM dapat dilihat pada tabel 2.1 (Ndraha, dikutip dari
PERKENI 2011, 2014).
Tabel 2.1. Target Pengendalian DM (Ndraha, dikutip dari PERKENI 2011,
2014).
Parameter Nilai Target
IMT (kg/m2 ) 18,5 - <23
Tekanan darah sistolik/diatolik (mmHg) <130/80
Glukosa Darah Puasa (mg/dl) <100
Glukosa darah 2 jam PP (mg/dl) <140
HbA1c (%) <7
Kolesterol LDL (mg/dl) <100
Kolesterol HDL (mg/dl) Pria >40
Wanita >50
Trigliserid (mg/dl) <150

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


22

2.2.8 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan DM adalah mengurangi risiko untuk penyakit
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, memperbaiki gejala, mengurangi
kematian, dan meningkatkan kualitas hidup.
1. Non Farmakologi
a. Diet
Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua penderita DM. untuk penderita
DM tipe 1 difokuskan pada pemberian insuln dengan diet seimbang untuk mencapai
dan memelihara berat badan yang sehat. Selain itu pada DM tipe 2 juga dianjurkan
untuk melakukan pembatasan meningkatkan berat badan. Sehingga sangat penting
bahwa pasien memahami hubungan antara karbohidrat dan kontrol glukosa.
b. Olahraga
Secara umum kebanyak pasien dengan DM bias mendapatkan keuntungan
dari peningkatan aktivitas. Latihan aerobik meningkatkan resistensi insulin dan
mengontrol kadar gula darah, mengurangi faktor risiko kardiovaskular, memberikan
kontribusi untuk penurunan berat badan dan meningkatkan kesejahteraan. Pasien
yang lebih tua, pasien dengan penyakit lama (usia> 35 tahun, atau >25 tahun dengan
DM ≥ 10 tahun.
2. Farmakologi
Sampai tahun 1995 hanya 2 pilihan untuk pengobatan farmakologis yang
tersedia untuk pasien DM, sulfonilurea (untuk DM tipe 2 saja). Namun, saat ini telah
ada lima kelas terapi obat oral DM tipe 2 yang telah disetujui: α-glukosidase
inhibitor, biguanid, meglitinid, tiazolidindion atau glitazon, dan sulfonylurea. Obat
antidiabetes oral diindikasikan untuk pasien DM tipe 2 yang tidak dapat mencapai
target glikemik meskipun telah melakukan diet dan olahraga.
1. Insulin
a. Farmakologi
Insulin merupakan hormon anabolik dan antikatabolik, yang berperan
utama pada protein, karbohidrat, dan metabolisme. Insulin endogen
diproduksi dari proinsulin peptida pada sel β.
b. Karakteristik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


23

Insulin biasanya dikategorikan berdasarkan sumbernya, kekuatan, onset


dan durasi kerja. Selain itu insulin memiliki asam amino dalam molekul
insulin termodifikasi. Sediaan insulin biasanya U-100 dan U-500, 100
unit/mL dan 500 unit/mL.
c. Farmakokinetik
Kinetik injeksi subkutan tergantung pada onset, puncak, dan durasi kerja.
Penambahan protamin NPH, NPL, dan suspense protamin aspart) atau
kelebihan seng maka dapat menunda onset, puncak, dan durasi efek insulin.
Waktu paruh injeksi insulin reguler (IV) yaitu 9 menit. Sehingga wkatu
efektif untuk injeksi insulin (IV) lebih pendek. Insulin IV lebih murah
daripada insulin lainnya. Insulin terdegradasi di hati, otot, dan ginjal. Insulin
dimetabolisme dihati sekitar 20%-50%, sedangkan dimetabolisme di ginjal
sekitar 25%-20%. Sehingga tidak dianjurkan untuk pasien menggunakan
insulin jika terdapat penyakit ginjal stadium akhir.
d. Komplikasi mikrovaskular
Insulin telah terbukti sebagai agen oral untuk mengobati DM. Penelitian
di Amerika telah membuktikan bahwa efikasi antara insulin dan sulfonilurea
menunjukkan efikasi yang sama dalam penurunan mikrovaskular.
e. Komplikasi makrovaskular
Hubungan antara masalah tingginya kadar insulin (hiperinsulinemia),
resistensi insulin, dan kardiovaskular sehingga dapat dipercayai bahwa terapi
insulin dapat menyebabkan komplikasi makrovaskular. Namun UKPDS dan
DCCT tidak menemukan hubungan antara komplikasi makrovaskular dengan
terapi insulin.
f. Efek samping
Secara umum efek samping insulin yaitu hipoglikemia dan kenaikan
berat badan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien yang instensif
melakukan terapi, dan lebih sering terjadi pada pasien DM tipe 1 daripada
tipe2. Sehingga pemantauan kadar glukosa darah sangat penting dilakukaan
pada pasien yang menggunakan terapi insulin. Jika pasien telah mengalami
hipoglikemia yang berat maka akan terjadi takikardia dan berkeringat).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


24

g. Dosis dan cara pemberian


Pada pasien DM tipe 1, dosis seharinya 0,5-0,6 unit/kg. Selama penyakit
akut atau ketosis resistensi insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih
tinggi. Dosis diberikan tergantung dengan keadaan patologi pasien.

2. Golongan sulfonilurea
a. Farmakologi
Mekanisme utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan sekresi insulin.
Hal ini dengan cara mengikat sulfonilurea ke reseptor spesifik sulfonilurea
pada sel β pankreas. Sekresi insulin melalui vena portal kemudian menekan
produksi glukosa hepatik.
b. Klasifikasi
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi dua generasi. Generasi pertama
terdiri dari (asetoheksamid, klorpropamid, tolazamid, dan tolbutamid),
generasi kedua (glimepirid, glipizid, dan gliburid).
c. Farmakokinetik
Golongan sulfonilurea semua dimetabolisme di hati. Enzim CYP 450
terlibat dalam metabolisme sulfonilurea di hati. Lalu metabolit yang tidak
aktif akan diekskresikan melalui ginjal sehingga pada obat golongan ini perlu
perlu penyesuaian dosis dan berhati-hati pada pasien yang mengalami
gangguan ginjal.
d. Komplikasi mikrovaskular
Sulfonilurea dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular pada pasien
DM tipe 2.
e. Efek samping
Efek samping yang paling umum adalah hipoglikemia. Semakin rendah
FPG, maka semakin tinggi potensi hipoglikemia. Orang-orang yang
melewatkan makan, berolahraga dalam beban yang berat makan lebih
mungkin mengalami hipoglikemia. Faktor rsiko mengalami hipoglikemia
yaitu usia >60 tahun, jenis kelamin perempuan, dan digunakan bersamaan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


25

dengan diuretik tiazid. Efek samping lainnya pada golongan ini yaitu ruam
kulit, anemia hemolitik, gangguan pencernaan, dan kolestasis.
f. Dosis dan cara pemberian
Untuk dosis pasien usia lanjut dan pasien gangguan ginjal atau hati,
dapat dilakukan penurunan dosis. Dosis dosis harus dititrasi setiap 1 sampai
2 minggu untuk mencapai target glikemik. Pada obat immediate release
memiliki dosis maksimal glipizid yaitu 40mg/hari, dosis efektif maksimal
10-15 mg/hari.
Yang termasuk obat golongan ini sebagai berikut : (Soegondo,dkk., 2005).
a. Khlorpropamid
Seluruhnya dieksresi melalui ginjal sehingga tidak dipakai pada
gangguan faal ginjal dan oleh karena lama kerjanya lebih dari 24 jam,
diberikan sebagai dosis tunggal, tidak dianjurkan untuk pasin geriatri.
b. Glibenklamid
Mempunyai efek hipoglikemik yang poten, sehingga pasien perlu
diingatkan untuk melakukan jadwal makan yang ketat. Dikatakan
mempunyai efek terhadap agregasi trombosit. Dalam batas-batas tertentu
masih dapat diberikan pada beberapa kelainan fungsi hati dan ginjal yang
ringan.
c. Glikazid
Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang sehingga tidak begitu sering
menyebabkan hipoglikemia mempunyai efek antiagregasi trombosit yang
lebih poten. Dapat diberikan pada gangguan fungsi hati dan ginjal yang
ringan.
d. Glikuidon
Mempunyai efek hipoglikemik yang sedang dan juga jarang
menyebabkan hipoglikemia. Karena hampir seutuhnya di eksresi melalui
empedu dan usus, dapat diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal dan hati yang lebih berat.
e. Glipizid

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


26

Mempunyai efek yang lebih lama dari glibenklamid tetapi lebih pendek
dari khlorpropamid dan mempunyai efek menekan produksi glukosa hati dan
meningkatkan jumlah reseptor.
f. Glimepirid
Mempunyai waktu mulai kerja yang pendek dan waktu kerja yang lama,
dengan cara pemberian dosis tunggal. Efek farmakodinamiknya adalah
mensekresi sedikit insulin dan kemungkinan adanya aksi dari ekstra
pankreas. Untuk pasien yang berisiko tinggi yaitu usia lanjut, gangguan
ginjal atau yang melakukan aktivitas berat dapat diberikan obat ini.
Dibandingkan dengan glibenklamid, glimepirid lebih jarang menimbulkan
efek hipoglikemik pada awal pengobatan.

3. Golongan biguanid
a. Farmakologi
Metformin merupakan satu-satunya sediaan yang ada di Amerika Serikat.
Metformin telah digunakan secara klinis selama 45 tahun, dan telah
disetujui sejak 1995 tahun. Metformin dapat meningkatkan sensitivitas
insulin pada jaringan perifer. Metformin tidak memiliki efek langsung pada
sel β, meskipun kadar insulin berkurang, mencerminkan peningkatan pada
sesitivitas insulin.
b. Farmakokinetik
Metformin memiliki bioavailabilitas oral 50% sampai 60%, kelarutan
lipid yang rendah, dan volume distribusi yang tinggi. Metformin tidak
dimetabolisme dan tidak mengikat protein di plasma. Metformin dieliminasi
di ginjal. Metformin memiliki waktu paruh 6 jam, namun memiliki efek >
24jam.
c. Komplikasi mikrovaskular
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang terlihat antara terapi
dengan mengurang komplikasi mikrovaskular.
d. Komplikasi makrovaskular

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


27

Menurut UKPDS bahwa metformin dapat mengurangi komplikasi


makrovaskular. metformin secara signifikan dapat mengurangi semua
penyebab kematian dan risiko stroke. Metformin telah terbukti dapat
mengurangi risiko kematian total dan kematian kardiovaskular.
e. Efek samping
Metformin memiliki efek samping pada gastrointestinal (ketidak
nyamanan perut, sakit perut, dan diare) serta dapat terjadi anoreksia sehingga
dapat menyebabkan kehilangan berat badan. Efek samping ini dapat di atasi
dengan titrasi yang lambat. Efek samping pada gastrointestinal juga bersifat
sementara. Pasien lanjut yang mengalami penurunan massa otot dan laju
filtrasi glomerulus kurang dari 70 sampai 80 mL/menit, sehingga sebaiknya
metformin tidak diberikan.
f. Dosis dan cara pemberian
Metformin immediate release memiliki dosis sehari-hari sebesar 500
mg/hari bersamaan dengan makanan untuk meminimalkan efek samping
pada gastrointestinal. Metformin dapat ditingkatkan 500 mg sampai 200
mg/hari hingga mencapai tujuan glikemik. Metformin dapat digunakan
sebesar 850 mg, kemudian dapat ditingkatkan setiap 1 sampai 2 minggu dan
untuk dosis maksimal 850 mg tiga kali sehari (2250mg/hari). Untuk
metformin extend release dapat dimulai dari dosis 500mg/hari bersamaan
dengan makan malam dan di titrasi setiap minggu. Sediaan ini dapat
meminimalkan efek samping pada gastrointestinal dan meningkatkan kontrol
glikemik.

4. Golongan tiazolidindion
a. Farmakologi
Tiazolidindion juga disebut sebagai TZDs atau glitazon. Pioglitazone dan
rosiglitazone telah disetujui untuk pengobatan DM tipe2. Tiazolidindion
dapat meningkatkan sensitivitas insulin di otot, hati, dan jaringan lemak
secara tidak langsung. Tiazolidindion dapat menyebabkan preadiposit untuk
berdiferensiasi menjadi sel-sel lemak pada subkutan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


28

b. Farmakokinetik
Pioglitazon dan rosiglitazon dapat diserap dengan baik dengan atau tanpa
makanan. Keduanya (> 99%) berikatan dengan protein albumin. Pioglitazon
terutama dimetabolisme oleh CYP2C8. Rosiglitazon dimetabolisme oleh
CYP2C8. Waktu paruh pioglitazon dan rosiglitazon yaitu masing-masing 3-7
jam dan 3-4 jam. Kedua obat tersebut memiliki durasi antihiperglikemik
lebih dari 24 jam.
c. Komplikasi mikrovaskular
Tiazolidindion dapat mengurangi Hba1c, dan mempunyai hubungan pada
risiko komplikasi mikrovaskular.
d. Komplikasi makrovaskular
Tiazolidindion dapat mengubah fungsi endothelium, mempengaruhi
HDL, dan penurunan tekanan darah.
e. Efek samping
Dapat menyebabkan hepatotoksisitas, dapat meningkatkan alanin amino
transferase (ALT), retensi cairan, dan anemia.
f. Dosis dan cara pemberian
Dosis yang dianjurkan dimulai dari pioglitazon15 mg/ hari sekali sehari
dan rosiglitazon 2-4 mg sekali sehari. Dosis dapat ditingkatkan perlahan-
lahan tergantung pada tujuan terapi dan efek samping. Dosis maksimum
piglitazon 45 mg, dan rosiglitazon 8 mg sekali sehari.

5. Golongan α-glukosidase inhibitor


a. Farmakologi
Saat ini, ada dua inhibitor α-glukosidase (akarbosa dan miglitol).
Inhibitor α-glukosidase kompetitif dapat menghambat enzim (maltase,
isomaltase, sukrase, dan glukoamilase) di usus kecil.
b. Farmakokinetik
Mekanisme kerja α-glukosidase inhibitor terbatas pada luminal usus.
Beberapa metabolit dari akarbosa diserap dan dieskresikan melalui ginjal,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


29

sedangkan mayoritas miglitol diserap dan ekskresikan melalui ginjal tidak


berubah.
c. Komplikasi mikrovaskular
α-glukosidase inhibitor dapat mengurangi kadar Hba1c, dan terbukti
berhubungan pada risiko komplikasi mikrovaskular.
d. Komplikasi makrovaskular
Akarbosa terbukti dapat menurunkan gangguan toleransi glukosa
terhadap diabetes, serta mengurangi risiko kardiovaskular.
e. Efek samping
Efek samping pada gastrointestinal seperti perut kembung,
ktidaknyamanan perut, dan diare.
f. Dosis dan cara pemberian
Dosis untuk kedua obat (miglitol dan akarbosa) mirip. Memulai dengan
dosis yang sangat rendah (25 mg dengan satu kali makan satu hari), dapat
meningkatkan secara bertahap (selama beberapa bulan) untuk dosis
maksimum 50 mg tiga kali sehari utuk pasien ≤ 60 kg atau 100 mg tiga kali
sehari untuk pasien > 60kg. kedua inhibitor α-glukosidase harus bersamaan
dengan makanan. inhibitor α-glukosidase kontraindikasi pada pasien dengan
sindrom usus atau inflamasi usus, dan tidak harus diberikan pada pasien
dengan kreatinin serum > 2mg/dL.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih obat hipoglikemik oral:
1. dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan
secara bertahap.
2. harus diketahui betul bagaiman cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-
obat tersebut. Misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 kali 1 tablet, karena
lama kerjanya 24 jam.
3. Bila memberikannya bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya
interaksi obat.
4. Pada kegagalan sekunder terhadap obat hipoglikemik oral, usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal, baru beralih kepada
insulin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


30

5. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh orang dengan diabetes.


Adapun indikasi pemakaian obat hipoglikemik oral:
1. Diabetes sesudah umur 40 tahun
2. Diabetes kurang dari 5 tahum
3. Memerlukan insulin dengan dosis kurang dari 40 unit sehari
4. DM tipe 2, berat normal atau lebih (Soegondo, dkk.,2005).

2.2.8 Obat hipoglikemik oral pada pasien geriatri


Hipoglikemik harus dihindari pada orang dengan diabetes usia lanjut, oleh
karena itu sebaiknya obat-obat yang bekerja jangka panjang tidak dipakai da
diberikan obat-obat yang mempunyai masa paruh yang pendek tetapi bekerja cukup
lama.
1. Terapi kombinasi sulfonilurea dan biguanid
Pada saat-saat tertentu diperlukan kombinasi atau pemakaian bersama antara
obat-obat golongan sulfonilurea dan biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan
merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk
bekerja efektif, kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas
reseptor jadi pemakaian kedua obat tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua
obat ini dapat efektif pada banyak penyandang DM yang sebelumnya tidak
bermanfaat bila dipakai tunggal.
2. Obat hipoglikemik oral dan insulin
Kombinasi obat obat hipoglikemik oral (OHO) dan insulin dapat dimulai jika
dengan OHO dosis maksimal, baik tunggal ataupun secara kombinasi namun kadar
glukosa darah belum tercapai. Pada keadaan ini dipikirkan adanya kegagalan
pemakaian OHO. Untuk kombinasi ini, insulin kerja sedang dapat diberikan pada
pagi atau malam hari.
Kontraindikasi: obat pemicu sekresi insulin tidak dapat diberikan pada DM
tipe 1. Adanya kelainan parenkim pada hati dan ginjal, kehamilan, laktasi, dan masa
terdapat stress berta memerlukan pertimbangan khusus sebelum memakai pemicu
sekresi insulin.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


31

Pasien diabetes harus menyadari bahwa obat-obat oral diresepkan sebagai


pelengkap (bukan pengganti) bentuk terapi lain seperti diet dan latihan. Penggunaan
obat OAD mungkin perlu dihentikan untuk sementara waktu dan digantikan dengan
insulin jika pasien mengalami hiperglikemia yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
atau pembedahan (Smeltzer dan Bare., 2002).
Tabel 2.2 Target pelaksanaan Diabetes Melitus (Dipiro, dkk., 2009)
Parameter ADA ACE dan AACE
Kadar plasma preprandial 90-130 mg/dl < 110 mg/dl
Kadar plasma postprandial < 180 mg/dl <140 mg/dl
Kadar hemoglobin A1c < 7% ≤ 6,5%

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


32

Gambar 2.1 Algoritma Penatalaksanaan DM tipe 2 (American Diabetes


Association, 2014)

Makanan sehat, kontrol berat badan, meningkatkan aktivitas fisik


Terapi awal Metformin
monoterapi
Efek ( HbA1c) Tinggi
Hipoglikemia Risiko Rendah
Berat badan Nertral/menurunkan
Efek samping GI/ asidosis laktat
Harga Murah
Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat

Metformin +
Metformin + Metformin + Metformin DPP- GLP-1 reseptor Metformin +
Kombinasi 2 obat sulfonilurea Tiazolidindion 4 inhibitor agonist insulin

Efek ( HbA1c) Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi


Hipoglikemia Risiko Risiko rendah Risiko rendah Risiko Risiko
moderate rendah rendah
Berat badan Meningkat Meningkat Netral Menurun Meningkatk
Efek samping major Hipoglikemia Edema, HF, Fx’s Jarang GI Hipoglikemia
Harga Murah Mahal Mahal Mahal variasi
Jika target HbA1c tidak tercapai selama 3 bulan, lanjutkan ke kombinasi 2 obat

Kombinasi 3 obat
Metformin + Metformin + Metformin + Metformin + Metformin +
sulfonylurea Tizolidindion DPP-4- GLP-1 Insulin
+ + inhibitor receptor +
TZD SU + Agonist TZD
Atau DPP-4-i Atau DPP-4-i SU + Atau DPP-4-i
Atau GLP-1- Atau GLP-1- Atau TZD SU Atau GLP-1-
RA RA Atau Insulin Atau TZD RA
Atau Insulin Atau Insulin Atau Insulin

strategi Jika terapi terapi kombinasi insulin basal tidak dapat mencapai target
insulin HbA1c selam 3-6 bulan maka kombinasi ditambahkan dengan dua
kompleks obat antihiperglikemik non insulin.
Insulin (dosis harian)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


33

2.2.10 Protokol Diabetes Melitus Tipe 2


Protokol diabetes melitus tipe 2 menurut Cello:
1. Dokter umum melaporkan pasien baru melalui komputer perawat. Lalu
mengajak pasien untuk melakukan konsultasi diabetes. Serta melakukan
pengambilan sampel darah. Dalam melakukan konsultasi membahas tentang
gaya hidup, tekanan darah, berat badan, penggunaan obat-obatan dan faktor-
faktor yang lainnya yang mungkin mempengaruhi penyakit tersebut. Selain
itu dapat melakukan pemeriksaan darah, kaki, dan mata selam 1 tahun
sekali.serta melakukan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, dan lingkar
perut.
Lalu melakukan pertanyaan pada pasien meliputi:
a. Gaya hidup
b. Keluhan (misalnya hipo atau hiperglikemia)
c. Obat (kepatuhan pasien)
d. Kontrol kadar glukosa darah
e. Masalah mata
f. Keluhan kardiovaskular (angina pektoris, gagal jantung)
g. Keluhan neuropatik (berkurangnya kepekaan, rasa sakit/ kesemutan dan
mati rasa).
h. Neuropati autonomi (masalah pada pengosongan lambung atau diare)
i. Masalah seksual (disfungsi ereksi, mengurangi hasrat seksual)
2. Melakukan Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan dengan mengukur glukosa darah puasa pada dua
hari yang berbeda; atau ketika glukosa darah sewaktu.
Profil risiko dapat ditentukan melalui:
a. Memeriksa data medis untuk melihat patologi kardiovaskular: infark
miokard, angina pektoris, gagal jantung, dan penyakit pembuluh darah
perifer.
b. Menanyakan riwayat penyakit jantung orang tua, saudara atau saudari
sebelum usia 60 tahun.
c. Gaya hidup: merokok, penggunaan alcohol dan faktor fisiologis

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


34

d. Tekanan darah dan BMI.


i. Toleransi Glukosa Terganggu
Dapat dilakukan pengulangan pengukuran setelah 2 minggu. Jika terlalu
tinggi, setelah 3 bulan glukosa puasa dan HbA1c harus diukur lagi. Jika
diagnosis diabetes melitus masih tidak mungkin, pasien harus diperiksa
setiap tahun oleh pelayanan diabetes.
ii. Deteksi (kemungkinan) dalam praktek pengobatan umum.
Penentuan kadar glukosa darah untuk:
a. Keluhan atau gangguan yang disebabkan oleh diabetes melitus ,
misalnya: haus, polyuria, penurunan berat badan, pruritus vulvue pada
usia yang lebih tua, nyeri, dan gangguan sesibilitas neurogenik.
b. Setiap 3 tahun untuk orang tua dari usia 45 tahun yang berisiko:
hipertensi, gangguan metabolisme lemak, BMI> 27, riwayat DM tipe 2,
wanita hamil yang menderita DM, orang dari turki;maroko; atau dan
etnis tertentu.
3. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Hal terpenting pada penatalaksanaan DM yaitu:
a. Nilai target
b. Informasi dan edukasi
c. Terapi non-farmakologi (berhenti merokok, olahraga, nutrisi,
menurunkan berat badan jika BMI> 27)
d. Terapi farmakologi (jika dengan terapi non farmakologi pasien belum
bisa mencapai nilai target (HbA1c) setelah 3 bulan, terapi obat dimulai.
Dokter umum yang menentukan obat yang akan digunakan.
4. Komplikasi Selama Diabetes Melitus
a. Faktor risiko kardiovaskular
b. Nefropati
c. Masalah kaki (ulkus kaki diabetikum)
d. Retinopati (Cello,2010).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


35

2.3 Geriatri
Menua (=menjadi tua=aging) adalah suatu proses menghilangnya secara
perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya shingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Martono, pranarka,2009).
Sejumlah penelitian selama 3 dekade terakhir menunjukkan bahwa
peningkatan kemungkinan terjadinya reaksi obat yang merugikan pada obat yang
diresepkan. Efek samping obat juga lebih cenderung terjadi pada pasien lebih tua.
Populasi geriatri menurut (World Health Organization, dikutip dari dewi
2012), dibagi menjadi 3 kategori, yaitu : lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun, Lanjut
usia tua (old) : 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (very old) : 90 tahun
Pada populasi ini terdapat perubahan fisiologis yaitu:
1. Perubahan usia- terkait farmakokinetik
Perubahan usia terkait dengan ginjal dan usia terkait juga terhadap
farmakokinetik obat yaitu clearance ginjal. Pada peningkatan usia terjadi
penurunan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus, danproses sekretori
tubulus ginjal.
2. Perubahan usia- terkait fungsi hati dan biotransformasi obat
Biotransformasi obat terjadi pada hati, saluran pencernaan, ginjal, paru-paru,
dan kulit. Namun, hampir seluruh organ mengalami aktivitas metabolisme.
Penurunan pada aktivitas biotransformasi obat maka akan berpengaruh pada
dosis yang diberikan.
3. Perubahan usia- terkait fungsi sistem efektor
a. Sistem saraf pusat
Terdapat sejumlah perubahan sistem saraf pusat pusat (CNS) menyebabkan
penyakit demensia, penyakit Parkinson, dan penyakit kejiwaan.
b. Sistem saraf otonom
Terjadinya perubahan pada fungsi sistem saraf otonom cenderung terkait
dengan respon obat dan toksisitas pada kelas terapi obat (Atkinson, et.al.
2007).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


36

2.4 Rumah Sakit


Rumah sakit adalah salah satu sarana dari kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Di negara kita ini, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan
kesehatan untuk pusat kesehatan mesyarakat (PUSKESMAS), terutama upaya
penyembuhan dan pemulihan, sebab rumah sakit mempunyai fungsi utama
menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi
penderita; yang berarti bahwa pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan
rawat tinggal hanya bersfiat spesialistik atau subspesialistik, sedang pelayanan yang
bersifat nonspesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan dipuskesmas. Hal
tersebut diperjelas dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
983/ Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum, yang
menyebutkan bahwa tugas rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai penyelenggara
pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan nonmedik; pelayanan dan asuhan
keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan
pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan.
Suatu klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi jenis pelayanan yang diberikan,
pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan
berbagai kriteria sebagai berikut:
1. Kepemilikan
2. Jenis pelayanan
3. Lama tinggal
4. Kapasitas tempat tidur
5. Afiliasi pendidikan
6. Status akreditasi
Sedangkan, Rumah Sakit Umum Pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan
menjadi rumah sakit A,B,C, dan D. klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


37

pelayanan ketenagaan fisik dan peralatan. Klasifikasi Rumah Sakit Umum


pemerintah :
a) Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan yang pelayanan medis spesialitik luas dan
subspesialitik luas.
b) Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mampunyai
fasilitas dan kemampuan fasilitas pelayanan medis sekurang-kurangnya 11
spesialis dan subspesialis terbatas.
c) Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik dasar spesialitik dasar.
d) Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan medik dasar (Siregar dan Lia, 2003).
Jenis perawatan yang diadakan di Rumah Sakit:
1. Perawatan penderita rawat tinggal
Dalam perawatan pendeirta rawat tinggal di rumah sakit ada lima unsur tahap
pelayanan yaitu:
a) Perawatan intensif adalah perawatan bagi penderita kesakitan hebat yang
memerlukan pelayanan khusus selama waktu krisis kesakitannya atau lukanya,
suatu kondisi apabila ia tidak mampu melakukan kebutuhan sendiri. Ia dirawat
dalam ruangan perawatan intensif oleh staf medik dan perawatan khusus.
b) Perawatan intermediet adalah perawatan bagi penderita setelah kondisi kritis
membaik, yang dipindahkan dari ruang perawatan intensif ke ruang perawatan
biasa. Perawatan intermediet merupakan bagian terbesar dari jenis perawatan
dikebanyakan rumah sakit.
c) Perawatan swarawat adalah perawatan yang dilakukan penderita yang dapat
merawat diri sendiri, yang datang ke rumah sakit untuk diagnostik saja atau
penderita yang kesehatannnya sudah cukup pulih dari kesakitan intensif atau
intermediet, dapat tinggal dalam suatu unit perawatan sendiri (self-care unit).
d) Perawatan kronis adalah perawatan penderita dengan kesakitan atau
ketidakmampuan jasmani jangka panjang. Mereka dapat tinggal dalam bagian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


38

terpisah rumah sakit atau dalam fasilitas perawatan tambahan atau rumah
perawatan yang juga dapat dioperasikan oleh rumah sakit.
e) Perawatan rumah adalah perawatan penderita dirumah yang dapat menerima
layanan seperti biasa tersedia dirumah sakit, dibawah suatu program yang
disponsori oleh rumah sakit. Perawatan rumah ini adalah penting tetapi sangat
sedikit yang diterapkan. Perawatan rumah ini lebih mudah, dan merupakan
jenis perawatan yang efektif secara psikologis.
2. Perawatan penderita Rawat Jalan
Perawatan ini diberikan pada penderita melalui klinik, yang menggunakan
fasilitas rumah sakit tanpa terikat secara fisik dirumah sakit. Mereka datang kerumah
sakit untuk pengobatan atau untuk diagnosis atau datang sebagai kasus darurat
(Siregar dan Lia., 2003).

2.5 Rekam Medik


Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik
dan memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun
penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan,
segera tersedia, dapat dipergunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving) dan
lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari
kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari sudut pandang medik.
Definsi rekam medik menurut surat keputusan Direktur jenderal pelayanan
medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas,
anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan lain yang
diberikan kepada seorang penderita selama dirawat dirumah sakit, baik rawat jalan
maupun rawat tinggal (Siregar dan Lia, 2003).
Kegunaan dari rekam medik :
a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.
b) Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang
berkontribusi pada perawatan penderita.
c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau penderita
dan penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


39

d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan yang
diberikan kepada pasien.
e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab.
f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medik,
bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang
penderita.
Kegunaan rekam medik :
1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita
2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional
yang berkontribusi pada perawatan penderita
3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan penderita dan
penanganan atau pengobatan selama tiap inggal dirumah sakit
4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang
diberikan kepada penderita
5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan
praktisi yang bertanggung jawab
6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan
7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam
pengobatan seorang penderita (Siregar dan Lia, 2003).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


40

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder, yakni berupa
catatan rekam medis pasien geriatri dengan Diebetes Melitus Tipe 2 sebagai pasien
yang di ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara selama
periode Januari – Juni 2014.
Penelitian ini berupa penelitian survei dengan metode retrospektif yaitu
penelitian berdasarkan rekam medis pasien, mellihat ke belakang peristiwa yang
terjadi dimasa lalu, dalam hal ini dilihat dari rekam medis pasien periode Januari –
Juni 2014. Desain yang digunakan adalah cross sectional, yaitu pengumpulan data
variabel untuk mendapatkan gambaran evaluasi Drug Related Problems pada pasien
geriatri dengan Diabetes Melitus Tipe 2 sebagai variabel terikat pada suatu waktu
tertentu.
Analisa dilakukan secara deksriptif yaitu dengan menggambarkan frekuensi
regimen obat, butuh tambahan obat, interaksi obat, obat tanpa indikasi, dan salah
obat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1.Tempat Penelitian
Pelaksanaan ini dilaksanakan di Ruang Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan
dengan alamat Jl. Kramat Jaya Koja Tanjung Priok No. 1 Jakarta Utara 14260.
3.2.2.Waktu Penelitian
Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari – Juni 2014.
Analisa data dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

40
41

3.3. Definisi Operasional


3.3.1. Variabel Bebas
3.3.1.1 Penggolongan Karakteristik Pada Pasien Diabetes melitus
Definisi : Karakteristik pasien rawat inap geriatri yang menderita
Diabetes Melitus Tipe 2.
Skala : Nominal
Kategori :
i. Usia
ii. Jenis Kelamin
iii. Penyakit Komplikasi
iv. Penyakit Penyerta

3.3.1.2 Profil Penggunaan Obat Antidiabetes


Definisi : Penggunaan obat antidiabetes sesuai dengan formularium
Rumah Sakit Pelabuhan yang digunakan secara tunggal
maupun kombinasi.
Skala : Nominal
Kategori :
i. Penggunaan Obat Antidiabetes tunggal
ii. Penggunaan Obat Antidiabetes Kombinasi

3.3.1.3 Jumlah Penggunaan Obat


Definisi : Seluruh penggunaan obat yang digunakan oleh pasien selama di
rumah sakit untuk mengobati penyakit DM tipe 2, penyakit
komplikasi dan penyerta lainnya.
Skala : Nominal
Kategori :
i. 1-5 obat
ii. 6-10 obat
iii. >10 obat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


42

3.3.2. Variabel Terikat


3.3.2.1 Drug Related Problems (DRPs)
a. Butuh Tambahan Obat
Definisi : Pasien yang mempunyai masalah kesehatan yang
membutuhkan terapi obat atau kombinasi obat (Cipolle,
dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005).
Skala : Nominal
Kategori :
i. ButuhTidak
ii. Butuh
a. Obat Tanpa Indikasi
Definisi : Pasien menggunakan obat yang tidak sesuai dengan
indikasi penyakit pada saat ini (Cipolle, dkk., dikutip
dalam Depkes RI, 2005).
Skala : Nominal
Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada
b. Salah Obat
Definisi : Keadaan dimana obat yang digunakan untuk mengobati
kondisi pasien tidak efektif atau terapi yang digunakan
bukan yang paling efektif, pasien alergi dengan obat
tersebut, atau obat kontraindikasi terhadap kondisi
pasien (Strand, et.al.,1990).
Skala : Nominal
Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


43

c. Dosis Dibawah Dosis Terapi


Definisi : Pasien menerima dosis yang sesuai atau obat dilanjutkan
cukup lama namun tidak mencapai efek yang diinginkan
(Strand, et.al.,1990).
Skala : Nominal
Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada
d. Dosis melebihi dosis terapi
Definisi : Keadaan dimana dosis melebihi dosis terapi
memberikan efek yang berlawanan dengan
seharusnya.(Strand, et.al.,1990).
Skala : Nominal
Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada
e. Ketidakpatuhan Pasien
Definisi : Penderita tidak mematuhi aturan yang direkomendasikan
dalam penggunaan obat (Cipolle, dkk., dikutip dalam
Depkes RI, 2005).
Skala : Nominal
Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada
f. Interaksi Obat
Definisi : Keadaan dimana pasien mengkonsumsi obat atau
makanan secara bersamaan sehingga terdapat interaksi
(Dipiro, 2008). Yang dapat dilihat pada referensi
Drugs.com, Medscape, atau Drug Information
Handbook.
Skala : Nominal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


44

Kategori :
i. Ada
ii. Tidak Ada

3.3.3 Karakteristik Pasien


Demografi Pasien adalah distribusi pasien yang dapat dilihat dari
karakteristik pasien (usia geriatri, jenis kelamin, penyakit komplikasi, dan penyakit
penyerta).

3.3.3.1 Geriatri
Geriatri adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dengan usia >60 tahun, yang
memiliki karakteristik khusus. Penggolongan populasi geriatri menurut (World
Health Organization, dikutip dari dewi 2012), dibagi menjadi 3 kategori, yaitu
i. Lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun
ii. Lanjut usia tua (old) : 75 – 90 tahun
iii. Usia sangat tua (very old) : 90 tahun

3.3.3.2 Jenis Kelamin


Jenis kelamin adalah penderita diabetes melitus tipe 2 yang berjenis kelamin
pria atau wanita.
Skala : Nominal
Kategori :
i. Laki-laki
ii. Perempuan

3.3.3.3 Penyakit Komplikasi


Penyakit Komplikasi adalah penyakit yang menyertai diabetes melitus tipe 2
terkait dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular, dibagi menjadi 2
kategori yaitu:
i. Terdapat penyakit komplikasi
ii. Tidak terdapat penyakit komplikasi
3.3.3.4 Penyakit Penyerta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


45

Penyakit Penyerta adalah keluhan yang dialami oleh pasien diabetes melitus
tipe 2 dan mengganggu selama pengobatan berlangsung, yang dapat dibagi menjadi
2 kategori yaitu:
i. Terdapat penyakit penyerta
ii. Tidak terdapat penyakit penyerta

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian


3.4.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien (yang termasuk kriteria
inklusi) geriatri Diabetes Melitus Tipe 2 yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum
Pelabuhan pada periode Januari sampai dengan Juni 2014.

3.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.
Mengenai penentuan besarnya sampel Suharsimi Arikunto mengemukakan dalam
penelitian sampel apabila subjeknya kurang dari 100 diambil semua sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya
besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 1998). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang
memenuhi kriteria diambil sebagai sampel penelitian. Sampel dalam peneliian ini
terdapat 28 pasien.

3.4.2.1 Kriteria Inklusi Sampel


Kriteria inklusi merupakan karakteristik umum subjek penelitian dari suatu
populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, dikutip dari
afidburhanudin 2013).
Kriteria inklusi untuk sampel dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Pasien rawat inap bulan januari-juni 2014
b. Pasien Diabetes Melitus tipe 2 dengan penyakit komplikasi atau salah satu
terdiagnosa diabetes melitus tipe 2
c. Pasien geriatri

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


46

3.4.2.2 Kriteria Ekslusi Sampel


Kriteria ekslusi merupakan menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu (Nursalam,
dikutip dari afidburhanudin 2013).

3.5 Prosedur Penelitian


Gambar 3.1. Alur penelitian

Persiapan (permohonan izin penelitian)

Mengumpulkan data rekam medik

Mengidentifikasi kriteria sampel

Pencatatan Data

Pengolahan Data (Data )

Menganalisis Data :

1. Analisis Univariat 2. Analisis Bivariat

Penelitian dibagi menjadi 3 bagian :

a. Karakteristik pasien pada pasien DM tipe 2


b. Menggambarkan profil semua obat yang digunakan oleh pasien DM tipe 2
c. Evaluasi DRP’s pada pasien geriatri yang menggunakan obat antidiabetes

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


47

3.5.2 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian)


Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian
dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas
Islam Negeri Jakarta kepada Kepala Instalasi Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta
Utara.

3.5.3 Pelaksanaan Pengumpulan Data


3.5.3.1 Penelusuran Dokumen
a. Penelusuran pada data pasien geriatri Diabetes Melitus tipe 2 di ruang rawat
inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Januari – Juni
2014.
b. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.
c. Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medis diruang
administrasi medis berupa:
i. Nomor rekam medis.
ii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur, penyakit komplikasi, dan
penyakit penyerta).
iii. Tanggal perawatan.
iv. Diagnosa penyakit, riwayat penyakit pasien, dan keluhan pasien.
v. Hasil laboratorium (kadar gula, HbA1C, kreatinin, HDL, LDL, ALT,
AST, kolesterol total, albumin, dan pendukung lainnya).
vi. Data penggunaan obat (jenis, regimen dosis, dan aturan penggunaan).

3.5.4 Manajemen Data


Pelaksanaan verifikasi data rekam medis dan pola terapi pengobatan diabetes
melitus yang dilanjutkan dengan transkrip data yang dikumpulkan ke dalam
logbook dan komputer.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


48

3.6 Pengolahan data


a. Editing
Hal ini dengan melakukan penilaian terhadap data mentah, namun terlebih
dahulu dilakukan pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan
mengeluarkan data yang tidak memenuhi kriteria penelitian.
b. Coding
Dengan melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti memasukkan
data yang diperoleh dari laboratorium dan rekam medis.
c. Entry data
Setelah dilakukan coding lalu memasukkan data ke dalam program Microsoft
Excel dalam bentuk table.
d. Cleaning data
Dengan melakukan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan
kedalam sistem komputer untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan atau
kesalahan data.

3.7 Analisa Data


Analisa data yang dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010
dan program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) 17.0 Crosstabs akan
dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat sebagai berikut:

3.7.1 Analisis Univariat


Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis setiap
variabel (terikat maupun bebas) yang akan diteliti secara deskriptif . Data yang
telah dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian.
Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis univariat ialah:
1. Karakteristik pasien
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Penyakit komplikasi
d. Penyakit Penyerta

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


49

2. Penggunaan antidiabetik tunggal


3. Penggunaan kombinasi antidiabetik dan obat lainnya

3.7.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat adalah analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan/ berkorelasi dan untuk melihat kemaknaan antara variabel.
Adapun pengolahan data dengan menggunakan analisis Bivariat ialah:
1) Karakteristik pasien (Usia, Jenis Kelamin, Penyakit Komplikasi, dan Penyakit
Penyerta) terhadap Drug Related Problems (DRPs).
2) Penggunaan antidiabetik tunggal terhadap Drug Related Problems (DRPs).
3) Penggunaan antidiabetik kombinasi terhadap Drug Related Problems (DRPs).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Karakteristik Pasien
Demografi pasien meliputi jenis kelamin, usia, jenis penyakit komplikasi, dan
jenis penyakit penyerta. Evaluasi Drug Related Problems pada pasien yang
digambarkan secara deskriptif dalam bentuk persentase. Jumlah pasien diabetes
melitus di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara, terdapat 361 pasien yang
menderita diabetes melitus tipe 2 dan didapat 28 pasien yang masuk kriteria inklusi
dalam penelitian ini.Pasien yang memenuhi kriteria inklusi adalah pasien rawat inap
geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 yang memiliki rekam medis yang lengkap.

4.1.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia


Berdasarkan usia pasien, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe
2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

lanjut usia (60-74 tahun)

usia tua (75-90 tahun)


14.28

85.71

Gambar 4.1.Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan


usia(%)

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak adalah usia lanjut 60-74 tahun yakni
sebanyak 24 pasien (85,71%), sedangkan sisanya usia tua sebanyak 4 pasien
(14,28%) dan tidak terdapat usia sangat tua >90 tahun.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


50
51

4.1.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Berdasarkan jenis kelamin, pasien geriatri yang menderita diabetes melitus
tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

39.28%

laki-laki

60.71% perempuan

Gambar 4.2. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Jenis


Kelamin(%)

Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 yang paling banyak adalah berjenis kelamin perempuan yakni
sebanyak 17 pasien (60,71%), sedangkan sisanya laki-laki sebanyak 11 pasien
(39,28%).

4.1.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit komplikasi


Berdasarkan penyakit komplikasi, pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2 dapat dilihat pada gambar 4.3. Hasil menunjukkanbahwa penyakit
komplikasi terbanyak adalah hipertensi sebanyak 10 pasien (35,71%), kemudian
diikuti oleh CAD sebanyak 7 pasien (25%) dan CHF sebanyak 5 pasien (17,85%).
Sementara penyakit komplikasi yang lainnya dibawah 15%.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


52

40
35.71 1 Hipertensi

35 1
2 HIV

3 Hiperlipdemia
30 4 Hepatitis

5 PPOK
25
Persentase (%)

25 6 Hipoglikemia

7 udema pulmonalis
15
20
17.85 8 APS

13 9 CKD
15 14.28
10 anemia
10.71 11 10.71
11 Aritmia
10
9 7.14 7.14 14 12 Tuberkulosis
7.14 7.14 7.14

5 3.57 3.57 10 12 13 CHF


3.57 3 4 3.57 8
5 6 14 CVD
2 7
- 15 CAD
Penyakit Komplikasi
Gambar 4.3. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit
Komplikasi (%)

4.1.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta


Berdasarkan penyakit penyerta, pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

45 42.85 1 Arthralgia
40 11 2 Artritis pirai (gout)

35 3 Asma

4 Bronkopneumonia
persentase (%)

30
25 5 Kejang
25 21.42 6 Dermatitis alergi
3
20 1 17.85 7 konstipasi
14.28 14.28
15 17
8 Gastroenteritis
10.71 10.71 10.71 10.7110.71
7 18 9 LBP (Low Back Pain)
10 7.14 7.14
4 3.57 12 16
3.57
8
3.57
3.57 3.57 15 10 vertigo
5 2 13
11 Myalgia
5 10 14
6 9
- 12 Melena

Penyakit Penyerta 13 Hematemesis

Gambar 4.4. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Penyakit


Penyerta (%)

Dari gambar 4.4. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2 yang mengalami penyakit penyerta terbanyak adalah mialgia sebanyak

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


53

12 pasien (42,85%), kemudian diikuti oleh asma sebanyak 7 pasien (25%) dan
arthralgia sebanyak 6 pasien (21,42%). Sementara penyakit penyerta yang lainnya
dibawah 20%.

4.1.2 Profil Penggunaan Obat


Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik tunggal dan kombinasi,
pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar
dibawah ini.

70
60.71
persentase Penggunaan

60 1 Obat antidiabetik
tunggal
50
39.28
OAD (%)

40 1 2 Obat antidibetik
kombinasi
30
20 2
10
0
Jenis Obat Antidiabetes
Gambar 4.5. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan
Penggunaan Antidiabetik (%)

Dari gambar 4.5. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2 yang menggunakan obat antidiabetik tunggal yakni sebanyak 17
pasien (60,71%), sedangkan pasien yang menggunakan obat antidiabetik kombinasi
sebanyak 11 pasien (39,28%)

4.1.2.1 Profil Penggunaan Obat Antidiabetik Tunggal


Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik tunggal, pasien geriatri
yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


54

30 1 Metformin
25

Persentase Penggunaan
25 2 Glimepirid
21.42

OAD Tunggal (%)


20 1 3 Glibenklamid
4
15 4 Gliquidon

10 5 Injeksi novorapid
7.14
5 3.57 3.57
2 3 5
-
Antidiabetes Tunggal
Gambar 4.6. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan
Penggunaan Antidiabetik Tunggal (%)

Dari gambar 4.6. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2, obat antidiabetik tunggal yang paling banyak digunakan adalah
metformin yakni sebanyak 25% dari obat antidiabetik yang digunakan, kemudian
glikuidon sebanyak 21,42% dari obat antidiabetik yang digunakan. Sementara itu
obat antidabetik lainnya dibawah 10%.

4.1.2.2 Profil penggunaan obat antidiabetik kombinasi


Berdasarkan profil penggunaan obat antidiabetik kombinasi, pasien geriatri
yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

15 14.28 1 Metrix + metformin


Persentase Penggunaan

2 Acarbosa + gliquidon
1
OAD Kombinasi (%)

3 Glimepirid + injeksi
10 actravid
4 Gliquidon + glimepirid
7.14
5 Metformin + glikuidon
5 2 3.57
3.57 3.57

3 4 5
-
Obat Antidiabetes Kombinasi
Gambar 4.7. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan
Penggunaan Antidiabetik Kombinasi (%)

Dari gambar 4.7. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2, obat antidiabetik kombinasi yang paling banyak digunakan adalah
glimepirid dan metformin sebanyak (14,28%), penggunaan kombinasi akarbosa dan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


55

glikuidon sebanyak (7,14%), sementara penggunaan kombinasi lainnya seperti


glimepirid dengan injeksi actravid, glikuidon dengan glimepirid, dan metformin
dengan glikuidon masing-masing sebesar (3,57%).

4.1.2.3 Profil Penggunaan Obat Oral


Berdasarkan profil penggunaan obat oral, pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

1 Obat susunan saraf


90 85.71
78.75 2 Obat anti infeksi
80 75.00 3
Persentase Profil Penggunaan

3 Obat sistem gastrointestinal


4
70 1
4 Obat sistem kardiovaskular
60
Obat Oral (%)

5 Larutan elektrolit dan nutrisi


50 42.85 6 Obat saluran pernapasan
42.85
40 2 6 7 Obat genito urinaria

30 25
8 Obat sistem endokrin dan
metabolik
20 9 Vitamin dan mineral
8 14.28
10.71 7.14
10 Kemoterapetik lain
10 9 3.57
3.57 11
5 7 11 Obat anti alergi
- 10
Kelas Terapi Obat Oral
Gambar 4.8. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Oral (%)

Dari gambar 4.8. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2, penggunaan oral yang paling banyak digunakan berdasarkan
golongan obat adalah obat sistem gastrointestinal yakni sebanyak 85,71%,
penggunaan golongan obat sistem kardiovaskular yakni sebanyak 78,75%, dan obat
susunan saraf sebanyak yakni 75%. Sementara penggunaan golongan obat oral
lainnya dibawah 50%.

4.1.2.4 Profil Penggunaan Obat Injeksi


Berdasarkan profil penggunaan obat injeksi, pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digambar dibawah ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


56

1 Obat susunan
100 saraf
85.71

Persentase Penggunaan
82.14 2 Obat sistem
80 71.42 gastroitestinal

Obat Injeksi (%)


1 3 Obat
60 2 kardiovaskular
35.71 4 4 Anti infeksi
40
20
3
-
kelas terapi obat
Gambar 4.9. Persentase Distribusi Jumlah Pasien Berdasarkan Profil
Penggunaan Obat Injeksi (%)

Dari grafik 4.9. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2, penggunaan obat injeksi yang paling banyak digunakan berdasarkan
golongan obat adalah obat susunan saraf yakni sebanyak 85,71%, penggunaan obat
gastrointestinal yakni sebanyak 82,41%, dan obat antiinfeksi sebanyak yakni
71,42%. Sementara penggunaan golongan obat injeksi kardiovaskular 35,71% dari
28 pasien.

4.1.2.5 Jumlah Penggunaan Obat


Berdasarkan profil penggunaan obat yang digunakan oleh pasien geriatri
dengan diabetes melitus tipe 2 bahwa jumlah total penggunaan obat selama dirawat
inap yang paling banyak berjumlah 25 obat yaitu pada pasien nomor 5 dengan
penggunaan perhari pada pasien paling banyak 15 obat dalam sehari. Terdapat
pengelompokkan penggunaan obat menurut rahmawati dan sunarti tahun 2014 yang
terdapat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama dirawat)
Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama dirawat) Jumlah
1-5 obat 0 pasien
6-10 obat 14 Pasien
>10 obat 14 Pasien

4.1.3 Drug Relatd Problems (DRPs)


Berdasarkan kejadian Drug Related Problems, pasien geriatri yang menderita
diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat digrafik dibawah ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


57

60
1 Butuh tambahan obat
50
50

Persentase Terjadi DRPs


2 Obat tanpa indikasi
40 6 3 Salah obat
30 4 Dosis dibawah dosis

(%)
terapi
20 10.71 7.14 5 Dosis melebihi dosis
terapi
10 - - - 6 Interaksi obat
1 2 3 4 5
-
Kategori DRPs
Gambar 4.10. Persentase Distribusi Jumlah Evaluasi DRPs Berdasarkan
Frekuensi Pemberian Obat Antidiabetes (%)

Dari grafik 4.10. dapat dilihat bahwa pasien geriatri yang menderita diabetes
melitus tipe 2 yang mengalami DRPs paling banyak pada kategori interaksi obat
yakni sebanyak 50%, kategori butuh tambahan obat yakni sebanyak 10,71%,
kemudian kategori salah obat yakni sebanyak 7,14%. Sementara kategori lainnya
tidak terdapat pada pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2.

4.1.3.1 DRPs Kategori Butuh Tambahan Obat


Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori butuh tambahan obat
pada pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel
dibawah ini.
Tabel 4.2. Persentase Distribusi Jumlah Butuh Tambahan Obat Antidiabetik (%)
Nomor pasien Penilaian DRPs
Butuh Tambahan Obat

Jumlah (%)
9 1 3,57
23 1 3,57
27 1 3,57
Total 3 10,71

Dari tabel 4.2.dapat dilihat bahwa terdapat pasien yang mengalami DRPs
kategori butuh tambahan obat yakni 3 pasien (10.71%) pada pasien rawat inap
geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


58

4.1.3.2 DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi


Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien
yang mengalami DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien rawat inap geriatri
yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.

4.1.3.3 DRPs Kategori Salah Obat


Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori salah obat pada
pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah
ini.
Tabel 4.3. Persentase Distribusi Jumlah Salah Obat Antidiabetik (%)
Nomor Pasien Obat Antidiabetes Penilaian
yang digunakan Salah Obat
Jumlah (%)
13 Metformin 1 3,57
Inj. Actravid
16 Metformin 1 3,57
Glimepirid
Total 2 7,14

Dari tabel 4.3.dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pasien yang mengalami
DRPs kategori salah obat yakni sebanyak 2 pasien (7,14%) pada pasien rawat inap
geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.

4.1.3.4 DRPs Kategori Dosis Dibawah Dosis terapi


Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien
yang mengalami DRPs kategori dosis dibawah dosis terapi obat pada pasien rawat
inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.

4.1.3.5. DRPs Kategori Dosis Melebihi Dosis Terapi


Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa tidak terdapat pasien
yang mengalami DRPs kategori dosis melebihi dosis terapi obat pada pasien rawat
inap geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Pelabuhan.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


59

4.1.3.6 DRPs Kategori Interaksi Obat


Berdasarkan kejadian Drug Related Problems kategori interaksi obat pada
pasien geriatri yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah
ini.
Tabel 4.4. Persentase Prevalensi Interaksi Obat Berdasarkan Jumlah Pasien Yang
Mengalaminya (%)
Pasien Jumlah Persentase (%)
Mengalami interaksi obat 14 50
Tidak Mengalami Interaksi 14 50
Obat
Total 28 100

Dari Tabel 4.4. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi DRP kategori salah
interaksi obat pada pada pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe2, terdapat
beberapa pasien yang mengalami interaksi obat yakni sebanyak 14 pasien (50%).
Berdasarkan obat-obat yang berpotensi terjadi interaksi pada obat yang
digunakan oleh pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel
dibawah ini.
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Obat-Obat Yang Berpotensi Mengalami Interaksi
No Obat Berinteraksi dengan Frekuensi
1 Glimepirid Metilprednisolon 2
2 Metformin Ranitidin 4
3 Glikuidon Meloksikam 1
4 Metformin Ciprofloxacin 1
6 Metformin Cobazym 1
7 Metformin Actravid 1
8 Metformin Digoxin 1
10 Glimepirid Levofloxacin 1
11 Glibenklamid Ranitidin 1
12 Glibenklamid Antasida 1
13 Glikuidon Ramipril 2
14 Glikuidon Aspirin 1
15 Glikuidon Captopril 1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


60

Total 18

Dari Tabel 4.5. dapat dilihat bahwa obat-obat yang berpotensi terjadi
interaksi yang digunakan oleh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2
yakni sebanyak 18 kali yang berpotensi berinteraksi.

4.1.3.7 Kategori Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme


Berdasarkan mekanismenya interaksi obat pada pasien rawat inap geriatri
yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini.
Tabel 4.6. Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik
Berdasarkan Mekanisme (%)
Penilaian Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme Total
Farmakodinamik Farmakokinetik Tidak Diketahui
Frekuensi (%) Frekuensi (%) Frekuensi (%)
9 50 6 33.33 3 16.67 18

Dari Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi interaksi obat berdasarkan
mekanisme kerjanya yaitu secara farmakokinetik sebesar 33.33%, farmakodinamik
50%, dan mekanisme yang tidak diketahui pada interaksi sebesar 16.67%.

4.1.3.8 Kategori Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan


Berdasarkan tingkat keparahan interaksi obat pada pasien rawat inap geriatri
yang menderita diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat ditabel dibawah ini.
Tabel 4.7. Persentase Distribusi Frekuensi Interaksi Obat Antidiabetik Berdasarkan
Tingkat Keparahan (%)
Penilaian Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat Keparahan Total
Major Moderat Minor
Frekuensi (%) Frekuensi (%) Frekuensi (%)
0 0.00% 15 83.33% 3 16.67% 18

Dari Tabel 4.7. dapat dilihat bahwa hasil evaluasi interaksi obat berdasarkan
tingkat keparahannya yaitu moderat 83,33%, minor 16,67% dan tidak terdapat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


61

interaksi obat major pada pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di
Rumah Sakit Pelabuhan.

4.1.4. Hasil Analisis Bivariat


Tujuan : Mengetahui pengaruh profil penggunaan obat dan karateristik
pasien geriatri diabetes melitus tipe 2 terhadap DRPs.

Analisis : Peneliti harus melihat dari hasil analisa data Crosstabs, apakah P >
0,05 ata P > 0,05. Jika P > 0,05 maka uji dapat dikatakan bahwa tidak memiliki
hubungan yang signifikan. Jika P < 0,05 maka uji dapat dikatakan memiliki
hubungan yang signifikan pada kedua variabel.

4.1.4.1 Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan DRPs menggunakan
metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 4.8. Hasil Analisis Hubungan Antara Usia dengan DRPs
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .233 1 .629
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .245 1 .621

Fisher's Exact Test 1.000 .548


b
N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.8. Menunjukkan bahwa pengaruh usia terhadap DRPs dengan
menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,629 (P > 0,05), maka diperoleh
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian
DRPs.

4.1.4.2 Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara jenis kelamin dengan DRPs
menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


62

Tabel 4.9. Hasil Analisis Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan DRPs
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value Df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 2.426 1 .119
b
Continuity Correction 1.331 1 .249

Likelihood Ratio 2.559 1 .110

Fisher's Exact Test .226 .124


b
N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.9. Menunjukkan bahwa pengaruh jenis kelamin terhadap DRPs
dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,119 (P > 0,05), maka
diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian DRPs.

4.1.4.3 Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara penyakit komplikasi dengan DRPs
menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 4.10. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value Df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .019 1 .891
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .019 1 .890

Fisher's Exact Test 1.000 .642


b
N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.10. Menunjukkan bahwa pengaruh penyakit komplikasi terhadap


DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,891 (P > 0,05),
maka diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
penyakit komplikasi dengan kejadian DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


63

4.1.4.4 Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara usia dengan DRPs menggunakan
metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 4.11. Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs
Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .

N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.12. Menunjukkan bahwa tidak terdapat hasil uji Chi-Square,
karena hasil penyakit penyerta sudah konstan mencapai 100%.

4.1.4.5 Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara obat antidiabetes tunggal dengan
DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 4.12. Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan
DRPs
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.


Value Df sided) sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 7.003 1 .004
b
Continuity Correction 6.566 1 .016

Likelihood Ratio 9.003 1 .002

Fisher's Exact Test .002 .002


b
N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.12. Menunjukkan bahwa pengaruh antidiabetes tunggal terhadap


DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0.004 (P < 0.05),
maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obat
antidiabetes tunggal dengan DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


64

4.1.4.6 Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes Kombinasi dengan DRPs


Berdasarkan analisis hubungan antara obat antidiabetes kombinasi dengan
DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat di tabel dibawah ini.
Dari tabel 4.13. Menunjukkan bahwa pengaruh antidiabetes komplikasi
terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,004 (P<
0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
obat antidiabetes kombinasi dengan DRPs.
Tabel 4.13. Hasil Analisis Hubungan Antara Obat Antidiabetes kombinasi
dengan DRPs
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.003 1 .004
b
Continuity Correction 6.566 1 .016

Likelihood Ratio 9.003 1 .002

Fisher's Exact Test .002 .002


b
N of Valid Cases 28

4.1.4.7 Analisa Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat Dengan DRPs


Berdasarkan analisa hubungan antara jumlah penggunaan obat dengan
DRPs menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat tabel dibawah ini.
Tabel 4.14. Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Penggunaan Obat dengan
DRPs
Chi-Square Tests

Value Df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 1.277 2 .034

Likelihood Ratio 1.929 2 .001

N of Valid Cases 28

Dari tabel 4.14. Menunjukkan bahwa pengaruh jumlah penggunaan obat


terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,034 (p<
0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
jumlah penggunaan obat dengan DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


65

4.2 Pembahasan
4.2.1 Karakteristik Pasien
4.2.1.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia
Terlihat pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2
mulai rentan dan sering terjadi pada lanjut usia (elderly) yakni sebanyak 24 pasien
(85,71 %), selebihnya pada usia tua (old) sebanyak 4 pasien (14,28%) dan tidak
terdapat pasien dengan usia lebih dari 90 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Maria Fea fessy tahun 2010, dimana prevalensi diabetes melitus
berdasarkan usia yang terbanyak yaitu pada lanjut usia sebanyak 19 pasien (73,1%)
dari 26 pasien. Pada usia ini, umur sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan
kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan
gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian
ini jumlah pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan sebagian
besar ialah pasien usia lanjut usia yaitu antara 60-74 tahun. Penuaan merupakan
proses perubahan anatomis, biokimia, dan fisiologi tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan pada sel-sel lainnya juga, terjadi perubahan homeostasis,
serta perubahan pada fungsi organ yang telah mengalami penurunan. Salah satu
komponen tubuh yang mengalami perubahan yaitu sel β pankreas, sel-sel jaringan
target glukosa, sistem saraf pusat, serta hormon untuk menghasilkan hormon insulin,
sehingga dapat mempengaruhi kadar glukosa plasma.

4.2.1.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin


Jumlah pasien rawat inap geriatri yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2
pada periode Januari-Juni 2014 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan sebanyak 17
orang (60,71%) ialah perempuan, sementara jumlah laki-laki sebanyak 11 orang
(39,28%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
istiqomatunnisa tahun 2014, dimana prevalensi diabetes melitus berdasarkan jenis
kelamin terbanyak yaitu berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (63%) dari
24 pasien. Berdasarkan data tersebut perempuan memiliki tingkat risiko lebih tinggi
terdiagnosis penyakit diabetes melitus tipe 2 dibandingkan dengan laki-laki. Pada
prevalensi diabetes melitus melitus pada umumnya pada perempuan cenderung lebih

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


66

tinggi dari pada laki-laki, dimana di perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan
perdesaan dan cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan tingkat pendidikan
tinggi (Departemen Kementerian Kesehatan RI, 2013).

4.2.1.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit komplikasi


Komplikasi merupakan penyakit lainnya yang diderita oleh pasien diabetes
melitus tipe 2 terkait dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Penyakit
komplikasi dapat terjadi seiring dengan tingkat hiperglikemia yang dialami oleh
pasien yang semakin parah. Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien
diabetes melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang bersifat akut
maupun yang kronik. Dari keseluruhan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi
tersebut, penderita diabetes melitus tipe 2 banyak yang mengalami komplikasi
penyakit seperti Hipertensi, Coronary Artery Disease (CAD), Congestive Heart
Failure (CHF), Chronic Kidney Disease (CKD), Hepatitis sirosis hati, Penyakit Paru
obstruktif kronik (PPOK), Hiperlipidemia, HIV, Hipoglikemia, Cerebro Vascular
Disease (CVD), udema pulmonalis, Angina Pektoris (APS), anemia, aritmia, dan
TB.
Banyaknya pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengalami komplikasi
disebabkan karena umumnya komplikasi diabetes berhubungan dengan kerusakan
pembuluh darah. Diabetes dalam jangka panjang, dapat menyebabkan pembuluh
darah menyempit dan mengurangi volume aliran darah ke berbagai bagian tubuh
seperti mata, jaringan saraf, dan lain sebagainya sehingga bagian-bagian tubuh
mengalami kerusakan fungsi yang serius bahkan menyebabkan kematian.
Berdasarkan data yang diambil, penyakit komplikasi yang terbanyak diderita
pasien adalah hipertensi sebanyak 10 pasien (35,71%). Hal ini sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rosyada dan Trihandini tahun 2013, dimana
prevalensi komplikasi diabetes melitus terbanyak yaitu hipertensi sebesar (73,1%)
dari 1.565 lansia yang menderita diabetes melitus.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


67

4.2.1.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Penyakit Penyerta


Penyakit penyerta merupakan keluhan yang diderita oleh pasien selain
penyakit diabetes dan penyakit komplikasi lainnya. Keluhan-keluhan yang dialami
oleh pasien atau penyakit penyerta yang dialami oleh pasien terdiri dari gangguan
saluran pencernaan, saluran pernapasan, alergi, gangguan saraf, gangguan otot dan
sendi. Jumlah pasien yang disertai penyakit penyerta sebanyak 28 pasien (100%).
Dari data hasil yang didapatkan berdasarkan peyakit penyerta, yang paling banyak
diderita adalah mialgia sebanyak 12 pasien (42,85%). Berbeda halnya pada
penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea fessy tahun 2010, dimana prevalensi
penyakit penyerta terbanyak yaitu osteoarthritis sebanyak 5 pasien (19,2%) dari 14
pasien yang mengalami penyakit penyerta.

4.2.2 Profil Obat Antidiabetes


4.2.2.1 Obat Antidiabetes Tunggal
Pemakaian obat antidiabetes tunggal telah banyak diberikan kepada pasien,
baik secara oral maupun injeksi. Pemakaian obat antidiabetes tunggal yang paling
banyak digunakan adalah metformin (25%) dan glikuidon (21,42%). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh istiqomatunnisa tahun 2014, dimana
penggunaan antidiabetes yang paling banyak digunakan adalah gikuidon (golongan
sulfonilurea). Sedangkan pada penelitian berdasarkan golongan obat antidiabetes
oral terbanyak yang digunakan adalah biguanid (metformin) sebesar 25% dan
pemakaian insulin terbanyak yang digunakan adalah kategori insulin insulin rapid
acting (kerja cepat) sebesar 3,57%.
Tingginya penggunaan golongan biguanid ini disebabkan karena obat
antidiabetes oral golongan biguanid merupakan lini pertama diabetes yang dapat
diberikan secara monoterapi serta tergolong memiliki harga yang relatif murah.
Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan HbA1C sebesar 1,5%. Metformin
menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai di
bawah normal, sehingga tidak disebut sebagai obat hipoglikemik. Resiko terhadap
terjadinya hipoglikemi sangat kecil pada penggunaan obat ini, dengan alasan
tersebut maka metformin digunakan pilihan pertama dan penanganan DM tipe 2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


68

yang diderita oleh pasien geriatri. Hipoglikemia sangat dihindari pada orang dengan
diabetes usia lanjut, oleh karena itu sebaiknya obat-obat yang dipakai mempunyai
waktu paruh yang pendek tetapi bekerja lama sehingga pilihan obat metformin
sebagai pilihan obat pertama karena memiliki waktu paruh yang pendek dan kerja
lebih lama. Pada metformin kemungkinan terjadinya asidosis laktat sangat kecil dan
mungkin terjadi pada pasien predisposisi asidosis laktat seperti pasien dengan gagal
ginjal atau gagal hati (Soegondo, dkk., 2005).
Antidiabetes injeksi insulin yang paling banyak digunakan ialah injeksi
novorapid dan injeksi actravid. Penggunaan insulin ini diberikan pada kondisi pasien
DM telah mengalami ketidaksadaran atau memiliki kadar glukosa darah yang sangat
tinggi. Pasien dengan kadar glukosa yang tinggi menunjukkan bahwa pasien telah
mengalami komplikasi lainnya. Banyaknya penggunaan injeksi novorapid dan
injeksi actravid disebabkan karena memiliki kerja yang cepat (rapid acting) serta
memiliki keunggulan dalam hal penyuntikannya. Insulin dapat disuntikkan 15 menit
sebelum makan dan insulin regular dapat disuntikkan 30 menit sebelum makan.

4.2.2.2 Kombinasi Obat Antidiabetes


Kombinasi obat antidiabetes digunakan pada saat penggunaan diabetes
melitus tunggal belum mencapai target gikemik yang diinginkan. Pada Pemakaian
kombinasi obat antidiabetes oral yang paling banyak digunakan ialah kombinasi
antara metformin dengan glimepirid (metrix) dengan metformin sebanyak (14,28%).
Kombinasi akarbosa dengan glikuidon sebanyak (7,14%), penggunaan kombinasi
lainnya seperti glimepirid dengan injeksi actravid, glikuidon dengan glimepirid, dan
metformin dengan glikuidon sebesar (3,57%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh istiqomatunnisa tahun 2014, dimana penggunaan antidiabetes
kombinasi terbanyak yaitu metformin dan glimepirid sebanyak 21,5%.
Terlihat bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah kombinasi 2
obat yaitu metformin dan glimepirid. Sulfonilurea akan mengawali dengan
merangsang sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid untuk
bekerja efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek terhadap sensitivitas
reseptor. Jadi pemakaian kedua obat ini dapat saling menunjang. Metformin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


69

digunakan sebagai terapi dasar karena obat berperan mendorong sensitivitas insulin,
mengurangi glukoneogenesis hepatik, menstimulasi eksresi insulin dan aman untuk
digunakan karena risiko terhadap hipoglikemianya rendah. Sedangkan glimepirid
mempunyai kerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin
yang tersimpan, selain itu glimepirid merupakan obat yang tepat untuk pasien lanjut
usia, gangguan ginjal serta sangat jarang menimbulkan efek hipoglikemi
dibandingkan obat golongan sulfonilurea lainnya. Kombinasi kedua obat tersebut
merupakan kombinasi yang tepat karena mempunyai cara kerja yang sinergis dimana
kombinasi ini dapat menurunkan glukosa darah lebih banyak daripada pengobatan
tunggal masing-masing, baik dari dosis maksimal keduanya maupun kombinasi
dosis rendah (Soegondo, dkk., 2005). Pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea
sejak awal pengelolaan dianjurkan hasil pemantauan selama 3 tahun pada pasien
UKPDS (United Kingdom Prospective Study). Hanya 50% pasien DM tipe 2 dapat
dikendalikan dengan pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis
maksimal (Soegondo, dkk., 2005).
Selain itu, terdapat penggunaan antidiabetes oral dengan injeksi yang
digunakan oleh pasien diabetes yaitu injeksi actravid dan glimepirid dengan
persentase (3,57%). Pemakaian kedua ini didasarkan bahwa rerata kadar glukosa
darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa darah puasanya.
Umumnya kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan kurang lebih sama, tidak
tergantung dari kadar glukosa darah puasanya. Dengan memberikan dosis insulin
kerja cepat dikarenakan efeknya yang dapat berkerja cepat, seringkali mulai
menurunkan kadar glukosa darah 20 menit setelah penyuntikan. Kombinasi obat ini
dapat diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dan kombinasi obat ini ternyata
lebih baik daripada insulin saja dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih
rendah. Selain itu pasien lebih biasa menerima cara pengelolaan kombinasi ini
daripada pengelolaan dengan suntikan yang lebih sering (Soegondo, dkk., 2005).

4.2.2.3 Profil Obat


Profil obat merupakan seluruh kelompok obat yang digunakan oleh pasien
diabetes melitus tipe 2 yang terdiri dari beberapa golongan obat dan mempunyai
masing-masing tujuan pengobatan yang sama yang diberikan kepada pasien, yang

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


70

digunakan untuk mengobati penyakit komplikasi dan penyerta yang diderita pasien.
Penggolongan obat ini dilakukan berdasarkan formularium Rumah Sakit Umum
Pelabuhan tahun 2010. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa obat antidiabetes
digunakan oleh semua pasien. Obat yang paling banyak digunakan pertama yaitu
obat gastrointestinal, sedangkan obat kardiovaskular diurutan kedua. Hal ini tidak
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea Fessy tahun 2010, dimana
frekuensi penggunaan obat terbanyak setelah obat antidiabetes yaitu obat
kardiovaskular.
Penggolongan obat pada pasien geriatri penderita diabetes melitus tipe 2
yang mendapat obat hipoglikemia kombinasi ini terdiri dari 10 kelas terapi yang
meliputi:

a. Obat Susunan Saraf


Obat-obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan obat yang
hampir semua obat SSP bekerja pada reseptor khusus yang mengatur transmisi
sinaps. Obat susunan saraf terdiri dari beberapa golongan yaitu analgesik-antipiretik,
antiinflamasi nonsteroid dan anti reumatik, preparat gout, antisiolitik/antiansietas,
antipsikosis, hipnotik-sedatif, nootropik dan neurotonik, antiepilepsi-antikonvulsi,
antidepresi, anti emetik, dan relaksan otot. Namun terdapat golongan yang tidak
terdapat pada penelitian yaitu golongan antidepresi.
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid (AINS)
merupakan salah obat yang banyak diresepkan dan juga digunakan tanpa resep
dokter. Salah satu fungsi dari golongan seperti golongan antiinflamasi nonsteroid-
antipirai untuk penyakit artritis rheumatoid, osteoatrhtritis, dan spondilitis. Tetapi
harus diingat bahwa obat ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang
berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki
atau mencegah jaringan pada kelainan muskoskeletal (Gunawan, dkk., 2009).
Contoh obat yang digunakan adalah meloksikam yang diindikasikan untuk
menangani nyeri dan radang, gangguan skelet dan osteoatritis. Pada penelitian ini
obat meloksikam terutama digunakan untuk menangani penyakit osteoarthritis yang
merupakan penyakit penyerta yang diderita oleh pasien geriatri penderita DM tipe 2.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


71

Pasien usia lanjut memiliki kerentanan terhadap efek samping obat golongan AINS
yaitu gangguan saluran cerna, untuk itu diperlukan pemantauan yang lebih.

b. Obat Kardiovaskular
Penyakit kardiovaskular merupakan masalah yang sangat penting pada usia
lanjut. Karena hal ini dapat mempunyai pengaruh yang besar terhadap penyakit-
penyakit lainnya sehingga harus cepat ditangani. Penggunaan obat kardiovaskular
oleh pasien berada diurutan nomor dua terbanyak yang digunakan oleh pasien.
Golongan obat hipertensi yaitu Angiotensin reseptor blockers (ARB) yaitu valsartan,
candesartan, dan losartan sebanyak 7 pasien (25%) dari 28 pasien. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Fea Fessy tahun 2010, dimana
penggunaan obat kardiovaskular pada pasien geriatri dengan diabetes melitus
terbanyak yaitu golongan Angiotensin Receptor Blockers (ARBs). Golongan ini
bekerja dengan cara menghambat aktivitas angiotensin II hanya di reseptor AT1 dan
tidak di reseptor AT2. AT1 bloker juga tidak menimbulkan efek samping batuk
kering (Gunawan, dkk., 2009). Obat-obat golongan ini tidak memiliki efek terhadap
metabolisme bradikinin sehingga merupakan penghambat yang lebih selektif
terhadap efek angiotensin dibandingkan dengan penghambat ACE. Mereka juga
memiliki potensi untuk menghambat kerja angiotensin secara lebih menyeluruh
dibandingkan dnegan penghambat ACE sebab terdapat enzim-enzim lain selain ACE
yang dapat menghasilkan angiotensin II. Obat golongan ini mempunyai keuntungan
sama seperti obat golongan penghambat golongan ACE. Dan efek samping
keduanya pun mirip yaitu tidak boleh digunakan selama kehamilan. (Katzung,
2010). Penggunaan obat golongan obat anti hipertensi cukup banyak, hal ini sesuai
seperti yang digambarkan pada karakteristik subjek penelitian berdasarkan penyakit
komplikasi yang paling banyak diderita yaitu hipertensi (Gunawan, dkk., 2009).

c. Obat Saluran Pernapasan


Terdapat 2 golongan obat yang digunakan pada obat saluran pernapasan ini
yaitu antitusif/ mukolitik dan anti asma. Obat-obat saluran penapasan khususnya
untuk asma, memiliki efek farmakologi penting dalam pengobatannya yaitu
melemaskan otot polos saluran napas dan menghambat pelepasan mediator

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


72

bronkokonstriksi dari sel-sel mast Salbutamol dapat menyebabkan bronkodilatasi


yang setara dengan yang dihasilkan isoproterenol. Salbutamol mengandung albuterol
yang juga merupakan golongan obat selektif β2 yang paling banyak digunakan dalam
pengobatan asma (Katzung, 2010).
Sedangkan obat mukolitik ialah obat yang dapat mengencerkan sekret
saluran napas dengan jalan memecah benang-benang mukoprtein dan
mukopolisakarida dari sputum (Gunawan, dkk., 2009). Contoh obat yang digunakan
oleh pasien DM tipe 2 pada penelitian adalah ambroksol.

d. Obat Saluran Cerna


Obat saluran cerna merupakan obat yang paling banyak digunakan oleh
pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pelabuhan.
Obat saluran cerna yang digunakan dalam penelitian ini adalah obat golongan
antitukak peptik, anti spasmodik, GIT regulator, anti diare, pencahar, serta enzim
pencernaan. Obat-obat tersebut digunakan untuk mengatasi efek samping yang
timbul dari penggunaan obat antidiabetik, serta obat lainnya yang digunakan oleh
pasien untuk mengatasi keluhan lainnya.
Salah satunya, obat kelompok antagonis histamin H2 yaitu ranitidin
digunakan oleh beberapa pasien pada penelitan ini yakni sebanyak 8 pasien.
Mekanisme kerja ranitidin yaitu dengan cepat menyerap di usus, ranitidin
mengalami metanolisme lintas-pertama di hati sehingga membuat biovailabilitasnya
manjadi sekitar 50%. Antagonis H2 menunjukkan inhibisi kompetitif di reseptor H2
sel parietal dan menean sekresi asam, baik eksresi asam basal maupun yang di
rangsang oleh makanan, secara linear dan bergantung pada dosis. Obat ini sangat
selektif dan tidak mempengaruhi reseptor H1 dan H2 volume sekresi lambung dan
kadar pepsin berkurang (Katzung, 2010).

e. Obat Anti Alergi


Obat anti alergi yang digunakan oleh pasien diabetes yaitu cetirizine yang
cukup aman untuk segala usia. Cetirizin adalah metabolit aktif dari hidroksizin yang
memiliki masa kerja yang lebih panjang, serta merupakan antihistamin yang selektif,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


73

Diaman hidrosizin merupakan antihistamin generasi kedua (Gunawan, dkk., 2009).


Cetirizin digunakan oleh beberapa pasien pada penelitian ini yakni 2 pasien.

f. Cairan Untuk Keseimbangan Air, Elektrolit, Dialisis dan Nutrisi


Obat yang digunakan pada golongan obat ini yaitu asparK dan KSR yang
diberikan dalam bentuk sediaan tablet. Kedua obat ini digunakan untuk membantu
meningkatkan kadar ion kalium dalam darah yang kurang. Contoh pada pasien
nomor 6, yang memiliki kadar elektrolit kalium yang rendah yaitu 1,48 mmol/L
sehingga diberikan terapi KSR selam 6 hari untuk mengatasi kekurangan kalium
yang diderita oleh pasien. Namun tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium
kembali pada pasien, sehingga tidak dapat diketahui perubahan kadar kalium pasien
selanjutnya.

g. Anti Infeksi
Penggunaan antiinfeksi sebagai agen antibakteri pada pasien DM sangat
penting karena jika terjadi luka akan lebih sukar sembuh. Hal ini karena pada
lingkungan yang mengandung kadar glukosa yang tinggi merupakan tempat
perkembangan bakteri yang baik. Obat yang digunakan pada penelitian terdapat
beberapa golongan yaitu golongan penicillin, sefalosforin, kuinolon, makrolida,
golongan betalaktam lain, antifungi dan golongan lain.
Pada penelitian ini pasien nomor 7 menggunakan antibiotik yaitu
siprofloksasin yang termasuk dalam kelompok kuinolon. ciprofloksasin dapat
melawan bakteri gram positif dan negatif. Antibiotik ini diindikasikan untuk
mengobati pneumonia dan beberapa beberapa stafilokokus. Mekanisme aksi obat
siprofloksasin ini dengan menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat
topoisomerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV bateri. DNA girase mencegah
relaksasi DNA supercoiled positif yang diperlukan untuk trasnkripsi dan replikasi
normal sehingga sintesis DNA terganggu (katzung, 2010).

h. Vitamin dan Mineral


Vitamin dan beberapa mineral penting untuk metabolisme. Vitamin
merupakan senyawa organik yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil untuk

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


74

mempertahankan kesehatan dan sering kali bekerja sebagai kofaktor untuk enzim
metabolisme. Sedangkan mineral merupakan senyawa anorganik yang merupakan
bagian penting dari enzim, mengatur berbagai fungsi fisiologis, dan dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan termasuk tulang (Gunawan, dkk.,
2009).
Obat yang digunakan pada golongan ini yaitu vitamin B dan antianemia.
Vitamin B kompleks sebagai vitamin neurotropik yang sangat baik diberikan pada
pasien lanjut usia. Sedangkan golongan obat antianemia yaitu asam folat. Dimana
keadaan anemia pada pasien salah satunya dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi
tertentu dan akibat pemberian obat antidiabetes tertentu. Anemia suatu keadaan
defisiensi eritrosit pengangkut oksigen (Katzung, 2010). Pada pasien diabetes
melitus yang juga mengalami anemia dapat menghambat pemeriksaan Hba1c pada
pasien diabetes. Hal ini dikarenakan pergantian eritrosit yang lebih cepat sehingga
pemeriksaan tidak valid.

i. Obat Penyakit kulit


Obat yang digunakan untuk penyakit kulit yaitu obat kemisetin golongan
kloramfenikol dan miconazol golongan imidazol. Obat mikonazol digunakan secara
topikal (seperti kulit), atau pada membran mukosa untuk mengobati infeksi yang
disebabkan oleh fungi. Ketokonazol terutama efektif untuk histoplasmolisis paru,
tulang, sendi, dan jaringan lemak. Mekanisme kerjanya dengan cara mikonazol
masuk kedalam sel jamur dan menyebabkan kerusakan dinding sel sehingga
permeabilitas terhadap zat intrasel meningkat. Sedangkan obat kemisetin umumnya
bersifat bakteriostatik. Obat ini terikat pada ribosom subunit 50s dan menghambat
enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses
sintesis protein kuman, mekanisme ini juga diduga dapat menyebabkan efek toksik
pada obat ini (Gunawan, dkk., 2009).

j. Kemoterapetik lain
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas dua dua kelompok
obat lini-pertama dan lini kedua. Kelompok obat lini pertama, yaitu isoniazid,
rifampisin, etambutol, streptomisin, dan pirazinamid, memperlihatkan efektivitas

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


75

yang tinggi dengan toksisitas yang dapat diterima. Antituberkulosis line-kedua


adalah antibiotik golongan fluorokuinolon (spirofloksasin, ofloksasin,
levofloksasin), sikloserin, etionamid, amiksasin, kanamisin, kapreomisin, dan
paraaminosalisilat (Gunawan, dkk., 2009).
Terdapat 2 pasien yang menggunakan obat antituberkulosis yaitu obat
rimstar 4FDC, dimana pasien diabetes melitus mengalami komplikasi tuberkulosis.
Tablet obat ini adalah kombinasi obat takaran tetap yang mengandung rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan etambutol, kombinasi ini merupakan lini pertama yang
dipakai untuk menyembuhkan TBC.Pengobatan ini digunakan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan ng diberikan sesuai dengan berat
badan pasien. Pasien DM yang juga mengalami TBC harus selalu dikontrol
pengobatannya. Jika pasien juga menderita TBC perlu diperhatikan dalam
penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi efektivitas antidiabetika
oral golongan sulfonilurea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika tersebut
(Gunawan, dkk., 2009).
Contohnya pada pasien nomor 18 yang mengalami TBC dan mendapat terapi
rifampisin untuk mengobati TBC yang dideritanya serta mendapatkan terapi
glikuidon yang merupakan salah satu golongan sulfonilurea. Namun dosis pada obat
glikuidon telah ditingkatkan menjadi 3x30mg hal ini untuk menghindari penurunan
aktivitas obat glikuidon.

4.2.2.4 Jumlah Penggunaan Obat


Pasien geriatri dengan diabetes melitus tipe 2 selama dirawat inap di Rumah
Sakit Umum Pelabuhan tidak hanya menerima obat antidiabetes saja. Pasien tersebut
menggunakan obat lain untuk mengatasi masalah penyakit komplikasi dan penyerta
lainnya. Sehingga jumlah obat yang digunakan oleh pasien bervariasi. Penggunaan
obat yang lebih dari satu yang diterima oleh pasien dapat disebut dengan polifarmasi
penggunaan obat lebih dari satu dapat menyebabkan masalah seperti ketidaksesuaian
pengobatan (interaksi obat, penggandaan obat), ketidak patuhan, dan efek samping
obat yang tidak diinginkan. (Hajar, dkk., 2007).
Contoh pada pasien nomor 5, yang paling banyak menggunakan obat selama
dirawat yakni 25 obat. Dan jumlah perhari obat yang digunakan bervariasi yakni 6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


76

obat sampai 16 obat. Pada pasien tersebut, salah satu obat yang digunakan oleh
pasien berpotensi terjadi interaksi obat yaitu pada obat glikuidon dengan obat
meloksikam untuk anti reumatik.

4.2.3 Drug Related Problems (DRPs)


Pada pemberian terapi untuk pasien diabetes melitus geriatri akan cenderung
untuk mengalami DRPs lebih tinggi, hal ini harus dihindari agar tidak terjadi.
Karena DRPs dapat mempengaruhi selama proses terapi dan tujuan terapi. Pada
masalah ini, peran farmasi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir terjadinya DRPs
pada penggunaan obat. Evaluasi DRPs sangat mendukung untuk menghindari
terjadinya risiko DRPs, yang mengingat bahwa kejadian DRPs terutama yang
dialami oleh pasien geriatri baik mendapat terapi tunggal maupun kombinasi masih
sangat tinggi. Penurunan pada fungsi organ dan fisiologi pada pasien geriatri sangat
berpengaruh pada proses terapi berlangsung, dan perlu diperhatikan secara khusus.
Evaluasi DRPs bertujuan untuk menjamin pengobatan yang berikan kepada pasien
dapat berhasil mencapai efek terapi dan pasien mendapatkan pengobatan yang aman,
berkhasiat, dan bermutu. Evaluasi DRPs terdiri dari beberapa kategori yaitu: butuh
tambahan obat, obat tanpa indikasi, salah obat, dosis dibawah dosis terapi, dosis
melebihi dosis terapi, interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. Namun, pada
penelitian ini tidak dapat dilakukan untuk evaluasi kategori ketidakpatuhan pasien
karena penelitian bersifat retrospektif. Pada evaluasi DRPs, pasien dikatakan
mengalami DRPs pada pengobatannya ketika pasien mengalami dari salah satu
kategori DRPs tersebut. Dan pasien dikatakan bahwa tidak mengalami DRPs jika
seluruh obat antidiabetes yang digunakan oleh pasien tidak satupun mengalami
DRPs. Gambaran penilaian evaluasi DRPs berdasarkan pemberian obat antidiabetes
pada pasien rawat inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan dapat dilihat pada gambar
4.10. Namun evaluasi DRP yang terjadi tidak dapat dikatakan rasional karena tidak
dapat dibandingkan dengan protokol yang telah ada. Dimana menurut protokol
terapi diabetes melitus tipe 2 ditahun 2010, bahwa penanganan DM tipe 2 tidak
dapat ketahui apakah pasien melakukan penanganan tahap awal atau lanjut. sehingga
tidak bisa dilihat apakah penangan pasien telah sesuai aturan protokol yang telah ada
atau belum.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


77

1. DRPs Butuh Tambahan Obat


Butuh tambahan obat merupakan pemberian terapi tambahan antidiabetes
atas dasar diagnosis yang ditegakkan, sesuai dengan diagnosis yang tercantum
direkam medik. Penilaian evaluasi DRPs butuh tambahan obat pada pasien
didasarkan dari kondisi pasien dan kadar gula darah pasien. Pasien dapat dikatakan
butuh tambahan obat jika kadar gula darah sewaktu pasien masih >200mg/dl atau
GDP pasien >126 mg/dl dan penderita mengalami gangguan medis baru yang
memerlukan terapi obat tambahan yang dapat dilihat dari keluhan dan diagnosis
pada pasien. Dikatakan butuh tambahan obat lainnya, jika salah satu kriteria
pengendalian diabetes melitus tidak tercapai. Kriteria pengendalian diabetes melitus
menurut PERKENI 2011 yang dikutip dari Ndraha tahun 2014, sebagai berikut :
a. IMT : 18,5 - <23 kg/m2
b. Tekanan Darah Sistolik : <130 mmHg
c. Tekanan Darah Diastolik : < 80 mmHg
d. Glukosa Darah 2 jam PP : <140 mg/dL
e. HbA1c : <7 %
f. Kolesterol LDL : < 100 mg/dL
g. Kolesterol HDL : pria ( >40mg/dL) dan perempuan ( >50mg/dL)
h. Trigliserid : <150 mg/dL
Namun, pada kriteria pengendalian DM tidak dapat dilihat semuanya karena
keterbatasan dalam penelitian dimana data rekam medik pada pasien tidak lengkap.
Sehingga hanya dapat melihat GDS, tekanan darah, HbA1c hanya beberapa pasien
yang memiliki data laboratorium HbA1c, dan GDP juga beberapa pasien yang
memiliki data laboratorium tersebut.
Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 3 pasien yang mengalami DRPs
butuh tambahan obat. Contoh pada pasien nomor 9, yang memiliki tekanan darah
terakhir dirawat yakni 140/90 mmHg (>130/80 mmHg). Pasien telah mendapatkan
terapi antihipertensi (tensivask) selama di rawat inap. Maka pasien dapat diberikan
terapi kombinasi untuk menurunkan tekanan darah pasien, yakni terapi kombinasi
yang dapat diberikan yaitu tiazid, dimana pasien dapat diberikan kombinasi tersebut

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


78

pada pasien dengan diabetes melitus pada pasien geriatri (PL Detail Document,
2014).
Pada pasien nomor 10, 27, pasien tersebut memiliki tekanan darah >130/80
mmHg. Namun tidak dapat dikatakan butuh tambahan obat antihipertensi, karena
pasien tidak terdiagnosa hipertensi atau memiliki riwayat hipertensi. Pasien dapat
dikatakan hipertensi tidak dapat dilihat hanya dari tekanan darah saja, perlu
melakukan pengukuran lain beberapa kali untuk diagnosis hipertensi.

2. DRPs Obat Tanpa Indikasi


Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat antidiabetes yang tidak sesuai
dengan indikasi atau diagnosis pada pasien. Diagnosis pasien dapat ditegakkan 3
cara. Pertama, jika ada keluhan khas klinis pada pasien (poliuria, polidipsia,
polifagia dan penurunan berat badan yang yang tidak jelas sebabnya) serta GDS
>200mg/dl. Kedua, dengan ada tanda klasik (lemah, kesemutan, gatal mata kabur,
disfungsi ereksi, oruritus vulvae) dan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl sudah
cukup menegakkan diagnosis diabetes melitus. Ketiga, dilakukan tes toleransi
glukosa oral (TTGO) dengan mengukur kadar glukosa darah 2 jam setelah minum
75 g glukosa (PERKENI, 2006). Selain itu, kadar Hba1c juga menunjukkan status
kontrol glikemik jangka panjang, lebih baik daripada kadar glukosa darah atau urin
yang bersifat jangka pendek (hitungan jam atau hari saja). Menurut Clinical practice
Recommendations yang diterbitkan oleh American Diabetes Association (ADA) nilai
sasaran Hba1c pada pasien DM adalah ≤7,0%.
Dari hasil data yang didapatkan menunjukkan bahwa tidak terdapat
pemberian antidiabetik tanpa indikasi pada penilitian ini. Contohnya pada pasien
nomor 20, pasien diberikan antidiabetik oral metformin, hal ini dikarenakan kadar
glukosa darah sewaktu pasien (236 mg/dl), kadar gluosa darah puasa pasien (166
mg/dl), Hba1c 8,1% dan disertai dengan lemas pada kedua kaki dan kesemutan.
Berdasarkan data hasil analisis, pada pemberian antidiabetik tidak terdapat
pemberian antidiabetik yang tanpa indikasi hal ini dikarenakan pemakaian
antidiabetik tersebut telah sesuai dengan diagnosis yang dialami oleh pasien.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


79

3. Salah Obat
Kesalahan pada pemilihan obat yaitu pasien mendapatkan terapi tidak tepat
seperti obat bukan yang paling efektif, pasien alergi atau kontraindikasi, dan
kontraindikasi terhadap kondisi patologi pasien (gangguan ginjal dan hati).
Gangguan hati dapat dilihat pada hasil laboratorium SGOT/AST dan SGPT/ALT,
nilai rujukan Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta yakni AST (15-37 u/l), ALT (12-37
u/l). Peningkatan enzim aminotransferase (juga dikenal sebagai transaminase),
SGPT dan SGOT, biasanya mengarah pada perlukaan hepatoseluler atau inflamasi.
Sedangkan gangguan pada ginjal dapat dilihat dengan mengetahui fungsi dan
progresi penyakit dari laju filtrasi glomerulus dan kemampuan eksresi. Hal ini dapat
dilihat dari pengukuran kadar plasma kreatinin dan ureum, dimana pengukuran
kadar plasma kreatinin lebih baik dibandingkan kadar plasma ureum. Kenaikan
plasma kreatinin 1-2 mg/dl dari normal menandakan penurunan LFG ± 50%.
(Sudoyo, dkk., 2006). Terdapat kadar plasma kreatinin yang dirujuk oleh Rumah
Sakit Umum Pelabuhan yakni pria (0,8 – 1,5 mg/dl) dan perempuan (0,8-1,4mg/dL)
.
Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 2 pasien yang mendapat salah
obat antidiabetes yang tidak sesuai dengan kondisi patologi yang dialami pasien.
Contohnya pada pasien nomor 13, pasien memiliki nilai ureum sebesar 41 mg/dl dan
kreatinin 2.0 mg/dl, hal ini menunjukkan bahwa kerja ginjal pada pasien sedang
mengalami gangguan. Pada tahun 2010, menurut United Kingdom’s National
Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) menyarankan penyesuaian dosis
jika metformin hendak digunakan paada pasien dengan bersihan kreatinin lebih dari
1,5 mg/dl dan menghentikan pemberian metformin jika kreatinin serum pasien lebih
dari 1,7 mg/dl. Pasien yang mendapatkan obat dengan tepat seperti contoh pasien
nomor 7, pasien memiliki komplikasi hepatitis dan CKD (Chronic Kidney Disease)
lalu diberikan terapi antidiabetes glikuidon. Obat ini sangat tepat karena hampir
seutuhnya di eksresi melalui empedu dan usus, sehingga dapat diberikan pada pasien
dengan gangguan fungsi hati dan ginjal lebih berat (Soegondo, 2005).

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


80

4. Dosis Dibawah Dosis Terapi


Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah mengakibatkan
ketidakefektifan dalam mencapai efek terapi yang diinginkan. Dosis yang diberikan
harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada literatur
(Drug Information Handbook). Penilaian evaluasi DRPs dosis dibawah dosis terapi
pada pasien didasarkan pada dosis regimen yang diberikan. Dari hasil analisis
deskriptif dapat terlihat bahwa tidak terdapat pasien yang mendapatkan dosis
dibawah dosis terapi, seluruh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Pelabuhan telah mendapatkan dosis yang tepat.

5. Dosis Melebihi Dosis Terapi


Pemberian obat dengan dosis melebihi dosis terapi dapat terjadi peningkatan
risiko efek toksik. Dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan
dosis yang sudah ditetapkan pada literatur (Drug Information Handbook). Hasil
analisa deskriptif pada dosis melebihi dosis terapi pada pasien didasarkan pada dosis
regimen yang diberikan dan tidak terdapat pasien yang menerima dosis melebihi
dosis terapi, seluruh pasien rawat inap geriatri diabetes melitus tipe 2 di Rumah
Sakit Umum Pelabuhan telah mendapatkan dosis yang tepat.

6. Interaksi Obat
Interaksi obat merupakan hal yang sangat dihindari dari pemberian obat.
Interaksi obat yang mungkin timbul dari pemakaian insulin dengan obat
hipoglikemik oral atau dengan obat yang lain dapat dilihat pada refrensi yang lebih
detail, misalnya Medscape, drug information handbook, dan drugs.com. Interaksi
antar sesama obat antidiabetes dan interaksi obat antidiabetes dengan obat lain dapat
mempengaruhi efek dari obat antidiabetes dan akan mempengaruhi kadar glukosa
darah. Hal ini dapat menyebabkan kadar glukosa darah yang menurun secara drastis
(hipoglikemia) atau dapat menyebabkan keadaan kadar glukosa darah yang melebihi
batas normal (hiperglikemia), gula darah sewaktu >200mg/dl (hiperglikemia).
Contoh pasien nomor 22, terdapat 3 obat yang berpotensi mengalami
interaksi obat. Interaksi pertama, pada obat ramipril dengan glikuidon, hal ini

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


81

menyebabkan ramipril dapat meningkatkan efek glikuidon secara farmakodinamik.


Interaksi kedua, glikuidon dengan aspirin yang mempunyai efek yaitu aspirin yang
dapat meningkatkan efek glikuidon dengan mekanisme yang tidak diketahui secara
jelas. Interaksi ketiga, glikuidon dan captopril yang berpotensi pada captopril yang
dapat meningkatkan efek glikuidon secara farmakodinamik. Namun ketiga interaksi
ini tidak berdampak kepada pasien karena dilihat dari kadar glukosa sewaktu pasien
masih didalam rentan normal. Dan jika dilihat dari tingkat keparahannya, potensi
ketiga interaksi obat tersebut termasuk tingkat moderat.
Dari hasil data deskriptif tersebut, terdapat 18 pasien potensial mengalami
DRPs interaksi obat. Meskipun terdapat potensi interaksi obat, namun efek interaksi
obat tersebut tidak terjadi pada pasien yang dilihat dari kadar GDS pasien.

4.2.4 Analisis Bivariat


4.2.4.1 Hubungan antara Usia dengan DRPs
Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,629 (P > 0,05) maka diperoleh dengan
kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan
DRPs.

4.2.4.2 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan DRPs


Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs, didapatkan nilai P = 0,119 (P >0,05), maka diperoleh kesimpulan
bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan DRPs.

4.2.4.3 Hubungan antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs


Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,891 (P> 0,05) maka diperoleh dengan
kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan
DRPs.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


82

4.2.4.4 Hubungan antara Penyakit Penyerta dengan DRPs


Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs tidak diterdapat hasil uji, karena hasil persentase penyakit penyerta
sudah konstan. Dimana uji statistik yang menggunakan metode ini, tidak boleh
terdapat data yang homogen karena tidak akan mendapatkan hasil konstan.

4.2.4.5 Hubungan antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan DRPs


Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,004 (P > 0,05) maka diperoleh dengan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara antidiabetes tunggal
dengan DRPs.

4.2.4.6 Hubungan antara Obat Antidiabetes Kombinasi dengan DRPs


Dari hasil uji statistik menggunakan metode Chi-Square pada kategori usia
terhadap DRPs, didapatkan nilai P= 0,004 (P> 0,05) maka diperoleh dengan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan DRPs.

4.3 Keterbatasan Penelitian


4.3.1 Kendala
1. Pengambilan data dan jumlah sampel
Pada proses pengambilan data ada beberapa data pasien yang kurang lengkap
serta pasien yang sedang dirawat kembali sehingga tidak dapat diambil data
pasien dan menyebabkan sampel menjadi semakin sedikit.
2. Diagnosis data
Hasil laboratorium untuk pemeriksaan kadar gula darah sewaktu tidak rutin
dilaksanakan sehingga tidak dapat melihat perkembangan gula darah sewaktu
pasien perhari. Dan hasil laboratorium lainnya juga tidak dilakukan secara
rutin.
5. Protokol terapi DM tipe 2
Tidak terdapat protokol sehingga tidak dapat diketahui kerasionalan penelitian
evaluasi DRP.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


83

4.3.2 Kelemahan
Penelitian ini memiliki kekurangan, diantaranya:
1. Penelitian deskriptif retrospektif
Pada penelitian deskriptif hanya dapat dilakukan demografi berupa hasil
analisis ketepatan untuk mengetahui DRPs pada terapi yang digunakan oleh
pasien.Selain itu metode retrospektif, dimana waktu kejadian sudah terjadi,
tidak dapat dilakukan pertanyaan secara langsung pada pasien.
2. Jumlah sampel
Jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sedikit dikarenakan terdapat
waktu yang tidak memenuhi kriteria dan formulir terapi obat yang hilang.
3. Penelitian ini tidak dapat dikatakan seutuhnya rasional, dikarenakan penilaian
diagnosis pasien tidak secara langsung, melainkan menarik kesimpulan dari
diagnosis yang tercatat di rekam medis.

4.4 Kekuatan
Penelitian ini sebelumnya belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pelabuhan Jakarta Utara. Maka, diharapkan penelitian ini dapat menjadi refrensi
dan gambaran Drug Related Problems pada pasien rawat inap geriatri dengan
diabetes melitus tipe 2.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


84

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Karakteristik berdasarkan usia yang terbanyak yakni usia lanjut 60-74 tahun
(elderly) sebanyak 18 pasien (64,28%). Berdasarkan jenis kelamin yang
terbanyak yakni perempuan sebanyak 17 pasien (60,71%). Berdasarkan
penyakit komplikasi yang terbanyak diderita pasien adalah hipertensi
sebanyak 10 pasien (35,71%) dan berdasarkan penyakit penyerta yang paling
banyak adalah mialgia sebanyak 12 pasien (42,85%).
2. Persentase penggunaan obat antidiabetik tunggal sebesar 60,71% dan
penggunaan obat antidiabetik kombinasi yakni 39,28%.
3. Terdapat 11 kelas terapi yang diberikan pada pasien dengan penggunaan
terbesar adalah obat kelas terapi gastrointestinal sebesar 85,71%.
4. Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi adalah butuh tambahan obat
sebanyak 3 pasien (10,71%). salah obat sebanyak 2 pasien (7,14% ) dan
interaksi obat sebanyak 14 pasien (50%).

5.2 Saran
1. Perlu adanya monitoring dan evaluasi penggunaan antidibetik secara sistematis
yang dilaksanakan secara teratur untuk mengatasi DRPs.
2. Perlu adanya kerjasama dan kolaborasi yang tepat antara dokter, apoteker, dan
tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian
dan pengobatan pada pasien, sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif,
dan aman.
3. Perlu adanya klinisi agar hasil penelitian lebih bermakna.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

84
85

Daftar Pustaka

American Diabetes Asoociation. 2014. Standards of Medical Care In Diabetes 2014,


Vol 37 (suppl 1) . American Diabetes Asoociation. Hal. 27

Atkinson A, Abernethy DR, Daniels CE, Dedrick RL, Markey SP .2007. Principles
of Clinical Pharmacology Second Edition.USA: Elsevier Inc. p.230.

Ayuningtyas, Maria Fea Fessy. 2010. (Skripsi) Evaluasi Drug Related Problems
Obat Hipoglikemik Kombinasi Pada Pasien Geriatri Diabetes Melitus Tipe 2
Di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Januari-
Juni 2009. Yogyakarta: Fakultas Farmasi USD.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik


Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Laporan Nasional
2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Baxter, Karen. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Edisi Kedelapan. Great Britain:
Pharmaceutical Press. p.1-10.

Cello. 2010. Diabetes melitus Type 2 Protocol. Leiden: Mw. M. van Mierlo,practice
nurse, Mw. C. Gieskes, diabetes nurse. p.1-10

Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk penyakit Diabetes


melitus . Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

Dewi, Sofia Rhosma. 2012. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV


BUDI UTAMA. Hal.4

Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzkee GR, Wells BG, Posey LM (Eds.6). 2008.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. Edisi ke-7, New York : Mc
Graw-Hill Medical Publishing Division.p.1334-1356

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Drugs.Com. Diakses 20maret - 12april 2015.


http://www.drugs.com/drug_interactions.php.

Gunawan, dkk., 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.

Hajjar ER, et.al. 2007. Polipharmacy in Elderly Patients. USA: The American
Journal of Geriatric Pharmacotherapy.

Hardhana B, dkk. 2012. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.2012. Profil Kesehatan Indonesia. Hal.112.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


86

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/05/21/populasi-dan-sampel/ diakses
pada 7 juni 2015 pukul 19.36 WIB

http://panduanskripsi.com/teknik-teknik-dalam-menentukan-pengambilan-sampel-
penelitian-skripsi/ diakses pada 2 juni 2015 pukul 09.35 WIB.

http://www.scribd.com/doc/234334110/Konsensus-DM-Perkeni-2011#scribd
diakses pada 25 mei 2015 pukul 22.17 WIB

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/ diakses pada 25 mei 2015


pukul 21.51 WIB.

http://www.who.int/whosis/whostat/2009/en/ diakses pada 25 mei 2015 pukul 21.57


WIB.

Istiqomatunissa. 2014. (Skripsi) Rasionalitas Obat Antidiabetes dan Evaluasi Beban


Biaya. Jakarta: FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC.

Keller I, Makpiaa A, Kalache A. 2002. Global Survey on Geriatrics in the Medical


Curiculum. Geneva: World Health Organization.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

Lacy CF, Amstrong LL, Goldman MP, Lance LL. 2006.Drug Information
Handbook, 14thEdition, AphA. Lexi-Comp’s.

Martono H, Pranarka K. 2009. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri Edisi Keempat.


Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal.3-9.

Medscape.com. online 20 maret-14 april 2015


http://www.medscape.com/druginfo/ druginterchecker.

Ndraha, Suzanna. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini, Vol. 27,
No.2. Jakarta: Departemen Penyakit Dalam FKUKRIDA. Hal. 11-13.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang


standar pelayanan kefarmasien di puskesmas. Hal. 19-22.

PK Adusumili, R Adepu. 2014.(Review Article) Drug Related Problems: An Over


View of Various Classification System. Jakarta: Department of Pharmacy
Practice.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


87

Rahmawati Y, Sunarti S. 2014. Permasalahan Pemberian Obat pada Pasien di Ruang


Perawatan RSUD Saiful Anwar Malang. Malang: FK Brawijaya. Hal. 142

PL Detail Document. 2014. Stepwise Treatment of Hypertension. California:


Pharmacist LetteR/Prescribers Letter.

Potter AP, Perry AG. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2014. Situasi dan Analisis
Diabetes. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Hal.2.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2013.Pedoman Pewancara Petugas Pengumpul


Data. Jakarta: Badan Litbangkes Depkes RI.

Rosyada A, Trihandini I. 2013. Determinan Komplikasi Kronik Diabetes Melitus


Pada Lanjut Usia. Jakarta: FKM UI. Hal.1

Siregar CJP, Lia A. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18.

Smeltzer CS, Bare GB. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I.2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. Jakarta: Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto
Mangunkusumo – FKUI. Hal.36-40, 161-164, 114-129.

Strand LM, Petter CM, Cipolle RJ, Ramsey R, Lamsam GD. 1990. Drug Related
Problems: Their Structure and Function. Amerika Serikat: Departemen of
Pharmacy Practice.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Huri HZ, Xin CH, Sulaiman CZ. (2014). Drug Related Problems in Patients with
Benign Prostatic Hyperplasia: A Cross Sectional Retrospective Study. Hong
Kong: The Chinese University of Hong Kong. p.1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


88

Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Prodi Farmasi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


89

Lanjutan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


90

Lampiran 2. Rekapitulasi Data Sampel


N L Tanggal Riwayat Diagn Keluhan Obat yang Nama Ket. Rute Dosis Waktu Hasil Laboratorium Status pasien
o / dirawat Pasien osa lain digunakan Generik Obat Obat pengguna Laborator Analisis Tanggal
P diraw an ium fungsi
at Darah hati
1 P 28/1/14- Hipertens Arthri Seluruh Metrix Glimepi Antidia Oral 1x2mg 28/1/14 – GDS : Ureum: 28/1/2014 Belum Sembuh
3/2/14 i DM tis badan rid betik 3/2/14 177 26
sakit oral E: 4,21 Kreatinin:
semua, Hb: 12,2 1.2
nyeri Ht: 35,3 AST: 27
sendi, T:228000 ALT: 33
nyeri L: 6.760
bahu Metformi Meform Antidia Oral 1x500m 28/1/14 – GDS: 29/1/2014 TD masuk:
n in betik g 3/2/14 160 130/80
oral
Tensivask Amlodi Antihip Oral 1x5mg 28/1/14 – GDS: 142 30/1/14
pin ertensi 3/2/14
Voltaren Na NSAID Oral 28/1/14 – GDS: 70 1/1/2014 TD keluar:
SR diklofen 29/1/14 144/94
ak
Zaldiar Tramad Antipire Oral 1x1 / 28/1/14 – GDS: 137 2/1/2014
ol, tik 8jam 29/1/14
paraceta
mol
Ranitidin Ranitidi Lambun 2x1 28/1/14 GDS: 110 3/2/2014
n g
Remopain Ketorol Analges Infu 1x1 28/1/14-
ac ik s 2/2/14
trometh
amin
Farmado Paraseta Antipire IV 2x1 28/1/14
extra mol tik
Omeprazo Omepra Lambun IV 1x1 28/1/14 –
l zol g 3/2/14
2 P 17/3/14- DM Hipert Batuk Inj. Insulin Antidia SC 3x100m 17/3/14- GDS: 354 Ureum: 17/3/2014 Sembuh
21/3/14 Asma ensi darah, Novorapi betik g 21/3/14 28
Dyspe BAB d injeksi E: 4.92 Kreatinin:
psia hitam, ISDN Isosorbi Antiang Oral 3x5mg 17/3/14- Hb:13.6 1.6 TD masuk
Asma sesak d ina 21/3/14 Ht:40 :161/104
bronc nafasSe dinitrat L:15.47
hialle sak Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 17/3/14- T: 255000
CAD nafas, n g 21/3/14
Udem lemas, Ceftriaxo Ceftriax Antibiot Oral 2x1 17/3/14-
a nyeri n on ik 21/3/14
pulmo kaki Lasix Furose Antihip Oral 2x1 17/3/14- TD keluar:
nalis mid ertensi 21/3/14 120/70
Valsartan Valsarta Angiote Oral 1x1 19/3/14-
n nsin 21/3/14
reseptor
bloker
Salbutam Albuter Antiasm Oral 3x1 19/3/14-
ol ol a 21/3/14
Parasetam Paraceta Antipire Oral 3x1 20/3/14-
ol mol tik 21/3/14
asparK Kalium Obat Oral 1x1 19/3/14-
L- hypokal 21/3/14
aspartat emia
3 L 25/2/14- DM DM Fraktur, Metrix Glimepi Antidia Oral 1x2mg 25/2/14- GDS: 127 Ureum: 25/2/14 Belum Sembuh
14/3/14 Hipertens GOU nyeri rid betik 13/3/14 E: 3.55 36
i T pinggan oral Hb: 1.07 Kreatini
g Ht: 30.1 n: 1.3
belakan L: 7.44
g kanan, T: 194000
lemas,T Glukotika Metfor Antidia Oral 2x1//2 25/2/14- GDS 220 26/2/14 TD
ampak min betik 500mg 13/3/14 masuk:140/80
lebih oral
rileks, Fores Eperiso Relaksa Oral 2x1 1/3/14-
nyeri n HCl n otot 13/3/14
pinggan Trolip Fenofibr Anti Oral 2x1/2 25/2/14- GDS : 27/2/14
g at hiperlipi 13/3/14 180
demia
Kalmeco Mecoba Anemia Ora 3x500 1/3/14-
lamin 13/3/14
Nepatic Gabape Antiepil Oral 2x300 1/3/14- GDS: 151 1/3/14
ntin epsi 13/3/14
Allopurin Allopuri NSAID Oral 1x300 3/3/14- GDS: 187 2/3/14
nol mg 13/3/14
ol
Non Oral 3x1 6/3/14-
9/3/14
flamin
Epsonal Eperiso Relaksa Oral 2x 25/2/14-
ne HCl n otot 13/3/14 GDS: 125 5/3/14
Lanjutan Inj. Metil Kortiko IV 3x125cc 26/2/14- GDS : 6/3/14 Td keluar: 100/70
predniso steroid 1/3/14 114
Hexilon
lone
Inj.Trados Tramad Analges IV 3x1 25/2/14-
ol ik 13/3/14
ix/Tramad
ol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


91

Inj. Rocer Omepaz Lambun IV 2x1 25/2/14-


ol g 13/3/14
Inj. IV 3x1 8/3/14-
13/3/14
Hibone
Inj. Lansopr Lambun IV 2x1 11/3/14-
azol g 13/3/14
Lansopraz
ol
Inf. Clasta Asam Metabol IV Setahun 6/3/14-
zoledro isme 1 kali, 10/3/14
nat tulang dalam
waktu
1/2jam
4 P 12/5/14- Hipertens GER Mual, Metformi Metfor Antidia Oral 1x500 12/5/14- E:4.58 - 12/5/14 Belum Senmuh
13/5/14 i D Muntah, min betik mg 13/4/15 Hb: 12.7
n
DM sesak oral Ht: 36.8
GERD nafas, L: 16.92
diare T:338000
GDS: 190
Amlodipi Amlodi Antihip Oral 1x5mg 12/5/14- GDS: 150 13/5/14 TD masuk:
pin ertensi 13/4/15 152/94
n
Parasetam Paraseta Antipire Oral 3x1 12/5/14-
mol tik 13/4/15
ol
Ceftriaxo Ceftriax Antibiot Oral 2x1 12/5/14-
on ik 13/4/15
n
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 12/5/14-
n g 13/4/15
Newdiata Attalpu Anti Oral 2x1 12/5/14 TD keluar:
git diare 120/70
b
Inj. Ondans Antieme IV 2x1 12/5/14-
etron tik 13/4/15
Ondansetr
on
Inj. Paraseta Antipire IV 1x1 12/5/14-
mol tik 13/4/15
Parasetam
ol
Inj. Tramad Antipire IV 2x1 12/5/14
ol / tik
Tramadol/
paraseta
Parasetam mol
ol

5 L 30/4/15- Aritmia Fraktu Nyeri Glikuidon Glikuid Antidia Oral 1x15mg 1/5/14- E: 4.63 Ureum: 1/5/14 Sembuh
17/5/14 Fraktur r kaki on betik 17/5/14 Hb: 13.8 27
CHF kanan, oral Ht:39.6 Kreatinin:
lemas, Eclid Akarbos Antidia Oral 2x100m 1/5/14- L: 6.11 1.0 TD masuk:
pusing, a betik g 17/5/14 T: 311000 AST: 13 159/102
tidak oral GDS: 84 ALT:17
bisa Hibone Boneste Metabol Oral 2x1 1/5/14-
jalan in ism 17/5/14
tulang
Imdur Isosorbi Antiang Oral 1x1/2 1/5/14- GDS: 147 4/5/14
d ina 10mg 17/5/14
mononit
rat
Asam Asam Vitamin Oral 2x1 1/5/14- GDS: 100 8/5/14
folat 17/5/14
folat
Brain act Citicoli Vasodil Oral 1x1 1/5/14- GDS: 91 6/5/14
n ator 17/5/14
perifer
Canderin Candesa Angiote Oral 1x8mg 2/5/14- GDS: 90 7/5/14
rtan nsin 17/5/14
reseptor
bloker
Cordaron Amioda Obat Oral 2x1 2/5/14- GDS: 100 10/5/14
ron jantung 17/5/14
Amlodipin Amlodi Antihip Oral 1x10mg 2/5/14- GDS: 119 9/5/14
pin ertensi 17/5/14
Klonidin Klonidi Antihip Oral 2x1/2 2/5/14-
n ertensi 0.2mg 17/5/14
Acetensa Losarta Angiote Oral 1x50mg 2/5/14 GDS: 138 14/5/14
n nsin
reseptor
bloker
Alprazola Alprazo Antiansi Oral 2x0.25 2/5/14- GDS: 121 13/5/14
lam etas mg 15/5/14
m
Rantin Ranitidi Lambun Oral 2x1 8/5/14- TD keluar:
n g 10/5/14 115/70
Ondansetr Ondans Antieme Oral 2x8mg 8/5/14- GDS: 113 12/5/14
etron tik 10/5/14
on

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


92
Lanjutan
Bioxon Ceftriax Antibiot Oral 2x1gr 8/5/14- GDS: 97 15/5/14
on ik 10/5/14
Ketorolak Ketorol Analges Oral 3x30mg 8/5/14- GDS: 111 16/5/14
ak ik 10/5/14
Ascardia Aspirin Antiplat Oral 1x80mg 10/5/14- GDS: 169 17/5/14
elet 13/5/14
Meloksika Meloksi NSAID Oral 1x1 11/5/14-
kam 17/5/14
m
Provital Vitamin Vitamin Oral 1x1 12/5/14-
B 17/5/14
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x200 13/5/14-
ik mg 17/5/14
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 16/5/14-
grel elet 17/5/14
el
Inj. Asam Menghe IV 3x1 4/5/14-
traneksa ntikan 7/5/14
Transami
mat pendara
n han
Inj. Vit K Vitamin Menghe IV 3x1 4/5/14-
K ntikan 7/5/14
pendara
han
Clasta Asam Metabol Infu 1x/hari 4/5/14-
zoledro ism s 17/5/14
nat tulang
Inj. Ceftriax Antibiot IV 2x1gr 11/5/14-
on ik 13/5/14
Ceftriaxo
n
6 L 18/5/14- Hipertens Colic Batuk, Glikuidon Glikuid Antidia Oral 2x15mg 18/5/14- GDS: 171 - 24/5/14 Sembuh
28/5/14 i abdo sesak on betik 20/5/14
DM men , nafas, oral
Aritmi demam, Me*trix Glimepi Antidia Oral 1x2 mg 26/5/14- TD masuk :
a mual, rid betik 27/5/14 150.90
CHF Sesak oral
nafas Inj. Insulin Antidia SC 1x4iu 26/5/14
berkura betik
ng. actravid
injeksi
Persantin Dipirida Antikoa Oral 2x25mg 18/5/14-
mol gulan 20/5/14
Pectosil Asetilsis Obat Oral 3x1 19/5/14-
tein pernapa 28/5/14
san
Letonal Spironol Antihip Oral 1x25mg 19/5/14-
akton ertensi 28/5/14
ISDN Isosorbi Antiang Oral 3x10mg 19/5/14-
d ina 28/5/14
dinitrat

Simvastat Simvast Antikol Oral 1x10mg 19/5/14- GDS: 422 25/5/14


atin esterol 28/5/14
in
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x75mg 19/5/14- GDS: 285 26/5/14 TD keluar :
grel elet 28/5/14 130/80
el
KSR Kalium Obat Oral 2x2 23/5/14- GDS: 485 27/5/14
clorida hypokal 28/5/14
emia
Digoxin Digoxin Obat Oral 1x1 23/5/14- GDS: 398 28/5/14
jantung 24/5/14
Cordaron Amioda Obat Oal 3x20mg 23/5/14-
jantung 28/5/14
ron
Simarc Warfari Antikoa Oral 2x1 26/5/14-
n gulan 28/5/14
Inj. Omepra Lambun IV 2x1 19/5/14-
zol g 28/5/14
gastrofer
Inj. Ketorol Analges IV 2x1 18/5/14
ak ik
Ketorolak
Inj. Ondans Antieme IV 2x8mg 18/5/14-
etron tik 28/5/14
Ondansetr
on
Inj. Metil Anti IV 3x1 19/5/14-
predniso inflamas 28/5/14
Metilpred
lone i
nisolon
Inj. Furose Antihip IV 1x1 19/5/14-
mid ertensi 28/5/14
Furosemi
d
Inj. Ceftriax Antibiot IV 2x1 19/5/14-
on ik 28/5/14
Ceftriaxo
n

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


93
Lanjutan
Cendolite Benzalk Obat Tete 1x6tetes 26/5/14-
onium tetes san 28/5/14
r
mata
7 L 29/5/14- DM Nyeri Nyeri Glukotika Metfor Antidia Oral 1x1/2 29/5/14- E: 4.42 Albumin: 4/6/14 Belum Sembuh
5/6/14 CAD perut perut di min betik tab 5/6/14 Hb: 13.7 2.9
Dyspepsi Mual ulu hati, oral 500mg Ht: 39.9
a mual, L: 13.26
dan T: 317000
batuk. GDS: 156
Glikuidon Glikuid Antidia Oral 3x1/2 29/5/14- GDS: 124 30/5/14 TD masuk :91/64
on betik 15mg 5/6/14
oral
Siproflok Siproflo Antibiot Oral 2x500 29/5/14- GDS: 167 31/5/14
kasasin ik 5/6/14
asasin
V-block Carvedil Antihip Oral 2x1/2 30/5/14- GDS: 107 1/6/14
ol ertensi tab 5/6/14
Vometa Domper Antieme Oral 3x1 29/5/14- GDS: 142 2/6/14
tik 5/6/14
idon
Curcuma Curcum Hepatop Oral 1x1 29/5/14- GDS: 194 3/6/14
a rotektor 5/6/14
Acetensa Losarta Angiote Oral 1x1 30/5/14- GDS: 176 5/6/14
n nsin 5/6/14
reseptor
bloker
Digoxin Digoxin Obat Oral 1x1 30/5/14-
jantung 5/6/14
Pectosil Asetilsis Antimu Oral 3x1 30/5/14-
tein kolitik 5/6/14
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 30/5/14- TD keluar:120/80
grel elet 5/6/14
el
Inj.falergi Cetirizi Antialer IV 1x1 31/5/14-
n gi 5/6/14
Inj. Ko- Enzim IV 3x1 30/5/14-
enzim pencern 5/6/14
Cobazym
B12 aan
Inj. Spironol Antihip IV 1x1 30/5/14-
akton ertensi 5/6/14
Spironola
kton
Inj. Dipirida Antikoa IV 1x1 30/5/14-
mol gulan 5/6/14
Persantin
Inj. Furose Antihip IV 1x1 30/5/14-
mide ertensi 5/6/14
Furosemi
d
Inj. Omepra Lambun IV 3ampul/ 2/6/14
zole g 24 jam
Gastrofer
Inj. Ketorol IV 1x1 29/5/14
ak
Ketorolak
Inj. Ondans Antieme IV 1x1 29/5/14
etron tik
Ondasetro
n
Inj. Ranitidi Lambun IV 1x1 29/5/14
n g
Ranitidin
Inf. Sukralfa Lambun Infu 2x1 29/5/14
t g s
Inpepsa
8 P 11/6/14- CVD CVD Pusing, Glukotika Metfor Antidia Oral 1x500m 11/6/14- E: 4.03 Ureum: 11/6/14 Belum Sembuh
16/6/14 Hipertens HIV lemas, min betik g 17/6/14 Hb: 11.7 21
i mual, oral Ht: 34.4 Kreatinin:
tangan L: 5.18 0.8
kanan GDS: 177
nyeri, Asam Asam Vitamin Oral 2x1 11/6/14- GDS: 167 12/6/14 TD masuk:
nyeri folat 17/6/14 150/80
daerah folat
leher. Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x75mg 11/6/14- GDS: 102 13/6/14
grel elet 17/6/14
el
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 13/6/14- GDS: 214 14/6/14
n g 17/6/14
Cobazym Ko- Enzim Oral 3x1 13/6/14- GDS: 150 15/6/14
enzim pencern 17/6/14
B12 aan
Acetensa Losarta Angiote Oral 1x1 13/6/14- GDS: 106 16/6/14 TD keluar:
n nsin 17/6/14 130/80
reseptor
bloker
Fores Eperiso Relaksa Oral 2x1 13/6/14- GDS: 109 17/6/14
n n otot 17/6/14
Inj. Piraceta Nootrop IV 1x1 11/6/14-
m ik 17/6/14
Piracetam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


94
Lanjutan
Inj. Brain Citicoli Vasodil IV 1x1 11/6/14-
n ator 17/6/14
act
perifer
9 L 8/3/14- DM DM II Kaki Eclid Akarbos Antidia Oral 1x100m 7/3/14- GDS : - 11/3/14 Belum Sembuh
11/3/14 GOU kanan a betik g 11/3/14 107
T bengkak oral
CKD dan Glikuidon Glikuid Antidia Oral 1x15mg 7/3/14- TD masuk:
merah on betik 11/3/14 130/70
sudah 1 oral
minggu, Pladogrel Clopido Antiplat Oral 1x75mg 7/3/14-
nyeri grel elet 11/3/14
bila Allopurin Allopuri GOUT Oral 1x1 7/3/14-
ditekan. nol 11/3/14
ol
Tonar Ketoaci Antisept Oral 3x1 7/3/14-
d ik 11/3/14
saluran
kemih
Tensivask Amlodi Antihip Oral 1x5mg 7/3/14-
pin ertensi 11/3/14
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x1 11/3/14
ik
Lansopraz Lansopr Lambun Oral 2x1 11/3/14
azol g
ol
Inj. Na Antibiot IV 2x1gra 7/3/14- TD keluar:
sefopera ik m 11/3/14 140/90
Stabixin
zon
Inj. Metroni Antibiot IV 2x1 7/3/14-
dazol ik 11/3/14
Metronida
zol
Inj.ranitid Ranitidi Lambun IV 2x1 7/3/14-
n g 11/3/14
in
Inj. Ondans Antieme IV 2x8mg 7/3/14-
etron ti 11/3/14
Ondansetr
on
Inj. Ketorol Analges Oral 2x8mg 8/3/14-
ak ik 11/3/14
Ketorolak
10 L 3/6/14- DM Dema Demam Glukotika Metfor Antidia Oral 1x500m 10/6/14- E:4.89 Ureum: 3/6/14 Belum Sembuh
11/6/14 m3 3 hari min betik g 11/6/14 Hb: 13.2 57
hari SMRS, oral Ht:38.5 Kreatinin:
SMRS kaki L:11.48 1.1
kanan T: 347000
sakit, Parasetam Paraseta Antipire Oral 3x1 3/6/14- GDS : 90 4/6/14 TD masuk:
lemas, mol tik 11/6/14 120/80
ol
pusing
Cravit Levoflo Antibiot Oral 1x500m 11/6/14 GDS : 5/6/14
xacin ik g 154
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x100m 11/6/14 GDS : 9/6/14
ik g 180
Meloksik Meloksi NSAID Oral 1x15mg 11/6/14 GDS: 224 10/6/14
kam
am
Omeprazo Omepra Lambun Oral 2x1 11/6/14 GDS: 212 11/6/14 TD keluar:140/80
zol g Hb A1C:
l
6.4
Metrison Metilpre Kortiko Oral 3x4mg 6/6/14-
dnisolon steroid 11/6/14
Inj. Ketorol Analges IV 3x1 3/6/14-
ak ik 11/6/14
Ketorolak
Inj. Na Antibiot IV 3x1gra 5/6/14-
karbona ik m 11/6/14
Meropene
t
m merope
nem
11 L 3/4/14- PPOK PPOK Hipogli Metformi Metfor Antidia Oral 3x1 5/4/14- E: 4.08 Ureum: 3/4/14 Sembuh
7/4/14 DM DM kemia min betik 7/4/14 Hb: 10.7 25
n
Hipog (karena oral Ht: 33 Kreatinin:
likemi minum L: 6.14 0.8
a 1 tablet T: 204000
obat GDS: 103
glibenkl Ambroxol Antiasm Antiasm Oral 2x1 3/4/14- GDS: 598 4/4/14 TD masuk:
amid, a, batuk a, batuk 7/4/14 110/60
penurun Cobazym Koenzi Vitamin Oral 3x1 7/4/14 GDS: 282 5/4/14
an m vit.
kesadar B12
an, Inj. Metil Kortiko IV 3x1 3/4/14- GDS: 151 6/4/14 TD keluar:
lemas, predniso steroid 4/4/14 110/70
sesak Metilpred
lon
nafas, nisolon
lemas,
dan Inj. Ranitidi Lambun IV 2x1 3/4/14- GDS: 131 7/4/14
pusing. n g 5/4/14
Ranitidin
Inj. Mekoba Anemia IV 2x1 4/4/14-
lamin 5/4/14
Kalmeco

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


95
Lanjutan
12 P 1/3/14- DM GER Diare, Glikuidon Glikuid Antidia Oral 2x1/2 7/4/14- E: 3.21 - 1/3/14 Sembuh
13/3/14 D lemas on betik 5mg 12/4/14 Hb: 8.6
±1 oral Ht: 24.3
minggu, L: 7.83
nafsu T: 253000
makan GDS: 83
menuru Persantin Dipirida Antikoa Oral 2x25mg 1/3/14- GDS: 83 2/3/14 TD masuk :
n, mual, mol gulan 12/4/14 120/70
muntah, Simvastat Simvast Antikol Oral 1x10mg 1/3/14- GDS: 99 3/3/14
nyeri atin esterol 12/4/14
ulu hati. in
Interpec Batuk Oral 3x1 2/3/14- GDS: 114 4/3/14
12/4/14
Parasetam Paraseta Antipire Oral 4x1 2/3/14- GDS: 130 5/3/14
mol tik 6/4/14
ol
Newdiata Attalpu Obat Oral 4x2 3/3/14- GDS: 292 8/3/14
git diare 4/4/14
b
Cobazym Koenzi Vitamin Oral 3x1 3/3/14- GDS: 140 9/3/14
m vit. 12/4/14
B12
Metronida Metroni Antibiot Oral 3x1/2ta 3/3/14- GDS: 160 10/3/14
dazol ik b 8/4/14
zol
Lacidofil Lacidofi Enzim Oral 2x1 3/3/14- GDS: 121 11/3/14 TD keluar:
l pencern 12/4/14 130/70
aan
Cetirizin Cetirizi Anti Oral 1x1 5/3/14- GDS: 50 12/3/14
ne alergi 7/4/14
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x1 3/3/14-
ik 5/4/14
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 6/3/14-
grel elet 12/4/14
el
Inj. Mekoba Anemia IV 2x1 1/3/14-
lamin 12/4/14
Kalmeco
Inj. Ranitidi Lambun IV 2x1 1/3/14-
n g 12/4/14
Ranitidin
Inj. Ondans Antieme IV 2x4mg 1/3/14-
etron tik 12/4/14
Ondansetr
on
Inj. Micosta Antifun IV 3x1cc 4/3/14-
tin gi 12/4/14
Micostati
n
13 P 24/2/14- Angina DM II Muntah Metformi Metfor Antidia Oral 2x500m 24/2/14 E: 4.98 Ureum: 24/2/14 Sembuh
5/314 pectoris darah, min betik g Hb:13.4 41
n
tampak oral Ht: 37.3 Kreatinin:
mual, L: 12.0 2.0
kembun GDS: 429
g, nyeri Inj Insulin Antidia SC 1x15iU 24/2/14- GDS: 288 25/2/14 TD masuk:
di dada betik 26/2/14 130/90
actravid
kanan insulin
Inpepsa Sukralfa Lambun Oral 2x10mg 24/2/14- GDS: 153 26/2/14
t g 4/3/14
Propranol Propran Antihpe Oral 2x10mg 24/2/14 GDS: 231 27/2/14
olol rtensi
ol
Sismuco Rebami Oral 2x10 24/2/14- GDS: 366 1/3/14
pid 4/3/14
Imdur Isosorbi Antiang Oral 1x30mg 24/2/14- GDS: 408 2/3/14
d ina 4/3/14
mononit
rat
Interpec Ambrox Batuk Oral 3x1 26/2/14-
ol 4/3/14
Cobazym Koenzi Vitamin Oral 3x1 28/2/14- TD keluar:
m Vit. 4/3/14 120/70
B12
Laxadin Penolpt Pencaha Oral 3xII 28/2/14-
alein r 4/3/14
Azitromis Azitrom Antibiot IV 1x500m 28/2/14-
isin ik g 4/3/14
in
Inj. Asam Menghe IV 3x1 24/2/14-
traneksa ntikan 25/2/14
kalnex
mat perdara
han
Inj. Vit K Vitamin Menghe IV 3x1 24/2/14-
K ntikan 25/2/14
perdara
han
Inj. Mecoba Anemia IV 2x1 24/2/14-
lamin 4/3/14
kalmeco
Inj. Na Antibiot IV 2x1gr 24/2/14-
Sefoper ik 4/3/14
Stabixin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


96
Lanjutan

azon
Inj. Omepra Lambun IV 3ampul 24/2/14-
zol g 4/3/14
Omeprazo
l
14 P 29/1/14- Penyakit Dyspn Sesak Glukotika Metfor Antidia Oral 3x500m 30/1/14- E:4.16 Ureum: 29/1/14 Belum Sembuh
6/2/14 Jantung ea nafas min betik g 6/2/14 Hb: 12.3 24
DM hilang- oral Ht: 34.6 Kreatinin:
CHF timbul, L: 5.33 1.4
Aritmi bengkak T: 143000 Albumin:
a kaki, GDS: 415 2.9
CAD lemas Inj. Insulin Antidia SC 1x10iU 30/1/14- GDS: 296 30/1/14 TD masuk:
betik 5/2/14 130/70
Lantus
injeksi
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x75 30/1/14- GDP: 119 31/1/14
grel elet mg 6/2/14
el
Letonal Spironol Antihip Oral 1x25mg 30/1/14- GDP: 130 1/2/14
akton ertensi 6/2/14
Losartan Losarta Angiote Oral 1x50mg 30/1/14- GDP: 75 2/2/14
n nsin 6/2/14 HbA1C:
reseptor 10.7
bloker
ISDN Isosorbi Anti Oral 2x5 mg 30/1/14- GDS: 152 3/2/14 TD keluar:
d angina 6/2/14 110/70
dinitrat
Digoxin Digoxin Obat Oral 1x1/2 30/1/14- GDS: 121 4/4/14
jantung 6/2/14
Inj. Lasix Furose Antihip IV 2x1 30/1/14- GDS: 63 5/2/14
mid ertensi 6/2/14
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 1x1 30/1/14-
n g 6/2/14
15 L 29/5/14- Hipertens Colic Demam Metrix Glimepi Antidia Oral 1x2mg 6/6/14- GDS: 148 - 30/5/14 Belum Sembuh
7/6/14 i abdo 3 hari rid betik 7/6/14
DM men SMRS, oral
Dema batuk, Mucin Sukralfa Lambun Oral 4x10cc 295/14- GDS: 215 1/6/14 TD masuk:
m mual, t g 30/5/14 120/70
tifoid nyeri Lacidofil Lacidofi Enzim Oral 3x1 29/5/14- GDS: 160 2/6/14
diperut l pencern 7/6/14
kanan aan
atas, Cobazym Koenzi Vitamin Oral 3x1 29/5/14- GDS: 183 6/6/14
perut m Vit. 7/6/14
kembun B12
g, Parasetam Paraseta Antipire Oral 3x1 29/5/14- GDS: 140 7/6/14
Kesadar mol tik 7/6/14
an ol
stabil, Interpec Ambrox Batuk Oral 3x1 30/5/14-
dan ol 7/6/14
membai
Dulcolax Bisacod Pencaha Oral 1x2 tab 31/5/14-
k. il r 5/6/14
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x100m 3/6/14- TD keluar:120/80
ik g 7/6/14
Prazotec Lansopr Lambun Oral 2x500m 6/6/14-
azol g g 7/6/14
Tensivask Amlodi Antihip Oral 1x5mg 6/6/14-
pin ertensi 7/6/14
Kalmeco Mekoba Anemia Oral 2x1 6/6/14-
lamin 7/6/14
Laxadin Penolpt Pencaha Oral 3x1 4/6/14-
alein r 7/6/14
Clobazam Clobaza Ansiolit Oral 2x10mg 5/6/14-
m ik 7/6/14
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 6/6/14-
grel elet 7/6/14
el
Inj. Na Antibiot IV 2x1 29/5/14-
Sefopra ik 3/6/14
Stabixin
zron
Inj. Ceftriax Antibiot IV 1x2gra 29/5/14
on ik m
Ceftriaxo
n
Inj. Omepra Lambun IV 1x1 29/5/14-
zol g 7/6/14
Omeprazo
l
Inj. Ranitidi Lambun IV 1ampul 29/5/14
n g
Ranitidin
16 P 8/6/14- DM DM II Demam, Metformi Metfor Antidia Oral 3x500m 9/6/14- E: 67 Kreatinin: 8/6/14 Belum Sembuh
11/6/14 CAD mual, min betik g 11/6/14 Hb: 10.8 1.8
n
muntah, oral Ht: 33.2
sulit L: 131
BAB, Glimepiri Glimepi Antidia Oral 1x2mg 10/6/14- GDS: 295 9/6/14 TD masuk:
nyeri rid betik 11/6/14 140/90
d
ulu hati oral
perut ISDN Isosorbi Anti Oral 3x5mg 8/6/14- GDS: 318 10/6/14
kiri atas, d angina 11/6/14
lemas. Dinitrat
Bisoprolo Bisoprol Antihip Oral 1x1/2 8/6/14- GDS: 308 11/6/14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


97
Lanjutan
l ol ertensi 5mg 11/6/14
Inpepsa Sukralfa Lambun Oral 3x10 8/6/14-
t g 11/6/14
Parasetam Paraseta Antipire Oral 3x1 8/6/14- TD keluar:
mol tik 11/6/14 130/70
ol
Enziplex Amilase Enzim Oral 3x1 10/6/14-
, pencern 11/6/14
protease aan
Levofloxa Levoflo Antibiot Infu 2x1gr 9/6/14-
kasasin ik s 11/6/14
cin
Inj. Ranitidi Lambun IV 2x1 8/6/14-
n g 11/6/14
Ranitidin
Inj. Ondans Antieme IV 3x4mg 8/6/14-
etron tik 11/6/14
Ondansetr
on
Inj. Ceftriax Antibiot IV 2x2gra 8/6/14-
on ik m 11/6/14
Ceftriaxo
n
Domperid Domper Antieme Infu 1x1 11/6/14
idon tik s
on
Inj. Antasid Lambun Infu 2x1 11/6/14
a g s
Antasid
17 P 5/6/14- Dyspepsi GEER Diare, Glibenkla Glibenk Antidia Oral 1x5mg 6/6/14- E: 3.61 Ureum: 7/6/14 Belum Sembuh
13/6/14 a D lemas, lamid betik 13/6/14 Hb: 10.2 12
mid
DM DM mual, oral Ht: 29.9
TB muntah L: 11.02
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 6/6/14- GDS: 210 7/6/14 TD masuk:
n g 13/6/14 120/70
Newdiata Attalpu Antidiar Oral 3x2 6/6/14- GDP: 143 11/6/14
git e 13/6/14
b
Domperid Domper Antieme Oral 3x1 6/6/14- GDS: 207 10/6/14
idon tik 9/6/14
on
OBH OBH Batuk Oral 3x1 6/6/14-
13/6/14
Nelco
Antasid Antacid Lambun Oral 3x1 6/6/14- TD keluar:
g 13/6/14 110/80
Parasetam Paraseta Antipire Oral 3x1 7/6/14-
mol tik 13/6/14
ol
Esilgan Estazola Antiinso Oral 1x1 10/6/14-
m mnia 13/6/14
Inj. Ceftriax Antibiot IV 2x1 6/6/14-
on ic 13/6/14
Ceftriaxo
n
Inj. Ondans Antieme IV 3x4 6/6/14-
etron tik 9/6/14
Ondansetr
on
18 P 23/3/14- Dispepsia TB Batuk Glikuidon glikuido Antidia Oral 3x30 29/3/14- E: 6.29 Ureum: 23/3/14 Sembuh
29/3/14 paru- lama, n betik mg 24/3/14 Hb: 12.1 21
paru mual, oral Ht: 34.0 Kreatinin:
BTA nafsu L: 13.30 1.3
(+) makan T: 280000 AST: 26
DM II berkura Sanadril Difenhi Antitusi Oral 3x1 23/3/14- GDP: 191 ALT: 20 24/3/14 TD masuk:
ng, dramin f 29/3/14 110/60
demam 4FDC Rimstar Antitub Oral 1x3tab 23/3/14- GDS: 173 25/3/14
(malam 4FDC erkulosi 29/3/14
dan s
pagi), Domperid Domper Antieme Oral 3x1 23/3/14- GDS: 255 26/3/14
nyeri idon tik 29/3/14
perut, on
berat Curcuma Curcum Hepatop Oral 1x1 24/3/14- GDS: 134 27/3/14
badan a rotektor 29/3/14
menuru Inpepsa Sukralfa Lambun Oral 3x1 28/3/14- GDS: 158 28/3/14
n, t g 29/3/14
semakin Vectrin Vectrin Antitusi Oral 1x1 23/3/14- TD keluar:
kurus, f 27/3/14 120/70
Mual,
Inj. Ceftriax Antibiot IV 1x2gr 23/3/14-
nafsu
on ik 27/3/14
makan Ceftriaxo
sedikit
n
berkura
ng, Inj. Ranitidi Lambun IV 2x1 23/3/14-
batuk n g 27/3/14
Ranitidin
19 P 21/4/14- DM CAD Pusing, Glukotika Metfor Antidia Oral 2x500m 21/4/14- E: 4.57 Ureum: 21/4/14 Belum Sembuh
29/4/14 Hipertens BP nyeri min betik g 29/4/14 Hb: 13.2 27
i dada oral Ht: 39.5 Kreatinin:
sampai L: 7.16 0.8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


98
Lanjutan
pinggan T: 180000
g, GDS: 175
demam Metrix Glimepi Antidia Oral 1x2mg 21/4/14- GDS: 169 24/4/14 TD masuk:
naik rid betik 29/4/14 120/70
turun, oral
lemas. ISDN Isosorbi Anti Oral 3x1/2 21/4/14- GDS: 133 25/4/14
d angina tab 29/4/14
dinitrat
Persantin Dipirida Antikoa Oral 2x25mg 21/4/14- GDS: 114 26/4/14
mol gulan 29/4/14
Simvastat Simvast Antikol Oral 1x20mg 21/4/14- GDS: 187 27/4/14
atin esterol 29/4/14
in
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x75mg 23/4/14- GDS: 196 28/4/14
grel elet 29/4/14
el
Interpec Ambrox Antitusi Oral 3x1 tab 23/4/14- GDS: 121 29/4/14
ol f 29/4/14
Falergi Cetirizi Antialer Oral 1x1 26/4/14
n gi
Inj. Paraseta Antipire IV 2x1 21/4/14- TD keluar:130/80
mol tik 24/4/14
Farmadol
Inj. Ranitidi Lambun IV 2x1 21/4/14
n g
ranitidin
Inj. Na Antibiot IV 2x1 21/4/14-
Sefoper ik 26/4/14
Stabixin
azon
Inj. Omepra Lambun IV 1x1 21/4/14-
zol g ampul 26/4/14
Omeprazo
l
Inj. Ketorol IV 1x1 21/4/14
ak
Ketorolak
Cendolite Obat 6x 25/4/14-
tetes 1tetes 28/4/14
r
mata
20 P 18/4/14- DM DM Demam, Glukotika Metfor Antidia Oral 2x1/2 21/4/14 E: 6.13 - 18/4/14 Sembuh
21/4/14 Dema nyeri min betik Hb: 16
m ulu hati, oral Ht: 47.1
tifoid lemas L: 12.47
pada T: 291000
kedua GDS: 236
kaki, Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x1mg 21/4/14 GDP: 166 19/4/14 TD masuk:
pusing, ik 130/80
dan Ranitidin Ranititi Lambun Oral 2x1 21/4/14 GDS: 245 20/4/14
batuk din g Hba1c:
8.1
Parasetam Paraseta Anti Oral 3x2tab 21/4/14 TD keluar :
mol piretik 130/80
ol
Antasida Antasid Lambun Oral 3x1 21/4/14
a g
Inj. Omepra Lambun IV 1x1 18/4/14-
zol g 21/4/14
Omeprazo
l
21 P 27/4/14- SNH DM Tidak Inj. Insulin Antidia SC 3x20 iU 27/4/14- E: 2.73 Ureum: 27/4/14 Meninggal
29/4/14 DM Tidak sadar betik 28/4/14 Hb: 7.9 195
Novorapi
sadar CKD injeksi Ht:21.4 Kreatinin:
Anemia d L: 11.45 1.5
melena T: 166000
GDS: 333
Inj. Insulin Antidia SC 1x16 iU 27/4/14- GDS: 339 28/4/14
betik 28/4/14
Lantus
injeksi
vBrain act Citikoli Neuropr Oral 2x1gr 27/4/14-
n otektif 28/4/14
Kalnex Asam Menghe Oral 2x1 27/4/14-
traneksa ntikan 28/4/14
mat perdara
han
Kalmeco Mekoba Anemia IV 2x1amp 27/4/14-
lamin ul 28/4/14
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 27/4/14-
n g 28/4/14
Sulfat Sulfat Tetesan Tete 2x1 27/4/14-
atropin mata san 28/4/14
atropin
mata
Dominic Dobuta Obat IV 1x20ml 27/4/14-
min jantung 28/4/14
22 L 1/4/14- CAD CHF Lemas, Glikuidon Glikuid Antidia Oral 1x1/2 1/4/14- GDS: 181 - 13/4/14 Belum Sembuh
14/4/14 CAD pusing, on betik 30mg 14/4/14
Aritmi berkerin oral
a gat Ascardia Aspirin Anti Oral 2x80 1/4/14- GDS: 159 14/4/14 TD masuk:
terus, platelet mg 14/4/14 141/91
kedua Vipalbum Albumi Nutrisi Oral 3x1 3/4/14-
tungkai n 14/4/14
kaki in

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


99
Lanjutan
linu, Provital Vitamin Vitamin Oral 1x1 3/4/14-
pengen B 14/4/14
tidur Captopril Captopr Anti Oral 1x12.5 5/4/14-
terus, il hiperten mg 8/4/14
sulit si
BAB. Tramifen Vitamin Vitamin Oral 1x1 4/4/14-
dan 14/4/14
mineral
Hisperil Ramipri Antihip Oral 1x2.5m 5/4/14-
l ertensi g 14/4/14
Digoxin Digoxin Obat Oral 1x1/2 5/4/14-
jantung tab 14/4/14
Aspark Kalium Obat Oral 1x1 7/4/14- TD keluar:
L hypokal 8/4/14 120/80
aspartat emia
e
Interpec Antitusi Oral 3x1 7/4/14-
f 14/4/14
Inj. Citikoli Neuropr IV 2x1gr 1/4/14-
n otektif 14/4/14
Brainact
Inj. Omepra Lambun IV 2x1gr 1/4/14-
zol g 14/4/14
Omeprazo
l
Inj. Mekoba Anemia IV 2x1 1/4/14- Ureum:
lamin 14/4/14 21
Kalmeco Kreatinin:
Inj. Furose Anti IV 1x1 5/4/14 0.8
mid hiperten AST: 17
Furosemi ALT: 19
si
d
Inj. Na Antibiot IV 2x1gr 12/4/14-
Sefoper ik 14/4/14
Stabixin
azon
Inf. Lansopr Lambun IV 1/ 8 jam 12/4/14-
azol g 14/4/14
Lansopraz
ol
23 L 14/514- DM o DM Demam Gluvas Glimepi Antidia Oral 1x2mg 15/5/14- E:5.01 14/5/14 Belum Sembuh
19/5/14 Dema SMRS, rid betik 19/5/14 Hb: 14.2
m pusing, oral Ht:40.1
tifoid mual,ka L: 13.78
ki sakit T: 226000
i bild GDS :
ditekan, 225
badan Canderin Candesa Angiote Oral 1x8mg 15/5/14- GDS: 275 16/5/14 TD masuk:
meriang rtan nsin 19/5/14 141/96
. reseptor
bloker
Lactulac Laktulo Laksativ Oral 3x15cc 16/5/14- GDS: 156 17/5/14
sa 19/5/14
Sistenol Paraseta Antipire Oral 3x500m 14/5/14-
mol, tik g 16/5/14
sistein
Inj. Ceftriax Antibiot IV 2x1gr 14/5/14-
on ik 19/5/14
Bioxon
Inj. Domper Anti IV 2x4mg 14/5/14- TD keluar:
idon emetik 19/5/14 133/97
Domperid
on
Inj. Ketorol Analges IV 1ampul 14/5/14
ac ik
Toramin
trometa
min
Inj. Ondanst Anti IV 1ampul 14/5/14
eron emetik
Ondansetr
on
Inj. Ranitidi Lambun IV 1ampul 14/5/14
n g
Ranitidin
24 P 3/3/14- DM Dema Demam Glikuidon Glikuid Antidia Oral 2x1/2 4/3/14- E: 4.19 Ureum: 5/3/14 Belum Sembuh
7/3/14 Sirosis m tifoid, on betik 7/3/14 Hb: 10.1 39
hati tifoid, kembun oral Ht: 31.4 Kreatinin:
hipertensi DM , g, L: 7.68 1.3
sirosis lemas, T: 187000 AST: 33
denga mual, Letonal Spironol Anti Oral 2x100m 4/3/14- GDS: 327 ALT: 14 4/3/14 TD masuk:
n muntah. akton hiperten g 7/3/14 110/60
Hipert si
ensi Inpepsa Sukralfa Lambun Oral 4x15mg 4/3/14- GDS: 227 5/3/14
porta t g 7/3/14
Angin Sismuco Rebami Oral 3x1 4/3/14- GDS: 174 6/3/14
a pid 7/3/14
pektor Curcuma Curcum Hepatop Oral 3x1 5/3/14-
is a rotektor 7/3/14
Anem Imdur Isosorbi Anti Oral 2x30mg 4/3/14-
ia d angina 7/3/14
mononit

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


100

Lanjutan
rat
Laxadin Penolpt Pencaha Oral 3xII 5/3/14-
alein r 7/3/14
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x100m 6/3/14-
ik g 7/3/14
Kalnex Asam Menghe Oral 3x1 6/3/14-
traneksa ntikan 7/3/14
mat perdara
han
Gastrofer Omepra Lambun Oral 2x1 4/3/14-
zol g 7/3/14
Tomit Meklopr Antieme Oral 2x1 5/3/14- TD keluar:
amid tik 7/3/14 100/90
Kalmeco Mecoba Anemia Oral 2x1 4/3/14-
lamin 7/3/14
Omeprazo Omepra Lambun Oral 2x1 4/3/14-
zol g 7/3/14
l
Furosemi Furose Anti Oral 1x1 4/3/14-
mid hiperten 7/3/14
d
si
Vitamin Vitamin Mengeh Oral 1x1 6/3/14-
K entikan 7/3/14
K
perdara
han
Inj. Lansopr Lambun IV 2x30 7/3/14
azol g
Lansopraz
ol
Inj. Domper Anti IV 3x1 7/3/14
idon emetic
Domperid
on
Inj. Furose Antihip IV 1x1 4/3/14-
mid ertensi 7/3/14
Furosemi
d
Inj. Ondans Lambun IV 4/3/14
etron g
Ondansetr
on
Inj. Cefotaxi Antibiot IV 2x1 4/3/14
m ik
Cefotaxi
m
25 P 26/4/14- DM Vertig Pusing, Glukotika Metfor Antidia Oral 3x500m 26/4/14- E: 4.67 - 28/4/14 Belum Sembuh
30/4/14 Hipertens o lemas, min betik g 30/4/14 Hb: 13
i Hipert dan oral Ht: 36.4
ensi vertigo. L: 6.60
T: 286000
Frego Flunariz Vasodil Oral 2x1 26/4/14- GDP: 141 27/4/14 TD masuk:
in ator 30/4/14 140/70
perifer
Mertigo Betahist Vertigo Oral 3x1 26/4/14-
in 30/4/14
mesilat
Acetensa Losarta Angiote Oral 1x50mg 26/4/14-
n nsin 30/4/14
reseptor
bloker
Simvastat Simvast Antikol Oral 1x20mg 26/4/14-
atin esterol 30/4/14
in
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 26/4/14- TD keluar:
grel elet 30/4/14 140/80
el
Trolip Fenofibr Antihip Oral 4x30mg 26/4/14-
erlipide 30/4/14
at
mia
Lansopraz Lansopr Lambun Oral 1x1 29/4/14-
azol g 30/4/14
ol
Inj. Omepra Lambun IV 2x1 26/4/14-
zol g 30/4/14
Omeprazo
l
26 P 24/6/14- DM DM II Anemia, Glikuidon Glikuid Antidia Oral 2x30mg E: 2.04 Ureum:10 24/6/14 Belum Sembuh
28/4/14 Anem melena, on betik Hb: 4.5 5
ia lemas, oral Ht: 15.5 Kreatinin:
CKD pucat, L: 17.01 1.3
Hipert nafsu T: 261000
ensi makan GDS: 437
Sirosi menuru Imdur Isosorbi Anti Oral 2x30mg 24/6/14- GDS: 346 25/6/14 TD masuk: 96/58
s hati n. d angina 28/6/14
mononit
rat
Inpepsa Sukralfa Lambun Oral 4x15mg 24/6/14- GDS: 365 26/6/14
t g 28/6/14
Letonal Spironol Antihip Oral 2x100m 24/6/14- GDS: 199 27/6/14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


Lanjutan 101

akton ertensi g 28/6/14


Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x1 28/6/14 GDS: 170 28/6/14
ik
Lansopraz Lansopr Lambun Oral 2x1 28/6/14
azol g
ol
Tomit Metoklo Antieme Oral 2x1 28/6/14
pramid tik
Kalnex Asam Menghe IV 3x1amp 24/6/14- TD keluar:
traneksa ntikan ul 28/6/14 100/60
mat pendara
han
Vitamin Vitamin Menghe Oral 1x1 24/6/14-
K ntikan 28/6/14
K
pendara
han
Inj. Na Antibiot IV 2x1 24/6/14-
sefopera ik 28/6/14
Stabixin
zon
Inj. Tomit Omepra Lambun IV 2x1 24/6/14-
zol g 28/6/14
Inj. Furose Antihip IV 1x1 27/6/14-
mid ertensi 28/6/14
Furosemi
d
Inj. Ceftriax Antibiot IV 1x2gr 24/6/14
on ik
Ceftriaxo
n
27 L 21/3/14- DM II Hiperl Nyeri Glukotika Metfor Antidia Oral 3x1/2 21/5/14- GDP: 131 - 22/5/14 Belum Sembuh
23/4/14 ipide pangkal betik 500mg 23/5/14
min
mia lengan oral
Sakit bahu Atorvastat Atorvast Antikol Oral 1x20 21/5/14- TD
pada kiri, atin esterol mg 23/5/14 masuk:120/80
in
sensi nyeri
bahu paha Ikaneuron Vitamin Vitamin Oral 1x1 21/5/14-
dan kiri, B 23/5/14
pangk lemas. Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x1 21/5/14-
al grel elet 23/5/14
paha el
kiri Brainact Citikoli Neuropr Oral 2x500m 21/5/14-
CVD n otektif g 23/5/14
Lansopraz Lansopr Lambun Oral 1x1 21/5/14- TD keluar:
azol g 23/5/14 140/90
ol
Meloksik Leoksik NSAID Oral 1x1 21/5/14-
am 23/5/14
am
Ascardia Aspirin Antiplat Oral 1x80 22/5/14-
elet mg 23/5/14
Mefinal Asam Analges Oral 3x1 22/5/14-
mfenam ik 23/5/14
at
Tramifen Tramad Antipire Oral 3x1 23/5/14
ol, tik
paraseta
mol
28 P 17/4/14- DM II Sesak Sesak Glikuidon Glikuid Antidia Oral 2x1/2 18/4/14- E: 3.60 Ureum: 17/4/14 Belum Sembuh
26/4/14 Hipertens nafas nafas, on betik 30mg 26/4/14 Hb: 10.7 12
i Batuk batuk, oral Ht: 34.5 Kreatinin:
Hipert dan L: 6.06 0.7
ensi lemas. T: 173000
DM Cobazym Koenzi Enzim Oral 1x1tab 17/4/14 GDS: 89 19/4/14 TD masuk:
Aritmi m pencern 110/70
a vitamin aan
CHF B12
CAD Bisoprolo Bisoprol Antihip Oral 1x5mg 18/4/14- GDS: 113 20/4/14
ol ertensi 26/4/14
l
Letonal Spironol Antihip Oral 1x25mg 18/4/14- GDS: 116 21/4/14
akton ertensi 26/4/14
Hiperil Ramipri Antihip Oral 1x2.5m 18/4/14- GDS: 130 22/4/14
l ertensi g 26/4/14
Persantin Dypirid Antikoa Oral 2x75mg 18/4/14- GDS: 112 24/4/14
amol gulan 26/4/14
Ranitidin Ranitidi Lambun Oral 2x1 23/4/14- GDS: 122 25/4/14
n g 26/4/14
Stabixin Na Antibiot Oral 2x1 23/4/14- GDS: 121 26/4/14 TD keluar:
Sefoper ik 26/4/14 120/80
azon
Interpec Ambrox Batuk Oral 3x1 24/4/14-
ol 26/4/14
Clopidogr Clopido Antiplat Oral 1x75mg 22/4/14-
grel elet 23/4/14
el
Cefixim Cefixim Antibiot Oral 2x100m 22/4/14-
ik g 23/4/14
Inj. Furose Antihip IV 1x1 18/4/14-
mid ertensi 24/4/14
Furosemi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


102

d
Inj. Nadropa Antikoa IV 2x0.4m 18/4/14-
rin gulan g 20/4/14
Fluxum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


103

Lampiran 3. Jumlah Profil Penggunaan Obat Yang Digunakan

No Nama Obat Tanggal Tanggal Jumlah Jumlah obat selama dirawat


Pasien penggunaan dirawat obat perhari
1 Metrix 28/1/14 – 3/2/14 28/1/14 9 9
Metformin 28/1/14 – 3/2/14 29/1/14 7
Tensivask 28/1/14 – 3/2/14 30/1/14 5
Voltaren SR 28/1/14 – 29/1/14 1/2/14 5
Zaldiar 28/1/14 – 29/1/14 2/2/14 5
Ranitidin 28/1/14 3/2/14 4
Remopain 28/1/14-
2/2/14
Farmado extra 28/1/14
Omeprazol 28/1/14 – 3/2/14

2 Inj. Novorapid 17/3/14- 21/3/14 17/3/14 5 9


ISDN 17/3/14- 21/3/14 18/3/14 5
Ranitidin 17/3/14- 21/3/14 19/3/14 8
Ceftriaxon 17/3/14- 21/3/14 20/3/14 9
Lasix 17/3/14- 21/3/14 21/3/14 9
Valsartan 19/3/14- 21/3/14

Salbutamol 19/3/14- 21/3/14

Parasetamol 20/3/14- 21/3/14

asparK 19/3/14- 21/3/14

3 Metrix 25/2/14- 13/3/14 25/2/14 6 15


Glukotika 25/2/14- 13/3/14 26/2/14 7
Fores 1/3/14- 13/3/14 27/2/14 7
Trolip 25/2/14- 13/3/14 28/2/14 7
Kalmeco 1/3/14- 13/3/14 1/3/14 10
Nepatic 1/3/14- 13/3/14 2/3/14 9
Allopurinol 3/3/14- 13/3/14 3/3/14 11
Non flamin 6/3/14- 9/3/14 4/3/14 10
Epsonal 25/2/14- 13/3/14 5/3/14 10
Inj. Hexilon 26/2/14- 1/3/14 6/3/14 12
Inj.Tradosix/Trama 25/2/14- 13/3/14 7/3/14 12
dol
Inj. Rocer 25/2/14- 13/3/14 8/3/14 13
Inj. Hibone 8/3/14- 13/3/14 9/3/14 12
Inj. Lansoprazol 11/3/14-13/3/14 10/3/14 12
Inf. Clasta 6/3/14-10/3/14 11/3/14 12
12/3/14 11
13/3/14 12

4 Metformin 12/5/14-13/5/14 12/3/14 9 9


Amlodipin 12/5/14-13/5/14
Parasetamol 12/5/14-13/5/14
Ceftriaxon 12/5/14-13/5/14
Ranitidin 12/5/14-13/5/14 13/5/14 7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


104

Newdiatab 12/5/14
Inj. Ondansetron 12/5/14-13/5/14
Inj. Parasetamol 12/5/14-13/5/14
Inj. 12/5/14
Tramadol/Paraseta
mol

5 Glikuidon 1/5/14- 17/5/14 1/5/14 6 25


Eclid 1/5/14- 17/5/14 2/5/14 12
Hibone 1/5/14- 17/5/14 3/5/14 11
Imdur 1/5/14- 17/5/14 4/5/14 14
Asam folat 1/5/14- 17/5/14 5/5/14 14
Brain act 1/5/14- 17/5/14 6/5/14 14
Canderin 2/5/14- 17/5/14 7/5/14 14
Cordaron 2/5/14- 17/5/14 8/5/14 15
Amlodipin 2/5/14- 17/5/14 9/5/14 15
Klonidin 2/5/14- 7/5/14 10/5/14 16
Acetensa 2/5/14 11/5/14 13
Alprazolam 2/5/14- 15/5/14 12/5/14 15
Rantin 8/5/14- 10/5/14 13/5/14 16
Ondansetron 8/5/14- 10/5/14 14/5/14 15
Bioxon 8/5/14- 10/5/14 15/5/14 14
Ketorolak 8/5/14- 10/5/14 16/5/14 14
Ascardia 10/5/14- 13/5/14 17/5/14 14
Meloksikam 11/5/14- 17/5/14
Provital 12/5/14- 17/5/14
Cefixim 13/5/14- 17/5/14
Clopidogrel 16/5/14- 17/5/14
Inj. Transamin 4/5/14- 7/5/14
Inj. Vit K 4/5/14- 7/5/14
Clasta 4/5/14- 17/5/14
Inj. Ceftriaxon 11/5/14- 13/5/14

6 Glikuidon 18/5/14-20/5/14 18/5/14 4 20


Me*trix 26/5/14-27/5/14 19/5/14 11
Inj. actravid 26/5/14 20/5/14 12
Persantin 18/5/14-20/5/14 21/5/14 10
Pectosil 19/5/14-28/5/14 22/5/14 10
Letonal 19/5/14-28/5/14 23/5/14 13
ISDN 19/5/14-28/5/14 24/5/14 13

Simvastatin 19/5/14-28/5/14 25/5/14 12


Clopidogrel 19/5/14-28/5/14 26/5/14 16
KSR 23/5/14-28/5/14 27/5/14 15
Digoxin 23/5/14-24/5/14 28/5/14 14
Cordaron 23/5/14-28/5/14
Simarc 26/5/14-28/5/14
Inj. gastrofer 19/5/14-28/5/14
Inj. Ketorolak 18/5/14
Inj. Ondansetron 18/5/14- 28/5/14
Inj. 19/5/14- 28/5/14
Metilprednisolon
Inj. Furosemid 19/5/14- 28/5/14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


105

Inj. Ceftriaxon 19/5/14- 28/5/14


Cendoliter 26/5/14- 28/5/14

7 Glukotika 29/5/14-5/6/14 29/5/14 9 20


Glikuidon 29/5/14-5/6/14 30/5/14 14
Siproflokasasin 29/5/14-5/6/14 31/5/14 15
V-block 30/5/14-5/6/14 1/6/14 15
Vometa 29/5/14-5/6/14 2/6/14 16
Curcuma 29/5/14-5/6/14 3/6/14 15
Acetensa 30/5/14-5/6/14 5/6/14 15
Digoxin 30/5/14-5/6/14
Pectosil 30/5/14-5/6/14
Clopidogrel 30/5/14-5/6/14
Inj.falergi 31/5/14-5/6/14
Inj. Cobazym 30/5/14-5/6/14
Inj. Spironolakton 30/5/14-5/6/14
Inj. Persantin 30/5/14-5/6/14
Inj. Furosemid 30/5/14-5/6/14
Inj. Gastrofer 2/6/14
Inj. Ketorolak 29/5/14
Inj. Ondasetron 29/5/14
Inj. Ranitidin 29/5/14
Inf. Inpepsa 29/5/14

8 Glukotika 11/6/14-17/6/14 11/6/14 5 9


Asam folat 11/6/14-17/6/14 12/6/14 5
Clopidogrel 11/6/14-17/6/14 13/6/14 9
Ranitidin 13/6/14-17/6/14 14/6/14 9
Cobazym 13/6/14-17/6/14 15/6/14 9
Acetensa 13/6/14-17/6/14 16/6/14 9
Fores 13/6/14-17/6/14 17/6/14 9
Inj. Piracetam 11/6/14-17/6/14

Inj. Brain act 11/6/14-17/6/14

9 Eclid 7/3/14-11/3/14 7/3/14 10 13


Glikuidon 7/3/14-11/3/14 8/3/14 11
Pladogrel 7/3/14-11/3/14 9/3/14 10
Allopurinol 7/3/14-11/3/14 10/3/14 10
Tonar 7/3/14-11/3/14 11/3/14 13
Tensivask 7/3/14-11/3/14
Cefixim 11/3/14
Lansoprazol 11/3/14
Inj. Stabixin 7/3/14-11/3/14
Inj. Metronidazol 7/3/14-11/3/14
Inj.ranitidin 7/3/14-11/3/14
Inj. Ondansetron 7/3/14-11/3/14
Inj. Ketorolak 8/3/14-11/3/14

10 Glukotika 10/6/14-11/6/14 3/6/14 2 9


Parasetamol 3/6/14-11/6/14 4/6/14 2
Cravit 11/6/14 5/6/14 3
Cefixim 11/6/14 6/6/14 4
Meloksikam 11/6/14 7/6/14 4
Omeprazol 11/6/14 8/6/14 4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


106

Metrison 6/6/14-11/6/14 9/6/14 4


Inj. Ketorolak 3/6/14-11/6/14 10/6/14 5
Inj. Meropenem 5/6/14-11/6/14 11/6/14 9
11 Metformin 5/4/14-7/4/14 3/4/14 3 6
Ambroxol 3/4/14-7/4/14 4/4/14 4
Cobazym 7/4/14 5/4/14 4
Inj. 3/4/14-4/4/14 6/4/14 2
Metilprednisolon
Inj. Ranitidin 3/4/14-5/4/14 7/4/14 3
Inj. Kalmeco 4/4/14-5/4/14

12 Glikuidon 7/3/14-12/3/14 1/3/14 5 16


Dipiridamol 1/3/14-12/3/14 2/3/14 7
Simvastatin 1/3/14-12/3/14 3/3/14 12
Interpec 2/3/14-12/3/14 4/3/14 13
Parasetamol 2/3/14-6/3/14 5/3/14 13
Attalpugit 3/3/14-4/3/14 6/3/14 13
Koenzim vit. B12 3/3/14-12/3/14 7/3/14 13
Metronidazol 3/3/14-8/3/14 8/3/14 12
Lacidofil 3/3/14-12/3/14 9/3/14 11
Cetirizine 5/3/14-7/3/14 10/3/14 11
Cefixim 3/3/14-5/3/14 11/3/14 11
Clopidogrel 6/3/14-12/3/14 12/3/14 11
Mekobalamin 1/3/14-12/3/14

Ranitidin 1/3/14-12/3/14

Ondansetron 1/3/14-12/3/14

Micostatin 4/3/14-12/3/14

13 Metformin 24/2/14 24/2/14 11 15


Inj actravid 24/2/14-26/2/14 25/2/14 9
Inpepsa 24/2/14-4/3/14 26/2/14 11
Propranolol 24/2/14 27/2/14 10
Sismuco 24/2/14-4/3/14 28/2/14 10
Imdur 24/2/14-4/3/14 1/3/14 10
Interpec 26/2/14-4/3/14 2/3/14 10
Cobazym 28/2/14-4/3/14 3/3/14 10
Laxadin 28/2/14-4/3/14 4/3/14 10
Azitromisin 28/2/14-4/3/14

Inj. kalnex 24/2/14-25/2/14

Inj. Vit K 24/2/14-25/2/14

Inj. kalmeco 24/2/14-4/3/14

Inj. Stabixin 24/2/14-4/3/14

Inj. Omeprazol 24/2/14-4/3/14

14 Glukotika 30/1/14-6/2/14 30/1/14 9 9


Inj. Lantus 30/1/14-5/2/14 31/1/14 9
Clopidogrel 30/1/14-6/2/14 1/2/14 9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


107

Letonal 30/1/14-6/2/14 2/2/14 9


Losartan 30/1/14-6/2/14 3/2/14 9
ISDN 30/1/14-6/2/14 4/2/14 9
Digoxin 30/1/14-6/2/14 5/2/14 9
Inj. Lasix 30/1/14-6/2/14 6/2/14 8
Ranitidin 30/1/14-6/2/14

15 Metrix 6/6/14-7/6/14 29/5/14 8 18


Mucin 29/5/14-30/5/14 30/5/14 7
Lacidofil 29/5/14-7/6/14 31/5/14 7
Cobazym 29/5/14-7/6/14 1/6/14 7
Parasetamol 29/5/14-7/6/14 2/6/14 7
Interpec 30/5/14-7/6/14 3/6/14 8
Dulcolax 31/5/14-5/6/14 4/6/14 8
Cefixim 3/6/14-7/6/14 5/6/14 9
Prazotec 6/6/14-7/6/14 6/6/14 13
Tensivask 6/6/14-7/6/14 7/6/14 13
Kalmeco 6/6/14-7/6/14
Laxadin 4/6/14-7/6/14
Clobazam 5/6/14-7/6/14
Clopidogrel 6/6/14-7/6/14
Inj. Stabixin 29/5/14-3/6/14
Inj. Ceftriaxon 29/5/14
Inj. Omeprazol 29/5/14-7/6/14
Inj. Ranitidin 29/5/14

16 Metformin 9/6/14- 11/6/14 8/6/14 7 13


Glimepirid 10/6/14- 11/6/14 9/6/14 9
ISDN 8/6/14- 11/6/14 10/6/14 11
Bisoprolol 8/6/14- 11/6/14 11/6/14 13
Inpepsa 8/6/14- 11/6/14
Parasetamol 8/6/14- 11/6/14
Enziplex 10/6/14- 11/6/14
Levofloxacin 9/6/14- 11/6/14
Inj. Ranitidin 8/6/14- 11/6/14
Inj. Ondansetron 8/6/14- 11/6/14
Inj. Ceftriaxon 8/6/14- 11/6/14
Domperidon 11/6/14
Inj. Antasid 11/6/14

17 Glibenklamid 6/6/14-13/6/14 6/6/14 8 10


Ranitidin 6/6/14-13/6/14 7/6/14 9
Newdiatab 6/6/14-13/6/14 8/6/14 9
Domperidon 6/6/14-9/6/14 9/6/14 9
OBH Nelco 6/6/14-13/6/14 10/6/14 8
Antasid 6/6/14-13/6/14 11/6/14 8
Parasetamol 7/6/14-13/6/14 12/6/14 8
Esilgan 10/6/14-13/6/14 13/6/14 8
Inj. Ceftriaxon 6/6/14-13/6/14
Inj. Ondansetron 6/6/14-9/6/14

18 Glikuidon 24/3/14-29/3/14 23/3/14 6 9


Sanadril 23/3/14-29/3/14 24/3/14 8
4FDC 23/3/14-29/3/14 25/3/14 8
Domperidon 23/3/14-29/3/14 26/3/14 8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


108

Curcuma 24/3/14-29/3/14 27/3/14 8


Inpepsa 28/3/14-29/3/14 28/3/14 6
Vectrin 23/3/14-27/3/14 29/3/14 6
Inj. Ceftriaxon 23/3/14-27/3/14
Inj. Ranitidin 23/3/14-27/3/14

19 Glukotika 21/4/14-29/4/14 21/4/14 10 14


Metrix 21/4/14-29/4/14 22/4/14 8
ISDN 21/4/14-29/4/14 23/4/14 10
Persantin 21/4/14-29/4/14 24/4/14 10
Simvastatin 21/4/14-29/4/14 25/4/14 10
Clopidogrel 23/4/14-29/4/14 26/4/14 11
Interpec 23/4/14-29/4/14 27/4/14 8
Falergi 26/4/14 28/4/14 8
Inj. Farmadol 21/4/14-24/4/14 29/4/14 7

Inj. ranitidin 21/4/14

Inj. Stabixin 21/4/14-26/4/14

Inj. Omeprazol 21/4/14-26/4/14

Inj. Ketorolak 21/4/14

Cendoliter 25/4/14-28/4/14

20 Glukotika 21/4/14 18/4/14 2 7


Cefixim 21/4/14 19/4/14 2
Ranitidin 21/4/14 20/4/14 2
Parasetamol 21/4/14 21/4/14 7
Antasida 21/4/14

Inj. Omeprazol 18/4/14-21/4/14

Inj. farmadol 18/4/14-21/4/14

21 Inj. Novorapid 27/4/14-28/4/14 27/4/14 8 8


Inj. Lantus 27/4/14-28/4/14 28/4/14 8
vBrain act 27/4/14-28/4/14
Kalnex 27/4/14-28/4/14
Kalmeco 27/4/14-28/4/14
Ranitidin 27/4/14-28/4/14
Sulfat atropin 27/4/14-28/4/14
Dominic 27/4/14-28/4/14

22 Glikuidon 1/4/14-14/4/14 1/4/14 5 16


Ascardia 1/4/14-14/4/14 2/4/14 5
Vipalbumin 3/4/14-14/4/14 3/4/14 7
Provital 3/4/14-14/4/14 4/4/14 8
Captopril 5/4/14-8/4/14 5/4/14 12
Tramifen 4/4/14-14/4/14 6/4/14 11
Hisperil 5/4/14-14/4/14 7/4/14 13
Digoxin 5/4/14-14/4/14 8/4/14 13
Aspark 7/4/14-8/4/14 9/4/14 11
Interpec 7/4/14-14/4/14 10/4/14 11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


109

Inj. Brainact 1/4/14-14/4/14 11/4/14 11


Inj. Omeprazol 1/4/14-14/4/14 12/4/14 13
Inj. Kalmeco 1/4/14-14/4/14 13/4/14 13
Inj. Furosemid 5/4/14 14/4/14 13

Inj. Stabixin 12/4/14-14/4/14

Inf. Lansoprazol 12/4/14-14/4/14

23 Gluvas 15/5/14-19/5/14 14/5/14 6 10


Canderin 15/5/14-19/5/14 15/5/14 5
Lactulac 16/5/14-19/5/14 16/5/14 6
Sistenol 14/5/14-16/5/14 17/5/14 5
Inj. Bioxon 14/5/14-19/5/14 18/5/14 5
Inj. Domperidon 14/5/14-19/5/14 19/5/14 5
Inj. Toramin 14/5/14
Inj. Ondansetron 14/5/14
Inj. Ranitidin 14/5/14

24 Glikuidon 4/3/14-7/3/14 4/3/14 12 20


Letonal 4/3/14-7/3/14 5/3/14 3
Inpepsa 4/3/14-7/3/14 6/3/14 16
Sismuco 4/3/14-7/3/14 7/3/14 18
Curcuma 5/3/14-7/3/14
Imdur 4/3/14-7/3/14
Laxadin 5/3/14-7/3/14
Cefixim 6/3/14-7/3/14
Kalnex 6/3/14-7/3/14
Gastrofer 4/3/14-7/3/14
Tomit 5/3/14-7/3/14
Kalmeco 4/3/14-7/3/14
Omeprazol 4/3/14-7/3/14
Furosemid 4/3/14-7/3/14
Vitamin K 6/3/14-7/3/14
Inj. Lansoprazol 7/3/14
Inj. Domperidon 7/3/14
Inj. Furosemid 4/3/14-7/3/14
Inj. Ondansetron 4/3/14
Inj. Cefotaxim 4/3/14

25 Glukotika 26/4/14-30/4/14 26/4/14 8 9


Frego 26/4/14-30/4/14 27/4/14 8
Mertigo 26/4/14-30/4/14 28/4/14 8
Acetensa 26/4/14-30/4/14 29/4/14 9
Simvastatin 26/4/14-30/4/14 30/4/14 9
Clopidogrel 26/4/14-30/4/14

Trolip 26/4/14-30/4/14

Lansoprazol 29/4/14-30/4/14

Inj. Omeprazol 26/4/14-30/4/14

26 Glikuidon 27/6/14-28/6/14 24/6/14 8 13


Imdur 24/6/14-28/6/14 25/6/14 7
Inpepsa 24/6/14-28/6/14 26/6/14 7
Letonal 24/6/14-28/6/14 27/6/14 9
Cefixim 28/6/14 28/6/14 12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


110

Lansoprazol 28/6/14
Tomit 28/6/14
Kalnex 24/6/14-28/6/14
Vitamin K 24/6/14-28/6/14
Inj. Stabixin 24/6/14-28/6/14
Inj. Tomit 24/6/14-28/6/14
Inj. Furosemid 27/6/14-28/6/14
Inj. Ceftriaxon 24/6/14

27 Glukotika 21/5/14-23/5/14 21/5/14 7 10


Atorvastatin 21/5/14-23/5/14 22/5/14 9
Ikaneuron 21/5/14-23/5/14 23/5/14 10
Clopidogrel 21/5/14-23/5/14
Brainact 21/5/14-23/5/14
Lansoprazol 21/5/14-23/5/14
Meloksikam 21/5/14-23/5/14
Ascardia 22/5/14-23/5/14
Mefinal 22/5/14-23/5/14
Tramifen 23/5/14

28 Glikuidon 18/4/14-26/4/14 17/4/18 1 13


Cobazym 17/4/14 18/4/18 7
Bisoprolol 18/4/14-26/4/14 19/4/18 7
Letonal 18/4/14-26/4/14 20/4/18 7
Hiperil 18/4/14-26/4/14 21/4/18 6
Persantin 18/4/14-26/4/14 22/4/18 8
Ranitidin 23/4/14-26/4/14 23/4/18 11
Stabixin 23/4/14-26/4/14 24/4/18 9
Interpec 24/4/14-26/4/14 25/4/18 8
Clopidogrel 22/4/14-23/4/14 26/4/18 8
Cefixim 22/4/14-23/4/14

Inj. Furosemid 18/4/14-24/4/14

Inj. Fluxum 18/4/14-20/4/14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


111

Lampiran 4. Distribusi Jumlah Penggunaan Obat Pasien (Selama di Rawat)


Jumlah Penggunaan Obat Pasien Jumlah
(Selama di Rawat)
9 obat 8 pasien
15 obat 2 pasien
25 obat 1 pasien
20 obat 3 pasien
13 obat 4 pasien
6 obat 1 pasien
7 obat 1 pasien
16 obat 2 pasien
18 obat 1 pasien
10 obat 3 pasien
14 obat 1 pasien
8 obat 1 pasien

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


112

Lampiran 5. Evaluasi DRPs Membutuhkan Tambahan Obat

No Kondisi Pasien Kadar Gula Darah Obat Anti Tekanan Penilaian Butuh Tambahan
Pasien Diabetes Darah Obat
1 Kondisi masuk: Hari ke1 : 189 Glimepirid Hari: 0
Artritis pirai, Hari ke2 : 160 Metformin ke1:130/80
ke2: 140/80
myalgia. Hari ke3 : 142
ke3: 159/93
Kondisi pulang: Hari ke4 : 70
ke6:144/94
DM, hipertensi. Hari ke5 : 137
Hari ke6: 110

2 Kondisi masuk: Hari ke1 : 354 Inj. novorapid Hari: 0


hipertensi, Ke1:
161/104
dyspepsia, asma
Ke2:140/90
bronchialle, CAD,
Ke3:120/80
batuk darah.
Ke4:120/70
Kondisi pulang:
baik

3 Kondisi masuk: Hari ke1 : 127 Glimepirid Hari : 0


artritis pirai, nyeri Hari ke2 : Metformin Ke1:140/80
Ke2:140/70
sendi. Hari ke3 : 180
Ke3:140/80
Hari ke4 :
Ke10: 100/70
Hari ke5 : 151
Kondisi pulang: Hari ke6 : 187
DM, fraktur. Hari ke7 :
Hari ke8 :
Hari ke9 : 125
Hari ke 10 : 114
4 Kondisi masuk: Hari ke1 :190 Metformin Hari : 0
Muntah, sesak, Ke1:152/94
Ke2:120/70
BAB cair >7hari,

Kondisis pulang: Hari ke2 : 150


baik , DM,
hipertensi, GERD.

5 Kondisi masuk : Hari ke1 : 84 Gliquidon Hari : 0


aritmia, hipertensi, Hari ke2 : Akarbosa Ke1: 159/102
Ke2:150/100
kejang, fraktur Hari ke3 :
Ke3:131/73
intertolanter. Hari ke4 : 147
Ke4:120/80
Kondisi pulang : Hari ke5 : 100 Ke5:135/69
baik, fraktur, Hari ke6 : 91 Ke6:119/80
hipertensi. Hari ke7 : 90 Ke7:110/80
Ke8:134/78
Hari ke8 : 100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


113

Hari ke9 : 119 Ke9:154/78

Hari ke10 : Ke10:123/71


Ke11:120/70
Hari ke11 : 138
Ke12:130/80
Hari ke12 : 121
Ke13:142/83
Hari ke13 : Ke14:124/73
Hari ke14 : 113 Ke15:120/80

Hari ke15 : 97 Ke16:130/77


Ke17:115/70
Hari ke16 : 111
Hari ke17 : 169
6 Kondisi masuk : Hari ke1 : Giquidon Hari: 0
kolik abdomen, Hari ke2 : Glimepirid Ke1:150/90
Ke2:130/80
Kondisi pulang : Hari ke3 : Inj. Actravid
Ke3:125/81
aritmia, kolik Hari ke4 :
Ke4:134/63
abdomen, dyspnea. Hari ke5 : Ke5:160/82
Hari ke6 : Ke6:162/85

Hari ke7 : 171 Ke7:150/70


Ke8:150/70
Hari ke8 : 422
Ke9:140/90
Hari ke9 : 285
Ke10:140/90
Hari ke10 : 485 Ke11:130/80
Hari ke11 : 398
7 Kondisi masuk : Hari ke1 : 156 Metformin Hari : 0
nyeri perut di ulu Hari ke2 : 124 Gliquidon Ke1:91/64
Ke2:100/70
hati, mual. Hari ke3 : 167
Ke3:100/80
Kondisi pulang : Hari ke4 : 107
Ke4:100/70
DM, CAD. Hari ke5 : 142 Ke5:100/70
Hari ke6 : 194 Ke6:100/70

Hari ke7 : 176 Ke7:100/70


Ke8:120/80
8 Kondisi masuk : Hari ke1 : 177 Metformin Hari: 0
CVD, lemas, mual. Hari ke2 : 167 Ke1:150/80
Ke2:140/80
Kondisi pulang : Hari ke3 : 102
Ke3:140/80
DM, Hipertensi Hari ke4 : 214
Ke4:130/80
Hari ke5 : 150 Ke5:130/70
Hari ke6 : 106 Ke6:130/80

9 Kondisi masuk : Hari ke1 : Akarbosa Hari: 1


DM, bengkak dan Giquidon Ke1:130/70
Hari ke2 :
Ke2:130/90
merah dikaki
Hari ke3 : Ke3:130/90
kanan, nyeri bila
Ke4:140/90
ditekan. Hari ke4 : 107
Kondisi pulang :
GOUT, DM,
Hipertensi
10 Kondisi masuk : Hari ke1 : Metformin Hari : 1
Demam 3 hari Hari ke2 : Ke1:120/80
Ke2:140/90
SMRS, kaki kanan Hari ke3 :
Ke3:120/80
sakit. Hari ke4 :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


114

Kondisi pulang : Hari ke5 : 90 Ke4:150/90

DM Hari ke6 : 154 Ke5:140/90


Ke6:130/80
Hari ke7 : 180
Ke7:140/80
Hari ke8 : 224
Hari ke9 : 212
11 Kondisi masuk l: Hari ke1 : 103 Metformin Hari: 0
PPOK, Ke1:110/60
Hari ke2 : 598 Ke2:140/80
hipoglikemia, DM,
Ke3:130/80
penurunna Hari ke3 : 282
Ke4:110/70
kesadaran, sesak
Hari ke4 : 151
Kondisi pulang :
masalah teratasi, Hari ke5 : 131

lemas dan pusing


berkurang.
12 Kondisi masuk : Hari ke1 :83 Gliquidon Hari: 0
GERD, diare, Hari ke2 : 84 Ke1:120/70
Ke2:130/80
lemas. Hari ke3 : 99
Ke3:120/70
Kondisi pulang : Hari ke4 : 114
Ke4:130/80
perbaikan. Hari ke5 : 130 Ke5:130/70
Hari ke6 : Ke6:120/70

Hari ke7 : Ke7:140/80


Ke8:140/80
Hari ke8 : 292
Ke9:130/80
Hari ke9 : 140
Ke10:130/80
Hari ke10 : 160 Ke11:130/70
Hari ke11 : 121 Ke12:130/70
Hari ke12 : 50
13 Kondisi masuk : Hari ke1 : 429 Metformin Hari: 0
DM, muntah Hari ke2 : 288 Inj. Actravid Ke1:130/90
Ke2:130/90
darah, mual. Hari ke3 : 153
Ke3:130/90
Kondisi pulang : Hari ke4 : 231
Ke4:130/90
tampak sakit Hari ke5 : Ke5:130/90
sedang, tanpa Hari ke6 : 366 Ke6:
keluhan. Hari ke7 : 408 Ke7:140/80
Ke8:130/90
Hari ke8 :
Ke9:120/70
Hari ke9 :
Hari ke10 :
14 Kondisi masuk : Hari ke1 : 415 Metformin Hari: 0
dyspnea, CHF, Hari ke2 : 296 Inj. Lantus Ke1:130/70
Ke2:120/70
DM. GDP Hari ke3 :
Ke3:120/80
Kondisi pulang : 119
Ke4:100/80
CHF, DM, CAD, GDP Hari ke4 : Ke5:120/70
sesak berkurang 130 Ke6:120/70
(pulang paksa) GDP Hari ke5 : Ke7:110/70

75
Hari ke6 : 152
Hari ke7 : 121

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


115

Hari ke8 : 63
Hari ke9 :
15 Kondisi masuk : Hari ke1 : Glimepirid Hari: 0
kolik abdomen, Hari ke2 : 148 Ke1:120/70
Ke2: 120/80
demam tifoid. Hari ke3 :
Ke3:150/90
Kondisi pulang : Hari ke4 : 215
Ke4:140/80
membaik, DM. Hari ke5 : 160 Ke5:140/70
Hari ke6 : Ke6:160/80

Hari ke7 : Ke7:130/70


Ke8:130/80
Hari ke8 :
Ke9:120/80
Hari ke9 : 183
Ke10:120/80
Hari ke10 : 140
16 Kondisi masuk : Hari ke1 : Metformin Hari: 0
DM II. Demam, Glimepirid Ke1:140.90
Hari ke2 : 295
Ke2:120/70
mual muntah, sulit
Hari ke3 : 318 Ke3:120/70
BAB, nyeri ulu
Ke4:130/70
hati. Hari ke4 : 308
Kondisi pulang :
lemas dan mual
berkurang.
17 Kondisi masuk : Hari ke1 : Glibenclamid Hari: 0
BAB cair, mual, Hari ke2 : Ke1:120/70
Ke2:130/80
muntah. Hari ke3 : 210
Ke3:130/80
Kondisi pulang : Hari ke4 :
Ke4:120/80
TB, DM, batuk Hari ke5 Ke5:120/80
berkurang. Hari ke6 : Ke6:90/60

GDP Hari ke7 : Ke7:110/70


Ke8:120/70
143
Ke9:110/80
Hari ke8 :
Hari ke9 :
18 Kondisi masuk : Hari ke1 : Gliquidon Hari: 0
TB, DM, batuk GDP Hari ke2 : Ke1: 110/60
Ke2: 120/80
lama, nafsu makan 191
Ke3:120/80
berkurang, makin Hari ke3 : 173
Ke4:100/60
kurus. Hari ke4 : 255 Ke5:110/70
Kondisi pulang Hari ke5 : 134 Ke6:120/80
:TB, mual. Hari ke6 : 158 Ke7:120/70

Hari ke7 :
19 Kondisi masuk : Hari ke1 : 175 Metformin Hari: 0
Bronkopneumonia, Hari ke2 : Glimepirid Ke1:120/70
Ke2:117/68
CAD, nyeri, Hari ke3 :
Ke3:140/80
pusing. Hari ke4 :169
Ke4:120/70
Kondisi pulang : Hari ke5 : 133 Ke5:130/80
tanpa keluhan, Hari ke6 : 114 Ke6:140/90
DM. Hari ke7 : 187 Ke7:140/80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


116

Hari ke8 : 196 Ke8:130/80

Hari ke9 : 121 Ke9:130/80

20 Kondisi masuk : Hari ke1 : 236 Metformin Hari: 0


demam tifoid, DM, GDP Hari ke2 : Ke1:130/80
Ke2:130/60
mual, muntah, 166
Ke3:130/70
nyeri ulu hati. Hari ke3 : 245
Ke4:130/80
Kondisi pulang : Hari ke4 :
21 Kondisi masuk : Hari ke1 : 333 Inj. Novorapid - 0
penurunan Inj. Lantus
Hari ke2 : 339
kesadaran, DM,
melena, anemia,
CKD, stroke.
Kondisi pulang :
meninggal.
22 Kondisi masuk : Hari ke1 : Gliquidon Hari: 0
lemas, ngantuk Hari ke2 : Ke1:141/91
Ke2:130/80
terus, kedua Hari ke3 :
Ke3:130/70
tungkai linu, Hari ke4 :
Ke4:140/100
berkeringat terus. Hari ke5 : Ke5:160/100
Kondisi pulang : Hari ke6 : Ke6:140/90
membaik, mulai Hari ke7 : Ke7:130/80
aktif. Ke8:140/90
Hari ke8 :
Ke9:110/70
Hari ke9 :
Ke10:110/70
Hari ke10 : Ke11:120/80
Hari ke11 : Ke12:140/80
Hari ke12 : Ke13:120/70

Hari ke13 : 181 Ke14: 120/80

Hari ke14 : 159


23 Kondisi masuk : Hari ke1 : 225 Glimepirid Hari: 1
DM, demam, Hari ke2 : 275 Ke1:141/96
Ke2:130/80
mual, muntah Hari ke3 :
Ke3:145/80
Kondisi pulang : Hari ke4 :156
Ke4:130/80
baik,mual Hari ke5 : Ke5:130/70
berkurang. Hari ke6 : Ke6:133/97

24 Kondisi masuk : Hari ke1 : Glikuidon Hari: 0


demam, DM, Hari ke2 : 327 Ke1:110/60
Ke2:110/80
sirosis, hipertensi, Hari ke3 : 227
Ke3:110/60
nyeri ulu hati, Hari ke4 : 174
Ke4:100/90
mual, muntah. Hari ke5 :
Kondisi pulang :
mual dan muntah
berkurang, kondisi
baik.
25 Kondisi masuk : Hari ke1 : Metformin Hari: 1
vertigo, hipertensi. GDP Hari ke2 : Ke1: 140/70
Ke2:130/80
Kondisi pulang : 141

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


117

kurang baik, tanpa Hari ke3 : Ke3:140/80

keluhan, vertigo, Hari ke4 : Ke4:140/80

DM, Hari ke5 :


hyperlipidemia,
hipertensi.
26 Kondisi masuk : Hari ke1 : 437 Glikuidon Hari: 0
anemia, CKD, Hari ke2 : 346 Ke1:96/58
Ke2:90/60
DM, nafsu makan Hari ke3 : 365
Ke3:100/60
berkurang, lemas, Hari ke4 : 199
Ke4:100/60
pucat. Hari ke5 : 170
Kondisi pulang :
hematemesis,
melena, sirosis
hati.
27 Kondisi masuk : Hari ke1 : Metformin Hari: 0
stroke Ke1:120/80
GDP Hari ke2 :
Ke2:140/90
Kondisi pulang :
131
sakit pada sendi
bahu,
hyperlipidemia,
stroke, DM, lebih
rilex.
28 Kondisi masuk : Hari ke1 : Gliquidon Hari: 0
dyspnea, CHF, Hari ke2 : Ke1:110/70
Ke2:
CAD. Hari ke3 : 89
Ke3:100/70
Kondisi pulang : Hari ke4 : 113
Ke4:110/70
sesak batuk, Hari ke5 : 116 Ke5:100/70
CHF,DM, Hari ke6 : 130 Ke6:110/70
hipertensi. Hari ke7 : Ke7:110/80
Ke8:90/60
Hari ke8 :112
Ke9:110/70
Hari ke9 : 122
Ke10:120/80
Hari ke10 : 121

Penilaian evaluasi DRPs Butuh Tambahan Obat:


1= ada
0 = tidak ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


118

Lampiran 6. Evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi

No Kadar gula Darah Keluhan utama Obat Anti Obat Tanpa


Pasi (mg/dl) Awal Akhir Diabetes Indikasi
en
1 Hari ke1 : 189 Nyeri sendi , pegal Nyeri bahu kiri Glimepirid 0
Hari ke2 : 160 seluruh badan Metformin
Hari ke3 : 142
Hari ke4 : 70
Hari ke5 : 137
Hari ke6: 110
Hari ke7 : 101
2 Hari ke1 : 354 Batuk darah, BAB Sesak nafas, lemas, Inj. 0
hitam, sesak nafas nyeri kaki Novorapid
3 Hari ke1 : 127 Fraktur, nyeri pinggang Tampak lebih rileks, Glimepirid 0
Hari ke2 : belakang kanan, lemas nyeri pinggang Metformin
Hari ke3 : 180
Hari ke4 :
Hari ke5 : 151
Hari ke6 : 187
Hari ke7 :
Hari ke8 :
Hari ke9 : 125
Hari ke 10 : 114
4 Hari ke1 :190 Mual, Muntah, sesak Tidak ada keluhan Metformin 0
nafas, diare
Hari ke2 : 150

5 Hari ke1 : 84 Nyeri kaki kanan, Tidak ada keluhan Gliquidon 0


Hari ke2 : lemas, pusing, tidak bisa
Hari ke3 : jalan Akarbosa
Hari ke4 : 147
Hari ke5 : 100
Hari ke6 : 91
Hari ke7 : 90
Hari ke8 : 100
Hari ke9 : 119
Hari ke10 :
Hari ke11 : 138
Hari ke12 : 121
Hari ke13 :
Hari ke14 : 113
Hari ke15 : 97
Hari ke16 : 111
Hari ke17 : 169

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


119

6 Hari ke1 : Batuk, sesak nafas, Sesak nafas berkurang Giquidon 0


Hari ke2 : demam, mual
Hari ke3 : Glimepirid
Hari ke4 : Inj. Actravid
Hari ke5 :
Hari ke6 :
Hari ke7 : 171
Hari ke8 : 422
Hari ke9 : 285
Hari ke10 : 485
Hari ke11 : 398
7 Hari ke1 : 156 Nyeri perut di ulu hati, Batuk Metformin 0
Hari ke2 : 124 mual Gliquidon
Hari ke3 : 167
Hari ke4 : 107
Hari ke5 : 142
Hari ke6 : 194
Hari ke7 : 176
8 Hari ke1 : 177 Pusing, lemas, mual, Tidak ada keluhan Metformin 0
Hari ke2 : 167 tangan kanan nyeri,
Hari ke3 : 102 nyeri daerah leher
Hari ke4 : 214
Hari ke5 : 150
Hari ke6 : 106
9 Hari ke1 : 154 Kaki kanan bengkak Tidak ada keluhan Akarbosa 0

Hari ke2 : dan merah sudah 1 Giquidon


minggu, nyeri bila
Hari ke3 :
ditekan
Hari ke4 : 107

10 Hari ke1 :220 Demam 3 hari SMRS, Tidak ada keluhan Metformin 0
Hari ke2 : kaki kanan sakit, lemas,
Hari ke3 : pusing
Hari ke4 :
Hari ke5 : 90
Hari ke6 : 154
Hari ke7 : 180
Hari ke8 : 224
Hari ke9 : 212
11 Hari ke1 : 103 Hipoglikemia (karena Lemas dan pusing Metformin 0
minum 1 tablet obat
Hari ke2 : 598
glibenklamid,
Hari ke3 : 282 penurunan kesadaran,
lemas, sesak nafas
Hari ke4 : 151

Hari ke5 : 131

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


120

12 Hari ke1 :83 Diare, lemas ±1 Perbaikan Gliquidon 0


Hari ke2 : 84 minggu, nafsu makan
Hari ke3 : 99 menurun, mual, muntah,
Hari ke4 : 114 nyeri ulu hati
Hari ke5 : 130
Hari ke6 :
Hari ke7 :
Hari ke8 : 292
Hari ke9 : 140
Hari ke10 : 160
Hari ke11 : 121
Hari ke12 : 50
13 Hari ke1 : 429 Muntah darah, tampak Tidak ada keluhan Metformin 0
Hari ke2 : 288 mual, kembung, nyeri di Inj. Actravid
Hari ke3 : 153 dada kanan
Hari ke4 : 231
Hari ke5 :
Hari ke6 : 366
Hari ke7 : 408
Hari ke8 :
Hari ke9 :
Hari ke10 :
14 Hari ke1 : 415 Sesak nafas hilang- Lemas, sesak berkurang Metformin 0
Hari ke2 : 296 timbul, bengkak kaki, Inj. Lantus
GDP Hari ke3 : 119 lemas
GDP Hari ke4 : 130
GDP Hari ke5 : 75
Hari ke6 : 152
Hari ke7 : 121
Hari ke8 : 63
Hari ke9 :
15 Hari ke1 : Demam 3 hari SMRS, Kesadaran stabil, Glimepirid 0
Hari ke2 : 148 batuk, mual, nyeri membaik
Hari ke3 : diperut kanan atas, perut
Hari ke4 : 215 kembung
Hari ke5 : 160
Hari ke6 :
Hari ke7 :
Hari ke8 :
Hari ke9 : 183
Hari ke10 : 140

16 Hari ke1 : Demam, mual, muntah, Lemas berkurang, mual Metformin 0


sulit BAB, nyeri ulu hati berkurang Glimepirid
Hari ke2 : 295

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


121

Hari ke3 : 318 perut kiri atas, lemas

Hari ke4 : 308

17 Hari ke1 : Diare, lemas, mual, Muntaber Batuk Glibenclami 0


Hari ke2 : muntah d
Hari ke3 : 210
Hari ke4 :
Hari ke5
Hari ke6 :
GDP Hari ke7 : 143
Hari ke8 :
Hari ke9 :
18 Hari ke1 : Batuk lama, mual, nafsu Mual, nafsu makan Gliquidon 0
makan berkurang, sedikit berkurang, batuk
GDP Hari ke2 : 191
demam (malam dan
Hari ke3 : 173 pagi), nyeri perut, berat
badan menurun,
Hari ke4 : 255
semakin kurus
Hari ke5 : 134

Hari ke6 : 158

Hari ke7 :

19 Hari ke1 : 175 Pusing, nyeri dada Tidak ada keluhan Metformin 0
Hari ke2 : sampai pinggang, Glimepirid
Hari ke3 : demam naik turun,
Hari ke4 :169 lemas
Hari ke5 : 133
Hari ke6 : 114
Hari ke7 : 187
Hari ke8 : 196
Hari ke9 : 121
20 Hari ke1 : 236 Demam, nyeri ulu hati, Batuk berkurang Metformin 0
GDP Hari ke2 : 166 lemas pada kedua kaki,
Hari ke3 : 245 pusing

Hari ke4 :
21 Hari ke1 : 333 Tidak sadar Meninggal Inj. 0
Hari ke2 : 339 Novorapid
Inj. Lantus
22 Hari ke1 :141 Lemas, pusing, Mulai aktif beraktivitas Gliquidon 0
Hari ke2 : berkeringat terus, kedua
Hari ke3 : tungkai kaki linu,
Hari ke4 pengen tidur terus, sulit
Hari ke5 BAB

Hari ke6
Hari ke7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


122

Hari ke8
Hari ke9
Hari ke10
Hari ke11
Hari ke12
Hari ke13 : 181
Hari ke14 : 159
23 Hari ke1 : 225 Demam SMRS, pusing, Membaik Glimepirid 0
Hari ke2 : 275 mual,kaki sakit bild
ditekan, badan meriang
Hari ke3 :
Hari ke4 :156
Hari ke5 :
Hari ke6 :
24 Hari ke1 : Demam tifoid, Gliquidon 0
Hari ke2 : 327 kembung, lemas, mual,
Hari ke3 : 227 muntah
Hari ke4 : 174
Hari ke5 :
25 Hari ke1 : 161 Pusing, lemas Vertigo , kurang baik Metformin 0
GDP Hari ke2 : 141
Hari ke3 :
Hari ke4 :
Hari ke5 :171
26 Hari ke1 : 437 Anemia, melena, lemas, Melena (perbaikan) Gliquidon 0
Hari ke2 : 346 pucat, nafsu makan
Hari ke3 : 365 menurun
Hari ke4 : 199
Hari ke5 : 170
27 Hari ke1 : 180 Nyeri pangkal lengan Perbaikan Metformin 0
bahu kiri, nyeri paha
GDP Hari ke2 : 131
kiri, lemas
Hari ke3 :170

28 Hari ke1 : Sesak nafas, batuk, Sesak berkurang, batuk Gliquidon 0


Hari ke2 : lemas berkurang
Hari ke3 : 89
Hari ke4 : 113
Hari ke5 : 116
Hari ke6 : 130
Hari ke7 :
Hari ke8 :112
Hari ke9 : 122
Hari ke10 : 121
Penilaian evaluasi DRPs Obat Tanpa Indikasi :
1= ada
0 = tidak ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


123

Lampiran 7. Evaluasi DRPs Salah Obat

No L/ Obat Anti Rute Alergi obat/ Hasil laboratorium Penilaian


Pasien P Diabetes diagnosis lain Kadar Gula Darah Fungsi ginjal dan Tekanan Darah Salah Obat
hati (mmHg)
1 P Glimepirid Oral - Hari ke1 : 177 Hari ke1 Hari: 0
Metformin Oral Hari ke2 : 160 Ureum:26 mg/dl ke1:130/80
Hari ke3 : 142 Kreatinin:1.2 mg/dl ke2: 140/80
Hari ke4 : 70 AST: 27 U/L ke3: 159/93

Hari ke5 : 137 ALT: 33 U/L ke6:144/94

Hari ke6: 110

2 P Inj. novorapid SC - Hari ke1 : 354 Hari ke1 : Hari: 0


Kreatinin:1.6 mg/dl Ke1:
Ureum: 28 mg/dl 161/104
Ke2:140/90
Ke3:120/80
Ke4:120/70
3 L Glimepirid Oral - Hari ke1 : 127 Hari ke1 : Hari : 0
Metformin Oral Hari ke2 :220 Ureum : 36 mg/dl Ke1:140/80
Hari ke3 : 180 Kreatinin:1.3 mg/dl Ke2:140/70
Hari ke4 : Ke3:140/80

Hari ke5 : 151


Hari ke6 : 187
Hari ke7 :
Hari ke8 :
Hari ke9 : 125
Hari ke 10 : 114
4 L Metformin Oral - Hari ke1 :190 - Hari : 0
Hari ke2 : 150 Ke1:152/94
Ke2:120/70
5 L Gliquidon Oral - Hari ke1 : 84 Hari ke1 Hari : 0
Akarbosa Oral Hari ke2 : Ureum:27 mg/dl Ke1:
Hari ke3 : Kreatinin:1.0mg/dl 159/102
Hari ke4 : 147 AST: 13 U/L Ke2:150/100

Hari ke5 : 100 ALT: 17 U/L Ke3:131/73

Hari ke6 : 91 Ke4:120/80

Hari ke7 : 90 Ke5:135/69

Hari ke8 : 100 Ke6:119/80


Ke7:110/80
Hari ke9 : 119
Ke8:134/78
Hari ke10 :
Ke9:154/78
Hari ke11 : 138
Ke10:123/71
Hari ke12 : 121
Ke11:120/70
Hari ke13 :
Ke12:130/80
Hari ke14 : 113
Ke13:142/83
Hari ke15 : 97
Ke14:124/73
Hari ke16 : 111
Ke15:120/80
Hari ke17 : 169
Ke16:130/77
Ke17:115/70
6 L Giquidon Oral - Hari ke1 : -: Hari: 0
Glimepirid Oral Hari ke2 : Ke1:150/90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


124

Inj. Actravid IV Hari ke3 : Ke2:130/80


Hari ke4 : Ke3:125/81
Hari ke5 : Ke4:134/63
Hari ke6 : Ke5:160/82

Hari ke7 : 171 Ke6:162/85

Hari ke8 : 422 Ke7:150/70

Hari ke9 : 285 Ke8:150/70


Ke9:140/90
Hari ke10 : 485
Ke10:140/90
Hari ke11 : 398
Ke11:130/80
7 L Metformin Oral Alergi golongan Hari ke1 : Albumin :2.9 Hari : 0
Gliquidon Oral pensilin Hari ke2 : 124 Ke1:91/64
Hari ke3 : 167 Ke2:100/70
Hari ke4 : 107 Ke3:100/80

Hari ke5 : 142 Ke4:100/70

Hari ke6 : 194 Ke5:100/70

Hari ke7 : 176 Ke6:100/70


Ke7:100/70
Ke8:120/80
8 P Metformin Oral - Hari ke1 : 177 Hari ke1 : Hari: 0
Hari ke2 : 167 Ureum:21 mg/dl Ke1:150/80
Hari ke3 : 102 Kreatinin:0.8mg/dl Ke2:140/80
Hari ke4 : 214 Ke3:140/80

Hari ke5 : 150 Ke4:130/80

Hari ke6 : 106 Ke5:130/70


Ke6:130/80
9 L Akarbosa Oral - Hari ke1 : - Hari: 0
Giquidon Oral Hari ke2 : Ke1:130/70
Hari ke3 : Ke2:130/90
Hari ke4 : 107 Ke3:130/90
Ke4:140/90
10 L Metformin Oral - Hari ke1 : Hari ke1 : Hari : 0
Hari ke2 : Ureum:57.00mg/dl Ke1:120/80
Hari ke3 : Kreatinin:1.1 mg/dl Ke2:140/90
Hari ke4 : AST:33 U/L Ke3:120/80

Hari ke5 : 90 ALT:78U/L Ke4:150/90

Hari ke6 : 154 Ke5:140/90

Hari ke7 : 180 Ke6:130/80


Ke7:140/80
Hari ke8 : 224
Hari ke9 : 212
11 L Metformin Oral - Hari ke1 : 103 Hari ke1 : Hari: 0
Hari ke2 : 598 Ureum:25 mg/dl Ke1:110/60
Hari ke3 : 282 Kreatinin:0.8mg/dl Ke2:140/80
Hari ke4 : 151 Ke3:130/80

Hari ke5 : 131 Ke4:110/70

12 P Gliquidon Oral - Hari ke1 :83 - Hari: 0


Hari ke2 : 84 Ke1:120/70
Hari ke3 : 99 Ke2:130/80
Hari ke4 : 114 Ke3:120/70

Hari ke5 : 130 Ke4:130/80

Hari ke6 : Ke5:130/70

Hari ke7 : Ke6:120/70

Hari ke8 : 292 Ke7:140/80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


125

Hari ke9 : 140 Ke8:140/80


Hari ke10 : 160 Ke9:130/80
Hari ke11 : 121 Ke10:130/80
Hari ke12 : 50 Ke11:130/70
Ke12:130/70
13 P Metformin Oral - Hari ke1 : 429 Hari ke1 : Hari: 1
Inj. Actravid IV Hari ke2 : 288 Ureum: 41 mg/dl Ke1:130/90
Hari ke3 : 153 Kreatinin:2.0 mg/dl Ke2:130/90
Hari ke4 : 231 Ke3:130/90

Hari ke5 : Ke4:130/90

Hari ke6 : 366 Ke5:130/90

Hari ke7 : 408 Ke6:


Ke7:140/80
Hari ke8 :
Ke8:130/90
Hari ke9 :
Ke9:120/70
Hari ke10 :
14 P Metformin Oral - Hari ke1 : 415 Hari ke1 : Hari: 0
Inj. Lantus IV Hari ke2 : 296 Ureum: 24mg/dl Ke1:130/70
GDP Hari ke3 : 119 Kreatinin:1.4mg/dl Ke2:120/70
GDP Hari ke4 : 130 AST:22 U/L Ke3:120/80

GDP Hari ke5 : 75 ALT:26 U/L Ke4:100/80

Hari ke6 : 152 Ke5:120/70

Hari ke7 : 121 Ke6:120/70

Hari ke8 : 63 Ke7:110/70

Hari ke9 :
15 L Glimepirid Oral - Hari ke1 : - Hari: 0
Hari ke2 : 148 Ke1:120/70
Hari ke3 : Ke2: 120/80
Hari ke4 : 215 Ke3:150/90

Hari ke5 : 160 Ke4:140/80

Hari ke6 : Ke5:140/70

Hari ke7 : Ke6:160/80


Ke7:130/70
Hari ke8 :
Ke8:130/80
Hari ke9 : 183
Ke9:120/80
Hari ke10 : 140
Ke10:120/80
16 P Metformin Oral - Hari ke1 : Hari ke1 : Hari: 1
Glimepirid Oral Hari ke2 : 295 Kreatinin: 1.8 Ke1:140.90
Hari ke3 : 318 mg/dl Ke2:120/70
Hari ke4 : 308 Ke3:120/70
Ke4:130/70
17 P Glibenclamid Oral - Hari ke1 : Hari ke1 : Hari: 0
Hari ke2 : Ureum:12 mg/dl Ke1:120/70
Hari ke3 : 210 Ke2:130/80
Hari ke4 : Ke3:130/80

Hari ke5 Ke4:120/80

Hari ke6 :207 Ke5:120/80

GDP Hari ke7 : 143 Ke6:90/60


Ke7:110/70
Hari ke8 :
Ke8:120/70
Hari ke9 :
Ke9:130/80
18 P Gliquidon Oral - Hari ke1 : Hari ke1 : Hari: 0
GDP Hari ke2 : 191 Ureum: 21 mg/dl Ke1: 110/60
Hari ke3 : 173 Kreatinin:1.3md/dl Ke2: 120/80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


126

Hari ke4 : 255 AST:26 U/L Ke3:120/80


Hari ke5 : 134 ALT:20 U/L Ke4:100/60
Hari ke6 : 158 Ke5:110/70
Hari ke7 : Ke6:120/80
Ke7:120/70
19 P Metformin Oral - Hari ke1 : 175 Hari ke1 : Hari: 0
Glimepirid Oral Hari ke2 : Ureum:27mg/dl Ke1:120/70
Hari ke3 : Kreatini:0.8 mg/dl Ke2:117/68
Hari ke4 :169 Ke3:140/80

Hari ke5 : 133 Ke4:120/70

Hari ke6 : 114 Ke5:130/80

Hari ke7 : 187 Ke6:140/90


Ke7:140/80
Hari ke8 : 196
Ke8:130/80
Hari ke9 : 121
Ke9:130/80
20 P Metformin Oral - Hari ke1 : 236 - Hari: 0
GDP Hari ke2 : 166 Ke1:130/80
Hari ke3 : 245 Ke2:130/60
Hari ke4 : Ke3:130/70
Ke4:130/80
21 P Inj. Novorapid SC - Hari ke1 : 333 Hari ke1 : - 0
Inj. Lantus IV Ureum:195 mg./dl
Hari ke2 : 339
Kreatinin:1.5 mg/dl
AST: 20U/L
ALT: 9 U/L
22 L Gliquidon Oral - Hari ke1 : - Hari: 0
Hari ke2 : Ke1:141/91
Hari ke3 : Ke2:130/80
Hari ke4 : Ke3:130/70

Hari ke5 : Ke4:140/100

Hari ke6 : Ke5:160/100

Hari ke7 : Ke6:140/90

Hari ke8 : Ke7:130/80


Ke8:140/90
Hari ke9 :
Ke9:110/70
Hari ke10 :
Ke10:110/70
Hari ke11 :
Ke11:120/80
Hari ke12 :
Ke12:140/80
Hari ke13 : 181
Ke13:120/70
Hari ke14 : 159 Ke14: 120/80
23 L Glimepirid Oral - Hari ke1 : 225 Hari ke1: Hari: 0
Hari ke2 : 275 Ureum: 21mg/dl Ke1:141/96
Hari ke3 : Kreatinin: 0.8mg/dl Ke2:130/80
Hari ke4 :156 AST:17 U/L Ke3:145/80

Hari ke5 : ALT: 19 U/L Ke4:130/80

Hari ke6 : Ke5:130/70


Ke6:133/97
24 P Gliquidon Oral - Hari ke1 : Hari ke1: Hari: 0
Hari ke2 : 327 Ureum: 39 mg/dl Ke1:110/60
Hari ke3 : 227 Kreatinin:1.3 mg/dl Ke2:110/80
Hari ke4 : 174 AST: 33 U/L Ke3:110/60

Hari ke5 : ALT:14 U/L Ke4:100/90

25 P Metformin Oral - Hari ke1 : - Hari: 0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


127

GDP Hari ke2 : 141 Ke1: 140/70


Hari ke3 : Ke2:130/80
Hari ke4 : Ke3:140/80
Hari ke5 : Ke4:140/80

26 P Gliquidon Oral - Hari ke1 : 437 Hari ke1: Hari: 0


Hari ke2 : 346 Ureum:105 mg/dl Ke1:96/58
Hari ke3 : 365 Kreatinin: 1.3mg/dl Ke2:90/60
Hari ke4 : 199 Ke3:100/60

Hari ke5 : 170 Ke4:100/60

27 L Metformin Oral - Hari ke1 : - Hari: 0


GDP Hari ke2 : 131 Ke1:120/80
Hari ke3 : Ke2:140/90
28 P Gliquidon Oral - Hari ke1 : Hari ke1: Hari: 0
Hari ke2 : Ureum: 12 mg/dl Ke1:110/70
Hari ke3 : 89 Kreatinin:0.7 mg/dl Ke2:
Hari ke4 : 113 Ke3:100/70

Hari ke5 : 116 Ke4:110/70

Hari ke6 : 130 Ke5:100/70

Hari ke7 : Ke6:110/70


Ke7:110/80
Hari ke8 :112
Ke8:90/60
Hari ke9 : 122
Ke9:110/70
Hari ke10 : 121
Ke10:120/80

Penilaian evaluasi DRPs Salah Obat :


1= ada
0 = tidak ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


128

Lampiran 8. Evaluasi DRPs Dosis Dibawah Dosis Terapi

No Obat Dosis Dosis Rute Penilaian dosis melebihi dosis terapi


Pasien Antidiabetes Standar pemberian
1 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
Metformin 500- 2x500mg Oral
2250mg/hr

2 Inj. novorapid 0.5-5 U/kg 3x100mg SC 0


BB/hr
3 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
Metformin 500- 2x1/2 500mg Oral
2250mg/hr
4 Metformin 500- 1x500mg Oral 0
2250mg/hr
5 Gliquidon 15mg/hr, 45- 1x15mg Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
Akarbosa 50mg, dapat 2x100mg Oral
ditingkatkan
100-
200mg/hr
6 Giquidon 15mg/hr, 45- 2x15mg Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral
Inj. Actravid 0.5-1 U/kg 1x4iu IV
7 Metformin 500- 1x1/2 500mg Oral 0
2250mg/hr
Glikuidon 15mg/hr, 45- 3x1/2 (15mg) Oral
60mg (dosis
terbagi)
8 Metformin 500- 1x500mg Oral 0
2250mg/hr
9 Akarbosa 50mg, dapat 1x100mg Oral 0
ditingkatkan
100-
200mg/hr
Glikuidon 15mg/hr, 45- 1x15mg Oral
60mg (dosis
terbagi)
10 Metformin 500- 1x500mg Oral 0
2250mg/hr
11 Metformin 500- 2x500mg Oral 0
2250mg/hr
12 Glikuidon 15mg/hr, 45- 2x1/2 (15mg) Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
13 Metformin 500- 2x500mg Oral 0
2250mg/hr
Inj. Actravid 0.5-1 U/kg 1x15 IU IV
14 Metformin 500- 3x500mg Oral 0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


129

2250mg/hr
Inj. Lantus 1x/hr 1x10 iU IV
15 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
16 Metformin 500- 3x500mg Oral 0
2250mg/hr
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral
17 Glibenclamid 2.5-5mg/hr 1x5mg Oral 0

18 Glikuidon 15mg/hr, 45- 3x30mg Oral 0


60mg (dosis
terbagi)
19 Metformin 500- 2x500mg Oral 0
2250mg/hr
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral
20 Metformin 500- 2x1/2 500mg Oral 0
2250mg/hr
21 Inj. Novorapid 0.5-5 U/kg 3x20 iU SC 0
BB/hr
Inj. Lantus 1x/hr 1x16 iU IV
22 Glikuidon 15mg/hr, 45- 1x1/2 (30mg) Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
23 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
24 Glikuidon 15mg/hr, 45- 2x1/2 (30 mg) Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
25 Metformin 500- 3x500mg Oral 0
2250mg/hr
26 Glikuidon 15mg/hr, 45- 2x30 mg Oral 0
60mg (dosis
terbagi)
27 Metformin 500- 3x1/2 (500mg) Oral 0
2250mg/hr
28 Glikuidon 15mg/hr, 45- 2x1/2 (30mg) Oral 0
60mg (dosis
terbagi)

Penilaian Evaluasi DRPs Dosis dibawah terapi :


1 = ada
0 = tidak ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


130

Lampiran 9. Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis Terapi

No Obat Dosis Standar Dosis pemberian Rute Penilaian dosis melebihi


Pasien Antidiabetes dosis terapi
1 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
Metformin 500-2250mg/hr 2x500mg Oral

2 Inj. novorapid 0.5-5 U/kg BB/hr 3x100mg SC 0


3 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
Metformin 500-2250mg/hr 2x1/2 500mg Oral
4 Metformin 500-2250mg/hr 1x500mg Oral 0
5 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 1x15mg Oral 0
Akarbosa 50mg, dapat ditingkatkan 100- 2x100mg Oral
200mg/hr
6 Giquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 2x15mg Oral 0
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral
0.5-1 U/kg 1x4iu
Inj. Actravid IV
7 Metformin 500-2250mg/hr 1x1/2 500mg Oral 0
Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 3x1/2 (15mg) Oral
8 Metformin 500-2250mg/hr 1x500mg Oral 0
9 Akarbosa 50mg, dapat ditingkatkan 100- 1x100mg Oral 0
200mg/hr
15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 1x15mg
Giquidon Oral
10 Metformin 500-2250mg/hr 1x500mg Oral 0
11 Metformin 500-2250mg/hr 2x500mg Oral 0
12 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 2x1/2 (15mg) Oral 0
13 Metformin 500-2250mg/hr 2x500mg Oral 0
Inj. Actravid 0.5-1 U/kg 1x15 IU

14 Metformin 500-2250mg/hr 3x500mg Oral 0


Inj. Lantus 1x/hr 1x10 Iu IV
15 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
16 Metformin 500-2250mg/hr 3x500mg Oral 0
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg

17 Glibenclamid 2.5-5mg/hr 1x5mg Oral 0


18 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 3x30mg Oral 0
19 Metformin 500-2250mg/hr 2x500mg Oral 0
Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral
20 Metformin 500-2250mg/hr 2x1/2 500mg Oral 0
21 Inj. Novorapid 0.5-5 U/kg BB/hr 3x20 iU SC 0
Inj. Lantus 1x/hr 1x16 iU IV
22 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 1x1/2 (30mg) Oral 0
23 Glimepirid 1-2mg/hr 1x2mg Oral 0
24 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 2x1/2 (30 mg) Oral 0
25 Metformin 500-2250mg/hr 3x500mg Oral 0
26 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 2x30 mg Oral 0
27 Metformin 500-2250mg/hr 3x1/2 (500mg) Oral 0

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


131

28 Gliquidon 15mg/hr, 45-60mg (dosis terbagi) 2x1/2 (30mg) Oral 0

Penilaian Evaluasi DRPs Dosis Melebihi Dosis terapi :


1 = ada
0 = tidak ada

Lampiran 10. Evaluasi DRPs Interaksi Obat

No Obat Obat Lain Penilaian Interaksi Mekanisme Interaksi Kadar gula darah
kasus antidiabetes evaluasi Obat Obat
Interaksi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


132

Obat per
pasien
1 Glimepirid + Tensivask 0 Hari ke1 : 177

Metformin Na.diklofenak
Omeprazole Hari ke2 : 160

Zaldiar
Voltaren Hari ke3 : 142
Inj. Ranitidine
Inj. Remopain Hari ke4 : 70
Inj. Omeprazole
Hari ke5 : 137

Hari ke6: 110

2 Inj. novorapid ISDN 0


Ranitidin
Valsartan
Lasix
Aspar-K
Salbutamol
Parasetamol
Inj. Ranitidine
Inj. Ceftriaxon
Inj. Lasix
3 Glimepirid Fores 1  Glimepiri  Metilprednisolon dapat Hari ke1 : 127
Metformin Trolip d+ menurunkan efek
Kalmeco metilpredn glimepiride secara Hari ke2 :

Nepatic isolon farmakodinamik


Hari ke3 : 180
Allopurinol antagonis
Non flamin (farmakodinamik,
Hari ke4 :
Epsonal minor)
Hibone Hari ke5 : 151
Inj. Hexilon
Inj.Tradosix/Trama Hari ke6 : 187
dol
Inj. Rocer Hari ke7 :
Inj. Hibone Hari ke8 :
Inj. Lansoprazol Hari ke9 : 125
Inf. Clasta
Hari ke 10 : 114

4 Metformin Amlodipin 1  Ranitidin  Ranitidin mengurangi Hari ke1 :190


Parasetamol + pembersihan ginjal
Ceftriaxon Metformin metformin dengan
Ranitidin menghambat sekresi
newdiatab metformin di tubular
Inj. Ondansetron

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


133

Inj. Parasetamol ginjal sehingga kadar Hari ke2 : 150


Inj. plasma metformin dapat
Tramadol/Paraseta meningkat dan dapat
mol meningkatkan efek
farmakologisnya
farmakokinetik,
moderat)
5 Gliquidon Hibone 1  Gliquidon  Meloxicam dapat Hari ke1 : 84
Akarbosa Imdur + meningkatkan efek
Hari ke2 :
Asam folat meloxica gliquidon sehingga
Brain act m dapat menyebabkan Hari ke3 :

Candesartan hipoglikemia (tidak Hari ke4 : 147


Amiodaron diketahui, moderat)
Hari ke5 : 100
Amlodipin
Clonidin Hari ke6 : 91
Losartan
Hari ke7 : 90
Alprazolam
Ranitidin Hari ke8 : 100

Ondansetron Hari ke9 : 119


Bioxon
Hari ke10 :
Ketorolac
Ascardia Hari ke11 : 138
Meloxicam Hari ke12 : 121
Provital
Hari ke13 :
Cefixim
Clopidogrel Hari ke14 : 113
Inj. Transamin
Hari ke15 : 97
Inj. Vit K
Inj. Clasta Hari ke16 : 111

Inj. Ceftriaxon Hari ke17 : 169

6 Giquidon Persantin 1  Metilpred  Efek antagonis Hari ke1 :


Glimepiride Pectosil nisolon + metilprednisolon dapat
Hari ke2 :
Inj. Actravid Spironolakton glimepirid menurunkan efek
ISDN glimepiride
Hari ke3 :
Simvastatin (farmakodinamik,
Clopidogrel minor) Hari ke4 :
KSR
Hari ke5 :
Digoxin
Amiodaron
Hari ke6 :
Warfarin
Inj. Omeprazol Hari ke7 : 171
Inj. Ketorolac
Inj. Ondansetron Hari ke8 : 422

Inj.
Hari ke9 : 285
Metilprednisolon

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


134

Inj. Furosemid Hari ke10 : 485


Inj. Ceftriaxon
Hari ke11 : 398
Cendoliter

7 Metformin Ciprofloxacin 1  Metformin  Ciprofloxacin dapat Hari ke1 : 156


Gliquidon Lansoprazol + meningkatkan efek
Domperidon Ciprofloxa metformin sehingga
Curcuma cin menyebakan Hari ke2 : 124

Valsartan hipoglikemia
Digoxin (farmakodinamik,
Hari ke3 : 167
Pectosil moderat)
Carvedilol
Clopidogrel Hari ke4 : 107
Inj. Cetirizine
Inj. Cobazym
Inj. Spironolakton Hari ke5 : 142
Inj. Persantin
Inj. Furosemid
Inj. Omeprazole Hari ke6 : 194

Inj. Ketorolac
Inj. Ondasetron
Hari ke7 : 176
Inj. Ranitidin
Inf. Sukralfat

8 Metformin Asam folat 1  Metformin  Ranitidin mengurangi Hari ke1 : 177


Clopidogrel + pembersihan ginjal
Ranitidin Ranitidin metformin dengan Hari ke2 : 167
Cobazym menghambat sekresi
Losartan metformin di tubular Hari ke3 : 102
Eperison ginjal sehingga kadar
Ketoprofen plasma metformin dapat Hari ke4 : 214
Inj. Piracetam meningkat dan dapat
Inj. Brain act meningkatkan efek Hari ke5 : 150
farmakologisnya
(farmakokinetik, Hari ke6 : 106
moderat)

9 Akarbosa Clopidogrel 0 Hari ke1 :


Giquidon Allopurinol
Tonar
Amlodipin
Hari ke2 :
Cefixim
Lansoprazol
Inj. Stabixin
Hari ke3 :
Inj. Metronidazol
Inj.ranitidin

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


135

Inj. Ondansetron Hari ke4 : 107


Inj. Ketorolac

10 Metformin Parasetamol 0 Hari ke1 :


Levofloxacin Hari ke2 :
Cefixim Hari ke3 :
Meloxicam Hari ke4 :
Omeprazol Hari ke5 : 90
Metilprednisolon Hari ke6 : 154
Inj. Ketorolac Hari ke7 : 180
Inj. Meropenem Hari ke8 : 224
Hari ke9 : 212
11 Metformin Ambroxol 1  Metformin  Ranitidin mengurangi Hari ke1 : 103
Cobazym + pembersihan ginjal
Inj. Ranitidin metformin dengan
Metilprednisolon  Metformin menghambat sekresi
Hari ke2 : 598
Inj. Ranitidin + metformin di tubular
Inj. Kalmeco Cobazym ginjal sehingga kadar
plasma metformin dapat
meningkat dan dapat Hari ke3 : 282
meningkatkan efek
farmakologisnya
(farmakokinetik,
moderat) Hari ke4 : 151
 Metformin dapat
menurunkan efek
cobazym namun tidak
Hari ke5 : 131
diketahui mekanismenya
(tidak diketahui, minor)

12 Gliquidon Dypiridamol 0 Hari ke1 :83


Simvastatin Hari ke2 : 84
Interpec
Hari ke3 : 99
Parasetamol
Newdiatab Hari ke4 : 114
Cobazym Hari ke5 : 130
Metronidazol
Hari ke6 :
Lacidofil
Cetirizin Hari ke7 :

Cefixim Hari ke8 : 292


Clopidogrel
Hari ke9 : 140
Inj. Kalmeco
Hari ke10 : 160
Inj. Ranitidin
Inj. Ondansetron Hari ke11 : 121
Inj. Micostatin Hari ke12 : 50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


136

13 Metformin Sukralfat 1  Metformin Keduanya dapat saling Hari ke1 : 429


Inj. Actravid Propranolol + actravid meningkakan efek
Hari ke2 : 288
Sismuco secara farmakodinamik
Isosorbid sinergis Hari ke3 : 153
mononitrat (farmakodinamik,
Hari ke4 : 231
Interpec moderat)
Cobazym Hari ke5 :
Laxadin
Hari ke6 : 366
Azitromicin
Inj. Asam Hari ke7 : 408
traneksamat
Inj. Vit K Hari ke8 :

Inj. Metoklopramid Hari ke9 :


Inj. Stabixin
Inj. Omeprazol Hari ke10 :

14 Metformin Clopidogrel 1  Metformin Digoxin dapat Hari ke1 : 415


Inj. Lantus Spironolakton + Digoxin meningkatkan efek Hari ke2 : 296
Losartan metformin melalui GDP Hari ke3 : 119
ISDN kompetisi obat di renal GDP Hari ke4 : 130
Digoxin tubular clearance. GDP Hari ke5 : 75
Furosemid (farmakokinetik, Hari ke6 : 152
Ranitidin moderat) Hari ke7 : 121
Hari ke8 : 63
Hari ke9 :
15 Glimepirid Sukralfat 0 Hari ke1 :
Lacidofil
Cobazym Hari ke2 : 148

Parasetamol
Hari ke3 :
Interpec
Dulcolax Hari ke4 : 215
Cefixim
Lansoprazol Hari ke5 : 160
Amlodipin
Hari ke6 :
Kalmeco
Laxadin
Hari ke7 :
Clobazam
Clopidogrel Hari ke8 :
Inj. Stabixin
Inj. Ceftriaxon Hari ke9 : 183
Inj. Omeprazol
Hari ke10 : 140
Inj. Ranitidin

16 Metformin ISDN 1  Glimepiri  Levofloxacin dapat Hari ke1 :


Glimepirid Bisoprolol d+ meningkatkan efek
Sukralfat Levofloxa meningkatkan efek
Parasetamol

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


137

Polimigel cin glimepirid dengan Hari ke2 : 295


Enziplex berinteraksi secara
Levofloxacin farmakodinamik dan
Inj. Ranitidin bersifat sinergi
Inj. Ondansetron (farmaodinamik, Hari ke3 : 318
Inj. Ceftriaxon moderat).
Inj. Domperidon
Inj. Antasid
Hari ke4 : 308

17 Glibenclamid Ranitidin 1  Glibenkla  Ranitidine dapat Hari ke1 :


Newdiatab mid + menghambat
Domperidon Ranitidin metabolisme hepatic Hari ke2 :

OBH Nelco  Glibenkla sulfonylurea dengan


Hari ke3 : 210
Antasid mid + menghambat enzim
Parasetamol Antasida sitkrom P450 hati,
Hari ke4 :
Estazolam sehingga meningkatkan
Inj. Ceftriaxon efek Hari ke5
Inj. Ondansetron sulfonilurea(farmakokin
etik, moderat) Hari ke6 :

GDP Hari ke7 : 143

Hari ke8 :

Hari ke9 :

18 Gliquidon Sanadril 0 Hari ke1 :


4FDC GDP Hari ke2 : 191
Domperidon
Hari ke3 : 173
Curcuma
Hari ke4 : 255
Sukralfat
Vectrin Hari ke5 : 134

Inj. Ceftriaxon Hari ke6 : 158


Inj. Ranitidin Hari ke7 :

19 Metformin ISDN 0 Hari ke1 : 175


Glimepirid Dypiridamol Hari ke2 :
Simvastatin
Hari ke3 :
Clopidogrel
Interpec Hari ke4 :169

Cetirizine Hari ke5 : 133


Inj. Farmadol Hari ke6 : 114
Inj. Stabixin
Hari ke7 : 187
Inj. Omeprazol
Inj. Ketorolac Hari ke8 : 196

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


138

Cendoliter Hari ke9 : 121

20 Metformin Cefixim 1  Ranitidin+  Ranitidin mengurangi Hari ke1 : 236


Ranitidin Metformin pembersihan ginjal
Parasetamol metformin dengan
Antasida menghambat sekresi GDP Hari ke2 : 166
Inj. Omeprazol metformin di tubular
ginjal sehingga kadar
plasma metformin dapat Hari ke3 : 245
meningkat dan dapat
meningkatkan efek
farmakologisnya Hari ke4 :
(farmakokinetik,
moderat)

21 Inj. Novorapid Brain act 0 Hari ke1 : 333


Inj. Lantus Asam traneksamat
Kalmeco
Ranitidin Hari ke2 : 339
Sulfat atropin
Dobutamin
22 Gliquidon Aspirin 1  Ramipril +  Ramipril dapat Hari ke 14: 181
Vipalbumin Gliquidon meningkatkan efek Hari ke 15: 159
Provital  Gliquidon gliquidon secara
Captopril + Aspirin farmakodinamik
Tramifen  Gliquidon sinergis.
Ramipril + (farmakodinamik,moder
Digoxin Captopril at)
Aspark  Aspirin dapat
Interpec meningkatkan efek
Inj. Brainact gliquidon namun
Inj. Omeprazol mekanismenya tidak
Inj. Kalmeco diketahui (moderat)
Inj. Furosemid  Captopril dapat
Inj. Stabixin meningkatkan efek
Inf. Lansoprazol gliquidon secara
farmakodinamik sinergis
(moderat)
23 Glimepirid Candesartan 0 Hari ke1 : 225
Lactulac
Hari ke2 : 275
Sistenol
Inj. Bioxon Hari ke3 :

Inj. Domperidon Hari ke4 :156


Inj. Toramin
Hari ke5 :
Inj. Ondansetron
Inj. Ranitidin Hari ke6 :

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


139

24 Gliquidon Spironolakton 0 Hari ke1 :


Sukralfat
Rebamipid
Curcuma
Isosorbid Hari ke2 : 327
mononitrat
Laxadin
Cefixim
Asam traneksamat Hari ke3 : 227
Omeprazol
Metoclopramid
Mecobalamin
Omeprazol Hari ke4 : 174
Furosemid
Vit K
Inj. Lansoprazol
Inj. Domperidon Hari ke5 :
Inj. Furosemid
Inj. Ondansetron
Inj. Cefotaxim

25 Metformin Frego 0 Hari ke1 : 161


Mertigo
GDP Hari ke2 : 141
Losartan
Simvastatin Hari ke3 :
Clopidogrel
Fenofibrat Hari ke4 :
Lansoprazol
Hari ke5 :171
Inj. Omeprazol
26 Glikuidon Isosorbid 0 Hari ke1 : 437
mononitrat
Sukralfat
Hari ke2 : 346
Spironolakton
Cefixim
Lansoprazol Hari ke3 : 365
Metoklopramid
Asam traneksamat
Vit K Hari ke4 : 199
Inj. Stabixin
Inj. Omeprazol
Hari ke5 : 170
Inj. Furosemid
Inj. Ceftriaxon

27 Metformin Atorvastatin 0 Hari ke1 : 180


Ikaneuron
Clopidogrel

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


140

Brainact GDP Hari ke2 : 131


Lansoprazol
Meloxicam
Aspirin Hari ke3 :170
Asam mefenamat
Tramifen
28 Gliquidon Cobazym 1  Ramipril +  Ramipril dapat Hari ke1 :
Bisoprolol Gliquidon meningkatkan efek Hari ke2 :
Spironolakton gliquidon secara
Hari ke3 : 89
Ramipril farmakodinamik
Dypiridamol Hari ke4 : 113
sinergis (moderat)
Ranitidin Hari ke5 : 116
Stabixin Hari ke6 : 130
Interpec
Hari ke7 :
Clopidogrel
Hari ke8 :112
Cefixim
Inj. Furosemid Hari ke9 : 122
Inj. Fluxum Hari ke10 : 121

Penilaian Evaluasi DRPsInteraksi Obat :


1 = ada
0 = tidak ada

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


141

Lampiran 11. Hasil Analisis Hubungan antara Usia dengan DRPs

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia pasien * DRP 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%
jenis kelamin * DRP 28 100.0% 0 .0% 28 100.0%

Crosstab

DRP

ada tidakbutuh Total


usia pasien lanjut usia 60-74 tahun Count 15 9 24
% within DRP 83.3% 90.0% 85.7%
usia tua 75-90 tahun Count 3 1 4
% within DRP 16.7% 10.0% 14.3%
Total Count 18 10 28
% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square a
.233 1 .629
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .245 1 .621
Fisher's Exact Test 1.000 .548
b
N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


142

Lampiran 12. Hasil Analisis Hubungan antara Jenis Kelamin dengan DRPs

Crosstab

DRP

ada tidakbutuh Total

jenis kelamin perempuan Count 9 8 17

% within DRP 50.0% 80.0% 60.7%

laki-laki Count 9 2 11

% within DRP 50.0% 20.0% 39.3%

Total Count 18 10 28

% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2.426 1 .119
b
Continuity Correction 1.331 1 .249

Likelihood Ratio 2.559 1 .110

Fisher's Exact Test .226 .124


b
N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


143

Lampiran 13. Hasil Analisis Hubungan antara Penyakit Komplikasi dengan DRPs

penyakit_komplikasi * DRP Crosstabulation

DRP

ada tidak ada Total

penyakit_komplikasi Ada Count 14 8 22

% within DRP 77.8% 80.0% 78.6%

tidak ada Count 4 2 6

% within DRP 22.2% 20.0% 21.4%

Total Count 18 10 28

% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .019 1 .891
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .019 1 .890

Fisher's Exact Test 1.000 .642


b
N of Valid Cases 28

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for


penyakit_komplikasi (ada / .875 .130 5.890
tidak ada)

For cohort DRP = ada .955 .499 1.825

For cohort DRP = tidak ada 1.091 .310 3.844

N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


144

Lampiran 14. Hasil Analisis Hubungan antara Penyakit Penyerta dengan DRPs
Crosstab

DRPs

ada tidak ada Total

penyakit_penyerta 100 Count 19 9 28

% within penyakit_penyerta 67.9% 32.1% 100.0%

Total Count 19 9 28

% within penyakit_penyerta 67.9% 32.1% 100.0%

Chi-Square Tests

Value
a
Pearson Chi-Square .

N of Valid Cases 28

a. No statistics are computed because penyakit_penyerta is a constant.

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


145

Lampiran 15. Hasil Analisis Hubungan antara Obat Antidiabetes Tunggal dengan
DRPs

Crosstab

DRP

ada tidak ada Total

OAD_tunggal ada Count 11 6 17

% within DRP 61.1% 60.0% 60.7%

tidak ada Count 7 4 11

% within DRP 38.9% 40.0% 39.3%

Total Count 18 10 28

% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.003 1 .004
b
Continuity Correction 6.566 1 .016

Likelihood Ratio 9.003 1 .002

Fisher's Exact Test .002 .002


b
N of Valid Cases 28

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for OAD_tunggal


1.048 .216 5.090
(ada / tidak ada)

For cohort DRP = ada 1.017 .576 1.795

For cohort DRP = tidak ada .971 .353 2.672

N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


146

Lampiran 16. Hasil Analisis Hubungan antara Obat Antidiabetes Kombinasi


dengan DRPs

Crosstab

DRP

Ada tidak ada Total

OAD_Kombinasi Ada Count 7 4 11

% within DRP 38.9% 40.0% 39.3%

tidak ada Count 11 6 17

% within DRP 61.1% 60.0% 60.7%

Total Count 18 10 28

% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.003 1 .004
b
Continuity Correction 6.566 1 .016

Likelihood Ratio 9.003 1 .002

Fisher's Exact Test .002 .002


b
N of Valid Cases 28

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square .003 1 .954
b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .003 1 .954

Fisher's Exact Test 1.000 .632


b
N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


147

Lampiran 17. Hasil Analisis Hubungan antara Jumlah Penggunaan Obat dengan
DRPs

Crosstab

DRP

ada tidak ada Total

Jumlah_penggunaanobat >15obat Count 4 3 7

% within DRP 22.2% 30.0% 25.0%

<15obat Count 12 7 19

% within DRP 66.7% 70.0% 67.9%

15 obat Count 2 0 2

% within DRP 11.1% .0% 7.1%

Total Count 18 10 28

% within DRP 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)


a
Pearson Chi-Square 1.277 2 .034

Likelihood Ratio 1.929 2 .001

N of Valid Cases 28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Anda mungkin juga menyukai