Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Pondasi
3. Balok
4. Lantai
5. Dinding
Dinding disusun
satu sama lain
dengan
sambungan pada
sisi-sisi papan
dengan pengikat
utama yang
dinamakan Sambo
Rinding. Fungsinya
sebagai rangka dinding yang memikul beban. Pada dinding dalam ,
tidak terdapat ornamen-ornamen, hanya dibuat pada bagian luar
bangunan.
6. Tangga
8. Jendela
9. Atap
d) Ornamen
Ornamen tanduk
kerbau di depan
tongkonan
melambangkan
kemampuan
ekonomi sang
pemilik rumah saat
upacara penguburan anggota keluarganya. Setiap upacara adat di
Toraja seperti pemakaman akan mengorbankan kerbau dalam jumlah
yang banyak. Tanduk kerbau kemudian dipasang pada tongkonan
milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang terpasang
2. Ukiran Dinding
Ukiran berwarna
pada dinding rumah
tongkonan terbuat
dari tanah liat.
Ukiran-ukiran
tersebut selalu
menggunakan 4
warna dasar yaitu hitam, merah, kuning dan putih. Bagi masyarakat
toraja, 4 warna itu memiliki arti dan makna tersendiri. Warna kuning
melambangkan anugrah dan kekuasaan Tuhan (Puang Matua), warna
hitam melambangkan kematian/duka, warna putih melambangkan
tulang yang berarti kesucian dan warna merah melambangkan
kehidupan manusia.
e) Ciri Khas
Ciri khas yang terdapat pada rumah tongkonan suku toraja yaitu
merupakan rumah adat yang berbentuk rumah panggung dan berjejer
serta bangunan nya mengarah kearah utara karena meyakini sebuah
pepatah leluhur yaitu, rumah tongkonan harus menghadap ke utara
untuk melambangkan awal kehidupan, sedangkan pada bagian belakang
yaitu selatan melambangkan akhir dari kehidupan.
Filosofi
Rumah adat
tradisional Minahasa
yang dikenal dengan
sebutan Wale atau
Bale, yang artinya
tempat melakukan
aktivitas dalam
kehidupan berkeluarga.
1. Pondasi
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di Indonesia umumnya,
bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu,
beton maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang
tergantung volume bangunan yangdipikulnya. Takikan pada pondasi
beton bisa diganti dengan ikatan tulangan beton tersebut.
2. Lantai
Lantai bangunan tersusun dari konstruksi balok lantai kayu, yang
lantainya terbuat dari papan lebar kayu cempaka.
3. Kolom
- Material dari kayu keras (kayu besi,kayu ebony)
- Hubungan tiang dan balok dikancing antara 2 ruas kayu dengan
pasak dan pen.
- Terdapat 16-18 tiang penyanggah.
- Tinggi tiang 1.5 m-2,5 m.
- Ukuran 80-200 cm
- Fungsi kolong sebagai tempat menyimpan hasil panen dan
binatang peliharaan yaitu kuda.
4. Tangga. Tangga pada bangunan ini ada 2 yaitu bagian serambi dan
servis area. Pada serambi ada 2 tangga arah masuk (kanan-kiri).
Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga
tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik
dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di
tangga yang sebelahnya.
- Tangga terbuat dari kayu yang sama dengan lantainya.
- Pada anak tangga strukturnya terbuat dari kayu keras.
- Setiap anak tangga mengartikan tingkatan jumlah harta untuk
mempelai wanita.
7. Jendela.
- Kontruksi jendela 2 sayap
- Letaknya banyak diarea kanan maupun kiri
- Material jendela dari kaca nako atau jalusi
8. Atap.
- Rangka atapnya adalah gabungan bentuk pelana dan limas.
- Atapnya berupa konstruksi kayu/ bambu batangan yang diikat
dengan tali ijuk pada usuk dari bambu.
Seperti rumah adat lainnya, rumah adat Sulawesi Utara ini dibagi
juga ke dalam beberapa bagian utama antara lain:
1. Bagian depan yang dikenal juga dengan istilah lesar. Bagian ini tidak
dilengkapi dengan didnding sehingga mirip dengan beranda. Lesar ini
biasanya digunakan sebagai tempat para tetau adat juga kepala suku
yang hendak memberikan maklumat kepada rakyat.
d) Ornamen
e) Ciri Khas
Banua oge atau Sou raja adalah rumah adat kota Palu. Dulu Sou
raja ini berfungsi sebagai tempat tinggal para raja dan keluarga dan juga
sebagai pusat pemerintahan kerajaan. Pembangunan Sou Raja ini atas
prakarsa Raja Yodjokodi pada sekitar abat 19 masehi.
Catatan :
Pembagian struktur banua mbaso secara vertikal dan pembagian zona
material dinding secara horizontal panjang 32m dan lebar 11,5m.
Catatan :
Jumlah anak tangga 9 buah
Jumlah tiang rumah induk 28 buah
Jumlah tiang kolom untuk rumah induk dan gandaria yaitu 28 buah
Bagian Tengah
3. Jendela (4 buah)
Posisi jendela ini terletak satu
garis lurus yang berfungsi sebagai
sirkulasi udara dan pencahayaan.
Konon menurut kepercayaan
animisme dahulu posisi jendela
satu garis lurus ini dapat
mempermudah roh-roh maupun
arwah leluhur untuk masuk ke
dalam rumah.
Bagian Bawah
Bagian Atas
1. Landue (loteng)
Difungsikan sebagai tempat menenun, tempat menyimpan benda
puasaka (bulo), dan juga tempat untuk anak gadis.
Bagian Tengah
d) Ornamen
e) Ciri Khas
Bagian yang paling mencolok dan unik dari desain bangunan ini
adalah bagian depan dimana terdapat teras yang cukup besar, ditambah
bagian teras tambahan yang sedikit menjorok kedepan, dan anak tangga
dari dua sisi kiri dan kanan sebagai akses utama memasuki bangunan
ini. Desain Souraja sangat khas dan artistic, terbuat dari kayu-kayu
pilihan, dengan hiasan kaligrafi disekelilingnya, serta tambahan struktur
seperti bangko dan lainnya. Yang melambangkan keramahan, kemuliaan
dan kesejahteraan penghuninya.
Untuk dinding dan juga lantainya, rumah Boyang ini memakai material
papan. Khusus di bagian dinding, papan yang dipasang biasanya
merupakan papan yang sudah diukir sedemikian rupa sesuai dengan
motif khas dari suku Mandar. Pada dinding juga dilengkapi dengan
beberapa jendela yang berfungsi sebagai pengatur sirkulasi udara.
Atap rumah Boyang memiliki bentuk prisma dan memanjang dari bagian
depan ke bagian belakang menutupi keseluruhan bagian rumah. Atap ini
terbuat dari daun rumbia serta dihiasi dengan berbagai ornamen-
ornamen khusus, seperti halnya ukiran bunga melati ujung bubungan,
tumbaq layar, ukiran burung atau ayam jantan di bagian ujung atap, serta
ornamen teppang di bagian atas bubungan.
Pepattuang berbentuk segi empat yang rata-rata terdiri atas dua daun
jendela yang berukuran sekitar 100 x 40 cm. Daun jendela itu dapat
dibuka ke kiri dan ke kanan. Letak pepattuang biasanya berada antara
dua buah tiang rumah. Untuk memperindah, pepattuang ini biasanya
diberi ornamen berupa ukiran dan terali dari kayu yang jumlahnya selalu
ganjil. Terali-terali tersebut ada yang dipasang secara vertikal dan ada
yang horisontal. Secara vertikal mempunyai makna hubungan yang
harmonis dengan Tuhannya. Sedangkan secara horisontal mempunyai
makna hubungan yang harmonis dengan sesama manusia.
Pemasangan ornamen seperti itu hanya tampak pada jendela yang ada
di bagian depan dan sisi kiri kanan rumah. Pemasangan ornamen
berupa ukiran dan terali-terali juga dapat dilihat pada bangunan
tambahan di depan rumah, yaitu lego-lego.
d) Ornamen
e) Ciri Khas
a. Bentuk
Sebagaimana bentuk rumah tradisional lainnya, rumah masyarakat
gorontalo berbentuk panggung yang merupakan analogi dari bentuk
tubuh manusia yang terdiri dari kaki, badan dan kepala berupa
kolong/tiang badan rumah dan atap. Terdapat keseragaman pada
proporsi rumah hal ini disebabkan filosofi yang tekait dengan ukuran
rumah baik secara vertikal maupun secara horisantal. Untuk
Tiang utama (wolihi) pada denah bangunan diberi kode A (lihat pada
tabel di atas). Sebanyak 2 buah ditancap di atas tanah langsung ke
rangka atap. Tiang ini sebagai perlambang janji atau ikrar persatuan
dan kesatuan yang kekal abadi antara dua bersaudara Gorontalo-
Limboto (janji lou dulowo mohutato-Hulontalo-Limutu) pada tahun
1664. Selain itu angka 2 melambangkan delito (pola) adat dan syariat
sebagai falsafah hidup masyarakat yang harus dipegang teguh baik
dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Tiang depan sebanyak 6 buah diberi kode B lihat tabel 1(formasi dan
jumlah tiang), mempunyai makna 6 sifat utama atau ciri masyarakat
lou dulowo limo lopahalaa yaitu:sifat tinepo-tenggang rasa, sifat
tombulao-hormat, sifat tombulu-bakti kepada penguasa, sifat wuudu-
sesuai kewajaran, sifat adati-patuh kepada peraturan, sifat butoo-taat
pada keputusan hakim.
Atap dua susun pada melambangkan adat dan syariat. Pada bagian
puncak atap awalnya terdapat Talapua yaitu dua batang kayu yang
dipasang bersilang pada puncak atap menurut kepercayaan
masyarakat gorontalo sebagai penangkal roh jahat (sekarang sudah
tidak ditemukan lagi). Tange lo bu’ulu yang digantung pada dinding
bagian depan rumah di samping pintu masuk melambangkan
kesejahteraan masyarakat gorontalo.
b. Upacara Pendirian
Proses mendirikan rumah merupakan rangkaian kegiatan yang pada
prinsipnya dapat dikelompokkan dalam 3 tahapan: (1) tahap
perencanaan, (2) tahap rancang-bangun, dan terakhir (3) tahap
penghunian.
Tahap Penghunian, tahap dimana rumah telah selesai dan siap untuk
dihuni. Pada saat ini diadakan upacara dengan menggantungkan
pisang masak satu tandan dan beberapa
Selain pilar, jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa juga
memiliki makna tersendiri. Jumlah anak tangga terdiri dari 5 – 7 anak
tangga. Angka 5 menggambarkan rukun islam dan 5 filosofi hidup
penduduk Gorontalo, yaitu Bangusa talalo atau menjaga keturunan, Lipu
poduluwalo atau mengabadikan diri untuk membela negeri, dan Batanga
pomaya, Upango potombulu, Nyawa podungalo yang berarti
mempertaruhkan nyawa untuk mewakafkan dan mengorbankan harta.
Sedangkan angka 7 menggambarkan 7 tingkatan nafsu pada manusia
yaitu amarah, lauwamah, mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah,
dan kamilan.
d) Ornamen
4. Motif atau ornamen yang digunakan oleh suku wolio tidak pernah
menyerupai mahluk hidup hanya daun dan bunga karena dianggap
pamali mengikuti suatu mahluk yang bernyawa menjadi berhala.Bunga-
bunga yang digunakan oleh suku wolio kerajaan Buton sebagai lambang
yang sakral dalm suatu ornamen rumah adalah bunga yang sering
berinteraksi di kemasyarakatan dan bernilai filososfi.
Antara lain adalah :
1) Cempaka
2) Melati ( Kambampuu)
3) Kamboja
4) Ambalagi
5) Flamboyan (Manuru)
6) Kembang (Kamba).
e) Ciri Khas
Rumah adat ini mempunyai beberapa keunikan dan juga ciri khas
yang membedakannya dengan rumah adat lainnya yang ada di
Indonesia. Keunikan tersebut seperti terletak pada jumlah tingkatan
rumah adat yang dapat mencapai 4 (empat) tingkat, kekokohan
bangunan meskipun terbuat tanpa paku dan juga logam sebagai
3.1 KESIMPULAN
3.2 SARAN
SULAWESI TENGAH
http://kakarmand.blogspot.com
http://bobo.grid.id/Sejarah-Dan-Budaya/Budaya/Souraja-Rumah-Adat-Keluarga-
Bangsawan-Suku-Kaili-Di-Sulawesi
SULAWESI BARAT
https://tommuanemandaronline.blogspot.com
SULAWESI TENGGARA
http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-sulawesi-
tenggara-banua-tada.html
http://melayuonline.com/ind/literature/dig/2601/banua-tada-rumah-
tradisional-suku-wolio-di-sulawesi-tenggara
SULAWESI UTARA
http://www.kamerabudaya.com/2017/06/rumah-walewangko-rumah-
adat-provinsi-sulawesi-utara.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Walewangko,_Langowan_Barat,_Minahasa
SULAWESI SELATAN
https://id.wikipedia.org/wiki/Tongkonan
http://kisahasalusul.blogspot.com/2015/12/rumah-adat-tongkonan-tana-toraja.html
GORONTALO
http://www.rumah-adat.com/2015/03/rumah-adat-gorontalo.html
http://adat-tradisional.blogspot.com/2016/10/rumah-adat-gorontalo-dolohupa-
bandayo.html