Kehamilan Ektopik
Disusun oleh:
Pembimbing:
dr. Desy Ayu Lenisty
2.1. Anamnesis
ANAMNESA UMUM
Identitas
Nama : Ny.DNS
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan KH Damanhuru
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT
ANAMNESA KHUSUS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, namun memberat 8 jam SMRS. Nyeri dirasakan tajam, terus
menerus. Selain itu, pasien mengeluhkan sedang haid selama 1 bulan terakhir ini,
namun tidak membawa diri berobat karena tidak ada yang mengantar. Perdarahan
yang ada diakui tidak deras, dalam sekali mengganti pembalut sebanyak 2 kali.
Riwayat telat haid disangkal. Dua bulan yang lalu periksa kehamilan, hasil
negatif. Payudara & perut membesar sebulan terkahir ini. Riwayat haid tidak
teratur sebelumnya (+). Keluhan mual (-), muntah (-), demam (-). Keluhan BAK
& BAB (-).
2
Keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit lainnya disangkal.
Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 15 tahun
Lamanya haid : 7 hari
Jumlah darah : 2-3 kali ganti pembalut per hari
HPHT :?
Riwayat Perkawinan
Perkawinan pertama
Lamanya dua tahun
Menikah pertama kali usia 22 tahun
Riwayat Kontrasepsi
Tidak menggunakan
Riwayat Obstetri
Tidak pernah hamil & keguguran sebelumnya
3
Tanda Vital
TD : 100/60 mmHg (lengan kanan, berbaring)
N : 78 x/menit regular, isi cukup, kuat angkat
RR : 22 x/menit torakoabdominal
T : 36 0C (axila)
Kepala/leher
Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sclera : ikterus (-)
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung
Sekret (-)
Nafas cuping hidung (-)
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, sekret (-)
Proc. Mastoideus : nyeri (-/-)
Pendengaran : normal
Mulut
Nafas : fetor hepatikum (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gusi : perdarahan (-)
Mukosa : hiperemis (-), pigmentasi (-)
Lidah : lidah kotor (-), tremor (-)
Faring : hiperemis (-)
Leher
Umum : simetris, tumor (-)
Kelenjar limfe : membesar (-)
4
Trakea : di tengah, deviasi (-)
Tiroid : membesar (-)
Thorax
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : Bentuk cembung, kulit normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) regio iliaca dekstra & suprapubik, defans muskular
(+) massa (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Status Obstetri:
Inspeksi : Tampak perut membesar
Palpasi : TFU sde, nyeri tekan (+)
PDV : Vulva vagina kesan normal, pembukaan (-), nyeri goyang (-),
perdarahan coklat tidak aktif (+)
Ekstremitas:
Superior
5
Ekstremitas hangat
Edema (-)
Eritematosa (-)
Sianosis (-)
Inferior
Ekstremitas hangat
Edema tungkai (-)
Sianosis (-)
6
2.3. Diagnosis Kerja Sementara
Susp KET
Eritrosit 20-25
Kristal Negatif
Bakteri Negatif
PP Test Positif
USG :
Tidak nampak kantong GS
Nyeri probe (+)
7
2.6. Diagnosis
Abortus dd KE
2.7. Tatalaksana :
- MRS
- Inj, Asam traneksamat 3 x 1 amp
- Cefadroxil 3 x 500 mg
8
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Kehamilan ektopik (KE) adalah kehamilan yang tempat
implantasi/nidasi/melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni
di luar rongga rahim (2,4,8). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu (KET) adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur
pada dinding tuba (9).
3.2. Etiologi
Etiologi KET telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu (2).
1. Faktor Mekanis
Penggunaan IUD
2. Faktor fungsional
Refluks menstruasi
3.3 Patofisiologi
Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung dan sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antar dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat . Perkembangan janin selanjutnya tergantung beberapa
faktor yaitu tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan
yang terjadi (4).
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progestron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua (4). Beberapa perubahan pada endometrium yaitu sel
epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya
ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti huih dan dapat
juga terkedang ditemui mitosis (2).
10
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif (1).
3.4
1.3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik dari KET tergantung pada lokasinya (4). Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut (14). Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukan oleh pasien adalah nyeri pelvis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat
kasus KE sudah atau sedang mengalami ruptur tetapi kadang-kadang tidak terlihat
sebelum terjadinya ruptur.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang
lazim pada KE sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium
sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
sedikit-sedikit, bewarna coklat.
e. Perubahan uterus
Uterus pada KE dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik
tersebut.
f. Tekanan darah dan denyut nadi
11
Reaksi awal perdarahan tidak menunjukkan perubahan nadi dan tekanan
darah.
g. Hipovolemi
Semua perubahan ini baru terjadi setelah perdarahan terus berlangsung (5).
3.5
2.6. Penegakkan Diagnosis
12
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 C, selain itu leukositosis
lebih tinggi daripada KET dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif
2. Abortus iminens
Dibandingkan dengan KET perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa
nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif
penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut ebih menunjukkan ke arah
abortus.
3. Tumor atau kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda,a menore dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding KET.
4. Appendicitis
Pada appendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik
uteri seperti yang ditemukan pada KET. Nyeri pada appendicitis berada di titil
McBurney (4)
3.7 Penatalaksanaan
Pada KET, walaupun tidak selalau ada bahaya terhadap jiwa penderita,
dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindaka
operasi. Kekurangan dari terapi konserbatif (non operatif) yaitu walaupun darah
berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian
dapat dikeluarkan dengan kolpotomi, sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-
perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi atau salpingo
ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan
pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan utnuk mengangkat tuba (4).
13
sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneska yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari
rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah (4).
14
BAB 4
PEMBAHASAN
Anamnesis
Kasus Teori
o Nyeri perut, perdarahan, amenore o Pada anamnesis didapatkan trias KET
disangkal (nyeri perut, amenore, perdarahan)
o Payudara dan perut membesar o Bisa didapatkan gejala fisik
o Keluhan BAK & BAB disangkal kehamilan
Mual/muntah (-)
Demam (-)
Pemeriksaan fisik
Kasus Teori
o KU Sakit sedang o Pemeriksaan fisik umum : anemis,
Kesadaran Komposmentis kesadaran bervariasi (sadar hingga
TD : 100/60 mmHg, akral hangat koma), hemodinamik tidak stabil
o Inspeksi abdomen tampak o Palpasi abdomen : perut kembung,
membesar nyeri saat palpasi
o Palpasi abdomen ditemukan nyeri o Pemeriksaan vagina : nyeri goyang
tekan regio iliaca dekstra & serviks
suprapubik, defans muskular (+)
o Pada pemeriksaan vagina
Nyeri goyang porsio (-), pembukaan
(-), perdarahan tidak aktif
kecoklatan di celana dalam
Pemeriksaan penunjang
Kasus Teori
o Kadar Leukosit 10.700 o Jika terjadi leukositosis
15
kemungkinan PID
o Hb 11,9 g/dl -- 11,8 g/dl o Perlu melakukan pemeriksaan Hb
HT 36,9 % -- 36,8 % dan HT serial per 1 jam selama 3
kali berturut-turut
o PP Test (+) o Tes kehamilan untuk menegakkan
ada atau tidaknya kehamilan. Jika
hasil (-) tidak menyingkirkan
kemungkinan KET
o USG : nyeri tekan probe, GS tidak
tampak
Penatalaksanaan
Kasus Teori
MRS o Terapi medikamentosa : Inj
IVFD Ringer lactat 20 tpm Metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor
Inj Asam traneksamat 3 x 1 ampul sitovorum 0,2 mg/kg IM berselang
Cefadroxil 3 x 500 mg seling setiap hari selama 8 hari
o Terapi pembedahan definitif
(salpingektomi) dilakukan jika
hemodinamik tidak stabil.
o Pembedahan konservatif
(salpingostomi laparoskopik dan
salpingektomi parsial) jika
hemodinamik stabil.
o Dilatasi & kuretase untuk
menegakkan diagnosis KET tidak
dianjurkan
16
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, J. (2009). Demam Tifoid. In PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(pp. 2797-2802). Jakarta: Interna Publishing.