Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN KASUS

Kehamilan Ektopik

Disusun oleh:

dr. Firyal Soraya Nurhidayati

Pembimbing:
dr. Desy Ayu Lenisty

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


RSU SAMARINDA MEDIKA CITRA
SAMARINDA
2018
BAB 1
RESUME

2.1. Anamnesis

ANAMNESA UMUM
Identitas
Nama : Ny.DNS
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan KH Damanhuru
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : IRT

ANAMNESA KHUSUS
Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit, namun memberat 8 jam SMRS. Nyeri dirasakan tajam, terus
menerus. Selain itu, pasien mengeluhkan sedang haid selama 1 bulan terakhir ini,
namun tidak membawa diri berobat karena tidak ada yang mengantar. Perdarahan
yang ada diakui tidak deras, dalam sekali mengganti pembalut sebanyak 2 kali.
Riwayat telat haid disangkal. Dua bulan yang lalu periksa kehamilan, hasil
negatif. Payudara & perut membesar sebulan terkahir ini. Riwayat haid tidak
teratur sebelumnya (+). Keluhan mual (-), muntah (-), demam (-). Keluhan BAK
& BAB (-).

Riwayat Penyakit Dahulu

2
 Keluhan serupa sebelumnya disangkal.
 Riwayat penyakit lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluarga, teman, atau orang terdekat dengan keluhan serupa
disangkal.
 Riwayat penyakit lainnya dalam keluarga disangkal

Riwayat Menstruasi
 Usia menarche : 15 tahun
 Lamanya haid : 7 hari
 Jumlah darah : 2-3 kali ganti pembalut per hari
 HPHT :?

Riwayat Perkawinan
 Perkawinan pertama
 Lamanya dua tahun
 Menikah pertama kali usia 22 tahun

Riwayat Kontrasepsi
 Tidak menggunakan

Riwayat Obstetri
 Tidak pernah hamil & keguguran sebelumnya

2.2. Pemeriksaan Fisik


Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
Keadaan umum : Sakit sedang
Berat Badan : 74 kg
Tinggi badan : 150 cm

3
Tanda Vital
 TD : 100/60 mmHg (lengan kanan, berbaring)
 N : 78 x/menit regular, isi cukup, kuat angkat
 RR : 22 x/menit torakoabdominal
 T : 36 0C (axila)

Kepala/leher
Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sclera : ikterus (-)
Pupil : isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung
Sekret (-)
Nafas cuping hidung (-)
Telinga
Bentuk : normal
Lubang telinga : normal, sekret (-)
Proc. Mastoideus : nyeri (-/-)
Pendengaran : normal
Mulut
Nafas : fetor hepatikum (-)
Bibir : pucat (-), sianosis (-)
Gusi : perdarahan (-)
Mukosa : hiperemis (-), pigmentasi (-)
Lidah : lidah kotor (-), tremor (-)
Faring : hiperemis (-)
Leher
Umum : simetris, tumor (-)
Kelenjar limfe : membesar (-)

4
Trakea : di tengah, deviasi (-)
Tiroid : membesar (-)

Thorax
Pulmo:
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan simetris, retraksi ICS (-)
Palpasi : fremitus raba dekstra = sinistra
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba, thrill (-)
Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen:
Inspeksi : Bentuk cembung, kulit normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) regio iliaca dekstra & suprapubik, defans muskular
(+) massa (-), hepar/lien/ginjal tidak teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), Asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal

Status Obstetri:
Inspeksi : Tampak perut membesar
Palpasi : TFU sde, nyeri tekan (+)
PDV : Vulva vagina kesan normal, pembukaan (-), nyeri goyang (-),
perdarahan coklat tidak aktif (+)

Ekstremitas:
Superior

5
 Ekstremitas hangat
 Edema (-)
 Eritematosa (-)
 Sianosis (-)
Inferior
 Ekstremitas hangat
 Edema tungkai (-)
 Sianosis (-)

6
2.3. Diagnosis Kerja Sementara
Susp KET

2.4. Diagnosis Banding


 Abortus imminens
 PID
 Appendicitis Akut
 ISK/BSK

2.5. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hematologi Rutin
Leukosit 10.700 4.500 - 11.000
Hb 11,9 -- 11,8 13,2 - 17,2
HCT 36,9 40,0 - 52,0
PLT 334.000 150.000 - 250.000
Urin
Lekosit 3-4

Eritrosit 20-25

Silinder Granula (+)

Kristal Negatif

Bakteri Negatif

PP Test Positif

USG :
 Tidak nampak kantong GS
 Nyeri probe (+)

7
2.6. Diagnosis
Abortus dd KE

2.7. Tatalaksana :
- MRS
- Inj, Asam traneksamat 3 x 1 amp
- Cefadroxil 3 x 500 mg

8
BAB 4
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Kehamilan ektopik (KE) adalah kehamilan yang tempat
implantasi/nidasi/melekatnya buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni
di luar rongga rahim (2,4,8). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik
terganggu (KET) adalah suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur
pada dinding tuba (9).

3.2. Etiologi
Etiologi KET telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar penyebabnya
tidak diketahui. Beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan
ektopik terganggu (2).

1. Faktor Mekanis

Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi


ke dalam kavum uteri, antara lain:

 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia


lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantong-kantong buntu.

 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abrtus, appendicitis atau


endometriosis yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen

 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesoris dan


hipoplasi

 Bekas operasi tuba

 Tumor yang merubah bentuk tuba

 Penggunaan IUD
2. Faktor fungsional

 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri


yang abnormal

 Refluks menstruasi

 Berubahnya motilitas tuba karenaa perubahan kadar hormon estrogen dan


progestron

3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi

4. Hal lain seperti riwayat KET dan riwayat abortus sebelumnya

3.3 Patofisiologi

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di
kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada
nidasi secara kolumnar telur bernidasi pada ujung dan sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur
bernidasi antar dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum
dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba malahan
kadang-kadang sulit dilihat . Perkembangan janin selanjutnya tergantung beberapa
faktor yaitu tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan banyaknya perdarahan
yang terjadi (4).
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progestron dari korpus luteum
graviditi dan tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat
berubah menjadi desidua (4). Beberapa perubahan pada endometrium yaitu sel
epitel membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya
ireguler. Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti huih dan dapat
juga terkedang ditemui mitosis (2).

10
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian
dikeluarkan secara utuh atau berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua
yang degeneratif (1).

3.4
1.3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik dari KET tergantung pada lokasinya (4). Tanda dan
gejalanya sangat bervariasi tergantung pada ruptur atau tidaknya kehamilan
tersebut (14). Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain
a. Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukan oleh pasien adalah nyeri pelvis.
b. Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per empat
kasus KE sudah atau sedang mengalami ruptur tetapi kadang-kadang tidak terlihat
sebelum terjadinya ruptur.
c. Amenore
Riwayat amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah
satu sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang
lazim pada KE sebagai periode haid yang normal, dengan demikian memberikan
tanggal haid terakhir yang keliru.
d. Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium
sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Perdarahan
sedikit-sedikit, bewarna coklat.
e. Perubahan uterus
Uterus pada KE dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa ektopik
tersebut.
f. Tekanan darah dan denyut nadi

11
Reaksi awal perdarahan tidak menunjukkan perubahan nadi dan tekanan
darah.
g. Hipovolemi
Semua perubahan ini baru terjadi setelah perdarahan terus berlangsung (5).

3.5
2.6. Penegakkan Diagnosis

Gejala-gejala KET beraneka ragam, sehingga pembuatan diagnosis kadang


menimbulkan kesulitan. Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk
membantu diagnosis KE (1,4,8,15).
1. Beta HCG
Pengukuran subunit beta HCG merupakan tes laboratorium terpenting
dalam diagnosis, pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin
dengan KE.
2. Kuldosintesis
Jika pada tindakan ini ditemukan darah tua membuktikan adanya darah di
kavum douglas
3. Dilatasi dan kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus
4. Laparoskopi
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis teakhir apabila
hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk KET meragukan.
5. USG
Dapat dinilai kavum uteri, kososng atau berisi, tebal endometrium, adanya
massa dikanan atau kiri uterus dan apakah kavun Douglas berisi cairan.
sebesar 65-77% dan spesifitas sebesar 95-100% (Widodo, 2009).

3.6 Diagnosis Diferensial


Yang perlu dipikirkan sebagai diferensial diagnosis adalah
1. Infeksi pelvis (PID)

12
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 C, selain itu leukositosis
lebih tinggi daripada KET dan tes kehamilan menunjukkan hasil negatif
2. Abortus iminens
Dibandingkan dengan KET perdarahan lebih merah sesudah amenore, rasa
nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan adanya perasaan subjektif
penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut ebih menunjukkan ke arah
abortus.
3. Tumor atau kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda,a menore dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding KET.
4. Appendicitis
Pada appendicitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik
uteri seperti yang ditemukan pada KET. Nyeri pada appendicitis berada di titil
McBurney (4)

3.7 Penatalaksanaan

Pada KET, walaupun tidak selalau ada bahaya terhadap jiwa penderita,
dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindaka
operasi. Kekurangan dari terapi konserbatif (non operatif) yaitu walaupun darah
berkumpul di rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian
dapat dikeluarkan dengan kolpotomi, sisa darah dapat menyebabkan perlekatan-
perlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi atau salpingo
ooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat kelainan
pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan utnuk mengangkat tuba (4).

Tindakan laparotomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam


divertikulm uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan rundimenter. Perdarahan

13
sedini mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneska yang menjadi
sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dari
rongga abdomen sebanyak mungkin dikeluarkan. Serta memberikan transfusi
darah (4).

Untuk KET dini yang berlokasi di varium bila dimungkinkan dirawat


namun apabila tidak menunjukka perbaikan maka dilakukan tindakan sistektomi
ataupun oovorektomi (5). Sedangan KET berlokasi di servik uteri yang sering
mengakibatkan perdarahan dapat dilakukan tindakan histerektomi, tetapi pada
nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan melakukan
terapi konservatif (4).

14
BAB 4

PEMBAHASAN

Anamnesis

Kasus Teori
o Nyeri perut, perdarahan, amenore o Pada anamnesis didapatkan trias KET
disangkal (nyeri perut, amenore, perdarahan)
o Payudara dan perut membesar o Bisa didapatkan gejala fisik
o Keluhan BAK & BAB disangkal kehamilan
Mual/muntah (-)
Demam (-)

Pemeriksaan fisik

Kasus Teori
o KU Sakit sedang o Pemeriksaan fisik umum : anemis,
Kesadaran Komposmentis kesadaran bervariasi (sadar hingga
TD : 100/60 mmHg, akral hangat koma), hemodinamik tidak stabil
o Inspeksi abdomen tampak o Palpasi abdomen : perut kembung,
membesar nyeri saat palpasi
o Palpasi abdomen ditemukan nyeri o Pemeriksaan vagina : nyeri goyang
tekan regio iliaca dekstra & serviks
suprapubik, defans muskular (+)
o Pada pemeriksaan vagina
Nyeri goyang porsio (-), pembukaan
(-), perdarahan tidak aktif
kecoklatan di celana dalam

Pemeriksaan penunjang

Kasus Teori
o Kadar Leukosit 10.700 o Jika terjadi leukositosis

15
kemungkinan PID
o Hb 11,9 g/dl -- 11,8 g/dl o Perlu melakukan pemeriksaan Hb
HT 36,9 % -- 36,8 % dan HT serial per 1 jam selama 3
kali berturut-turut
o PP Test (+) o Tes kehamilan untuk menegakkan
ada atau tidaknya kehamilan. Jika
hasil (-) tidak menyingkirkan
kemungkinan KET
o USG : nyeri tekan probe, GS tidak
tampak

Penatalaksanaan
Kasus Teori
 MRS o Terapi medikamentosa : Inj
 IVFD Ringer lactat 20 tpm Metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor
 Inj Asam traneksamat 3 x 1 ampul sitovorum 0,2 mg/kg IM berselang
 Cefadroxil 3 x 500 mg seling setiap hari selama 8 hari
o Terapi pembedahan definitif
(salpingektomi) dilakukan jika
hemodinamik tidak stabil.
o Pembedahan konservatif
(salpingostomi laparoskopik dan
salpingektomi parsial) jika
hemodinamik stabil.
o Dilatasi & kuretase untuk
menegakkan diagnosis KET tidak
dianjurkan

16
DAFTAR PUSTAKA

Brusch, J. (2017). Typhoid Fever. Emedicine Medscape .

WHO. (2003). Background document : The Diagnosis, treatment and prevention


of typhoid fever. Geneva: WHO.

WHO. (2010). Floroquinolone Use in Pediatrics: Focus on Safety and Place in


Therapy. Geneva: WHO.

WHO. (2011). Guidelines for the Management of Typhoid Fever. Zimbabwe:


WHO.

Widodo, J. (2009). Demam Tifoid. In PAPDI, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
(pp. 2797-2802). Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai