Anda di halaman 1dari 39

PENGUKURAN KESEHATAN DAN SKRINING

IBU HAMIL DENGAN RISIKO TINGGI

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

1. CHINTYA G. KALE
2. DESTY Y. TAHUN
3.
4.
5.
6. *

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pengukuran Kesehatan dan
Skrining Ibu Hamil dengan Risiko Tinggi”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Skrining Kesehatan.

Dalam penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan baik pada tata penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami kurang memadai. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini.

Kupang, Mei 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2
1.4 Metode Penulisan ...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ......................................................................4


2.2. Faktor Penyebab Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ..........................................................4
2.3. Tanda Dan Gejala Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ........................................................4
2.4. Faktor Risiko Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ...............................................................5
2.5. Kelainan Yang Menyebabkan Kehamilan Dengan Risiko Tinggi .....................................7
2.6. Penatalaksanaan Kehamilan Dengan Risiko Tinggi .........................................................12
2.7. Pengukuran Kesehatan Dan Skrining Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ........................12
2.8. Pencegahan Kehamilan Dengan Risiko Tinggi ................................................................14

BAB III PENUTUP

3.1. Simpulan...........................................................................................................................16
3.2. Saran .................................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kehamilan merupakan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi
dan berakhir sampai permulaan persalinan. Pertumbuhan dan perkembangan kehamilan
menentukan derajat kesehatan ibu hamil dan output kehamilannya. Selama masa kehamilan
terjadi perubahan dalam sistem tubuh yang menimbulkan respon ketidaknyamanan bagi ibu
hamil
Bagi kebanyakan wanita, proses kehamilan dan persalinan adalah proses yang dilalui dengan
kegembiraan dan sukacita, tetapi 5-10% dari kehamilan termasuk dengan kehamilan resiko
tinggi. Wanita dengan kehamilan resiko tinggi harus mempersiapkan diri dengan lebih
memperhatikan perawatan kesehatannya dalam menghadapi kehamilan resiko tinggi.
Masalah kesehatan di Dunia terutama bagi Negara berkembang adalah kematian dan
kesakitan pada ibu hamil, bersalin serta bayi baru lahir, sekitar 25–50 persen kematian
perempuan terjadi pada usia subur yaitu periode kehamilan sampai dengan persalinan. WHO
memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan diseluruh dunia, dari jumlah ini 20 juta
perempuan mengalami kesakitan sebagai akibat kehamilan, sekitar 8 juta mengalami komplikasi
yang mengancam jiwa dan lebih dari 500.000 meninggal, dari jumlah tersebut hampir 50 persen
terjadi di Negara-negara Asia Selatan dan tenggara termasuk Indonesia
Perlu diperhatikan bahwa ibu hamil resiko tinggi dapat menyebabkan kejadian bayi lahir
belum cukup bulan, berat badan lahir rendah, keguguran, persalinan tidak lancar, perdarahan
sebelum dan sesudah persalinan, janin mati dalam kandungan, ibu hamil atau bersalin meninggal
dunia, keracunan kehamilan atau kejang-kejang. Wanita dengan kehamilan risiko tinggi harus
mempersiapkan perawatan kesehatannya dalam menghadapi kehamilan dengan resiko tinggi.
Penyebab utama kematian ibu dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penyebab langsung
dan tidak langsung,menurut SDKI (2001) penyebab langsung biasanya berkaitan erat dengan
kondisi kesehatan ibu sejak proses kehamilan,proses persalinan,dan pasca persalinan seperti
perdarahan (28%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (8%), partus macet (5%), dan lain-lain
(11%).Sedang penyebab tidak langsung lebih berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi, geografis
serta perilaku budaya masyarakat yang terangkum dalam 4 T “terlalu” (terlalu muda, terlalu tua,

4
terlalu banyak, terlalu sering) dan 3 Terlambat (terlambat mengambil keputusan, terlambat
membawa ke fasilitas kesehatan, terlambat mendapat pelayanan)
Setiap wanita hamil akan menghadapi risiko komplikasi yang bisa mengancam jiwanya. Masa
ini memerlukan perhatian khusus untuk menentukan kualitas kehidupan selanjutnya. Untuk
menghadapi risiko tersebut, salah satu persiapan yang perlu dilakukan yaitu dengan deteksi dini
Deteksi dini risiko tinggi kehamilan dan persalinan dapat menurunkan angka kematian ibu
dan memantau keadaan janin. Melalui deteksi dini, kelainan yang mungkin timbul cepat
diketahui dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh buruk yang berujung pada kematian ibu.
Angka kematian ibu menggambarkan banyaknya wanita yang meninggal dari suatu penyebab
kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganan selama kehamilan, melahirkan
dan dalam masa nifas (42 hari setelah masa nifas) per 100.000 kelahiran hidup
Pemeriksaan ANC untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul
pada kehamilan tersebut. Melalui deteksi dini, kelainan dapat dicegah dan diatasi dengan segera
sebelum berpengaruh tidak baik terhadap kehamilan. Manfaat memeriksakan kehamilan sangat
besar, maka dianjurkan untuk melakukan kunjungan ANC semenjak wanita merasa hamil Oleh
karena itu, perlu dilakukan skrining pada ibu hamil dengan resiko tinggi untuk mengurangi
bahkan mencegah terjadinya resiko kematian pada ibu haml dan bayinya.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang definisi kehamilan dengan resiko tinggi ?
b. Apa saja penyebab dari kehamilan resiko tinggi ?
c. Bagaimana tanda dan gejala kehamilan bersiiko ?
d. Apa saja faktor-faktor risiko kehamilan risiko tinggi ?
e. Apa saja kelainan yang dapat menyebabkan kehamilan berisiko tinggi ?
f. Bagaimana penatalaksanaan pada kehamilan dengan resiko tinggi ?
g. Bagaimana cara pengukuran kesehatan dan skrining yang dilakukan pada ibu hamil
dengan resiko tinggi?
h. Bagaimana pencegahan yang dapat dilakukan ?
i. Bagaimana sistem rujukan terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi ?

5
1.3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian kehamilan dengan resiko tinggi
b. Untuk mengetahui penyebab dari kehamilan resiko tinggi
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala kehamilan bersiiko
d. Untuk mengetahui faktor-faktor risiko kehamilan risiko tinggi
e. Untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan kehamilan berisiko tinggi
f. Untuk mengetahui cara penatalaksanaan pada kehamilan dengan resiko tinggi
g. Untuk mengetahui cara pengukuran kesehatan dan skrining yang dilakukan pada ibu hamil
dengan resiko tinggi
h. Untuk mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan
i. Untuk mengetahui sistem rujukan bagi ibu hamil dengan risiko tinggi

1.4. Metode Penulisan


Metode penyusunan makalah ini dengan menggunakan metode browser internet dan
menggunakan pustaka dari pdf

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Kehamilan Risiko Tinggi


Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar baik pada ibu maupun pada janin dalam kandungan dan dapat
menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan, ketidak nyamanan dan ketidak puasan. Ibu hamil
risiko tinggi yaitu ibu hamil yang mengalami keadaan akibat kehamilannnya atau diperburuk
dengan hamilnya sendiri. Seorang wanita dalam usia reproduksi akan mengalami masa
kehamilan, persalinan dan nifas.
Keadaan yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu secara tidak langsung disebut sebagai
faktor risiko, semakin banyak faktor risiko yang ditemukan pada kehamilan maka semakin tinggi
pula risikonya. Komplikasi pada saat kehamilan dapat dikategorikan dalam risiko kehamilan,
sebanyak 90% penyebab kematian terjadi karena komplikasi obstetric yang tidak terduga saat
kehamilan, saat persalinan atau pasca persalinan dan 15% kehamilan diperkirakan berisiko tinggi
dan dapat membahayakan ibu dan janin.
2.2. Faktor penyebab terjadinya risiko tinggi
a. Faktor non medis
Faktor non medis penyebab terjadinya kehamilan risiko tinggi yaitu kemiskinan, ,
pendidikan rendah, adat istiadat, tradisi, kepercayaan, status gizi, sosial ekonomi yang
rendah, kebersihan lingkungan, kesadaran untuk memeriksakan kehamilan secara teratur,
fasilitas dan saranan kesehatan yang serba kekurangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan, pendapatan ibu dan pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
dengan kejadian Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil.
b. Faktor medis
Penyakit ibu dan janin, kelainan obstetrik, gangguan plasenta, gangguan tali pusat,
komplikasi janin, penyakit neonatus dan kelainan genetik.
2.3. Tanda Bahaya Selama Kehamilan meliputi :

a. Bengkak/ oedema pada muka dan tangan

b. Nyeri abdomen yang hebat

7
c. Berkurangnya gerak janin

d. Perdarahan pervaginam

e. Sakit kepala yang hebat

f. Penglihatan kabur

g. Demam

h. Muntah-muntah hebat

i. Keluar cairan pervaginam secara tiba-tiba dan banyak

2.4. Faktor-faktor berisiko komplikasi Kehamilan

a. Umur

Umur yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah usia 20-30 tahun karena umur
sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi. Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan
adalah antara 20-35 tahun,sedangkan umur dibawah 20 tahun atau diatas 35 tahun merupakan
umur resiko tinggi untuk hamil dan melahirkan.

Kehamilan pada usia muda sangat berbahaya diakarenakan organ reproduksi belum
masak misal panggul sehingga dapat terjadi partus lama,dan sebaliknya pada ibu yang berusia
tua dengan banyak anak mempunyai resiko tinggi untuk mengalami komplikasi misal kontraksi
rahim yang lemah, perdarahan, anemia, kelainan letak janin, prolap uteri dan erosi servik

b. Paritas

Paritas dapat menjadi faktor yang meningkatkan risiko pada kehamilan dan persalinan.
Berapun umur ibu, persalinan yang kedua dan ketiga merupakan persalinan yang paling aman,
pada kehamilan dan persalinan berikutnya akan terjadi peningkatan resiko. Menurut
Wiknjosastro,H.(2005) paritas yang paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah paritas
2-3.

Sedangkan paritas 1 dan lebih dari 3 adalah paritas dengan resiko yang lebih tinggi.
Paritas yaitu jumlah anak yang pernah dilahirkan baik hidup maupun mati. Ibu hamil dengan

8
paritas empat atau lebih mempunyai risiko yang lebih besar terhadap kejadian komplikasi
persalinan berupa perdarahan post partum, disebabkan karena otot uterus terlalu tegang dan
kurang berkontraksi dengan normal.

c. Jarak Kelahiran

Jarak yang dianggap aman bagi wanita untuk melahirkan kembali paling sedikit 2 tahun,
karena dalam jangka waktu tersebut wanita telah pulih setelah masa kehamilan dan selesai
menyusui bayinya.Jarak kehamilan yang lebih pendek akan meningkatkan resiko untuk terjadi
komplikasi persalinan

d. Riwayat Obstetri

Menurut Hutabarat dalam Manuaba,I.G.B menyatakan bahwa Riwayat obstetric yang


buruk seperti abortus, persalinan prematur, lahir mati, perdarahan, preeklamsia, eklamsia, Sectio
Caesar, kelainan letak, ektraksi vakum merupakan risiko tinggi untuk terjadinya komplikasi
persalinan. Dan menurut penelitian ibu-ibu dengan riwayat obstetrik buruk ternyata mempunyai
risiko 9 kali untuk terjadi persalinan macet dibandingkan dengan ibu-ibu yang mempunyai
riwayat obstetric baik.

e. Tekanan Darah

Hipertensi pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan sedunia. Kehamilan dapat
menyebabkan hipertensi pada wanita yang sebelumnya mempunyai tensi normal atau dapat
memperberat hipertensinya pada wanita yang sebelum kehamilannya sudah menderita hipertensi.
Dari hasil SKRT menyebutkan bahwa 1,2 wanita hamil di Indonesia mempunyai tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah diastolik minimal
90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140mmHg, atau kenaikan tekanan diastolik minimal 15
mmHg atau sistolik minimal 30mmhg

Hipertensi pada ibu hamil menjadi 40% penyebab kematian ibu di Negara maju dan 15%
kematian ibu di Negara berkembang. Hipertensi pada ibu hamil merupakan gejala dini dari
preeklamsia, eklamsia dan penyebab gangguan pertumbuhan janin.

9
f. Frekuensi ANC/Pemeriksaan kehamilan

Frekuensi ANC adalah jumlah kunjungan yang dilakukan oleh ibu hamil untuk
memeriksakan kehamilannya ke pelayanan kesehatan. Menurut Depkes RI (2009) Frekuensi
pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu minimal 1 kali
pada trimester pertama, minimal 1 kali pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester
ketiga

g. Pekerjaan

Wanita yang bekerja cenderung untuk membatasi jumlah anak yang dilahirkannya,
Negara dengan proporsi tenaga kerja wanita tinggi maka angka kelahirannya rendah sehingga
akan mengurangi komplikasi persalinan

h. Rujukan

Rujukan adalah salah satu bentuk mekanisme pelayanan obstetric neonatal yang
berbentuk pelimpahan wewenang atau tanggungjawab timbal balik, berupa kasus atau masalah
kebidanan yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal (Mochtar,1995). Ibu hamil yang
mengalami resiko tinggi harus dirujuk ke tempat pelayanan yang mempunyai fasilitas lebih
lengkap. Sebelum melakukan rujukan ke pelayanan yang lebih tinggi dilakukan penilaian yang
akurat pada periode antenatal, disamping untuk menjaga persalinan yang berpotensi sulit, dan
merupakan hasil skrining dengan mendeteksi resiko untuk mengalami komplikasi persalinan

2.5. Kelainan Penyebab Kehamilan Yang Berisiko


1) Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr%
dengan gejala lemah, mudah pingsan. Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia cukup
tinggi yaitu 63,5%.Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi. Kebutuhan ibu selama
kehamilan adalah 800 mg besi, diantaranya untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan
eritrosit ibu. Dengan demikian ibu membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/hari. Pembagian
anemia dalam kehamilan (Prawiroharjo,S,2000).

10
a. Anemia defisiensi besi

Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia defisiensi besi,
kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dalam makanan, gangguan
resorbsi dan terlampau banyaknya besi keluar dari badan misal karena perdarahan. Diagnosanya
dengan pemeriksaan Hb.Pengobatan dengan pemberian preparat besi peroral sebanyak 600-1000
mg seperti sulfasferos.Pencegahan terutama didaerah dengan frekuensi kehamilan tinggi, wanita
hamil diberi satu orang satu satu tablet sulfaferosus.

b. Anemia megaloblastik

Dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi asam folik dan jarang karena defisiensi
B12 (cyanocobalamin), Diagnosis anemia megaloblastik apabila ditemukan megaloplas atau
promegaloplas dalam darah atau sumsum tulang. Terapi dalam kehamilan sebaiknya diberikan
bersama-sama asam folik, tablet asam folik diberikan dalam dosis 15-30 mg sehari.

c. Anemia Hipoplastik

Anemia pada wanita hamil karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah
baru, dinamakan anemia hipoplastik dalam kehamilan.Diagnosis darah tepi menunujukkan
gambaran normositer dan normo krom, tidak ditemukan cirri-ciri defisiensi besi, cirri lain adalah
pengobatan dengan segala macam obat penambah darah tidak memberi hasil.

d. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
dari pembuatannya. Gejala yang sering dijumpai gejala proses hemolitik seperti hemoglobinuria,
hiperbilirubinemia, dan sterkobilin lebih banyak pada feces.Pengobatan pemberian tablet tambah
darah tidak akan memberikan hasil, maka perlu diberikan transfuse darah. Dampak anemia
dalam kehamilan diantaranya adalah dapat terjadi abortus, hambatan tumbuh kembang janin,
hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum dan ketuban pecah dini. Ibu yang menderita
anemia juga beresiko mengalami perdarahan sewaktu persalinan, kelahiran prematur dan infeksi

11
Tanda dan gejala

Handayani dan Haribowo (2008) menyatakan gejala anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan
organ yang terkena yaitu :

a. Sistem kardiovaskular, yaitu lesu, cepat lelah, palpitasi takikardi, sesak nafas saat beraktivitas,
angina pektoris, dan gagal jantung

b. Sistem saraf, yaitu sakit kepala, pusing, teling mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu serta perasaan dingin pada ekstremitas.

c. Sistem urogenital, yaitu gangguan haid dan libido menurun

d. Epitel, yaitu warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut tipis
dan halus

Klasifikasi Anemia

Klasifikasi derajat anemia menurut WHO dalam Handayani dan Haribowo (2008) yaitu :

a. Ringan sekali Hb 10,00 gr% -11,00 gr%

b. Ringan Hb 8,00 gr% -9,90 gr%

c. Sedang Hb 6,00 gr% -7,90 gr%

d. Berat Hb < 6,00 gr%

Pencegahan

Konsumsi Tablet Fe

Tablet fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi anemia gizi besi yang diberikan
kepada ibu hamil. Komposisi tablet besi yang dibagikan dalam program kesehatan Indonesia
berisi ferrous sulfat dan asam, Untuk mencegah anemia diberikan tablet besi satu kali sehari

minimal 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan
mengganggu penyerapan (Saifudin, 2006).

12
1) Minum tablet zat besi dengan makan daging atau ikan yang

menstimulasi asam lambungMemberikan tablet zat besi bersama dengan asam askorbat

(vitamin C) 200 mg atau jus jeruk

3) Memberikan tablet zat besi dengan alkohol (pada kehamilan tidak

dianjurkan)

Penegakan Diagnosis

Secara klinis anemia dapat didiagnosis dengan mudah bila derajat anemiana sudah berat. Untuk
mendeteksi anemia, saat derajat anemianya masih ringan, diagnosis klinis akan menjadi kurang
reliabel kerana biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor., misalnya klit yang tebal atau
pigmentasi,. Untuk itu, perlu pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan kadar Hb atau
Hematokrit. Pemeriksaan ini berguna selain konfirmasi diagnosis, juga dapat menentukan derajat
berat ringannya anemia. Tiga teknik yang bisa dipakai adalah dengan cara mengukur komponen
cyanmethemoglobin (Hb CN), oxyhemoglobin (HbO2) dan metode alkalin hematin.
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan PRC/Hematokrit (Packed Red Cell).

2) Pra-eklamsia dan eklamsia

Pra-eklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan protein urin, yang
timbul akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke tiga kehamilan, tetapi
dapat terjadi sebelumnya misalnya pada molahidatidosa. Hipertensi biasanya timbul lebih dulu
daripada tanda-tanda yang lain, untuk menegakkan prae eklamsia kenaikan tekanan sistolik harus
30 mmhg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai 140 mmhg atau
lebih. Kenaikan tekanan diastolik lebih dapat dipercaya apabila tekanan diastolik naik lebih 15
mmhg atau lebih maka diagnosis hipertensi dapat ditegakkan. Penentuan tekanan darah minimal
dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat.

Komplikasi pra-eklamsia dan eklamsia adalah iskemi utero plasenta yang dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kematian janin, persalinan prematur, solusio
plasenta. Spasme anterior dapat menyebabkan perdarahan serebral, gagal jantung, gagal ginjal,

13
ablasio retina, gangguan pembekuan darah. Kejang dan koma, jika penanganan tidak tepat dapat
terjadi pneumonia, infeksi kandung kemih, kelebihan cairan.

Penanganan hipertensi karena kehamilan tanpa protein urin, jika kehamilan kurang dari 37
mg pantau tekanan darah, protein urin, tangani secara rawat jalan, jika tekanan darah meningkat
tangani sebagai prae eklamsia, jika kondisi janin memburuk atau perkembangan janin terhambat
rawat di rumah sakit dan pertimbangan terminasi kehamilan.

Pra-eklamsia ringan, istirahat ditempat tidur masih merupakan terapi utama untuk
penanganan pra-eklamsia ringan, dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan pengaliran
darah ke plasenta meningkat, aliran darah ke ginjal juga lebih banyak, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah turun dan resorbsi cairan pada daerah tersebut bertambah. Selain itu juga
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar. Oleh sebab itu dengan istirahat biasanya
tekanan darah turun dan oedema berkurang, tidak perlu obat-obatan jika kondisi tidak membaik
rujuk ke rumah sakit. Prae eklamsia berat dan eklamsia segera rujuk ke rumah sakit terdekat.

Preeklampsia (PE) dulu dikenal sebagai keracunan dalam kehamilan, seiring


berkembangnya ilmu pengetahuan PE lebih didefinisikan sebagai sindrom hipertensi dalam
kehamilan yang disertai kerusakan sistem atau organ lainnya. Preeklamsia adalah gangguan
multisistem dalam kehamilan, yang mempersulit 3%-5% dari kehamilan di dunia barat. Ini
adalah penyebab utama morbiditas ibu dan mortalitas diseluruh dunia.

Gambaran klinis umum yang dijumpai seperti hipertensi dan proteinuria yang terjadi
setelah 20 minggu kehamilan pada wanita yang sebelumnya diketahui tidak memiliki hipertensi.
Tanda-tanda dan gejala lain termasuk edema dan sakit kepala, dan pada kasus yang berat, kondisi
ini berhubungan dengan kejang (eklampsia), disfungsi ginjal dan hati, serta kelainan pembekuan
darah,
Pada preeklampsia, invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
matriks sekitarnya tidak terjadi atau tidak sempurna. Lapisan otot arteri spiralis tetap kaku dan
keras sehingga lumen arteri spiralis sulit mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri
spiralis relatif mengalami vasokonstriksi akibat terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis”,
sehingga aliran darah uteroplasenta kurang, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

14
Diameter rata-rata arteri spiralis pada preeklampsia lebih kecil dari kehamilan normal,
sehingga resistensinya lebih tinggi dengan aliran darah yang lebih terbatas. Dampak kerusakan
lebih lanjut tidak hanya penurunan fungsi fetoplasenter, tetapi juga pengeluaran sejumlah faktor
ke dalam sirkulasi darah ibu yang mengakibatkan gangguan, disfungsi dan kerusakan endotel
serta menimbulkan manifestasi klinis maternal (Powe et al, 2011; Cunningham et al, 2014).
Kebanyakan faktor yang dihasilkan dari Maternal Fetal Interface tersebut bisa dijumpai di
sirkulasi maternal sehingga tampaknya bisa digunakan sebagai biomarker atau petanda pada
preeklampsia. Diharapkan sejumlah marker tersebut memiliki potensi dalam membantu deteksi
dini, pengelolaan bahkan pencegahan terjadinya preeklampsia.
Preeklamsi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah paling sedikit 140/90 mmHg,
proteinuria dengan atau tanpa edema. Edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik,
karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah harusdiulang
berselang 4 jam. Preeklampsi merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi pada
masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Dari gejala-gejala klinik preeklampsi dapat dibagi
menjadi preeklampsi ringan dan preeklampsi berat
Preeklamsia merupakan penyakit dengan tanda timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan oedema. Pre-eklamsia pada umumnya terjadi pada primigravida, kehamilan di usia remaja,
kehamilan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun, mengandung lebih dari satu janin, riwayat
tekanan darah tinggi yang kronis sebelum kehamilan, kegemukan, riwayat kencing manis dan
riwayat preeklamsia.
Tanda dan Gejala
Preeklampsi ringan ditandai dengan gejala meningkatnya tekanan darah yang mendadak
(sebelum hamil tekanan darah normal) ≥140/90 mmHg dan adanya protein urine (diketahui dari
pemeriksaan laboratorium urine) +1/+2 dan terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu.
Tanda dan gejala preeklampsi ringan dalam kehamilan, antara lain edema (pembengkakan)
terutama tampak pada tungkai, muka disebabkan ada penumpukan cairan yang berlebihan di
sela-sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi dan dalam air seni terdapat zat putih telur
(pemeriksaan urine dari laboratorium).
Preeklampsi berat terjadi bila ibu dengan preeklampsi ringan tidak dirawat, ditangani dan
diobati dengan benar. Preeklampsi berat bila tidak ditangani dengan benar akan terjadi kejang-
kejang menjadi eklampsi.

15
Menurut Holmes (2011) gejala-gejala yang terjadi pada penderita pre-eklamsia yaitu :
1. Sakit kepala
2. Gangguan penglihatan
3. Nyeri epigastrik dan nyeri abdomen
4. Oedema
5. Asimtomatik
Preeklampsi terjadinya karena adanya mekanisme imunolog yang kompleks dan aliran
darah ke plasenta berkurang. Akibatnya suplai zat makanan yang dibutuhkan janin berkurang.
Makanya, preeklampsi semakin parah atau berlangsung lama bisa menghambat pertumbuhan
janin. Preeklampsi dapat menyebabkan bahaya pada ibu dan janin.
Gejalanya adalah pembengkakan pada beberapa bagian tubuh, terutama muka dan tangan.
Lebih gawat lagi apabila disertai peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba serta kadar protein
yang tinggi pada urin. Preeklampsi harus segera diatasi, bila tidak akan berlanjut menjadi
eklampsi yang ditandai dengan kejang, bahkan sampai koma, karena dalam darah ibu hamil yang
mengalami preeklampsi ditemukan adanya zat yang bisa menghancurkan sel endotel yang
melapisi pembuluh darah.
Kondisi ini sangat berbahaya bagi ibu hamil dan janin, jika tidak segera ditangani akan
terjadi kerusakan menetap pada syaraf, pembuluh darah atau ginjal ibu. Sementara itu, bayi akan
mengalami keterbelakangan mental sebab kurangnya aliran darah melalui plasenta dan oksigen
di otak (Indiarti, 2009).
Berikut adalah bagan terkait dengan cara skrining pada penderita preeklampsia

16
Penentuan Proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau
tes urin dipstik > positif 1 dalam 2 kali pemeriksaan berjarak 4 sampai 6 jam. Proteinuri berat
adalah adanya protein dalam urin 5 mg/24 jam. Pemeriksaan urin dipstik bukan merupakan
pemeriksaan yang akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria.
Konsentrasi protein pada sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa faktor,
termasuk jumlah urin. Kuo melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitaif pada hasil
dipstik positif 1 berkisar 0 sampai 2400 mg/24 jam dan positif 2 berkisar 700-4000 mg/24 jam.
Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang tinggi, seperti yang dilaporkan
oleh Brown, dengan tingkat positif palsu 67 sampai 83%. Positif palsu dapat disebabkan
kontaminasi duh vagina, cairan pembersih dan urin yang bersifat basa.
Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan
panduan yang dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining
dengan angka positif palsu yang sangat tinggi dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan
protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin.

Penatalaksanaan, Penanganan dan Pengobatan Preeklamsia


Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda pre-
eklamsia sedini mungkin dan diberikan pengobatan yang cukup agar penyakit tidak menjadi
lebih berat, harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadi pre-eklamsia, berikan
penerangan tentang istirahat serta pentingnya mengatur diit rendah garam juga menjaga kenaikan
berat badan yang berlebihan merupakan pencegahan untuk terjadinya pre-eklamsia. Menurut
Winkjosastro (2007)
Pada dasarnya penanganan pre-eklamsia terdiri atas pengobatan medik dan penanganan
obstetrik. Penanganan obstetrik ditunjukkan untuk melahirkan bayi pada saat yang optimal, yaitu
sebelum janin mati dalam kandungan, tetapi sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.

17
a. Penanganan Preeklamsia Ringan
Penanganan pada penderita pre-eklamsia ringan adalah dengan istirahat yang cukup, tirah
baring, pengkajian protein urine, pengkajian tekanan darah dan berikan edukasi ketika
timbul tanda gejala pemburukan pre-eklmasia.
Pengobatan dan perawatan pre-eklamsia dengan berobat jalan, pantang garam dan
diberikan obat penenang serta diuretik (meningkatkan produksi urine). Kontrol setiap
minggu, anjurkan segera kembali periksa bila gejalanya makin berat
b. Penanganan Preeklamsia Berat
Penderita pre-eklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada pre-
eklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklamsia mepunyai resiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Oleh karena itu, monitoring input cairan
(melalui oral atau infus) dan output cairan melalui urine menjadi sangat penting.
Pemberian obat anti kejang MgSO4 (magnesium sulfat) sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk anti kejang pada penderita pre-eklamsia. Contohnya obat-obat
yang dipakai adalah Diazepam dan Fenitoin (Benson, 2009).
Pencegahan
Pencegahan merupakan cara untuk mencegah terjadinya hipertensi pada wanita hamil yang
mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Pencegahan dapat dilakukan dengan non medikal
dan medikal. Sampai saat ini belum ada metode yang dapat dikatakan efektif dalam mencegah
risiko preeklampsia. Hal ini disebabkan oleh karena etiologi dan patogenesis penyakit ini belum
sepenuhnya dapat dijelaskan. Pada dasarnya upaya pencegahan penyakit preeklampsia melalui 3
tahapan, yaitu:
1. Pencegahan primer Pencegahan primer merupakan cara yang terbaik namun hanya
dilakukan bila penyebab telah diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk
menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab tersebut. Hingga saat ini penyebab
pasti terjadinya preeklampsia masih belum diketahui sehingga pencegahan primer yang
efektif sulit dilakukan pada tahap ini. Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker
yang dapat digunakan untuk meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada tes
yang memiliki sesitivitas dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan yang
kompleks agar dapat meramalkan suatu kejadian preeklampsia. Dengan dapat

18
mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya memungkinkan
dilakukan pencegahan primer
2. Pencegahan sekunder yaitu upaya mendeteksi adanya kelainan yang belum memberikan
gejala klinik namun sudah terjadi proses patobiologis awal akibat penyakit ini sehingga
dapat mencegah berkembang dan memberatnya penyakit. Pencegahan Sekunder meliputi:
 Istirahat
 Retriksi garam
 Suplementasi kalsium
3. Pencegahan Tersier. Pencegahan tersier yaitu upaya penanggulangan penyakit yang
sudah disertai gejala klinis dengan tujuan mencegah terjadinya komplikasi yang berakibat
semakin parahnya penyakit tersebut. Asuhan antenatal yang baik merupakan bagian yang
paling penting dalam pencegahan tersier. Diperlukan sistem asuhan antenatal yang
terorganisir dengan baik, sehingga alur rujukan semua ibu hamil dengan risiko dapat
berjalan dengan jelas dan lancar. Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi
yang disebabkan oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini merupakan tata laksana
penanganan preeklampsia.
3) Hiperemesis gravidarum

Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum tidak ada, tetapi apabila keadaan umum penderita berpengaruh, sebaiknya ini
dianggap sebagai hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi menjadi
tiga tingkatan yaitu :

a. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu
makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri epigastrium, nadi meningkat sekitar 100
kali permenit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit mengurang, lidah mengering dan
mata cekung.

b. Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih mengurang, lidah mengering dan
tampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus, berat
badan turun dan mata cekung, tensi menurun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi, aceton
dapat tercium dalam hawa pernafasan dan dapat pula terdapat dalam kencing.

19
c. Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun, komplikasi fatal terjadi pada
susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati wernicke, dengan gejala nistagmus, diplopia dan
perubahan mental, keadaan ini akibat sangat kekurangan zat makanan termasuk vitamin

Penanganan hiperemesis, memberi konseling pada ibu hamil, mengubah pola makan
menjadi sedikit tetapi sering, waktu bangun pagi jangan langsung turun dari tempat tidur tetapi
dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat, menghindari makanan
berminyak dan berbau lemak, dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung gula.
Penanganan hiperemesis yang lebih berat sebaiknya mondok di Rumah sakit.

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4 sampai 6 jam pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Derajat hipertensi berdasarkan tekanan darah diastolik pada saat datang, dibagi
menjadi ringan (90-99 mmHg), sedang (100-109 mmHg) dan berat (> 110 mmHg). Definisi
hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau
110 mmHg diastolik.
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang selama
15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah. Pengukuran dilakukan pada posisi
duduk atau telentang, posisi lateral kiri, kepala ditinggikan 30 derajat, posisi manset setingkat
dengan jantung dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya
bunyi)
1. Anamnesis
Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya mengenai adanya gejala, penyakit
terdahulu, penyakit keluarga dan gaya hidup sehari-hari. Gejala dapat berupa nyeri kepala,
gangguan visus, rasa panas dimuka, dispneu, nyeri dada, mual muntah dan kejang. Penyakit
terdahulu seperti hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal,
dan penyakit ginjal. Riwayat gaya hidup meliputi keadaan lingkungan sosial, merokok dan
minum alkohol (POGI, 2010).
2. Pemeriksaan Fisik
Evaluasi tekanan darah dilakukan dengan cara meminta pasien dalam posisi duduk di
kursi dengan punggung bersandar pada sandaran kursi, lengan yang akan diukur tekanan

20
darahnya, diletakkan setinggi jantung dan bila perlu lengan diberi penyangga. Lengan atas harus
dibebaskan dari baju yang terlalu ketat melingkarinya. Pada wanita hamil bila tidak
memungkinkan duduk, dapat miring kearah kiri. Pasien dalam waktu 30 menit sebelumnya tidak
boleh minum kopi dan obat dan tidak minum obat-obat stimulant adrenergik serta istirahat
sedikitnya 5 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah (POGI, 2010).
Alat yang dipakai untuk mengukur tekanan darah adalah sphygmomanometer. Letakkan
manset atau bladder cuff di tengah arteri brachialis pada lengan kanan, sisi bawah manset kurang
lebih 2,5 cm diatas fosa antecubital.
Manset harus melingkari sekurang- kurangnya 80% dari lingkaran lengan atas dan
menutupi 2/3 lengan atas. Menentukan tekanan sistolik palpasi dengan cara palpasi pada arteri
radialis dekat pergelangan tangan dengan dua jari sambil pompa cuff sampai denyut nadi arteri
radialis menghilang. Baca berapa nilai tekanan ini pada manometer, kemudian buka kunci
pompa. Selanjutnya untuk mengukur tekanan darah, cuff dipompa secara cepat sampai
melampaui 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik palpasi. Pompa dibuka untuk menurunkan
mercury dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik. Tentukan tekanan darah sistolik dengan
terdengarnya suara pertama (Korotkoff I) dan tekanan darah diastolik pada waktu hilangnya
denyut arteri brakhialis (POGI, 2010).
Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk sangat praktis, untuk skrining. Namun
pengukuran tekanan darah dengan posisi berbaring, lebih memberikan hasil yang bermakna,
khususnya untuk melihat hasil terapi. Pengukuran tekanan darah tersebut dilakukan dalam dua
kali atau lebih (POGI, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam kasus hipertensi sebagai komplikasi kehamilan adalah
proteinuria, untuk diagnosis dini preeklampsi yang merupakan akibat dari hipertensi kehamilan.
Pemeriksaan proteinuria dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu secara Esbach dan Dipstick.
Pengukuran secara Esbach, dikatakan proteinuria jika didapatkan protein ≥300 mg dari
24 jam jumlah urin. Nilai tersebut setara dengan kadar proteinuria ≥30 mg/dL (+1 dipstick) dari
urin acak tengah yang tidak menunjukkan tanda- tanda infeksi saluran kencing. Interpretasi hasil
dari proteinuria dengan metode dipstick adalah (POGI, 2010) :
+1 = 0,3 – 0,45 g/L
+2 = 0,45 – 1 g/L

21
+3 = 1 – 3 g/L
+4 = > 3 g/L.
Prevalensi kasus preeklampsi berat terjadi 95% pada hasil pemeriksaan +1 dipstick, 36% pada
+2 dan +3 dipstick (Prasetyo R, 2006).

Penatalaksanaan
Penanganan umum, meliputi :
1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai tekanan
darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah hidralazin yang
diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan darah turun. Jika hidralazin tidak
tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon
tidak membaik setelah 10 menit. Selain itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif
hidralazin.

22
Dosis labetolol adalah 10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi
labetolol 20 mg. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema
paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka pemberian cairan dihentikan. Perlu
kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam,
infus cairan dipertahankan sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi tanda-
tanda vital ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam (Prawirohardjo S, 2006).
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan Magnesium
sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah dan menangani kejang pada
preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada preeklampsi dan eklampsi adalah
(Prawihardjo S, 2006) :
a. Dosis awal
Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit. Diikuti dengan MgSO4
(50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit yang sama). Pasien akan merasa agak
panas saat pemberian MgSO4 b.
b. Dosis pemeliharaan
MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam. Pemberian tersebut dilanjutkan
sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi
nafas minimal 16 kali/menit, refleks patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam
terakhir. Pemberian MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella
negatif dan urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi henti nafas.
Dosis glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan sampai pernafasan
membaik
2. Perawatan persalinan
Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedang pada eklampsi
dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat gawat janin, atau persalinan tidak
terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan seksio sesarea
2012).

23
3. Perawatan pospartum
Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir. Teruskan
pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan
urin
Pencegahan
Strategi yang dilakukan guna mencegah hipertensi dalam kehamilan meliputi upaya
nonfarmakologi dan farmakologi. Upaya nonfarmakologi meliputi edukasi, deteksi prenatal dini
dan manipulasi diet. Sedangkan upaya farmakologi mencakup pemberian aspirin dosis rendah
dan antioksidan (Cunningham G, 2013).
1. Penyuluhan untuk kehamilan berikutnya
Wanita yang mengalami hipertensi selama kehamilan harus dievaluasi pada masa
postpartum dini dan diberi penyuluhan mengenai kehamilan mendatang serta risiko
kardiovaskular mereka pada masa yang akan datang.
Wanita yang mengalami preeklampsi-eklampsia lebih rentan mengalami penyulit
hipertensi pada kehamilan berikutnya. Edukasi mengenai beberapa faktor risiko yang
memperberat kehamilan dan pemberian antioksidan vitamin C pada wanita berisiko tinggi dapat
menurunkan angka morbiditas hipertensi dalam kehamilan
2. Deteksi pranatal dini
Selama kehamilan, waktu pemeriksaan pranatal dijadwalkan 1 kali saat trimester
pertama, 1 kali saat trimester kedua dan 2 kali pada trimester ketiga. Kunjungan dapat ditambah
tergantung pada kondisi maternal. Dengan adanya pemeriksaan secara rutin selama kehamilan
dapat dilakukan deteksi dini hipertensi dalam kehamilan.
Wanita dengan hipertensi yang nyata (≥140/90mmHg) sering dirawat inapkan selama 2
sampai 3 hari untuk dievaluasi keparahan hipertensi kehamilannya yang baru muncul. Meskipun
pemilihan pemeriksaan laboratorium dan tindakan tambahan tergantung pada sifat keluhan utama
dan biasanya merupakan bagian rencana diagnostik, pemeriksaan sel darah lengkap dengan
asupan darah, urinalisis serta golongan darah dan rhesus menjadi tiga tes dasar yang memberikan
data objektif untuk evaluasi sebenarnya pada setiap kedaruratan obstetri ginekologi.
Hal tersebut berlaku pada hipertensi dalam kehamilan, urinalisis menjadi pemeriksaan
utama yang dapat menegakkan diagnosis dini pada preeklampsi (Cunningham G, 2013).
3. Manipulasi diet

24
Salah satu usaha awal yang ditujukan untuk mencegah hipertensi sebagai penyulit
kehamilan adalah pembatasan asupan garam. Diet tinggi kalsium dan pemberian kapsul dengan
kandungan minyak ikan dapat menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta mencegah
hipertensi dalam kehamilan (Cunningham G, 2013). 4. Aspirin dosis rendah
Penelitian pada tahun 1986, melaporkan bahwa pemberian aspirin 60 mg atau placebo
pada wanita primigravida mampu menurunkan kejadian preeklampsi. Hal tersebut disebabkan
karena supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta tidak terganggunya produksi
prostasiklin (Cunningham G, 2013).
5. Antioksidan
Terapi antioksidan secara bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan mengisyaratkan
bahwa terapi semacam ini bermanfaat dalam pencegahan hipertensi kehamilan, terutama
preeklampsi. Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C dan E (Cunningham G, 2013).

4) Diabetes Militus

Diabetes mellitus gestasional baru muncul ketika wanita hamil karena kehamilan bersifat
diabetogenik., artinya kondisi metabolisme tubuhnya seperti orang yang menderita penyakit
kencing manis. Wanita hamil yang menderita penyakit kencing manis harus memperhatikan
makanannya, olahraga teratur, obat insulin tiap hari, serta berobat teratur kepada ahli penyakit
dalam. Jika kadar gulanya tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan
dan pertumbuhan janin berlebih sehingga memicu terjadinya persalinan prematur disamping itu
resiko mendapatkan janin bawaan lebih tinggi.

Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah gangguan toleransi glukosa yang pertama
kali ditemukan pada saat kehamilan. DMG merupakan keadaan pada wanita yang sebelumnya
belum pernah didiagnosis diabetes kemudian menunjukkan kadar glukosa tinggi selama
kehamilan. Diabetes melitus gestasional berkaitan erat dengan komplikasi selama kehamilan
seperti meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko ketonemia, preeklampsia
dan infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia
neonatus, dan ikterus neonatorum). Efek luaran jangka panjang DMG bagi bayi adalah
lingkungan intrauterin yang berisiko genetik terhadap obesitas dan atau diabetes; bagi ibu, DMG
merupakan faktor risiko kuat terjadinya diabetes melitus permanen di kemudian hari. Faktor
risiko DMG antara lain: glukosuria, umur di atas 30 tahun, obesitas, riwayat keluarga menderita

25
diabetes, riwayat DMG atau intoleransi glukosa sebelumnya, riwayat memiliki anak
makrosomia.
American Diabetic Association (ADA) 2015 merekomendasikan:
1. Tes deteksi DM tipe 2 yang tidak terdiagnosis pada kunjungan prenatal pertama
2. Tes skrining dan diagnosis DMG pada wanita hamil 24-28 minggu yang sebelumnya
diketahui tidak menderita diabetes
3. Skrining ibu penderita DMG 6-12 minggu post-partum dengan tes toleransi glukosa oral
4. Wanita dengan riwayat DMG harus menjalani skrining sekurang-kurangnya setiap 3
tahun, seumur hidupnya untuk deteksi diabetes atau pra-diabetes
5. Wanita dengan riwayat DMG dan menderita pra-diabetes harus mendapat intervensi gaya
hidup ataupun metformin untuk mencegah diabetes
Diagnosis DMG dapat dilakukan dengan salah satu dari dua strategi berikut :
1. “One-step” 75 gram TTGO
2. “Two-step” approach menggunakan 50 gram glukosa (tanpa puasa) diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) menggunakan 100 gram glukosa jika skrining awal
memberikan hasil positif
Skrining dan diagnosis diabetes melitus gestasional
a) Strategi One-Step Tes toleransi glukosa oral dengan 75 gram glukosa. Pengukuran
glukosa plasma dilakukan saat pasien dalam keadaan puasa, 1 jam, dan 2 jam setelah tes
toleransi glukosa. Tes dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu pada wanita hamil
yang sebelumnya belum pernah terdiagnosis diabetes melitus. Tes toleransi glukosa oral
harus dilakukan pada pagi hari setelah puasa semalaman setidaknya selama 8 jam.
Diagnosis DMG ditegakkan apabila hasil kadar glukosa plasma nilainya memenuhi
setidaknya satu kriteria di bawah ini:
 Puasa 92 mg/dL (5,1 mmol/L)
 1 jam 180 mg/dL (10 mmol/L)
 2 jam 153 mg/dL (8,5 mmol/L)
b) Strategi Two-Steps
 Step 1: Lakukan tes pembebanan glukosa 50 gram (tanpa puasa), kadar glukosa plasma
diukur 1 jam setelah pembebanan glukosa, dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan
24 28 minggu yang belum pernah terdiagnosis diabetes melitus. Jika kadar glukosa

26
plasma 1 jam setelah pembebanan glukosa >140 mg/dL* (7,8 mmol/L), dilanjutkan
dengan tes toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa.
 Step 2: Tes toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa dilakukan pada pasien dalam
keadaan puasa.
Diagnosis DMG ditegakkan apabila setidaknya dua dari empat hasil pengukuran glukosa
plasma memenuhi kriteria berikut:

Carpenter/Coustan NDDG
Puasa 95 mg/dL (5,3mmol/L) >105 mg/dL (5,8 mmol/L)
1 Jam 180 mg/dL (10 mmol/L) >190 mg/dL (10,6 mmol/L)
2 Jam 155 mg/dL (8,6 mmol/L) >165 mg/dL (9,2 mmol/L)

3 Jam 140 mg/dL (7,8 mmol/L) >145 mg/dL (8 mmol/L)

NDDG: National Diabetes Data Group


*Pada populasi etnis berisiko tinggi dan memiliki prevalensi DMG lebih tinggi, batasan yang
direkomendasikan adalah >135 mg/dL (7,5 mmol/L), sejumlah ahli merekomendasikan >130
mg/dL (7,2 mmol/L)
One-step strategy digunakan untuk mengantisipasi meningkatnya insidens DMG (dari 5-
6% menuju 15-20%) karena hanya diperlukan satu hasil abnormal untuk diagnosis. Kekurangan
strategi ini adalah kemungkinan over diagnosis sehingga meningkatkan biaya medikasi. Two-
steps strategy lebih umum digunakan di Amerika Serikat. Hal ini karena kurangnya percobaan
klinis yang mendukung keefektifan dan keuntungan one-step strategy dan potensi konsekuensi
negatif akibat risiko over sensitif berupa peningkatan intervensi ataupun biaya medis selama
kehamilan. Two-steps strategy juga mudah karena hanya diberi pembebanan 50 gram glukosa
tanpa harus puasa pada tahap awal skrining.
Tatalaksana
Penanganan DMG memerlukan kolaborasi tim yang terdiri dari ahli kebidanan dan
kandungan, dokter ahli diabetes, ahli gizi, perawat, edukator, dan ahli anak. Apabila tidak
mungkin, dapat dibentuk tim medis yang lebih kecil.
Penatalaksanaan penderita DMG antara lain:

27
1. Terapi diet. Terapi ini merupakan strategi utama untuk mencapai kontrol glikemik. Diet
harus mampu menyokong pertambahan berat badan ibu sesuai masa kehamilan,
membantu mencapai normoglikemia tanpa menyebabkan lipolisis (ketonuria). Latihan
dan olah raga juga menjadi terapi tambahan untuk mencapai target kontrol glikemik.
2. Kontrol glikemik. Target glukosa pasien DMG dengan menggunakan sampel darah
kapiler adalah:
a. Preprandial (setelah puasa) <95 mg/dL (5,3 mmol/L) dan
b. 1 jam post-prandial (setelah makan) <140 mg/dL (7,8 mmol/L) atau
c. 2 jam post-prandial (setelah makan) <120 mg/dL (6,7 mmol/L)
3. Terapi insulin. Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma tidak
tercapai setelah pemantauan DMG selama 1 - 2 minggu.
4. Obat hipoglikemik oral.Obat hipoglikemik oral seperti glyburidedan metformin
merupakan alternatif pengganti insulin pada pengobatan DMG.
Pencegahan
1. Menurunkan berat badan sebelum konsepsi dengan pengaturan diet.
Menurunkan berat badan 4,5 kg di antara kehamilan terdahulu dan kehamilan berikutnya
dapat menurunkan risiko DMG pada kehamilan selanjutnya hingga 40%.
2. Aktivitas fisik yang intens, moderat dan reguler. Olah raga terbukti dapat memperbaiki
kontrol glikemik pada wanita dengan DMG. Olah raga sebelum dan selama masa awal
kehamilan menurunkan risiko DMG masing-masing 51% dan 48%.
2.6. Penatalaksanaan Kehamilan Resiko Tinggi

Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah dengan pemeriksaan dan pengawasan kehamilan yaitu
deteksi dini ibu hamil risiko tinggi atau komplikasi kebidanan yang lebih difokuskan pada
keadaan yang menyebabkan kematian ibu dan bayi. Pengawasan antenatal menyertai kehamilan
secara dini, sehingga dapat dipehitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah persiapan
persalinan. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan salah satu yang saling
mengerti. Pengawasan antenatal sebaiknya dilakukan secara teratur selama kehamilan, oleh
WHO dianjurkan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester 1, 1 kali
pada trimester II dan 2 kali pada trimester III (rumus 1-1, 2-1, 3-2)

28
Keuntungan pengawasan antenatal adalah diketahuinya secara dini kehamilan resiko tinggi
ibu dan janin, sehingga dapat melakukan pengawasan yang lebih intensif, memberikan
pengobatan sehingga risikonya dapat dikendalikan, melakukan rujukan untuk mendapat tindakan
yang adekuat, segera dilakukan terminasi kehamilan

2.7. Pengukuran Kesehatan Dan Skrining Pada Ibu Hamil Yang Berisiko Tinggi

Deteksi dini adalah mekanisme yang berupa pemberian informasi tepat waktu dan efektif
melalui institusi yang dipilih kepada masyarakat, ibu masa reproduksi sehingga mereka mampu
mengambil tindakan atau menghindari dan mengurangi risiko dan mampu bersiap-siap untuk
merespon secara efektif terhadap kelainan/komplikasi dan penyakit yang lazim terjadi pada masa
kehamilan dan persalinan. Deteksi dini adalah penyaringan kemungkinan adanya risiko
tinggi/komplikasi kehamilan dan memberikan informasi kepada ibu atau masyarakat sehingga
mereka mampu mengambil tindakan atau merespon secara efektif

Screening ibu hamil adalah penyaringan untuk mendeteksi adanya risiko tinggi atau
masalah maupun penyakit yang dapat menyertai kehamilan sehingga dapat dilakukan
penanggulangan pada masalah yang ada. Tujuan screening untuk mendeteksi dini ibu hamil
berisiko, sehingga jika terdapat komplikasi dapat ditangani secara dini. Cara screening yaitu
dengan melakukan Pemeriksaan kehamilan rutin.

Pemeriksaan rutin atau ANC dilakukan agar mengetahui risiko yang dapat terjadi pada
ibu saat kehamilan. Berikut pemeriksaan yang dilakukan.

1. Pengukuran tinggi badan cukup satu kali, Bila tinggi badan < 145cm, maka faktor risiko
panggul sempit, kemungkinan sulit melahirkan secara normal. Penimbangan berat badan setiap
kali periksa, Sejak bulan ke-4 pertambahan BB paling sedikit 1 kg/bulan.

2. Pengukuran tekanan darah (tensi), Tekanan darah normal 120/80mmHg. Bila tekanan darah
lebih besar atau sama dengan 140/90mmHg, ada faktor risiko hipertensi (tekanan darah tinggi)
dalam kehamilan.

3. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA), Bila < 23,5cm menunjukkan ibu hamil menderita
Kurang Energi Kronis (Ibu hamil KEK) dan berisiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah
(BBLR)

29
4. Pengukuran tinggi rahim. Pengukuran tinggi rahim berguna untuk melihat pertumbuhan janin
apakah sesuai dengan usia kehamilan

5. Penentuan letak janin (presentasi janin) dan penghitungan denyut jantung janin, apabila
trimester III bagian bawah janin bukan kepala atau kepala belum masuk panggul, kemungkinan
ada kelainan letak atau ada masalah lain. Bila denyut jantung janin kurang dari 120 kali/menit
atau lebih dari 160 kali/ menit menunjukkan ada tanda GAWAT JANIN, SEGERA RUJUK.

6. Penentuan status Imunisasi Tetanus Toksoid (TT), oleh petugas untuk selanjutnya bilamana
diperlukan mendapatkan suntikan tetanus toksoid sesuai anjuran petugas kesehatan untuk
mencegah tetanus pada Ibu dan Bayi.

Imunisasi TT Selang Waktu Minimal Lama Perlindungan TT 1 Langkah awal pembentukan


kekebalan tubuh terhadap penyakit Tetanus TT 2 1 bulan setelah TT 1 3 tahun TT 3 6 bulan
setelah TT 2 5 tahun TT 4 12 bulan setelah TT 3 10 tahun TT 5 12 bulan setelah TT 4 >25 tahun

7. Pemberian tablet tambah darah, dan ibu hamil sejak awal kehamilan minum 1 tablet tambah
darah setiap hari minimal selama 90 hari. Tablet tambah darah diminum pada malam hari untuk
mengurangi rasa mual.

8. Tes laboratorium: 1. Tes golongan darah, untuk mempersiapkan donor bagi ibu hamil bila
diperlukan. 2. Tes hemoglobin, untuk mengetahui apakah ibu kekurangan darah (Anemia). 3. Tes
pemeriksaan urine (air kencing). 4. Tespemeriksaandarahlainnya,sesuaiindikasi seperti malaria,
HIV, Sifilis dan lain lain.

9. Konseling atau penjelasan Tenaga kesehatan memberi penjelasan mengenai perawatan


kehamilan, pencegahan kelainan bawaan, persalinan dan inisiasi menyusu dini (IMD), nifas,
perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, Keluarga Berencana dan imunisasi pada bayi.
Penjelasan ini diberikan secara bertahap pada saat kunjungan ibu hamil.

10. Tata laksana atau mendapatkan pengobatan, jika ibu mempunyai masalah kesehatan pada
saat hamil.

30
2.8. Pencegahan Yang Dapat Dilakukan Oleh Ibu Hamil
1. Makan beragam makanan secara proporsional dengan pola gizi seimbang dan lebih banyak
daripada sebelum hamil.
2. Istirahat yang cukup: • Tidur malam paling sedikit 6-7 jam dan usahakan siangnya
tidur/berbaring 1-2 jam. • Posisi tidur sebaiknya miring ke kiri. • Pada daerah endemis malaria
gunakan kelambu berinsektisida. • Bersama dengan suami lakukan rangsangan/stimulasi pada
janin dengan sering mengelus-elus perut ibu dan ajak janin bicara sejak usia kandungan 4
bulan.
3. Menjaga kebersihan diri: • Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir sebelum makan,
setelah buang air besar dan buang air kecil. • Menyikat gigi secara benar dan teratur minimal
setelah sarapan dan sebelum tidur. • Mandi 2 kali sehari • Bersihkan payudara dan daerah
kemaluan. • Ganti pakaian dan pakaian dalam setiap hari. • Periksakan gigi ke fasilitas
kesehatan pada saat periksa kehamilan.
4. Boleh melakukan hubungan suami istri selama hamil. Tanyakan ke petugas kesehatan cara
yang aman.
5. Aktivitas Fisik • Ibu hamil yang sehat dapat melakukan aktivitas fisik seharihari dengan
memperhatikan kondisi ibu dan keamanan janin yang dikandungnya. • Suami membantu
istrinya yang sedang hamil untuk melakukan pekerjaan sehari-hari. • Ikuti senam ibu hamil
sesuai dengan anjuran petugas kesehatan
2.9. Sistem Rujukan Ibu Hamil Dengan Risiko Tinggi

` Rujukan dalam pelayanan kesehatan bisa dikatakan merujuk dari Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa
Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, Serta Pelayanan Kesehatan Seksual. Pengambilan keputusan pada ibu
hamil berisiko tinggi untuk dirujuk ke palayanan kesehatan yang lebih memadai merupakan
suatu pengambilan keputusan yang berbelit dan sering melibatkan beberapa pihak, yaitu suami
dan keluarga karena ibu hamil berisiko tinggi sering tidak memiliki kekuatan dalam pengambilan
keputusan rujukan.
Pelaksanaan Aspek Proses Rujukan
a. Stabilisasi Ibu Hamil Risiko Tinggi

31
b. Pengelolaan Calon Donor Darah, Tabulin/Dasolin dan Ambulan Desa/ Transportasi
Rujukan.
c. Tenaga Kesehatan Pendamping Rujukan
d. Surat Pengantar dan Pencatatan Rujukan.
Setiap kehamilan, dalam perkembangannya mempunyai risiko mengalami penyulit atau
komplikasi. Oleh karena itu, pelayanan antenatal harus dilakukan secara rutin, sesuai standar
dan terpadu untuk pelayanan antenatal yang berkualitas.

32
33
Kerangka konsep pelayanan antenatal komprehensif dan terpadu

34
Contoh soal :

Hasil pemeriksaan tekanan darah pada 100 orang ibu hamil ditemukan bahwa 15 orang diduga
memiliki tekanan darang tinggi yang berisiko menuju pre-eklamsia. Kemudian dilakukan
penegakan diagnosa dengan pemeriksaan urine proteinuria dan ditemukan 10 ibu hamil positif
pre-eklamsia. Tentukan sensivitas, spesifitas, NPV, dan PPV ?
Sensivitas = = = 66,67
Hasil Hasil pemeriksaan proteinuria Total
skrining + - %
+ 10 15 25 Spesifitas = = = 82,35 %
- 5 70 75
PPV = = = 40%
Total 15 85 100
NPV = = = 93,33 %

Dari hasil diatas, diketahui bahwa tes urine proteinuria memiliki sensivitas 66,67%
dannilai spesifitas 82,35% :

 Tes pemeriksaan urine proteinuria dapat mengklarifikasi ibu hamil yang


berisiko preeklamsia benar-benar sakit pada kenyataannya adalah sekitar
66,67%
 Pemeriksaan urine proteinuria dapat mengklarifikasi ibu hamil yang benar-
benar bebas dari preeklamsia pada kenyataannya adalah sekitar 82,35%

Nilai PPV terhadap pemeriksaan urine proteinuria 40% dan NPV 93,33 :

 Dari hasil nilai NPV , dapat disimpulkan bahwa dimasa mendatang, kejadian
kasus preeklamsia pada ibu hamil sesuai dengan hasil pemeriksaan urine
proteinuria akan terdeteksi tinggi dan kemungkinan akan terjadi negatif
palsu sedikit
 PPV menunjukkan bahwa sekitar 40% sebagian hasil pemeriksaan urine
proteinuria dimasa mendatamg akan menunjukkan yang benar-benar sakit

35
Observed Agreement = 10 + 70 /100 = 0,8

Agreement Expected by Chance = 3,75 + 63,75 / 100 = 67,5

Hasil Hasil pemeriksaan proteinuria Total


skrining + -
+ 25x15/100 =3,75 25x85/100=21,25 25
- 75x15/100= 11,25 75x85/100=63,75 75
Total 15 85 100

Kappa

Kappa =

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan urine yang dilakukan
sangat mirip atau mempunyai agreement yang sangat baik.

36
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang akan menyebabkan terjadinya bahaya dan
komplikasi yang lebih besar baik pada ibu maupun pada janin dalam kandungan dan dapat
menyebabkan kematian, kesakitan, kecacatan, ketidak nyamanan dan ketidak puasan. Ibu
hamil risiko tinggi yaitu ibu hamil yang mengalami keadaan akibat kehamilannnya atau
diperburuk dengan hamilnya sendiri. Seorang wanita dalam usia reproduksi akan mengalami
masa kehamilan, persalinan dan nifas.
Keadaan yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu secara tidak langsung disebut
sebagai faktor risiko, semakin banyak faktor risiko yang ditemukan pada kehamilan maka
semakin tinggi pula risikonya. Deteksi dini adalah penyaringan kemungkinan adanya risiko
tinggi/komplikasi kehamilan dan memberikan informasi kepada ibu atau masyarakat
sehingga mereka mampu mengambil tindakan atau merespon secara efektif. Deteksi dini
risiko tinggi kehamilan dan persalinan dapat menurunkan angka kematian ibu dan memantau
keadaan janin. Melalui deteksi dini, kelainan yang mungkin timbul cepat diketahui dan
segera dapat diatasi sebelum berpengaruh buruk yang berujung pada kematian ibu.
Screening ibu hamil adalah penyaringan untuk mendeteksi adanya risiko tinggi atau
masalah maupun penyakit yang dapat menyertai kehamilan sehingga dapat dilakukan
penanggulangan pada masalah yang ada. Tujuan screening untuk mendeteksi dini ibu hamil
berisiko, sehingga jika terdapat komplikasi dapat ditangani secara dini. Cara screening yaitu
dengan melakukan Pemeriksaan kehamilan rutin
Pemeriksaan ANC sebaiknya dilakukan secara teratur selama kehamilan, oleh WHO
dianjurkan pemeriksaan antenatal minimal 4 kali dengan 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada
trimester II dan 2 kali pada trimester III (rumus 1-1, 2-1, 3-2) agar ibu dapat terhindar dari
kehamilan yang berisiko, yang dapat menyebabkan kematian pada anak atau ibu sendiri

3.2.Saran
1. Bagi masyarakat untuk dapat menambah informasi terkait dengan cara
mendeteksi dini kehamilan yang berisiko bagoi calon ibu

37
2. Bagi para ibu hamil agar melakukan pemeriksaan ANC dengan rutin sesuai aturan
agar terhindar dari kehamilan risiko tinggi yang dapat menyebabkan kematian
pada ibu dan anak
3. Bagi mahasiswa dapat menjadikan pedoman informasi jika tertarik untuk
melakukan penelitian terkait dengan ibu hamil yang berisiko tinggi.

38
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2105. Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Dan JICA.

Kurniawan, Liong. Dkk. 2016. Patofisiologis Skrining dan Diagnosis Laboratarium Diabetes
Melitus Gestastional. Universitas Hasanudim : CDK. Vol, 43. No, 11

Pratiwi, Adhe. (2013). Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Resiko Tinggi Kehamilan Di
BPS Siti Mursidah Sumber Lawang Sragen. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma
Husada

Sinuraya, Reno. Dkk. 2017. Biomarker sebagai Pedetksi Dini Preeklampsia. Universitas
Padjajaran : Jurnal formasi klinik Indonesia. Vol, 6. No, 2. Pp 123-134

Utami, Sri Budi. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Praktik Deteksi Dini Ibu
Hamil Risiko Tinggi oleh Bidan Kabupaten Banjanegara. Skripsi. Universitas Indonesia :
Fakultas Kesehatan Masyarakat.

http://repository.unimus.ac.id/1035/3/12.%2520BAB%2520II.pdf “diakses 20 Mei 2018 “

http://repository.unimus.ac.id.pdf “diakses 5 Juni 2018 “

http://eprints.undip.ac.id/50725/3/Mahdika Akbar_Bab_2.Pdf “diakses 20 Mei 2018 “

http://digilib.unila.ac.id “diakses 5 Juni 2018 “

http://dictio.id/bagaimana_melakukan_skrining_preeklampsia. Diakses 5 Juni 2018.

http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/download.php/ “diakses 20 Mei 2018 “

39

Anda mungkin juga menyukai