Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tanur Busur Listrik (EAF) adalah peralatan / alat yang digunakan untuk proses
pembuatan logam / peleburan logam, dimana besi bekas dipanaskan dan dicairkan
dengan busur listrik yang berasal dari elektroda ke besi bekas di dalam tanur.
Ada dua macam arus listrik yang bisa digunakan dalam proses peleburan dengan
EAF, yaitu arus searah (direct current ) dan arus bolak – balik ( alternating
current). Dan yang biasa digunakan dalam proses peleburan adalah arus bolak-
balik dengan 3 fase menggunakan electroda graphite.
Salah satu kelebihan EAF dari basic oxygen furnance adalah kemampuan EAF
untuk mengolah scrap menjadi 100 % baja cair. Menurut survei sebanyak 33%
dari produksi baja kasar (crude steel) diproduksi menggunakan Tanur busur listrik
(EAF). Sedangkan kapasitas porduksi dari EAF bisa mencapai 400 ton. Kelebihan
lain dari EAF ini adalah energi yang dikeluarkan busur listrik terhadap logam
bahan baku sangant besar, menyebabkan terjadinya okisdasi besar pada logam
cair. Hal ini menyebabkan karbon yang terkandung di dalam logam bahan baku
teroksidasi sehingga kadar karbon dalam logam tersebut menjadi berkurang.
Bentuk fisik dari dapur (EAF) ini cukup rendah sehingga dalam hal pengisian
bahan bakunya pun sangat mudah. Dalam hal pengoperasiannya pun EAF juga
tidak terlalu sulit karena hanya memerlukan beberapa orang operator yang
memantau proses peleburan dan penggunaan listrik pada dapur tersebut.
Gambaran Umun
Struktur dari Tanur busur listrik adalah Tungku oval (bagian bawah), dinding
tanur yang berbentuk selinder, dan tutup tanur yang bisa bergerak menutup dan
membuka untuk proses pengisian. Pada tutup tanur terdapat 3 buah lubang yang
merupakan dudukan elektroda grafit, yang terdiri dari mekanisme penjepit
elektroda. Sedangkan elektroda tidak bertopang pada tutup tanur melainkan
bertopang pada rangka tersendiri dan rangka tersebut memiliki mekanisme
pengangkat dan untuk menurunkan elektroda pada posisi – posisi yang dapat
diatur pada waktu pengoperasian. Untuk mengurangi rugi kalor (heat loses) pada
tutup tanur, maka tutup tanur dilapis dengan isolator panas.
Pada dinding pelindung tanur terdapat batu tahan api sebagai isolator panas
bagian dalam yang dihasilkan tanur tersbut. Pada dinding tanur ini tidak
diperlukan lagi lining karena pada bagian ini tidak lagi bersentuhan dengan cairan.
Sedangkan kotruksi luar dari dinding di tutupi oleh pelat baja dengan ketebalan
tertentu. Pada dinding bagian luar ini juga terdapat sistem pendingin yang
menggunakan fluida air sebagai media pendinginan.
Pada bagian tungku oval (spherical hearth) terdapat 3 lapisan yaitu lapisan lining
kemudian lapisan batu tahan api dan sebagai kontruksi bagian luar digunakan pelat
baja dengan ketebalan tertentu. Pada bagian ini juga terdapat tapping spout atau
yang lebih dikenal dengan istilah saluran penuangan, yang digunakan untuk proses
penungan cairan yang akan di cetak atau diatur komposisinya di ladle furnance.
Pada bagian yang berhadapan dengan tapping spout adalah slaging door atau yang
lebih dikenal dengan pintu slag, yang digunakan untuk mengeluarkan slag. Untuk
mengatur posisi penuangan dan pengeluaran slag, terdapat mekanisme pada dasar
bagian luar tanur yang berbentuk roda gigi berpasangan yang digerakkan oleh
screw bar.
Banyak tipe dapur listrik yang digunakan, tetapi secara praktek hanya tipe berikut
yang digunakan dalam industry pembuatan baja :
1. AC direct-arc electric furnace (dapur busur listrik – arus bolak balik)
2. DC direct-arc electric furnace (dapur busur listrik – arus searah )
3. Induction electric furnace (dapur induksi)
Pada dapur busur listrik – arus bolak balik, arus melewati suatu elektroda turun ke
bahan logam melalui suatu busur listrik, kemudian arus tersebut dari bahan logam
mengalir keatas melalui busur listrik melalui busur listrik menuju elektroda
lainnya. Untuk peleburan baja dapat dilakukan arus satu, dua atau tiga fasa.
Umumnya digunakan arus 3 fasa.
Dalam dapur listrik – arus searah, arus listrik melewati satu elektroda turun
kebahan yang akan dilebur melelui busur listrik, yang kemudian mengalir menuju
elektroda pasangannya yang berada dibawah dapur.
Dapur listrik ini dikembangkan oleh Dr. Paul Heroult ( USA ). Dapur busur listrik
Heroult yang pertama dibuat untuk memproduksi baja, dibangun oleh Halcomb
steel company di Syracuse, New York pada tahun 1906.
Pada dapur induksi, arus listrik diinduksikan kedalam baja dengan osilasi medan
magnet. Berdasarkan frekwensinya, dapur induksi dikelompokkan sebagai berikut:
1. Dapur induksi frekwensi rendah. Menggunakan prinsip trafo, dimana
bahan logam yang akan dilebur bertindak sebagai kumparan sekunder,
sedang gulungan dengan inti besi bertindak sebagai kumparan primer.
2. Dapur induksi frekwensi medium atau tinggi. Arus dengan frekwensi
mediumatau tinggi dilewatkan kumparan yang meliliti bejana ( crucible )
yang berisi bahan logam yang akan dilebur.
Dapur listrik dapat digunakan untuk pembuatan baja, baik dengan proses asam
maupun basa. Hampir semua dapur listrik yang digunakan untuk melayani
produksi ingot baja, baja cetak kontinya dan industry pengecoran saat ini
menggunakan pelapis bata tahan api basa.
Dapur listrik dapat digunakan untuk memproduksi hampir semua jenis baja. Untuk
kapasitas dibawah 1.500.000 ton/tahun, dapur listrik lebih ekonomis digunakan
daripada kombinasi blast furnace dan proses oxygen steel making basa. Hal
tersebut khususnya berlaku pada daerah dimana tersedia banyak scrap dan harga
tenaga listrik yang murah. Dapur listrik lebuh fleksibel untuk melayani operasi
produksi yang intermittent ( misal, akibat permintaan pasar yang fluktuatif ).
Pabrik baja yang memproduksi berbagai jenis baja perlu melakukan pemilihan
scrap menurut mkandungan unsur – unsur paduannya secara lebih ekstensif
daripada pabrik yang hanya memproduksi jenis baja yang sama secara kontinyu.
Pada setiap mulai pengoperasian dapur listrik, dimasukkan lebih dahulu scrap
ringan. Dengan demikian pada awal prosesw peleburan tidak memerlukan energi
listrik yang besar, disamping menjaga agar elektroda tidak menembus kedalam
bahan dan mencapai dasar hearth sebeluum cukup genangan cairan logam yang
terbentuk. Jika temperatur cairan logam sangat tinggi dapat merusak lapisan bata
tahan api hearth.
Ukuran fisik scrap harus tidak terlalu panjang dan terlalu besar. Ukuran scrap
yang panjang dapat mengakibatkan:
1. Kesulitan dalam operasi penutupan atap dapur, sehingga banyak waktu
terbuang untuk mengatasinya.
2. Patahnya elektroda ketika bergerak turun naik selama waktu pelaburan.
3. Terbentuknya jembatan yang menopang scrap – scrap yang masih dingin.
Jika jembatan scrap panjang tersebut melebur, jembatan akan runtuh, yang
mengakibatkan keluarnya cairan logam dari pintu atau bahkan timbul
ledakan.
PELEBURAN
Jika pengumpanan bahan baku dan bahan lainnya telah selesai, dibuat tanggul (
bahan dari dolomite ) pada pintu pemasukan, untuk mencegah keluarnya cairan
logam apabila suatu saat posisi dapur miring. Pintu dapur ditutup.elektroda
diturunkan sampai posisi sekitar 25 mm diatas permukaan bahan ( scrap ). Listrik
dialirkan dengan tingkat tegangan medium dan arus yang sesuai, sehingga busur
listrik yang timbul mulai melebur scrap di bawah dan di bagian sampingnya. Pada
awalnya peleburan berjalan agak lambat dengan maksud untuk melindungi lapisan
bata tahan api dan atap dapur dari radiasi panas busur istrik. Kemudian tegangan
dan arus dinaikan maksimum untuk mempercepat proses peleburan.
Gambar 3. Proses peleburan di tanur busur listrik.
Proses peleburan adalah perioda yang paling mahal, karena pada perioda ini
pemakaian tenaga listrik dan elekrtoda sangat tinggi. Peleburan berlangsung terus
sehingga terbentuk kolam baja cair dalam hearth. Scrap dan bahan – bahan akan
melebur dari bawah keatas akibat panas radiasi dari kolam baja cair, panas dari
busur listrik dan panas dari scrap dan bahan ( bertindak sebagai tahanan listrik )
yang teraliri arus listrik. Pada akhir peleburan diinjeksikan kapur bakar diatas
permukaan baja cair. Jika fasilitas injeksi tidak tersedia, kapur bakar tersebut
ditambahkan sebelum scrap tahap kedua dilebur. Pemanasan dilakukan kembali,
sampai scrap dan semua bahan – bahan melebur.
Gambar 4. reaksi – reaksi yang terjadi pada saat peleburan dalam tanur listrik
OKSIDASI
Oksidasi terjadi pada tingkat yang berbeda – beda, sejak awal peleburan sampai
semua bahan melebur. Selama perioda ini P, Si, Mn, C dan Fe dioksidasi. Sumber
oksigen didapat dari:
1. Oksigen yang diinjeksikan kedalam baja cair
2. Oksigen yang berada dalam atmosfer dapur
3. Kalsinasi batu kapur ( cara ini tidak disukai karena perlu banyak energy ;
lebih baik digunakan kapur bakar )
4. Oksida yang dibawa unsur – unsur paduan ( scrap )
5. Bijih besi, terak dan kerak ( bila ditambahkan )
Oksigen dari bahan akan bereaksi dengan C dalam baja cair membentuk gas CO.
Untuk mempercepat penurunan kandungan C dalam baja cair, digunakan injeksi
gas oksigen dalam kedalam baja cair.
EFEK LINGKUNGAN
Meskipun tanur listrik modern mempunyai efisiensi yang tinggi dalam hal
pengolaha scrap, tetap saja pengoperasian dapur mempunyai dampak lingkungan
yang merugikan. Harus banyak biaya atau ongkos untuk membiayai pembuatan
instalasi baru yang dikhususkan untuk suatu sistem yang direncanakan untuk
menguragi dampak lingkungan tersebut, yang meliputi:
Karena kualitas beban tanur yang sangat dinamis, sistem tenaga mungkin
memerlukan langkah-langkah teknis untuk menjaga kualitas daya untuk proses
lain; percikan dan distorsi harmonik merupakan efek samping yang umum dari
operasi tungku busur pada sistem daya.
Proses ini memerlukan scrap kualitas tinggi. Tidak ada kehilangan unsur – unsur
paduan yang cukup berarti dalam proses ini, sehingga dapat digunakan untuk
menghasilkan baja – baja paduan kualitas tinggi, missal baja untuk bantalan –
bantalan bola, baja tahan karat, baja perkakas, dies, baja magnet dan baja untuk
sudu – sudu turbin.
Keuntungan proses ini, antara lain :
1. tidak ada kontaminasi unsur – unsur pengotor
2. kehilangan panas karena radiasi relative kecil.
3. Tidak bising
4. Pengadukan baja cair berlangsung dengan adanya arus pusar ( eddy current
) dalam leburan baja.
Frekuensi jala-jala pada tanur induksi frekuensi menengah diubah terlebih dahulu
dengan menggunakan thyristor menjadi freukensi yang lebih tinggi sebelum
dialirkan kekumparan primer.
Sebatang silinder logam diletakan pada sebuah kumparan yang dialiri arus bolak-
balik, maka medan magnet yang terbentuk oleh kumparan akan menimbulkan arus
induksi pada silinder logam. Silinder logam menjadi panas oleh energi panas joule
yang timbul akibat lompatan electron dari arus induksi yang terhambat oleh
resistansi dari logam.
Pada umumnya tanur induksi saluran digunakan sebagai alat penahan panas cairan
(holding furnace), sedangkan untuk keperluan peleburan tanur induksi yang
digunakan adalah jenis krus. Krus terbuat dari bahan refractory yang dipadatkan
dan disinter didalam tanur tersebut.
Diameter krus yang terlalu besar mengakibatkan panas akan terserap terlalu
banyak oleh bagian cairan yang tidak terjangkau induksi. Sehingga laju
pemanasan cairan akan menjadi terlalu lambat. Sebaliknya bila diameter krus
terlalu kecil, akan terjadi overheat pada cairan karena laju pemanasannya terlalu
tinggi.
Pemanasan tanur induksi efisiensi akan semakin tinggi pada bahan baku yang
lebih besar tanpa dipengaruhi oleh frekuensi kerjanya. Pada awal proses peleburan
selalu dipilih bahan baku dengan dimensi mendekati diameter dalam krus. Muatan
awal ini minimum harus dapat mengisi 20% dari kapasitas tanur.
Penggunaan tanur induksi frekuensi jala-jala, untuk peleburan dari bahan padat
hanya dapat dimulai dengan muatan awal yang dibuat sebagai balok yang massif
(starting block). Untuk menghindari pemakaian starting block harus disisakan
sebanyak 1/3 dari kapasitas tanur sebagai muatan awal. Hal ini disebabkan oleh
besarnya kedalaman penetrasi sehingga membutuhkan bahan baku berukuran
besar.
Tanur dengan frekuensi lebih tinggi (frekuensi medium) diawali dengan bahan
baku berukuran kecil. Selama bahan belum mencair, setiap potongan bahan akan
terjadi arus induksi yang mengakibatkan naiknya temperature potongan bahan
tersebut. Laju kenaikan temperature lebih tinggi pada potongan bahan yang paling
dekat dengan kumparan.
Bahan baku yang telah mencair dipanaskan terus hingga mencapai temperature
ideal proses peleburan. Pada saat ini akan terjadi gejolak cairan (steering) akibat
adanya gaya yang timbul dari medan induksi dan bergerak secara pheryperal.
Gejolak cairan ini pada proses peleburan menjadi hal yang menguntungkan,
dimana akan terjadi distribusi temperature maupun homogenisasi paduan yang
baik didalam cairan terutama pada saat dilakukan rekarburisasi. Namun demikian
gejolak yang besar juga akan meningkatkan laju oksidasi serta erosi pada lining.
Oleh karena itu rancangan tanur induksi untuk peleburan bahan tertentu harus
memperhatikan fenomena tersebut.
Daya yang diperlukan dari frekuensi arus yang disediakan pada kumparan
induktor tergantung pada kapasitas crucible (diameternya) dan jenis bahan
isiannya. Inductioan furnace biasanya beroperasi pada arus dengan frekuensi 500 -
2500 Cps (dapur kapaitas besar beroperasi pada fkrekuensi rendah). Rating
generator yang digunakan bervariasi dari 0,4 - 1 KW/kg bahan isian.
Crucible dapur ini dapat bersifat asam atau basa, dengan lapisan asam dibuat dari
tanah quarsite dengan bahan pengikat bubuk asamboric sampai 1,5%, dan lapisan
basa dibuat dari bubuk magnesite (MgO) dengan bahan pengikat asam boric
sampai 3%. Dapur Induction furnace banyak digunakan dalam pembuatan baja
paduan tinggi (high alloy stell) dan paduan khusus (special purpose alloy).
Pemanasan hanya dilakukan pada bagian saluran cairan. Bahan cair yang panas
akan bergerak keatas, sedangkan bahan cair yang dinggin bergerak kebawah
mengisi saluran. Dengan demikian cairan didalam tanur akan mengalami
sirkulasi.
Tanur induksi jenis krus dikonstruksi sedemikian rupa disesuaikan dengan ukuran
dan jenis bahan yang dilebur, sehingga terdapat tanur induksi frekuensi jala-jala,
tanur induksi frekuensi menengah dan tanur induksi frekuensi tinggi.
Gambar 10. Daerah kerja frekuensi terhadap kapasitas muat tanur2.
Hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih frekuensi kerja tanur induksi
adalah hubungannya dengan ukuran minimum bahan baku yang dapat ditembus
oleh frekuensi tersebut, sebagai berikut:
dimana:
Ukuran minimum bahan baku yang dapat dilebur tanpa bantuan cairan adalah:
D = 3,5 x δ
Dengan demikian bahan baku peleburan pada tanur induksi dengan frekuensi
kerja terpasang yang memiliki dimensi lebih kecil dari harga yang tertulis pada
tabel diatas, harus dilebur dengan bantuan sisa cairan didalam tanur.
Pada tanur induksi frekuensi jala-jala (50 Hz), mengingat dimensi bahan baku
minimumnya sedemikian besar, maka peleburan pertama selalu dimulai dengan
bahan berukuran besar sebagai starting-block serta selalu disisakan sekurang-
kurangnya 1/3 cairan didalam tanur untuk membantu proses peleburan berikutnya.
Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir didalam cairan
maka akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai stirring. Kualitas dan
kuantitas stirring ditentukan oleh tinggi atau rendahnya frekuensi kerja dan jumlah
fasa listrik yang digunakan.
Gambar 11. Stirring pada 1 fasa (a) dan 3 fasa (b).
Proses peleburan dengan tanur induksi akan semakin efisien bila menggunakan
bahan baku yang masif (berukuran besar) dan kompak. Keuntungan yang
diperoleh dari bahan masif adalah:
Poin 1 merupakan tuntutan wajib bagi tanur induksi frekuensi jaringan, sebab
tanpa starting block proses peleburan tidak dapat berlangsung. Sedangkan poin 2
adalah upaya untuk meningkatkan efisiensi enerji peleburan. Poin 3 sampai 8
merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.
Poin 1 lebih baik dilakukan walaupun tanpa sarting blok proses peleburan dengan
tanur induksi frekuensi menengah sampai tinggi tetap dapat dilakukan. Sedangkan
poin 2 sampai 7 merupakan urutan prioritas bila bahan-bahan tersebut digunakan.
Frequensi kerja tanur induksi tidak muncul dalam perhitungan kalor peleburan.
Jadi untuk frekuensi tanur yang mana saja, perhitungannya adalah:
Q = Q1 + Q2 + Q3
Q1 = m.C1.DT1
Dimana m adalah masa bahan yang dilebur, C1 adalah kalor spesifik bahan dan
DT1 adalah kenaikan suhu dari suhu ruang sd suhu lebur.
Q2 = m.L
Q3 = m.C2.DT2
Dimana C2 adalah kalor spesifik bahan dalam keadaan cair dan DT2 adalah
kenaikan suhu dari suhu lebur ke suhu tapping.
Semua Q akan muncul dalam satuan Joule. Tinggal Anda konversi ke kWh (1 kJ
= 0.000278 kWh). Lalu lihat, berapa kW daya terpasang pada tanur (P), serta ukur
dulu efisiensi (ef) proses peleburan Anda, maka:
Q . 0.000278 = P.t.ef
Secara teknis, kedua jenis tanur ini mampu menghasilkan cairan kuningan dengan
kualitas yang sama baiknya. Kelebihan tanur induksi dalam hal ini hanya karena
stirring yang terjadi akan menghasilkan cairan yang lebih homogeny serta
efisiensi penggunaan enerjinya lebih baik. Namun demikian tanur induksi
memerlukan infrastruktur yang lebih kompleks dibandingkan tannur listrik
sehingga menuntut investasi dan utilisasi yang lebih tinggi.
Slag muncul dari: (a) lining tanur yang terkikis dan atau bereaksi dengan cairan,
(b) kotoran yang berasal dari bahan baku dan (c) oksidasi, atau reaksi antara O2
diudara dengan unsur logam dalam cairan. Jadi untuk memudahkan penyingkiran
slag, maka langkah awal adalah dengan cara menyedikitkan produksi slag, yaitu
dengan:
Pada peleburan dengan tanur induksi, semakin sedikit slag yang terjadi, maka
removalnya akan lebih mudah.
PROSES PELEBURAN BAJA DENGAN TEKNOLOGI BLAST FURNACE
Teknologi proses pembiatan besi, secara garis besar dapat dikelompokan sebagai
berikut:
1. Blast furnace
2. Direct reduction
3. Direct smeltinf process
Proses reduksi bijih besi yang dilakukan dibawah titik leburnya, diklasifikasikan
sebagai proses reduksi langsung ( direct reduction process ). Hasilnya berupa
padatan yang disebut DRI ( Direct Reduced Iron ) atau spong iron ( besi spons,
karena padatan tersebut banyak mengandung pori – pori ). Proses reduksi
langsung bijih besi yang menghasilkan besi cair ( molten iron atau hot metal )
disebut proses direct smelting.
Gambaran Umum
Blast furnace adalah dapur tegak ( shaft furnace ) yang tinggi. Bijih besi, kokas
dan flux ( bahan pengikat kotoran ) dimasukan kedalam dapur melalui bagian atas
dapur tersebut. Udara panas dan bahan bakar ditiupkan kedalam dapur melalui
lubang - lubang ( tuyers ) yang terletak diatas hearth dapur. Udara panas akan
membakar bahan bakaryang diinjeksikan dan kokas yang berada didalam dapur.
Hasil reaksi pembakaran tersebut menghasilkan gas CO dan panas. Gas CO akan
mereduksi oksigenyang ada dalam bijih besi, sehingga dihasilkan ciran besi yang
akan mengalir kebawah dan ditampung dalam hearth dapur. Flux akan mengikat
bahan – bahan pengotor ( impurities ) dalam bijih dan membentuk cairan terak (
slag ) yang akan terkumpul dalam hearth, mengambang diatas cairan besi. Cairan
besi maupun terak dikeluarkan dari dalam dapur melalui lubang pengeluaran
masing – masing ( tap hole ). Hasil produksi blast furnace disebut besi cair (
molten iron atau hot metal ). Apabila besi cair tersebut dicetak, hasil cetakannya
disebut pig iron.
Gambar 13. temperatur nyala teoritik dan kandungan panas pada pembakaran saat
pembentukan gas tuyer 1 kg.C dengan menggunakan 14000C disertai
udara kering dan oksigen kering pada temperatur 500-13000C
Dimana,
2300 = panas pembakaran dari C ke CO, kkal/kg.C
540 = kandungan panas karbon pada suhu 14000C, kkal/kg.C
0,333 = kapasitas panas udara, kkal/Nm3.0C
0,338 = kapasitas panas gas tuyer, kkal/Nm3.0C
Dari grafik 6.26 diatas, menunjukkan masukan panas kandungan kalor dari
gas tuyer. Perhitungan Suhu nyala teoritis dan kandungan panas pada gas tuyer
untuk temperatur blast yang berbeda dan penyuburan oksigen dari udara kering
yang ditunjukkan pada Grafik 6.26. Telah jelas digambarkan pengoksigenan
kedua-duanya dan peningkatan di dalam suhu tiup meningkatkan suhu nyala yang
sangat baik. Total yang tersedia memanaskan per kg.C menjadi lebih kecil dengan
meningkatkan kandungan oksigen tetapi lebih besar dengan meningkatkan suhu
tiup. Penurunan kandungan kalor dengan pengoksigenan adalah dengan
pengecilan volume tiup sebagai akibat atas pasokan Nitrogen yang dikurangi per
kg.C. Nitrogen bukan suatu blast yang sia-sia dan membawa jumlah yang pantas
dipertimbangkan dari panas praktis ke dalam blast furnace itu ditandai oleh
gambar. Pemakaian gambar digunakan untuk menghitung konsumsi karbon
teoritis di dalam blast furnace yang akan dilihat pada bagian 10.2.
blast furnace dapat menjadi tak menentu jika suhu nyala meningkat di luar
batas tergantung pada ciri-ciri beban dan profil tanur. Dalam kasus-kasus yang
demikian, suhu tiup dapat ditingkatkan tanpa peningkatan di dalam suhu nyala
apabila beberapa tambahan bahan pendingin disuntik beserta tiup. Uap air dapat
berperan sebagai suatu pengoreksi untuk suhu tiup yang tinggi oleh karena sifat
alami endotermik reaksi dengan karbon:
C + H2O = CO + H2
ΔH0 (12000C) = + 2700 kkal/kg.C
= + 1800 kkal/kg.H2O (3)
Dari persamaan (1) diatas, moisture memberi ganda volume dari pengurangan
gas (CO +H2) per mol karbon, kekosongan pemasangan gas volume akan
meningkat per satuan dari volume tiup menurut jumlah dari uap air yang disuntik.
Uap air disatukan di dalam Blast sebelum isi yang dilobangi dan jumlah itu
dilukiskan di Blast gm/Nm2. Oleh karena itu, dengan tambahan uap air meski
jumlah dari Blast oksigen dan nitrogen akan sedikit berkurang, kekuatan
pengoksidasi per satuan volume dari Blast akan meningkat karena oksigen
tersusun sekitar 89 % dari H2O. Oleh karena itu, volume gas yang kosong akan
mengalami peningkatan per volume satuan dari Blast, tetapi itu akan berkurang
per satuan berat dari karbon yang dibakar.
Berbagai faktor-faktor yang dipengaruhi oleh penambahan uap air dapat
dilihat dalam Tabel 6.6. yang menunjukkan bahwa moistur dapat meningkatkan
tingkat nyala kokas, gas tuyer diperkaya dengan mengurangi gas-gas (CO + H2)
dan itu merupakan suatu penurunan pada volume gas total per Kg karbon.
Tabel 2. Variasi pada volume gas tuyer beserta komposisi dengan suntikan uap air
Kandungan kalor dari gas tuyer per kg karbon dan suhu nyala untuk berbagai
suhu-suhu tiup dan moisture dan kandungan oksigen dari blast dapat dihitung di
dalam cara yang sama tentang pengeringan Blast dengan modifikasi-modifikasi
yang pantas dari persamaan. 6.10 dan 6.14 dan termasuk panas yang endotermik
dari persamaa 6.15. Persamaan tersebut dapat dilihat pada grafik 6.27 untuk 20
dan 40 gm/Nm3 dari moisture.
Gambar 14.Temperatur nyala teoritis dan komposisi kalor gas pembentukan pada
pembakaran 1 kg.C pada 14000C dengan udara dan kandungan udara
oksigenasi 20 dan 40 gm H2O/Nm3 Blast pada temperatur 500 –
13000C. Sebagai contoh, untuk setiap kandungan oksigen, suhu nyala
dan kandungan kalor untuk 5000C dan 20 gm moisture dalam blast
yang sama untuk 7000C dan 40 gm moisture dalam Blast.
PENGOKSIGENAN-PELEMBAPAN BLAST
Dari grafik 6.26 dan 6.27 dan Tabel 6.6, kedua-duanya Blast yang
dilembabkan dan oksigenasi mengurangi masukan panas seperti pada kandungan
kalor dan volume dari gas tuyer per satuan dari karbon, tetapi pembentuk
meningkat dan yang sebelumnya suhu nyala itu berkurang. dari titik pandang yang
berkenaan dengan panas, efisiensi bahan bakar akan menjadi lebih baik jika suhu
nyala itu dijaga konstan oleh pengoksigenan yang dikombinasikan dengan
pelembaban. Sangat kecil, bila dapat menyimpan dalam kokas akan diharapkan
dari kombinasi seperti itu meski suatu derajat tingkat yang lebih tinggi dari
penggerusan yang tidak langsung diharapkan dari satu pengayaan dari gas tuyer
dengan cara mereduksi gas. Bagaimanapun juga, tingkat nyala kokas dalam
contoh, produktivitas tanur meningkat baik dari kombinasi seperti itu. Hal ini
telah dibahas di Bagian 10.7 dan 11.3.3.
BAHAN BAKAR BLAST FURNACE
Kokas adalah bahan bakar yang umum digunakan dalam blast furnace. Kokas
bertindak baik sebagai suatu reduktan seperti juga penyuplai panas. Itu juga
menjadi bagian utama biaya produksi besi. Saat ini, banyak juga bahan bakar lain
yang digunakan sebagai pengganti kokas. Bahan bakar ini tidak bisa diubah dari
atas dan seperti halnya yang disuntik ke dalam tanur melalui tuyer beserta Blast.
Dalam beberapa negara-negara, terutama di brazil, arang kayu digunakan sebagai
bahan bakar dari Blast furnace.
KOKAS
1. Ukuran kokas
kokas meliputi sekitar 50-60 % dari volume pada beban material.
Pentingnya ukuran kokas untuk menyediakan ketelapan di dalam
mengeringkan seperti juga daerah kekosongan yang basah sudah dibahas pada
bagian 5.4 dan karena peningkatan di dalam keluaran pada bagian 11.3.2.3. di
dalam kasus pembentuk, samping itu harus sama besar seperti yang mungkin
untuk memperkecil genangan. Biasanya, persetujuan ini dibuat dan kokas itu
harus sekitar 3-5 kali lebih besar dari bijih. Ukuran kokas tidak boleh kurang
dari 40 mm(40-60 mm atau 40-80 mm) meski beban material mungkin berada
pada ukuran 10-30 mm. Ukuran kokas harus terutama sekali besar dalam hal
curah terak yang tinggi untuk memperkecil penggenangan dengan
menyediakan lebih banyak kekosongan dan lebih sedikit luas permukaan.
Disaat ukuran kokas menjadi kecil sebagai kokas yang turun melalui blast
furnace karena bocoran mekanis, penggasan, aus karena gesekan, dan
sebagainya, merupakan faktor utama yang penting dalam penguatan kokas.
2. Kekuatan kokas
Dengan mesin mempertimbangkan, Ini adalah kualitas kohesi dapat mencegah
kokas dari runtuhan dan cenderung dapat menghindari pembentukan partikel-
partikel kecil. Kekuatan tinggi dihubungkan dengan beberapa kokas untuk
memberbaiki sifat, peremukan dan pencampuran, serta pengarangan selama
karbonisasi, ketidakadaan regangan dan retak kerutan, dan sebagainya.
SIFAT KIMIA KOKAS
(a) Karbon Sejak kokas digunakan sebagai bahan bakar dan reduktansi, kokas
dapat menghasilkan nilai kalori dan kandungan karbon setinggi mungkin. Lebih
penting lagi, kandungan karbon semestinya tidak bertukar-tukar sampai jumlah
tertentu. Apabila itu dilakukan, jumlah variable kalor akan dihasilkan di dalam
tanur yang membuatnya sulit untuk mengendalikan kualitas besi.
(b) Moisture Pembatalan kemudi pada moisture memerlukan tambahan panas
untuk mensuplai oleh kokas tambahan temperatur blast.Sebab itu, selama kokas
berkadar rendah dan sama diproses didalam tanur, kandungan uap air pada kokas
seharusnya menjadi minimum dan konstan. Ini diperkirakan bahwa pada setiap ±
1 % perubahan pada uap air, temperature tanur yang dibutuhkan meningkat ± 25-
50 %. Bagaimana pun sulitnya mengontrol kualitas bijih besi, hal ini lebih penting
daripada meningkat atau menurunnya temperatur tanur. Idealnya, kandungan uap
air dan karbon pada kokas seharusnya dianalisa dahulu sebelum perubahan terjadi
dan berat kokas terlebih dahulu diatur untuk memenuhi perubahan kandungannya.
(c) Abu kokas Abu kokas mengandung banyak silica dan alumina. Batu gamping
dibutuhkan untuk proses fluxing atau proses perubahan secara terus menerus pada
silica pada nilai rata-rata 1 kg untuk setiap kg abu. Panas yang dibutuhkan selama
proses kalsinasi dan pelelehan ekstra slag meningkat sesuai dengan banyaknya
kokas yang diperlukan pada setiap ton besi pada harga 2% untuk setiap 1%
peningkatan abu kokas.
Pada kandungan abu kokas yang tinggi, khususnya pada saat peleburan
yang kaya akan bijih dengan kandungan silica rendah, sangat tidak baik selama
proses operasi tanur yang sama ketika slag menjadi dasar yang tinggi (sec.8.3).
Pada temperatur fasa cair dan viskositas yang tinggi seperti halnya pada slag
kapur, dapat mengotori aliran yang lancar pada cairan dan gas. Hal ini bergantung
pada kualitas bijih, kandungan abu kokas yang seharusnya tidak lebih dari 10-15
persen.
(d) Sulfur. Sekitar 80-95 persen masukan sulfur pada tanur tinggi berasal dari
kokas. Proses penghilangan sulfur melalui slag tergantung pada slag bulk
(sebagian besar slag) dan basisitas slag. Jika masukan sulfur tinggi, proses
penghilangan disempurnakan oleh basisitas slag yang lebih tinggi, slag bulk yang
lebih tinggi, temperatur yang lebih tinggi, dan proses desulfurisasi bagian luar
tanur. Semua hal ini dapat meningkatkan biaya produksi.
Menurut Schaefers dan Winzer, selama slag bulk 300 kg/THM, maka
perubahan sulfur pada kokas ± 0,1 % mengubah kebutuhan kokas yang diperlukan
dengan :
± 15 kg/THM, untuk perubahan pada slag bulk.
± 4 kg/THM, untuk mengubah basisitas,
± 2 kg/THM, untuk proses desulfurisasi dengan soda.
(e) Reaktifitas Kokas. Reaktifitas kokas dapat diukur oleh nilai reaksi
C(coke) + CO2 = 2CO pada berbagai temperatur. Dari sudut pandang kimia, kokas
seharusnya memiliki reaktifitas yang rendah. Jarak vertikal pada zona reduksi
tidak langsung pada 800-1000 ˚C, yaitu daerah waktu bijih pada zona ini dapat
ditingkatkan jika temperatur gasifikasi kokas dinaikkan yang mana mungkin
dengan menggunakan kokas dengan reaktifitas rendah. Sebagai contoh, terdapat
catatan bahwa meningkatnya reaktifitas dengan hasil 100% pada peningkatan
kokas dengan nilai rata-rata 30-70 kg/THM. Reaktifitas sedikit penting dimana
nilai kokas yang rendah dibutuhkan pada proses menghasilkan kembali gas CO
dengan reaksi gasifikasi selama proses reaksi oksidasi reduksi pada besi. Lebih
lanjut, pada tanur tinggi reaktifitas kokas meningkat bagaimanapun juga dengan
aksi logam-logam alkali.
Menurut Muller, reaktifitas kokas bergantung pada luas daerah kandungan
abu, misalnya, reaktifitas pada 10% abu adalah dua kali lipatnya dari 5%.
Satu dari metode mengurangi reaktifitas kokas adalah dengan
mencampurkan campuran batu bara dengan kokas minyak tanah.
Pembakaran kokas dengan udara di muka tuyures dapat juga dipengaruhi
oleh penggunaannya yang rapat, kokas dengan reaktifitas rendah berukuran besar
dengan luas permukaan yang lebih kecil. Dengan demikian, zona oksidasi pada
muka tuyures dapat ditingkatkan karena pembakaran kokas menurun yang
dikarenakan turunnya beban (sec 2.8.3). Bagaimanapun juga, reaktifitas kokas
dengan CO2 pada temperatur 1000-1100 ˚C tidak dipengaruhi oleh meningkatnya
ukuran karena nilainya dikontrol utamanya dengan difusi pori selama ukuran
kokas digunakan pada tanur tinggi.
Sebagian dari sifat-sifat utama diatas, unsur-unsur pokok lainnya dapat
juga dimasukkan kedalam perhitungan pada saat memilih kokas yang sesuai.
Unsur-unsur tersebut adalah: sifat mudah menguap dan oksigen, nitrgen, hidrogen,
fosfor, natrium, potasium, titanium, dan kandungan-kandungan lain.
(f) Pengaruh Alkali. Hal ini sangat penting diberikan untuk aksi logam-logam
alkali yang meningkatkan reaktifitas kokas dan menurunkan kekuatannya.
Pengaruh adanya alkali adalah melemahnya dinding-dinding sel dan meningkatkan
kerentanan kokas untuk mengalami kerusakan dibawah beban. Unsur-unsur alkali
dimasukkan kedalam kokas dapat membuat pergerakan atom yang baik pada saat
reaksi Boudouard (CO2 + C = 2CO)
pada temperatur sekitar 1000 ˚C ketika terjadi difusi pori sebagai faktor pembatas
dalam menentukan nilai gasifikasi karbon. Proses gasifikasi terjadi pada cabang-
cabang pada daerah dimana K2CO3 cair secara termodinamika stabil (sec. 3.21).
Reaksi kedua katalis natrium dan potasium berlangsung dengan energi aktivasi
yang rendah. Peningkatan terjadi tiga sampai empat kali lipat pada persentasi
terjadinya gas kokas. Alkali yang diisikan pada kokas, digunakan untuk
menghasilkan CO2 dalam waktu sekitar 10 menit dan direduksi menjadi abu dalam
waktu sekitar 1 jam dimana tidak ada penambahan kokas kurang dari 50% pada
karbon ini selama sekitar 3 jam dan kemudian masih ditahan pada bentuk
dasarnya. Kojima menemukan ada suatu peningkatan dari lima sampai dengan
sepuluh kali lipat pada reaktifitas kokas dari tanur tinggi contohnya, kemudian
ketika seharusnya diubah menjadi aksi alkali. Kerusakan yang tinggi, sebagaimana
ditentukan dengan pengujian abradability yang keduanya menguji perlengkapan
statik dan dinamik, pengaruh ”daya mampu tembus selimut” pada tanur tinggi
menyebabkan terjadinya menggantungnya atau tidak seragamnya proses operasi.
Pada gambar 6.29 menampilkan bagaimana reaktifitas kokas meningkat dan
kekuatan panas menurun dengan meningkatnya kandungan alkali pada abu kokas.
Kekuatan kokas sama sekali dipengaruhi oleh temperatur diatas 1000 ˚C
karena kelemahan dalam matrix dihasilkan oleh pengaruh alkali yang istimewa
menurut persamaan:
2K + 2C + N2 = 2KCN (4)
BENTUK KOKAS
Pembakaran batubara dengan kualitas yang bagus tentu saja akan jarang
dilakukan karena biayanya yang mahal, percobaan yang selama ini dilakukan
ternyata mendapatkan hasil yang batubara rendah mutunya, lemah, dan tidak
melekat stabil pada tanur tinggi. Dalam proses ini, beberapa jenis batubara bersifat
baik, merupakan paduan, dan campuran dengan beberapa unsur sebagai
pengikatnya, dibriket kedalam bentuk yang diinginkan dan dikarbonisasi dalam
pembakar kokas. Beberapa bentuk kokas dapat digunakan sebagai bentuk
pengganti dari kokas yang biasa digunakan. Percobaan terkini yang telah
dilakukan di tanur tinggi dengan 30% bentuk kokas ternyata mempunyai
pengaruh yang merugikan dibandingkan dengan menggunakan 100% bentuk
kokas. Penelidikan menggunakan mikroskop dan X-ray menunjukkan bahwa
struktur dari bentukan kokas yang terjadi adalah sama dengan bentuk kokas yang
biasa dipakai.
Percobaan pada hambatan aliran gas yang melewati campuran ”besi
bentukan kokas” dan kokas yang biasa digunakan menunjukan hambatan yang
lebih tinggi pada keadaan sebelumnya. Meskipun begitu, masa jenis kokas
sebelum dan sesudah proses adalah 1,1 g/cm3 dan 0,9 g/cm3. Ini berarti untuk
kokas dengan berat yang sama, volume sisa pembakaran lebih besar pada saat
pembuangan bijih pada keaadaan sebelumnya. Setelah bijih diberikan hambatan
yang lebih besar pada aliran gas, kontribusi yang diberikan oleh bentukan kokas
untuk menghambat aliran gas lebih kecil daripada dengan yang terjadi pada
keadaan dengan menggunakan kokas yang biasa digunakan.
Baru-baru ini 100% bentukan kokas telah digunakan tanpa adanya masalah
yang terjadi. Meskipun nilai kokas tersebut ditingkatkan sedikit sekali per THM-
nya, keluarannya akan menurun setelah konsumsi kokas yang banyaknya t/m3/hari
ditingkatkan.
Ada metode baru yang dianjurkan pada proses pembuatan bentukan kokas
pada tanur tinggi, yaitu dengan memasukkan hasil penggerusan dari pembakaran
rendah untuk meningkatkan sifat mudah menguap batubara menjadi kurang dari 1
mm,melakukan proses peletisasi menjadi bentuk yang diinginkan dan melapisinya
dengan hematit atau kapur sebelumnya untuk proses karbonisasi pada pembakaran
kokas secara normal.
HIDROKARBON
Bahan bakar minyak merupaka bahan bakar umum dengan formula (CH2)n,
gas alam hampir 100% metana (CH4) dan gas pembakaran kokas sekitar 25%
metana. Reaksi pembakaran bahan bakar minyak dan metana dengan udara adalah
sebagai berikut:
Tabel 3. Sifat-sifat Karbon, Bahan Bakar Cair, Gas Alam dan Gas Pembakaran
Kokas
Hal ini tidak mencukupi pengatoman pada bahan bakar cair menjadi
partikel-partikel yang sangat kecil mungkin menyebabkan pembakaran yang tidak
sempurna. Fraksi yang bukan pembakaran, sekali meninggalkan daerah oksidasi
pada muka tuyures, memberikan kenaikan soots karbon pada beban, penymbatan
kekosongan. Ini juga merupakan hasil dari pengaruh sistem pembersihan gas.
Sebagaiman gaya pada tanur membawa beberapa soots kepada sumbu tanur,
penyumbatan kekosongan pada kolom kokas aksial mempunyai permeabilitas gas
yang lebih rendah, dititikberatkan pada aliran tengah karena merupakan sesuatu
yang sangat penting pada produktivitas tanur tinggi modern. Juga, permukaan
reaksi yang besar pada soots karbon dapat membantu untuk aktivasi reaksi
Bourdouard pada temperatur rendah (<1000 ˚C) dengan konsekuensi mempunyai
pengaruh yang merugikan pada nilai kokas. Susunan soots juga mengurangi
penggunaan minyak karbon yang efektif dan oleh karena itu memperburuk rasio
pengganti (penghematan kokas / kg minyak). Minyak dapat diatomisasi dengan
cara di steam.
Untuk memasukkan pembakaran yang sempurna, umumnya, kelebihan
masukan oksigen yang diperlukan, koefisien kelebihan okasigen (u) dapat
dihitung:
u = o t / or
Dimana,
o t = total oksigen yang dimasukkan oleh tanur melalui tuyeres. (Nm3/min)
or = sejumlah oksigen yang dibutuhkan selama proses pembakaran sempurna pada
saat bahan bakar minyak dimasukkan (Nm3/min)
Bahan bakar minyak biasanya dimasukkan pada ujung dari mulut pipa
yang ditempatkan didalam dekat tuyere. Bagian yang besar pada pembakaran
minyak secara serentak dengan kokas. Susunan soot dimulai dengan dengan
adanya peningkatan sejumlah minyak. Menurut Inatan, dalam petunjuk untuk
melakukan prose gasifikasi, minyak sebelumnya dibakar dengan kokas, mulut pipa
seharusnya diubah terbalik 750 mm. Dengan perencanaan seperti ini proses
gasifikasi tanpa soot formation terjadi pada u = 0,9.
Pemakaian oksigen dapat dihitung dengan mengasumsikan pembakaran
sempurna pada minyak menjadi CO2 dan H2O dan sejumlah minyak seharusnya
menjadi terbatasi menjadi sejumlah yang akan 80% terdapat oksigen pada tuyere
(udara dan udara teroksidasi). Penggunaan homogenisasi minyak meminimalkan
soot formation.
Nilai kalori pada bahan bakar padat kebanyakan lebih tinggi dari pada gas
alam atau gas pembakaran kokas. Tetapi kandungan hidrogennya lebih sedikit.
Oleh karena itu adanya muatan hidrogen menguntungkan dari sudut pandang
kekuatan reduksi yang besar pada hidrogen yang mengikat bahan bakar padat lebih
baik dari pada dilihat dari sudut pandang panas-nya. Meskipun begitu,
memasukkan minyak dan gas pada tuyeres lebih mudah dari pada yang berbentuk
padatan. Selama pembakaran sempurna, partikel padat harus sekecil mungkin
selama proses pembongkaran pada permukaan besar (0,05-0,1 mm). Padatan juga
mempunyai hasil erosi yang lebih tinggi pada tuyeres. Memasukkan campuran
minyak dan hasil penghancuran batubara menjadi bentuk yang berupa pecahan-
pecahan lebih dipilih dibandingkan dengan menggunakan padatan saja. Dari sudut
pandang biaya, bahan bakar padat tetap lebih hemat walaupun membutuhakn biya
yang besar pada proses penggerusan untuk mencapai hasil yang baik. Setelah
menggunakan temperatur ambient pada saat dimasukkan, temperatur nyala
menjadi lebih rendah. Oleh karena itu, menggunakan proses ini sangat menghemat
kokas jika ada perlengkapan yang tidak beroperasi dan hingga kini temperatur
tanur tinggi yang lebih tinggi tidak dapat digunakan selam terjadi ketidakteraturan
tanur.
Ridgion telah menghitung sejumlah bahan bakar gas, cairan dan padatan per
satuan yang diperlukan tanur selama proses penggantian kenaikan 100 ˚C pada
temperatur tanur selama memelihara agar temperatur nyala tetap konstan.
Terdapat beberapa faktor yang menentukan produktifitas tanur tinggi agar jauh
lebih efesien. Faktor – faktor tersebut akan dibahas pada halaman selanjutnya,
sedangkan gambar di bawah ini menerangkan tentang reaksi yang terjadi pada
tanur tinggi baik reduksi secara langsung ataupun tidak langsung.
Gambar 18. Reaksi – reaksi yang terjadi pada tanur tinggi
Perkembangan teknologi tanur tinggi antara tahun 1860 dan 1960 secara perlahan
tapi pasti. Selama periode ini diameter yang digunakan meningkat dari 1 meter
menjadi 8 atau 9 meter dengan produksi dari 25 – 150 THM menjadi 1500 – 2000
THM tiap harinya secara berturut-turut. Terkait dengan hal itu pada tahun 1960an
terjadi ekspansi dalam bidang teknologi yang berkembang dengan cepat
mengenai diameter tanur tinggi menjadi dua kali lipatnya dan peningkatan
produksi menjadi lima kali lipat. Sekarang ini khususnya di Jepang, tanur dengan
diameter 14 – 15 meter dapat memproduksi 10000 – 12000 THM per hari.
Produktivitas bergantung pada banyaknya jumlah karbon yang terbakar pada tiap
unit di tuyers dan tuyer karbon dikonsumsi untuk memproduksi besi kasar.
Dengan kata lain, produktivitas adalah fungsi dari gas pada saat reaksi tuyers
berlangsung dan dibutuhkan untuk memproduksi besi kasar. Banyaknya kokas
biasanya disebut dengan jumlah kokas atau laju pembakaran kokas atau laju
dorong per hari. Pengkonsumsian kokas untuk tiap unit besi kasar diistilahkan
sebagai laju konsumsi kokas atau mudahnya disebut laju kokas dalam kilogram
atau tonase per THM. Laju produktivitas dikenal juga sebagai laju pelelehan atau
keluaran yang didenotasikan seperti
P = Q/K
Dimana,
P= Produktivitas, THM per hari
Q= Pembakaran kokas, Tonase per hari
K= Konsumsi kokas, Tonase per THM
Karena saat ini setiap hari jumlah pembakaran kokas digantikan oleh pembakaran
hydrogen, produktivitas dapat digambarkan seperti dibawah ini
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑔𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑢𝑦𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑟ℎ𝑎𝑟𝑖𝑛𝑦𝑎
P= 𝐺𝑎𝑠 𝑡𝑢𝑦𝑒𝑟 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑖𝑎𝑝 1 𝑇𝐻𝑀
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16975/3/Chapter%20II.p
df diakses pada tanggal 24 februari 2012