DISUSUN OLEH :
NAMA : YULIANA
NPM : 10154010043
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu status
kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan perkembangan bayi
periodeneonatal merupakan periode yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan
Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta)
dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi , sebanyak 57% meninggal. Penyebab kematian bayi
baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma
lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan kongenital (Wiknjosastro, 2008).
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 angka
kematian bayi sebesar 34 kematian/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi ini sebanyak
47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima menit terdapat satu neonatus yang
satunya asfiksiayaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir
Adapun penyebab langsung kematian bayi baru lahir 29% disebabkan berat bayi lahir
rendah (BBLR), asfiksia (13 %), tetanus (10 %), masalah pemberian makan (10
%),infeksi (6,7 %), gangguan hematologik (5 %), dan lain-lain (27 %) (Yurnaldi, 2011).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksiajuga
Faktor yang menyebabkan kejadian Asfiksia adalah faktor ibu yaitu usia ibu kurang dari
20 tahun atau lebih dari 35 tahun (DepKes RI, 2009). Kehamilan pada usia yang terlalu muda
dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan risiko tinggi dimana keduanya berperan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin (Widiprianita, 2010).
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ
terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami
terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
Faktor resiko terjadinya asfiksia yaitu usia kehamilan / masa gentasi sangat
berpengaruh pada bayi yang akan dilahirkan, faktor bayi prematur sebelum 37 minggu
kehamilan dan faktor ibu yaitu kehamilan post term atau kehamilan melebihi 42 minggu
Bayi prematur (<37 minggu) lebih beresiko untuk meninggal karena asfiksia (Lee,
2006). Umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan, misalnya gawat janin
Bayi prematur sebelum 37 minggu kehamilan merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir. Jadi terdapat hubungan yang erat antara
berbeda secara anatomi maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan salah
satu karakteristik bayipreterm ialah pernafasan tidak teratur dan dapat terjadi gagal nafas
(Purnamaningrum, 2010).
Adapun usia kehamilan >42 minggu (post term) atau disebut dengan lewat bulan juga
merupakan faktor resiko dimana bayi yang dilahirkan dapat mengalami asfiksia yang bisa
disebabkan oleh fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses penuaan
yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia dapat dilihat dari faktor ibu yang meliputi usia ibu
waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan, paritas, dan faktor janin meliputi bayi
prematur.
Berdasarkan hasil Penelitian Revrely yang dilakukan di Ruangan IRINA D RSUP Prof
Dr. R. D. Kandou Manado hubungan umur ibu dengan asfiksia neonatorum menunjukkan
angka yang paling besar presentasinya adalah umur ibu yang berisiko (<20 tahun; >35 tahun)
dengan bayi yang asfiksia yaitu 13 bayi atau 52%. Dari hasil analisa hubungan kedua
variabel dengan menggunakan uji statistik Chi Square menunjukkan ada hubungan umur ibu
dengan kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi (p) = 0.015, pada α < 0,05. Odds
Ratio (OR) = 1,563. Berarti umur ibu yang berisiko (< 20 tahun; > 35 tahun) mempunyai
peluang 1,563 kali bayinya mengalami asfiksia dari pada umur ibu yang tidak berisiko (20-35
Berdasarkan data Dinas kesehatan Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2008 jumlah
kelahiran yaitu 156.348 orang dengan jumlah kematian bayi yaitu 3,4% (537 kematian bayi),
sedangkan pada tahun 2009 jumlah kelahiran 102.205 orang dengan jumlah kematian bayi
yaitu 0,8% (79 kematian bayi). Persentase kematian tertinggi terjadi di Kabupaten Ogan
Komering Ilir (OKI) (1,31%) dan Lahat (0,82%), persentase terendah di Kabupaten Muara
Enim (0,14%) dan Empat Lawang (0,13%) (Dinkes Provinsi Sumatra Selatan, 2010).
Menurut data dinas kesehatan kota Palembang pada tahun 2008 jumlah kelahiran
sebesar 30.104 orang dengan angka kematian 4 per 1000 Kelahiran Hidup, Sedangkan pada
tahun 2009 jumlah kelahiran sebesar 30.117 orang dengan jumlah angaka kematian bayi yaitu
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Kebidanan RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang, pada tahun 2009 jumlah kelahiran 2437 bayi dengan jumlah
kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 105 bayi (4,3%), pada tahun 2010 jumlah kelahiran
2183 bayi dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 143 orang (6,2%), Pada tahun
2011 jumlah kelahiran 2410 bayi dengan jumlah kejadian asfiksia pada bayi sebanyak 167
bayi (6,9%).Dari data 3 tahun terakhir presentase kejadian asfiksia tingkat kejadiannya
meningkat dari tahun sebelumnya (Medical Record RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang, 2011).
Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan
Antara Usia Ibu dan Umur Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di
Dari uraian masalah diatas maka penulis membuat rumusan masalah “Apakah ada
Hubungan antara Usia Ibu dan Umur Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru
Apakah ada hubungan antara usia ibu dan umur kehamilan dengan kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2011?
KejadianAsfiksia pada Bayi Baru lahir Di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun
2011.
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Asfiksia di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Usia Ibu di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2011.
3. Untuk mengetahui distribusi frekuensi Umur Kehamilan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
4. Untuk mengetahui hubungan antara Usia Ibu dengan kejadian Asfiksia pada bayi baru lahir
5. Untuk mengetahui hubungan antara Umur Kehamilan dengan kejadian Asfiksia pada bayi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan sebagai masukan bagi petugas
meningkatkan pelayanan kesehatan pada ibu bersalin dan dapat menghindari terjadinya
asfiksia pada bayi baru lahir dengan harapan dapat mengurangi angka kematian bayi baru
lahir.
Dapat dijadikan sebagai sumber bacaan atau referensi serta menjadi bahan atau data
dasar bagi penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai bayi baru lahir dengan asfiksia di
Sebagai penerapan dalam mata kuliah metode penelitian dan dapat menambah
metode penelitian.
Penelitian ini termasuk dalam Bidang Asuhan Kebidanan pada Neonatus Bayi dan
Balita dengan sasaran Bayi Baru Lahir dengan Kejadian Asfiksia yang dirawat dan tercatat di
Ruang Kebidanan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2011. Data yang diambil
adalah data Sekunder yaitu bayi baru lahir selama 3 tahun terakhir (tahun 2009- tahun 2011).
Yang mana peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara Usia Ibu dan Umur
Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Pengertian
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan
mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengarui kesejahteraan bayi
spontan dan teratur segera setelah lahir (Betz dan Sowden, 2002). Keadaan tersebut dapat
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga dapat
menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami
gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya (Dewi,
2011).
1. Faktor Ibu
plasenta).
2. Faktor Bayi
a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi vakum, porsef).
c. Kelainan kongenital.
1. Faktor Ibu
penyakit jantung, sianosis, gagal pernafasan, keracunan karbon monoksida, dan tekanan
darah ibu yang rendah akan menyebabkan asfiksia pada janin. Gangguan aliran darah uterus
dapat menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering
uterus akibat penyakit atau obat: hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta.Asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta,
misalnya: plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel, dan perdarahan plasenta.
3. Faktor Fetus
darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah
ini dapat ditemukan pada keadaan: tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin
4. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi oleh karena pemakaian
obat anastesia/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan
depresi pusat pernapasan janin, maupun karena trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
5. Faktor Persalinan
Partus lama dan partus karena tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-
paru.
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur. Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh menjadi
terhambat, jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun sadar dari koma bayi
akan mengalami cacat otak. Kejadian asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat
kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak
dan kematian.
Pada bayi baru lahir mengalami asfiksia sementara, akibatnya dari gangguan aliran darah
pada plasenta selama kontraksi uterus dan disertai dengan tekanan tali pusat saat
kelahiran. Kemoreseptor yang ada disertai carotic dirangsang dengan adanya penurunan
Pada bayi lahir banyak sekali stimulus baru selama proses persalinan dan kelahiran, antara
Rasa dingin merupakan kekuatan utama terhadap pencetus pernafasan. Rasa dingin pada
Selama melalui jalan lahir, kurang lebih 30% cairan pada paru-paru fetus terisi oleh udara
2.1.5 Tanda dan Gejala Asfiksia Bayi Baru lahir Menurut Dewi (2011)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan
perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut:
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut:
Untuk menentukan tingkatan asfiksia, apakah bayi mengalami asfiksia berat, sedang atau
APGAR score
P : Pulse = Nadi
A : Activity = Keaktifan
R : Respiration = Pernafasan
Dibawah ini tabel untuk menentukan tingkat/derajat asfiksia yang dialami bayi pada
saat dia dilahirkan penilaian dilakukan pada menit pertama dan menit kelima pada saat bayi
lahir.
Nilai APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100/ menit Lebih dari 100/
menit
irregular)
sedikit
kemerah-merahan
keadaan normal.
1. Asfiksia Livida, ciri-cirinya : warna kulit kebiru-biruan, tonus otot masih baik, reaksi
2. Asfiksia Pallida, ciri-cirinya : warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, tidak ada reaksi
2.1.7 Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksiajanin.
Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-
tanda gawat janin. Tiga Hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
1. Denyut jantung janin: prekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan permenit. Apabila
frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 permenit di luar his dan lebih-lebih jika tidak
2. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala mungkin
menunjukan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi rangsangan nervusX,
sehingga paristaltik usus meningkat dan sfingter ani membuka. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu
3. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya (Rukiyah, 2010).
2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.8.1 Prinsip Resusitasi Menurut Manuaba (2010)
b. Bersihkan jalan napas dari lendir, mulut dan tenggorok, saluran napas bagian atas.
d. Memberikan rangsangan menangis: menepuk telapak kaki, atau menekan tendon pada tumit
bayi.
e. Dalam ruang gawat darurat bayi selalu tersedia penghisap lendir bayi dan O2 dengan
maskernya.
Merupakan tindakan dengan mempertahankan jalan napas agar tetap baik, sehingga
proses oksigenasi cukup agar sirkulasi darah tetap baik. Cara mengatasi asfiksia adalah
sebagai berikut.
Cara mengatasinya:
2. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
4. Lakukan observasi tanda vital, pantau APGAR skor, dan masukan kedalam inkubator
Cara mengatasinya:
3. Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki. Apabila belum ada reaksi, bantu
sebanyak 6 cc. Dektrosa 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus secara
Cara mengatasinya:
5. Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%
b. Apgar 4 – 6
3. Memberi bantuan pernapasan dengan ventilasi menggunakan oksigen 100% dengan masker
4. Lanjutkan observasi komponen Apgar yang lain, terutama frekuensi jantung, warna, gerakan
c. Apgar 0 - 3
Neonatus memerluakan bantuan lebih banyak tindakan resusitasi bayi baru lahir
posisi hiperekstensi bahu diganjal untuk menghilangkan obstruksi jaringan lunak trakea yang
potensial).
/menit.
3. Circulation
a. Rangsangan dan pertahanan sirkulasi darah dengan cara kompresi jantung, dilakukan dengan
cara kompresi dada yang lebih cepat dan memerlukan tenaga yang ringan.
- Gunakan ujung jari tangan II dan III pada sepertiga tengah sternum atau kedua ibu jari tangan
b. Pemberian obat-obatan.
2.2 Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas
sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus
dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan
rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu
mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk
hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan
terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil
(Safitri, 2010).
Kehamilan pada usia yang terlalu muda dan tua termasuk dalam kriteria kehamilan
risiko tinggi dimana keduanya berperan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada ibu
Umur muda (< 20 tahun) beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ
terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami
terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir
Beberapa studi menyebutkan bahwa primigravida usia yang teralu muda ataupun tua
and Prince Hashem Hospital pada primigravida berusia ≥ 35 tahun didapatkan angka kejadian
dengan primigravida usia 20-25 tahun yaitu pada kejadian perdarahan postpartumsebesar,
persalinan dengan bedah caesar, kelahiran prematur, Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR),
kelahiran mati, malformasi kongenital, dan nilai apgar skor rendah (Widiprianita, 2010).
Menurut JT. Mutihir pada studinya di Nigeria disebutkan bahwa padaprimigravida usia
yang berusia kurang dari 20 tahun memiliki risiko mengalami komplikasi persalinan dan
komplikasi perinatal yang lebih tinggi dibandingkan dengan primigravida usia 20 – 34 tahun,
yaitu peningkatan kejadian BBLR, asfiksia, persalinan preterm, lahir mati, persalinan
Berdasarkan hasil Penelitian Revrely yang dilakukan di Ruangan IRINA D RSUP Prof
angka yang paling besar presentasinya adalah umur ibu yang berisiko (<20 tahun; >35 tahun)
dengan bayi yang asfiksia yaitu 13 bayi atau 52%. Dari hasil analisa hubungan kedua variable
dengan menggunakan uji statistik Chi Square menunjukkan ada hubungan umur ibu dengan
kejadian asfiksia neonatorum dengan signifikansi (p) = 0.015, pada α < 0,05. Odds Ratio
(OR) = 1,563. Berarti umur ibu yang berisiko (< 20 tahun; > 35 tahun) mempunyai peluang
1,563 kali bayinya mengalami asfiksia dari pada umur ibu yang tidak berisiko (20-35 tahun)
(Revrely, 2011).
Umur kehamilan atau usia gestasi (gestational age) adalah ukuran lama waktu
seorang janin berada dalam rahim. Usia janin dihitung dalam minggu dari hari
pertamamenstruasi terakhir (HPMT) ibu sampai hari kelahiran (Kamus Kesehatan, 2011).
Naegle menggunakan usia kehamilan yang berlangsung selama 288 hari. Perkiraan kelahiran
dihitung dengan menentukan hari pertama haid terakhir yang kemudian ditambah 288 hari
(Manuaba, 2010).
a. Preterm
Partus prematurus adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu atau
Kejadian prematuritas pada sebuah kehamilan akan di picu oleh karakteristik pasien
dengan: Status sosial ekonomi yang rendah, termasuk didalamnya penghasilan yang rendah,
kehamilan pada usia 16 tahun dan primigravida >30 tahun, riwayat pernah melahirkan
prematur, pekerjaan fisik yang berat, tekanan mental (stress) atau kecemasan yang tinggi
(Rukiyah, 2010).
Faktor predisposisi akan menambah keadaan prematuritas antara lain: infeksi saluran
kemih, penyakit ibu seperti hipertensi dalam kehamilan, asma, penyakit jantung, kecanduan
obat, kolestatis, anemia, keadaan yang menyebabkan distensi uterus berlebihan yaitu
dengan defisiensikematangan surfaktan pada paru- paru bayi. Bayi prematur mempunyai
karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun fisiologi jika dibandingkan dengan bayi
1. Kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan kesulitan pada saat ventilasi.
4. Kulit yang tipis, permukaan kulit yang luas dan kurangnya jaringan lemak kulit memudahkan
6. Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah menyebabkan perdarahan pada keadaan
stres.
8. Jaringan imatur, yang mudah rusak akibat kekurangan oksigen (Purnamaningrum, 2010).
b. Aterm
Kelahiran cukup bulan (full-term birth) adalah kelahiran hidup atau kelahiran mati yang
terjadi antara 37 dan 42 minggu usia kehamilan dihitung dari hari pertama haid yang terakhir
c. Post term
Persalinan post term adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan yang
berlangsung 42 minggu atau lebih (>249 hari), istilah lainnya yaitu serotinus. Menentukan
kehamilan post term dengan menggunakan rumus Neagle dihitung dari HPHT dan
berdasarkan Taksiran Persalinan (280 hari atau 40 minggu) dari HPHT (Rukiyah, 2010).
Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi 42 minggu
kejadian asfiksia bisa disebabkan oleh fungsi plasenta yang tidak maksimal lagi akibat proses
penuaan mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke janin terganggu. Fungsi plasenta
mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama
setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan dengan menurunya kadar estrioldan plasental
laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan kejadian gawat janin dengan resiko
(Pantiawati, 2010).
Menurut hasil penelitian Katriningsih tahun 2009 yang berjudul hubungan antara faktor
Ibu dengan kejadian Asfiksia neonatorum di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali dengan
menggunakan uji statistik Chi Square menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara umur kehamilan dengan asfikisa neonatorum dengan signifikasi (p) = 0,003, pada α <
0,05.
2.2.3 BBLR
Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2.500
Jalan nafas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchioles,
bronchioles respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan nafas dapat
menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfikisa yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir
dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR beresiko mengalami serangan apneu dandefesiensi
surfaktan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh
Gangguan pernafasan sering menimbulkan penyakit berat pada Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan
pengembangan paru yang masih belum sempurna. Otot pernafasan yang masih lemah dan
tulang iga yang mudah melengkung, sehingga sering terjadi apneu, asfiksia berat
2.2.4 Paritas
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Dan paritas adalah jumlah kehamilan yang dilahirkan atau jumlah anak
yang dimiliki baik dari hasil perkawinan sekarang atau sebelumnya (Ilfa, 2010).
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman di tinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas lebih dari 3
mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan perdarahan pasca persalinan lebih
tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu), ketidak siapan ibu dalam menghadapi persalinan
yang pertama merupakan faktor penyebab ketidak mampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan nifas (Winkjosastro, 2007).
Paritas 1 beresiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun
secara mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor resiko yang
mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas di atas 4,
secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut
memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta previa, rupture uteri, solutio
plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir (Purnamaningrum,
2010).
Menurut hasil penelitian Katriningsih tahun 2009 yang berjudul hubungan antara faktor
Ibu dengan kejadian Asfiksia neonatorum di RSU Pandan Arang Kabupaten Boyolali dengan
menggunakan uji statistik Chi Square menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara Paritas dengan asfikisa neonatorum dengan signifikasi (p) = 0,004, pada α < 0,05.
BAB III
DAN HIPOTESIS
konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain
penyebab kegagalan pernafasan pada bayi antara lain disebabkan oleh faktor-faktor yang
dapat disebabkan asfiksia neonatorum ialah faktor ibu yang meliputi usia ibu waktu hamil,
umur kehamilan saat melahirkan, paritas, dan faktor janin meliputi bayi premature.
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia, dalam hal ini karena keterbatasan
tenaga, biaya, dan waktu, maka peneliti hanya meneliti dua faktor yaitu melakukan penelitian
pada faktor Usia Ibu dan Umur Kehamilan sebagai variabel independen. Sedangkan
kejadian asfiksia pada bayi baru lahir sebagai variabel Devenden, maka konsep
ngertian : Yaitu suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur
: 1 Ya : Jika bayi tidak dapat bernafas secara spontan yang terdiagnosis oleh Dokter.
2. Tidak : Jika bayi dapat bernafas secara spontan yang terdiagnosis oleh Dokter.
1. Usia ibu
engertian : Umur ibu saat melahirkan anak terakhir dihitung dalam tahun yang tercatat di Rekam Medik.
ara ukur : Mencatat di Rekam Medik
ukur : 1 Resiko Tinggi, jika umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.
mur Kehamilan
engertian : Dimulai dari tanggal pertama wanita haid terakhir sebelum tes urine lalu dinyatakan positif
is
a. Ada hubungan Usia Ibu dengan kejadian Asfiksia bayi baru lahir di RSUP Dr. Mohammad
b. Ada hubungan Umur Kehamilan dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir di RSUP Dr.
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian adalah suatu proses untuk mencapai (secara sistematis dan didukung oleh
data) jawaban dari suatu pertanyaan, penyelesaian terhadap permasalahan, atau pemahaman
yang dalam terhadap suatu fenomena.
Penelitian ini menggunakan metode Survey Analitik yaitu survey atau penelitian yang
mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi, dengan
pendekatan Cross Sectional dimana data yang menyangkut variabel bebas atau resiko dan
variabel terikat atau variabel akibat, dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan
(Notoatmodjo, 2010).
Dimana data yang menyangkut variabel bebas atau resiko yaitu Usia Ibu dan Umur
Kehamilan dan variabel terikat atau variabel akibat yaitu Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.
Instrumen pengumpulan data adalah alat ukur dalam penelitian (Notoadmodjo, 2005).
Instrumen pengumpulann data yang digunakan adalah Check list dan sebagai pedoman
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, V.N.L. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba
Medika
Fatimah Indarso, Resusitasi Pada Kegawatan Nafas Bayi Baru Lahir, Kumpulan Makalah
Pelatihan PPGD Bagi Dokter, JICA, RSUD Dr. Soetomo, Dinkesda Tk.I Jatim, 1999
http://yulianasept.blogspot.com/2012/10/proposal-asfiksia.html