Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/319415121

Interpretasi Lingkungan Pengendapan Formasi


Batuan Menggunakan Analisis Elektrofasies di
Lokasi Tapak Puspiptek S....

Article · June 2017


DOI: 10.17146/eksplorium.2017.38.1.3538

CITATIONS READS
0 56

2 authors, including:

Heri Syaeful
Badan Tenaga Nuklir Nasional
13 PUBLICATIONS 11 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Uranium and Thorium exploration in indonesia View project

All content following this page was uploaded by Heri Syaeful on 16 November 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Interpretasi Lingkungan Pengendapan Formasi Batuan Menggunakan
Analisis Elektrofasies di Lokasi Tapak Puspiptek Serpong

Interpretation of Depositional Environment of Rock Formations using


Electrofacies Analysis in the Puspiptek Site, Serpong

Heri Syaeful*, Adi Gunawan Muhammad


Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir–BATAN
Jl. Lebak Bulus Raya No. 09 Ps. Jumat, Jakarta 12440
*E-mail: syaeful@batan.go.id

Naskah diterima: 27 April 2017, direvisi: 29 Mei 2017, disetujui: 31 Mei 2017

ABSTRAK
Kegiatan karakterisasi material bawah permukaan penyusun pondasi tapak merupakan bagian dari studi
tapak instalasi nuklir. Karakterisasi dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya pemahaman tentang sistem
pengendapan formasi batuan. Sebagai bagian dari metode interpretasi lingkungan pengendapan, analisis
pemodelan fasies berdasarkan elektrofasies memberikan informasi yang cepat mengenai sistem pengendapan
suatu formasi batuan. Metodologi yang digunakan adalah dengan interpretrasi log sinar gamma (log GR)
menggunakan korelasi relatif antara variasi bentuk log dan fasies sedimentasi. Berdasarkan analisis diketahui
Formasi Bojongmanik terbentuk pada lingkungan marine-lagoonal dengan pengaruh gelombang sangat rendah.
Log GR yang menunjukan bentuk funnel, bergerigi dan simetris, mengindikasikan fasies shoreface, lagoon, dan
tidal point bar. Arah sedimentasi, cekungan, dan suplai pada pengendapan sedimen Formasi Bojongmanik
diinterpretasikan relatif ke utara. Formasi Serpong diendapkan pada sistem sungai bermeander dan tersusun atas
endapan point bar, crevasse splay dan floodplain. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam
analisis lanjutan terkait karakterisasi material pondasi.
Kata kunci: studi tapak, lingkungan pengendapan, fasies, elektrofasies

ABSTRACT
The activity of subsurface material composing site foundation characterization is part of nuclear installation
siting study. Characterization conducted by several methods, such as understanding the depositional environment
of rock formations. As a segment of depositional environment interpretation method, facies model analysis based
on electrofacies provides quicker information on depositional system of rock formation. Methodology applied is
gamma ray log (log GR) interpretation using relative correlation between log shape variation and sedimentation
facies. Based on the analysis, Bojongmanik Formation was deposited on marine-lagoonal environment with very
low wave influence. Log GR that shows shape of funnel, serrated, and symmetry, indicate shoreface, lagoon, and
tidal point bar facies. The direction of sedimentation, basin, and supply of Bojongmanik Formation interpreted
relatively to the north. Serpong Formation deposited on meandering river system, and composed of point bar
deposit, crevasse splay, and floodplain deposit. The result of analysis is expected to be guidance in further
analysis related to the characterization of foundation materials.
Keywords: siting, depositional environment, facies, electrofacies

z
PENDAHULUAN digunakan untuk mengevaluasi lingkungan
Kegiatan karakterisasi sebagai bagian pengendapan serpihan yang kaya organik
dari studi tapak instalasi nuklir di Puspiptek pada lingkungan transisi [6], serta terkait
Serpong dilakukan dengan berbagai macam endapan sungai untuk mengetahui kontrol
metoda diantaranya logging geofisika secara siklus pada fasies sedimentasi [7][8]. Fasies
in-situ di dalam lubang sumur geoteknik. sendiri diartikan sebagai aspek fisika, kimia
Metoda logging geofisika sumur telah banyak atau biologi suatu endapan dalam kesamaan
dilakukan di dalam dunia geologi untuk waktu [9]. Fasies dapat didefinisikan dalam
mendapatkan parameter fisika yang sangat berbagai skala yang berbeda, namun dalam
membantu dalam karakterisasi Formasi. studi yang ditujukan untuk interpretasi
Logging geofisika dapat dijadikan dasar lingkungan pengendapan, fasies merupakan
interpretasi tentang kondisi batuan yang pembagian tubuh batuan menurut unit atau
merupakan proses akhir dari proses suatu aspek yang serupa [10]. Analisis fasies
pengendapan dan diagenesa [1]. Secara ideal di lokasi tapak dilakukan dengan tujuan
suatu rekaman logging akan mendatakan mengetahui posisi lingkungan pengendapan
parameter Log Spontaneus Potential (SP) formasi batuan secara lokal di lokasi tapak
untuk mendatakan batas zona permeabel dan terhadap kondisi regional pengendapan
non-permeabel, Log Densitas untuk formasi batuan tersebut. Selain itu diharapkan
mengukur densitas, Log Neutron untuk dengan mengetahui kondisi dan lingkungan
mengukur jumlah pori dalam batuan, Log pengendapan dapat dijadikan panduan untuk
Resistivitas untuk membedakan fluida dalam analisis lanjutan karakterisasi material
formasi geologi, Log Sonik untuk mengukur pondasi, diantaranya studi potensi lempung
kekakuan batuan, dan Log Sinar Gamma mengembang untuk material yang diendapkan
(Gamma Ray/GR) untuk mengukur intensitas pada lingkungan laut dangkal, potensi
radioaktif yang umumnya terdapat pada likuifaksi untuk material yang diendapkan
mineral lempung [2]. Secara lebih detil pada lingkungan sungai.
diuraikan bahwa log GR akan mengukur
kandungan unsur potasium, uranium dan TEORI
thorium yang kemungkinan dapat Korelasi merupakan suatu langkah
proporsional dengan kandungan lempung/ penting dalam analisis fasies. Korelasi
serpih dalam batuan [3]. Lebih jauh, merupakan penghubungan titik-titik
penelitian tentang kandungan unsur radioaktif kesamaan waktu atau penghubungan satuan-
potasium, thorium dan uranium dalam satuan stratigrafi dengan mempertimbangkan
endapan sedimen terumbu dan batugamping kesamaan waktu [9]. Prinsip dari korelasi
dapat memanfaatkan alat spektrometer stratigrafi adalah untuk menyamakan umur
gamma Exploranium GR-320 [4]. suatu lapisan sejenis dalam satu sumur
Tujuan analisis log GR adalah dengan sumur lainnya. Dalam rangka
mengetahui fasies lingkungan pengendapan mengetahui kesamaan lapisan tersebut dapat
sebagai bagian dari pemahaman material dilakukan dengan mengidentifikasi pola dari
pondasi pada kegiatan studi tapak instalasi log sumur dalam hal ini log GR, kemudian
nuklir [5]. Metoda analisis log GR untuk dibandingkan dengan data inti bor sehingga
mengetahui fasies pengendapan ini efektif didapatkan interpretasi yang lebih akurat.
Lapisan dengan litologi sejenis dan memiliki shallow marine bar, barrier islands atau
umur geologi yang sama diasumsikan akan karbonat terumbu depan yang
menghasilkan pola kurva log yang sama berprogradasi di atas mudstone, delta
ketika di deteksi oleh alat logging sehingga front (distributary mounth bar), crevasse
kesamaan pada masing-masing sumur splay, beach dan barrier beach (barrier
tersebut dapat ditarik garis korelasi. island), strandplain, shoreface,
Penentuan lingkungan pengendapan prograding (shallow marine), shelf sands
dapat dilihat dari bentuk kurva log dan submarine fan lobes.
GR. Bentuk tipikal log GR dengan beberapa 3. Bell Shape, menunjukkan penghalusan ke
fasies pengendapan secara umum dapat arah atas, kemungkinan akibat pengisian
dilihat pada Gambar 1, dan terdiri dari: alur (channel fills). Bentuk bell dihasilkan
1. Silindrik, menunjukkan sedimen tebal dan oleh endapan point bars, tidal deposits,
homogen yang dibatasi oleh pengisian alur transgresive shelf sands (dominated tidal),
(channel-fills) dengan kontak yang tajam. sub marine channel dan endapan turbidit.
Silindrik merupakan bentuk dasar yang 4. Simetrik, merupakan kombinasi
mewakili homogenitas dan ideal sifatnya. antara bentuk bell-funnel. Kombinasi
Bentuk silindrik diasosiasikan dengan coarsening- finning upward ini dapat
endapan sedimen sungai menganyam, dihasilkan oleh proses bioturbasi. Selain
estuarine, pengisian alur pada sub- tatanan secara geologi yang merupakan
marine, eolian dune, dan tidal sand. ciri dari shelf sand bodies, submarine fans
2. Bentuk corong (funnel shape) dan sandy offshore bars.
menunjukkan pengkasaran regresi atas 5. Bergerigi (serrated), merupakan dasar
yang merupakan bentuk kebalikan dari untuk mewakili heterogenitas batuan.
bentuk bell. Bentuk corong kemungkinan Bentuk bergerigi diasosiasikan dengan
dihasilkan dari regresi dan progradasi regresi alluvial plain, floodplain, tidal
seperti sub marine fan lobes, regressive sand, shelf atau back
barriers.

Gambar 1. Korelasi relatif antara variasi bentuk log dan fasies [2].
METODOLOGI sekitar lokasi penelitian untuk mendapatkan
Pada pekerjaan studi tapak di Puspiptek gambaran komprehensif tentang karakteristik
Serpong, bersamaan dengan pengambilan inti fasies pengendapan formasi batuan di lokasi
bor untuk deskripsi visual dan contoh tapak.
tanah/batuan untuk analisis laboratorium,
dilakukan juga pengujian logging geofisika di HASIL DAN PEMBAHASAN
lokasi tapak untuk pengambilan parameter Geologi Regional
log GR dan Densitas. Data log GR Secara elemen tektonik di Jawa Barat,
merupakan salah satu data utama di dalam lokasi penelitian terletak di antara Blok
korelasi. Log GR sangat bermanfaat untuk Banten dan Cekungan Jawa Barat-Laut
rekonstruksi tatanan pengendapan [11], (Gambar 2). Elemen tektonik Jawa Barat
analisis litologi dan analisis fasies [2][12]. secara umum terdiri dari dua pola, yaitu Pola
Interpretasi fasies lingkungan pengendapan Utara-Selatan yang terdistribusi di bagian
dilakukan berdasarkan karakteristik pola log utara dan Pola Barat-Timur yang
GR seperti diperlihatkan pada Gambar 1. merefleksikan tren rejim tektonik kompresi
Studi lebih lanjut adalah membandingkannya muda [13].
dengan data inti bor dan singkapan batuan di

Gambar 2. Elemen tektonik Cekungan Jawa Barat [13].

Sejarah geologi lokasi penelitian secara Rajamandala yang terbentuk mulai Oligosen
regional diawali pada Kala Miosen Awal, tertutup material volkanogenik [14]. Pada
dimana pada Miosen Awal, Jawa Barat mulai Miosen Tengah daerah Jawa Barat Utara
tergenang dan batugamping Formasi merupakan lautan terbuka dan berbentuk
paparan, sedangkan sebagian besar bagian struktur sedimen, dan bentuk sebarannya
selatan sudah berupa daratan dan sebagian yang berada di sepanjang sungai, maka
laut transisi. Di daerah Banten diendapkan formasi ini diduga diendapkan pada sungai
Formasi Bojongmanik pada kala ini. tua yang berpola menganyam dan bertanggul
Perubahan fasies lingkungan pengendapan (levee), dan sebagian diendapkan pada
sebagai model dapat diamati secara baik di lingkungan rawa (Gambar 4) [16].
daerah Leuwiliang dimana Formasi
Bojongmanik yang mempunyai lingkungan
pengendapan laut transisi di bagian barat
berubah menjadi Formasi Cibulakan dan
Parigi yang diendapkan pada lingkungan laut
terbuka di sebelah timur. Pada Miosen Akhir
lautan di bagian utara Jawa Barat mulai
mendangkal, dan daerah Banten diperkirakan
sudah merupakan daratan. Pada kala Pliosen
aktivitas gunungapi di Banten dimulai. Erupsi
menyebabkan terbentuknya endapan Formasi
Genteng yang berumur Pliosen sampai
Plistosen Awal (Gambar 3) [15].
Formasi yang terdapat di daerah
penelitian dari tua ke muda adalah Formasi
Bojongmanik dan Formasi Serpong. Formasi
Bojongmanik, tersusun oleh perselingan
batupasir dan batulempung dengan sisipan
batugamping, ketebalannya diperkirakan
mencapai 1.000 m. Formasi Serpong,
tersusun oleh perselingan konglomerat,
batupasir, batulanau, batulempung dengan
sisa tanaman, konglomerat batuapung, dan tuf
batuapung. Berdasarkan kedudukan Gambar 3. Sejarah geologi lokasi penelitian
stratigrafinya menindih secara tidak selaras secara regional [15].
Formasi Bojongmanik dan Formasi Genteng,
serta ditindih secara selaras oleh batuan
vulkanik muda. Berdasarkan ciri-ciri batuan,
Gambar 4. Geologi regional lokasi penelitian [16].

Analisis Elektrofasies
Data yang digunakan dalam analisis
elektrofasies adalah data log GR dan log
litologi yang telah di koreksi posisi
kedalaman batuannya berdasarkan data
logging (Gambar 5). Berdasarkan deskripsi
dan korelasi dengan data regional maka
litologi di lokasi penelitian termasuk kedalam
dua formasi, yaitu Formasi Serpong dan
Formasi Bojongmanik. Litologi Formasi
Serpong didominasi oleh batuan berwarna
abu-abu terang, terdiri dari batupasir
berfragmen dominan pumis, sebagian
batugamping dan andesit. Terdapat pula
lapisan tipis batulempung dan batulanau.
Litologi Formasi Bojongmanik terdiri dari
batulempung, batupasir, batulanau dengan
dominasi warna abu-abu kehitaman dan
sebagian abu-abu terang.

Gambar 5. Log GR dan log litologi DH-12.


Berdasarkan perbandingan data logging dapat terlihat jelas pada perubahan tajam log
dan data log litologi dari inti bor, maka data GR yang terdapat di sepanjang batas dua
log GR memiliki karakteristik akurasi formasi yaitu Formasi Serpong dan Formasi
kedalaman yang lebih baik dikarenakan Bojongmanik, yang diinterpretasikan
kemenerusan pengambilan data, tidak seperti merupakan kontak antara endapan marine -
inti bor yang diambil setiap interval lagoonal dengan dataran banjir sistem sungai
kedalaman 3 m. Selain berguna untuk koreksi bermeander (Gambar 6).
kedalaman, perbandingan data litologi dan Dalam rangka mendapatkan gambaran
kurva log GR sangat membantu dalam sebaran perkembangan fasies maka dalam
interpretasi batas-batas perlapisan dengan korelasi dipilih titik-titik bor yang tersebar
mengambil patokan adanya perubahan pola berarah utara – selatan dan barat – timur
kurva (defleksi kurva) yang merupakan tanda (Gambar 7). Dari data inti bor DH-08 secara
bahwa terdapat perubahan litologi yang umum menunjukkan bahwa Formasi
dicirikan dengan perubahan distribusi butir dan Bojongmanik ini tersusun atas batuan yang
kandungan lempungnya. Log GR juga berukuran butir halus (lempung – lanau),
merupakan indikator baik untuk ciri depositional berwarna abu-abu gelap, dan diinterpretasikan
break (tidak ada pengendapan), yang terbentuk di lingkungan marine – lagoonal
diperlihatkan dengan dengan pengaruh gelombang sangat rendah.
perubahan tajam dalam log GR. Kenampakan
ini

Gambar 6. Elektrofasies DH-08 dan interpretasi fasies pengendapanya.


Gambar 7. Titik bor dan lintasan penampang.

Pada penampang utara-selatan, terjadi barrier island yang merupakan


penebalan fasies marine atau lagoonal di bagian pemisah antara laut terbuka dengan
utara, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa lagoon;
arah sedimentasi pada saat Formasi - log bergerigi (serrated) yang
Bojongmanik terbentuk berarah relatif ke utara, diinterpretasikan sebagai pengendapan
sekaligus menunjukkan arah dari cekungan atau lagoon;
arah suplai sedimen. Bentuk log GR Formasi - log simetri yang merupakan
Bojongmanik dicirikan dari tua ke muda pengendapan
(Gambar 8 dan 9): tidal point bar;
- log funnel yang diinterpretasikan - log bergerigi (serrated) yang merupakan
sebagai pengendapan lagoon/back barrier.
sistem pengendapan pada shoreface
atau
Gambar 8. Penampang barat – timur yang menunjukkan perubahan fasies berarah relatif tegak lurus
pengendapan.
Gambar 9. Penampang utara selatan yang menunjukkan penebalan fasies lagoonal – marine ke arah
utara.

Lingkungan pengendapan laut dangkal lokasi penelitian yang kemungkinan


dapat dibagi kedalam tidal flat, lagoon, disebabkan penurunan level muka air laut.
bioclastic bar, dan open marine (Gambar 10) Pada tahap akhir pengendapan Formasi
[17]. Berdasarkan interpretasi elektrofasies Bojongmanik yang dapat diinterpretasikan
Formasi Bojongmanik, terjadi perubahan dari log, lingkungan kembali berubah menjadi
lingkungan yang menunjukkan perubahan lagoon, yang kemungkinan disebabkan terjadi
makin ke arah darat, dimana lingkungan peningkatan level muka air laut.
berubah dari shoreface atau pada barrier Setelah pengendapan Formasi Bojong-
island, menjadi lingkungan lagoon. Pada manik, terjadi penurunan relatif muka air laut
akhir dari sedimentasi lagoon diendapkan atau tektonik pengangkatan, sehingga
batugamping klastik, yang ditemukan pada terbentuk suatu waktu tanpa pengendapan.
lubang bor DH-08 dengan ketebalan 2,5 m Ketidakselarasan didefinisikan sebagai suatu
dan diselingi lapisan batupasir lempungan. permukaan yang memisahkan perlapisan
Selanjutnya terjadi pengendapan point bar lebih muda dari yang lebih tua, termasuk
pada lingkungan tidal flat. Sampai pada dibuktikan dengan adanya bukti erosi dan
waktu tersebut dapat diinterpretasikan terjadi jeda pengendapan (hiatus) [10], biasanya
penurunan muka airlaut atau tektonik ditunjukan oleh perubahan drastis dari fining
pengangkatan yang terjadi secara regional. upward menjadi coarsening upward atau
Berdasarkan perubahan data perubahan level sebaliknya. Sebagian ahli menyamakan antara
permukaan laut eustatik, terjadi penurunan sequence boundary dengan unconformity,
muka airlaut sebanyak hampir 40 m dari sedangkan pengertian sequence boundary
pertengahan Miosen Tengah sampai sendiri merupakan batas atas dan bawah
pertengahan Miosen Akhir [13]. Data ini satuan sikuen stratigrafi yang berupa bidang
mendukung terjadinya perubahan lingkungan ketidakselarasan atau bidang-bidang
pengendapan yang semakin kearah darat di keselarasan padanannya [9]. Diperkirakan
kondisi tanpa pengendapan ini berlangsung di Kenampakan ini bisa terlihat jelas pada
lokasi penelitian dari Miosen Akhir hingga Gambar 8 dan 9 berupa perubahan tajam log
Pliosen Awal. Kenampakan ini dalam log GR yang terdapat di sepanjang batas Formasi
dicirikan dengan perubahan tajam dalam log Serpong dan Formasi Bojongmanik. Periode
GR yang mengindikasikan perubahan kontras ini sekaligus merupakan batas antara Formasi
dalam litologi atau lingkungan pengendapan. Bojongmanik dan Formasi Serpong.

Gambar 10. Model pengendapan laut dangkal dan interpretasi lingkungan pengendapan Formasi
Bojongmanik [17].

Berdasarkan singkapan batuan di sekitar disconformity erosi batulempung oleh lensa


lokasi penelitian, Formasi Bojongmanik point bar (Gambar 11).
tersusun atas batulempung abu-abu Endapan batupasir Formasi Serpong
menyerpih dengan butiran kasar pecahan secara ideal diamati pada lokasi penambangan
cangkang fosil. Pada beberapa lokasi pasir. Ketebalan Formasi ini mencapai lebih
ditemukan batugamping, berwarna putih dari 20 m. Terdapat setidaknya tiga kali siklus
kecokelatan, berkomposisi fragmen fosil pengendapan endapan point bar dengan
(moluska dan koral), mineral karbonat, bagian bawah merupakan konglomerat
matriks berupa mikrokristalin kalsit dan berfragmen dominan pumis berukuran
detrital lempung. Kontak Formasi diameter 2 – 10 cm, dengan matriks batupasir
Bojongmanik dengan Formasi Serpong kasar sampai halus. Struktur sediment berupa
menunjukkan kontak ketidakselarasan berupa graded bedding, cross bedding, dan pararel
lamination (Gambar 12).
Gambar 11. Kontak Formasi Bojongmanik dan Formasi Serpong yang mengindikasikan kontak
ketidakselarasan.

Gambar 12. Tipikal endapan point bar Formasi Serpong

z
Analisis komparasi pada skala regional, laut menyimpulkan muka airlaut berubah,
Formasi Bojongmanik merupakan endapan transgresi pada Oligosen Akhir sampai
khas Blok Banten. Formasi ini mempunyai Miosen Awal, dan regresi pada awal Miosen
umur yang berkisar antara N12 – N13 Tengah sampai akhir Pliosen [19], dicirikan
(Miosen Tengah) [15]. Bagian bawah dengan munculnya regressive sand bar, pada
Formasi Bojongmanik pada umumnya terdiri beberapa karakteristik log dilokasi penelitian.
dari lempung, serpih dengan sisipan Formasi Serpong di sekitar lokasi
batugamping setebal 1,5 – 4 m yang penelitian lebih banyak dikenal sebagai
mempunyai penyebaran cukup luas. lapisan akuifer [18][19]. Satuan ini terdiri
Kemudian terdapat sisipan-sisipan batupasir atas perselingan konglomerat, batupasir,
berbutir halus sampai kasar. Struktur sedimen batulanau, batu lempung dengan sisa
tanaman, konglomerat batuapung dan tuf
memperlihatkan urutan ke atas makin kasar
batuapung [16]. Berdasarkan kedudukan
dan bioturbasi. Ciri-ciri ini menunjukkan
stratigrafinya yang menindih secara tidak
suatu endapan gosong pasir lautan (sand bar).
selaras Formasi Bojongmanik dan Formasi
Endapan tersebut di lokasi penelitian dapat
Genteng dan ditindih secara tidak selaras oleh
diamati pada kedalaman 38 – 55 m di lubang
endapan kipas aluvial, diduga Formasi
bor DH-12 dimana terdapat lapisan pasir
Serpong ini berumur Pliosen Akhir. Bila
halus – sedang dengan bentuk log GR ditinjau dari ketidakadaannya fosil, struktur
simetrik. sedimen dan bentuk sebarannya disekitar
Struktur sedimen yang ditemukan pada sungai, maka Formasi Serpong ini
Formasi Bojongmanik pada umumnya terdiri diendapkan pada sungai tua yang berpola
dari lapisan silang siur, flaser, dan gelembur menganyam dan sebagian diendapkan pada
gelombang serta laminasi paralel serta lingkungan rawa [20]. Berdasarkan hasil
memperlihatkan penghalusan besar butir ke analisis elektrofasies, lingkungan
atas, yang menunjukkan ciri-ciri suatu pengendapan Formasi Serpong di lokasi
endapan lagoon. Jenis endapan ini umum penelitian adalah sungai bermeander
terdapat di bagian tengah Formasi (meandering river). Tidak ditemukan bagian
Bojongmanik, tetapi di beberapa tempat lingkungan pengendapan pola menganyam
dijumpai urutan-urutan konglomerat, (braider river) di lokasi penelitian.
batupasir kasar – halus, lanau dan di atasnya
selang-seling batupasir halus dengan KESIMPULAN
lempung, dan lapisan batubara tipis. Struktur Formasi Bojongmanik di lokasi penelitian
sedimen terdiri dari lapisan bersusun, silang tersusun atas batuan yang berukuran butir halus
siur cekung, gelembur gelombang. Ciri-ciri (lempung – lanau), berwarna abu-abu gelap,
ini menunjukkan suatu endapan gosong pasir dan diinterpretasikan terbentuk di lingkungan
sungai, sehingga Formasi Bojongmanik marine – lagoonal dengan pengaruh gelombang
diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan sangat rendah, log GR menunjukan bentuk
transisi, pada daerah pantai sampai lagoon funnel, bergerigi dan simetris, atau berupa
[15], dan secara khusus di lokasi penelitian fasies shoreface, lagoon, dan tidal point bar.
merupakan bagian lingkungan pengendapan Perubahan fasies diperkirakan disebabkan
marine – lagoonal. Studi perubahan muka air penurunan muka air laut secara regional.
Terjadi
penebalan fasies di bagian utara sehingga [7] M. Benvenuti and S. Del Conte, “Facies and
diinterpretasikan arah sedimentasi, cekungan, sequence stratigraphic modeling of a Upper
Pliocene – Lower Pleistocene fluvial
dan suplai pada pengendapan sedimen Formasi succession (Valdelsa Basin, central Italy),”
Bojongmanik relatif ke utara. Formasi Serpong Sediment. Geol., vol. 294, pp. 303–314, 2013.
[8] A. Roslin and J. S. Esterle, “Electrofacies
diendapkan pada sistem sungai bermeander, analysis for coal lithotype profiling based on
dan tersusun atas endapan point bar, crevasse high-resolution wireline log data,” Comput.
splay dan floodplain. Hasil analisis ini Geosci., vol. 91, pp. 1–10, 2016.
[9] Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Sandi
diharapkan dapat menjadi panduan dalam Stratigrafi Indonesia Edisi 1996. 1996.
analisis lanjutan terkait karakterisasi material [10] R. G. Walker and N. P. James, Facies model:
response to sea level change. Geological
pondasi, diantaranya studi terkait potensi Association of Canada, 1992.
lempung mengembang, potensi likuifaksi, daya [11] P. S. Momta and M. I. Odigi, “Reconstruction
dukung pondasi, dan lainnya. of the Depositional Setting of Tortonian
Sediments in the Yowi Field, Shallow
Offshore Niger Delta, Using Wireline Logs,”
UCAPAN TERIMA KASIH Am. J. Geosci., vol. 6, no. 1, pp. 24–35, 2016.
Terimakasih penulis ucapkan kepada [12] Q. K. Jadoon, E. M. Roberts, B. Henderson, T.
G. Blenkinsop, R. A. J. Wüst, and C. Mtelela,
PTBGN-BATAN, dan kawan-kawan yang “Lithological and facies analysis of the
membantu dalam kegiatan lapangan selama Roseneath and Murteree shales, Cooper Basin,
Australia,” J. Nat. Gas Sci. Eng., vol. 37, pp.
pengambilan data diantaranya Pak Suharji, 138–168, 2017.
Dhatu Kamajati, dan Trisna Suntara. [13] Abdurrokhim and M. Ito, “The role of slump
scars in slope channel initiation: A case study
from the Miocene Jatiluhur Formation in the
DAFTAR PUSTAKA Bogor Trough , West Java,” J. Asian Earth
[1] Y. Cui, G. Wang, S. J. Jones, Z. Zhou, Y. Ran, Sci., vol. 73, pp. 68–86, 2013.
and J. Lai, “Prediction of diagenetic facies [14] B. Clements and R. Hall, “Cretaceous To Late
using well logs e A case study from the upper Miocene Stratigraphic and Tectonic Evolution
Triassic Yanchang Formation, Ordos Basin, of West Java,” in Proceedings of Indonesian
China,” Mar. Pet. Geol., vol. 81, pp. 50–65, Petroleum Association, 2007.
2017. [15] S. Martodjojo, Evolusi Cekungan Bogor, Jawa
[2] A. Nazeer, S. Ahmed, and S. Hussain, Barat. ITB Bandung, 2003.
“Sedimentary facies interpretation of Gamma [16] T. Turkandi, Sidarto, D. Agustiyanto, and M.
Ray (GR) log as basic well logs in Central and Hadiwidjojo, “Peta Geologi Lembar Jakarta
Lower Indus Basin of Pakistan,” Geod. dan Kepulauan Seribu, Jawa.” Pusat Penelitian
Geodyn., vol. 7, no. 6, pp. 432–443, 2016. dan Pengembangan Geologi, Bandung, 1992.
[3] L. Rolon, S. D. Mohaghegh, S. Ameri, R. [17] S. H. Vaziri, F. T. Fürsich, and N. Kohansal-
Gaskari, and B. Mcdaniel, “Using artificial ghadimvand, “Facies analysis and depositional
neural networks to generate synthetic well environments of the Upper Cretaceous Sadr
logs,” J. Nat. Gas Sci. Eng., vol. 1, pp. 118– unit in the Nakhlak area , Central Iran,” Rev.
133, 2009. Mex. Ciencias Geol., vol. 29, no. 2, pp. 384–
[4] C. Betzler, T. Pawellek, M. Abdullah, and A. 397, 2012.
Kossler, “Facies and stratigraphic architecture [18] M. Fachri, Djuhaeni, L. M. Hutasoit, and A.
of the Korallenoolith Formation in North M. Ramdhan, “Stratigrafi dan Hidrostratigrafi
Germany (Lauensteiner Pass, Ith Mountains),” Cekungan Airtanah Jakarta,” Bul. Geol., vol.
Sediment. Geol., vol. 194, pp. 61–75, 2007. 34, no. 3, pp. 169–190, 2002.
[5] International Atomic Energy Agency (IAEA), [19] R. M. Delinom, A. Assegaf, H. Z. Abidin, M.
Geotechnical Aspects of Site Evaluation and Taniguchi, D. Suherman, R. Fajar, and E.
Foundations for Nuclear Power Plants. Yulianto, “The contribution of human
Vienna, Austria, 2004. activities to subsurface environment
[6] J. He, W. Ding, J. Zhang, A. Li, and W. Zhao, degradation in Greater Jakarta Area,
“Logging identification and characteristic Indonesia,” Sci. Total Environ., vol. 407, no. 9,
analysis of marine-continental transitional pp. 3129–3141, 2008.
organic-rich shale in the Carboniferous-
Permian strata , Bohai Bay Basin,” Mar. Pet.
Geol., vol. 70, pp. 273–293, 2016.
[20] Marjiyono, H. Suntoko, A. Soehaimi,
Yuliastuti, and H. Syaeful, “Kelas Soil Daerah
Sekitar Rencana Tapak Reaktor Daya
Eksperimental (RDE) Serpong Dari Data
Mikrotremor,” J. Pengemb. Energi Nukl., vol.
17, no. 1, pp. 57–66, 2015.

42

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai