PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
yang berada diatara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus
mengalami kompresi di bagian posterior atau lateral, kompresi tersebut
menyebabkan nucleus pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan melalui
anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan iritasi dan
penekanan radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri yang menjalar.1
Berikut ini adalah sifat nyeri dari HNP adalah:
1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan
terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang
saat batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang ketika beristirahat berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5—S1 (garis antara dua krista iliaka)
ditekan.
2
Gambar 1.Gambaran herniasi pada nukleus pulposus
B. Anatomi
Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis adalah
pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak
beraturan, disebut vertebrae.2
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)
3
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan
posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot
penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu
dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).2
Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum
longitudinalis posterior.2 Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana
banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock
absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.
4
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.
5
yang terkandung di dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi
kompresi pada jaras syaraf yang berdekatan dengan tempat terjadinya herniasi
sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan rasa nyeri yang bisa disebut skiatika,
apabila semakin parah dapat terjadi disfungsi sistem saraf .4
Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat
dirubah dan yang tidak dapat dirubah yaitu:
6
D. Patofisiologi
E. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah berat apabila
duduk, membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan
7
dari intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya keluhan, bagaimana mulai
timbulnya keluhan, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita
diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat
trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu juga
ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler,
riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.6
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena :
- Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat,
yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh
sendi L5-S1.
- Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh
dilakukan pada sendi L5-S1
- Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.
b. Pemeriksaan Fisik
1. Posisi berdiri:
a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis,
lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring
tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi
sakroiliaka, dan lain-lain.
f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
2. Posisi duduk:
Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
8
3. Posisi berbaring :
a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
4. Pemeriksaan neurologik,
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes
Valsava)
3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi.6
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya infeksi.
2. Skrining rheumatologi.
3. Tes neuroendokrin
4. Elektromiografi (EMG)
5. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)
9
6. Magnetic resonance imaging (MRI).7
d. Pemeriksaan Gold standard
Untuk pemeriksaan terbaik adalah dengan menggunakan Magnetic
resonance imaging karena dengan pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis
terjadinya kompresi pada tulang belakang.8
1. Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri
pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan
penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis),
infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat
spasme otot paravertebral. Meskipun foto polos sinar-X terbatas dalam kemampuan
untuk menggambarkan jaringan lunak seperti diskus, otot, dan saraf, mereka masih
digunakan untuk mengkonfirmasi atau mengecualikan kemungkinan lain seperti
tumor, infeksi, patah tulang, dll terlepas dari keterbatasan ini, X-ray masih dapat
memainkan peran yang relatif murah dalam mengkonfirmasikan kecurigaan kehadiran
10
herniated disc. Jika kecurigaan demikian diperkuat, metode lain dapat digunakan untuk
memberikan konfirmasi akhir.8
2. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. CT scan dapat menunjukkan
bentuk dan ukuran kanal tulang belakang, isinya, dan struktur di sekitarnya, termasuk
jaringan lunak. Namun, konfirmasi visual dari herniasi bisa sulit dengan CT.9
3.MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan
kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.
MRI dapat menunjukkan sumsum tulang belakang, akar saraf, dan sekitarnya, serta
pembesaran, degenerasi, dan tumor. Ini menunjukkan jaringan lunak bahkan lebih baik
daripada CT scan. MRI dilakukan dengan kekuatan medan magnet yang tinggi
biasanya memberikan bukti yang paling meyakinkan untuk diagnosis herniasi.
4. Myelogram : Sebuah x-ray dari kanal tulang belakang berikut suntikan bahan
kontras ke dalam ruang cairan cerebrospinal sekitarnya. Dengan mengungkapkan
perpindahan dari bahan kontras, dapat menunjukkan adanya struktur yang dapat
menyebabkan tekanan pada saraf tulang belakang atau saraf, seperti diskus hernia,
tumor, atau tulang. Karena melibatkan injeksi zat asing, MRI scan sekarang lebih
disukai untuk sebagian besar pasien. Myelograms tetap memberikan garis besar baik
dari lesi menempati ruang-, terutama bila dikombinasikan dengan CT scan (CT
myelography).8,9
11
Gambar 6. Foto polos x-ray lumbo-sakral menggambarkan penyempitan ruang
antara L5 sampai S1
12
Gambar 7. Gambaran CT-myelogram axial menunjukkan ekstrusi diskus sentral
posterior pada T12-T12 yang mengkompresi korda
13
Gambar 9. MRI scan herniasi diskus servikal C5-C6
Gambar 10. MRI scan herniasi besar (pada kanan) diskus antara vertebra L4-L5
14
Gambar 12. Gambaran hiperintensitas difus pada celah diskus T2.
15
Gambar 13. Ekstensi fokal midline posterior pada diskus L4-L5, tipikal protrusi.
F. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
OAINS dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.
OAINS yang dapat dipilih adalah bergantung pada dosis yang akan digunakan
dan harga yang akan diberikan. Apabila nyeri dirasakan sangat menyiksa, dapat
diberikan analgesic narkotik untuk mengurangi rasa nyeri dengan cepat.
Contoh obat anti inflamasi non steroid yang dapat diberikan adalah:
1. Calecoxib
2. Ibuprofen
3. Naproxen
4. Ketoprofen
16
Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi bedah. Terapi
bedah yang dapat dilakukan apabila terjadi herniasi diskus intravertebralis
adalah microdiscectomy dan laminotomy
non-medikamentosa
Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang berbeda yaitu:
1. Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian
penanganan awal seperti pemberian analgetik, anti inflamasi, dan terapi
fisik.
2. Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari biokimia
dan deficit jaringan ikat . Dapat pula dimulai latihan fisik ringan untuk
memperkuat otot.
3. Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk mencegah
agar rasa nyeri kembali menyerang.10,11
F. Prognosis
17
DAFTAR PUSTAKA
3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York:
McGraw-Hill, 2008.
8. Ernst CW, Stadnik TW, Peeters E, Breucq C, Osteaux MJ. 2015. Prevalence
of annular tears and disc herniations on MR images of the cervical spine in
symptom free volunteers. European Journal Radiology. 55 (3): 409–14.
Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4464797/
[Accessed 22nd August 2016]
18
10. Maliawan S. 2009. Diagnosis dan tatalaksana low back pain (LBP). Dalam :
Mahadewa TGB. Maliawan S. Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat
daruratan tulang belakang. Jakarta. Sagung Seto.:p; 156-88.
11. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain:
a joint clinical practice guideline from the american college of physicians
and the american pain society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491.
19