Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) atau herniasi diskus intervertebralis, yang


sering pula disebut sebagai Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies
adalah penyebab tersering nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau
berulang. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit dimana bantalan
lunak diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nucleus Pulposus)
mengalami tekanan di salah satu bagian posterior atau lateral sehingga nucleus
pulposus pecah dan luruh sehingga terjadi penonjolan melalui anulus fibrosus ke
dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan penekanan radiks saraf.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu bagian dari Low Back
Pain. Hernia Nucleus Pulposus (HNP) dapat disebut herniasi diskus intervertebralis,
Lumbar Disc Syndrome atau Lumbosacral radiculopathies adalah penyebab tersering
nyeri pugggung bawah yang bersifat akut, kronik atau berulang. HNP pada umumnya
adalah penyakit yang sering ditemukan pada usia 30 hinggan usia 55 tahun, 95 persen
hernia pada nucleus terjadi pada vertebrae segmen L4-L5 atau L5-S1.1
Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya nyeri pada punggung
bawah yaitu berat badan, tinggi badan, usia, gender, pekerjaan, kebiasaan merokok
dan genetik. Sebagian besar pasien dapat sembuh secara sempurna, tetapi 20% dari
total penderita skiatika terjadi karena terdapat herniasi pada diskus intervertebralis
pada segmen lumbal. Prevalensi pasien dengan nyeri punggung bawah tiap tahunnya
adalah sekitar 15%-20% sedangkan insidensi brdasarkan kunjungan pasien baru
mencapai 14,3%. Inggris memiliki prevalnsi pasien dengan jumlah 16.500.000 per
tahunnya. Sampai saat ini data epidemiologik di Indonesia belum ada. Tetapi dapat
diperkirakan bahwa 40 % penduduk Jawa Tengah antara usia 65 tahun pernah
menderita nyeri punggung dengan prevalensi nyeri punggung belakang pada laki laki
sebanyak 18,2% dan pada wanita sebesar 13,6%.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan
yang berada diatara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus
mengalami kompresi di bagian posterior atau lateral, kompresi tersebut
menyebabkan nucleus pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan melalui
anulus fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan iritasi dan
penekanan radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri yang menjalar.1
Berikut ini adalah sifat nyeri dari HNP adalah:
1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu sampai
beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf skiatik.
2. Sifat nyeri khas dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat dan
terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai bawah.
3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan pinggang
saat batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka waktu yang
lama dan nyeri berkurang ketika beristirahat berbaring.
4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan
kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang terlibat.
5. Nyeri bertambah bila daerah L5—S1 (garis antara dua krista iliaka)
ditekan.

2
Gambar 1.Gambaran herniasi pada nukleus pulposus
B. Anatomi

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang
terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah. Columna vertebralis adalah
pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak
beraturan, disebut vertebrae.2
Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut :
- Cervicales (7)
- Thoracicae (12)
- Lumbales (5)
- Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)
- Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Gambar 2. Vertebra servikal – coccygal

3
Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi
atas 2 bagian. Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis
(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan
posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis
vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot
penyokong dan pelindung kolumna vertebrale. Bagian posterior vertebrae antara satu
dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (fascet joint).2

Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh ligamentum dan
tulang rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari corpus vertebrae yang
dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago yang disebut discus
invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis anterior dan ligamentum
longitudinalis posterior.2 Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna
vertebralis. Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana
banyak terjadi gerakan columna vertebralis, dan berfungsi sebagai sendi dan shock
absorber agar kolumna vertebralis tidak cedera bila terjadi trauma.

Gambar 3. Struktur tulang belakang

4
Discus intervertebralis terdiri dari lempeng rawan hyalin (Hyalin Cartilage
Plate), nukleus pulposus (gel), dan annulus fibrosus. Sifat setengah cair dari nukleus
pulposus, memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae dapat mengjungkit
kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada flexi dan ekstensi columna
vertebralis.

C. Etiologi dan Predisposisi


Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi
pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, amupun struktur lain
yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain3 :
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan: spondilosis dan
spondilolistesis, kiposkoliosis, spina bifida, gangguan korda spinalis.
2. Trauma minor: regangan, cedera whiplash.
3. Fraktur: traumatik - jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor, atraumatik –
osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen.
4. Herniasi diskus intervertebral.
5. Degeneratif: kompleks diskus-osteofit, gangguan diskus internal, stenosis
spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebral, gangguan
sendi atlantoaksial (misalnya arthritis reumatoid).
6. Arthritis: spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka, autoimun (misalnya
ankylosing spondilitis, sindrom reiter).
7. Neoplasma – metastasis, hematologic, tumor tulang primer.
8. Infeksi/inflamasi: osteomyelitis vertebral, abses epidural, sepsis diskus,
meningitis, arachnoiditis lumbalis.
9. Metabolik: osteoporosis – hiperparatiroid, imobilitas, osteosklerosis
(misalnya penyakit paget).
10. Vaskular: aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
11. Lainnya: nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, pura-
pura sakit, sindrom nyeri kronik.

Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari anulus


fibrosus. Dalam keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari letak nukleus

5
yang terkandung di dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi
kompresi pada jaras syaraf yang berdekatan dengan tempat terjadinya herniasi
sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan rasa nyeri yang bisa disebut skiatika,
apabila semakin parah dapat terjadi disfungsi sistem saraf .4
Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat
dirubah dan yang tidak dapat dirubah yaitu:

1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi


2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riawayat cedera atau trauma pada punggung
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan memutar
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang
konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.

Gambar 4. Gambar proses terjadinya herniasi

6
D. Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :


1. Aliran darah ke discus berkurang
2. Beban berat
3. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan
nukleus pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang
berada di canalis vertebralis menekan radiks. Bangunan peka nyeri mengandung
reseptor nosiseptif (nyeri) yang diberikan rangsang oleh berbagai stimulus lokal
(mekanis, termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran
berbagai mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme
nyeri merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga
proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme
otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat
berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator
inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama,
penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari
nervi nevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang
serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena
pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada
kondisi ini terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion
Na dan ion lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya rangsang mekanik
panas yang sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.4,5

E. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah berat apabila
duduk, membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat meningkatkan tekanan

7
dari intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya keluhan, bagaimana mulai
timbulnya keluhan, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas nyeri, apakah nyeri yang diderita
diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat atau memperingan, ada riwayat
trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga penderita penyakit yang sama. Perlu juga
ditanyakan keluhan yang mengarah pada lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler,
riwayat gangguan miksi, lemah tungkai dan adanya saddle anestesi.6
Sebagian besar HNP terjadi pada L4-L5 dan L5-S1 karena :
- Daerah lumbal, khususnya daerah L5-S1 mempunyai tugas yang berat,
yaitu menyangga berat badan. Diperkirakan 75% berat badan disangga oleh
sendi L5-S1.
- Mobilitas daerah lumabal terutama untuk gerak fleksi dan ekstensi sangat
tinggi. Diperkirakan hampir 57% aktivitas fleksi dan ekstensi tubuh
dilakukan pada sendi L5-S1
- Daerah lumbal terutama L5-S1 merupakan daerah rawan karena
ligamentum longitudinal posterior hanya separuh menutupi permukaan
posterior diskus. Arah herniasi yang paling sering adalah postero lateral.

b. Pemeriksaan Fisik

1. Posisi berdiri:
a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis,
lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang miring
tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi
sakroiliaka, dan lain-lain.
f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
2. Posisi duduk:
 Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.
 Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

8
3. Posisi berbaring :
a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.
b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
4. Pemeriksaan neurologik,
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)
2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes
Valsava)
3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi.6

Gambar 3.Pemeriksaan patrik dan laseque

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya infeksi.
2. Skrining rheumatologi.
3. Tes neuroendokrin
4. Elektromiografi (EMG)
5. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)

9
6. Magnetic resonance imaging (MRI).7
d. Pemeriksaan Gold standard
Untuk pemeriksaan terbaik adalah dengan menggunakan Magnetic
resonance imaging karena dengan pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis
terjadinya kompresi pada tulang belakang.8

Gambar 5. Gambaran MRI HNP

F. Pemeriksaan Modalitas Radiologi

1. Foto rontgen (lebih bagus jika pasien dalam keadaan berdiri) pada posisi
anteroposterior, lateral, dan oblique sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri
pinggang dan sciatica. Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada sendi facet dan
penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran korpus vertebrae (spondilolistesis),
infiltasi tulang oleh tumor. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat
spasme otot paravertebral. Meskipun foto polos sinar-X terbatas dalam kemampuan
untuk menggambarkan jaringan lunak seperti diskus, otot, dan saraf, mereka masih
digunakan untuk mengkonfirmasi atau mengecualikan kemungkinan lain seperti
tumor, infeksi, patah tulang, dll terlepas dari keterbatasan ini, X-ray masih dapat
memainkan peran yang relatif murah dalam mengkonfirmasikan kecurigaan kehadiran

10
herniated disc. Jika kecurigaan demikian diperkuat, metode lain dapat digunakan untuk
memberikan konfirmasi akhir.8

2. CT scan adalah sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis
telah jelas dan kemungkinan karena kelainan tulang. CT scan dapat menunjukkan
bentuk dan ukuran kanal tulang belakang, isinya, dan struktur di sekitarnya, termasuk
jaringan lunak. Namun, konfirmasi visual dari herniasi bisa sulit dengan CT.9

3.MRI (akurasi 73-80%) biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan menunjukkan
berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi tetap
memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
MRI sangat berguna bila: vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan
kelainan patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk menentukan
kemungkinan herniasi diskus post operasi, kecurigaan karena infeksi atau neoplasma.
MRI dapat menunjukkan sumsum tulang belakang, akar saraf, dan sekitarnya, serta
pembesaran, degenerasi, dan tumor. Ini menunjukkan jaringan lunak bahkan lebih baik
daripada CT scan. MRI dilakukan dengan kekuatan medan magnet yang tinggi
biasanya memberikan bukti yang paling meyakinkan untuk diagnosis herniasi.
4. Myelogram : Sebuah x-ray dari kanal tulang belakang berikut suntikan bahan
kontras ke dalam ruang cairan cerebrospinal sekitarnya. Dengan mengungkapkan
perpindahan dari bahan kontras, dapat menunjukkan adanya struktur yang dapat
menyebabkan tekanan pada saraf tulang belakang atau saraf, seperti diskus hernia,
tumor, atau tulang. Karena melibatkan injeksi zat asing, MRI scan sekarang lebih
disukai untuk sebagian besar pasien. Myelograms tetap memberikan garis besar baik
dari lesi menempati ruang-, terutama bila dikombinasikan dengan CT scan (CT
myelography).8,9

11
Gambar 6. Foto polos x-ray lumbo-sakral menggambarkan penyempitan ruang
antara L5 sampai S1

12
Gambar 7. Gambaran CT-myelogram axial menunjukkan ekstrusi diskus sentral
posterior pada T12-T12 yang mengkompresi korda

Gambar 8. Potongan axial gambaran protraksi pada diskus paracentral sinistra


dengan kompresi pada root S1

13
Gambar 9. MRI scan herniasi diskus servikal C5-C6

Gambar 10. MRI scan herniasi besar (pada kanan) diskus antara vertebra L4-L5

Gambar 11. Herniasi berat L4-L5

14
Gambar 12. Gambaran hiperintensitas difus pada celah diskus T2.

15
Gambar 13. Ekstensi fokal midline posterior pada diskus L4-L5, tipikal protrusi.

F. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
OAINS dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan oleh pasien.
OAINS yang dapat dipilih adalah bergantung pada dosis yang akan digunakan
dan harga yang akan diberikan. Apabila nyeri dirasakan sangat menyiksa, dapat
diberikan analgesic narkotik untuk mengurangi rasa nyeri dengan cepat.
Contoh obat anti inflamasi non steroid yang dapat diberikan adalah:
1. Calecoxib
2. Ibuprofen
3. Naproxen
4. Ketoprofen

16
Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi bedah. Terapi
bedah yang dapat dilakukan apabila terjadi herniasi diskus intravertebralis
adalah microdiscectomy dan laminotomy
 non-medikamentosa
Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang berbeda yaitu:
1. Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian
penanganan awal seperti pemberian analgetik, anti inflamasi, dan terapi
fisik.
2. Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari biokimia
dan deficit jaringan ikat . Dapat pula dimulai latihan fisik ringan untuk
memperkuat otot.
3. Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk mencegah
agar rasa nyeri kembali menyerang.10,11

F. Prognosis

1. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi


konservatif.
2. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
3. Pada pasin yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%. 12

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Benjamin C. 2011. Herniated Disk. University of Maryland Medical Center.


Available at http://www.umm.edu/imagepages/9700.htm

2. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.


Teterboro: Icon Custom Communications, 2002.

3. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York:
McGraw-Hill, 2008.

4. Sahrakar, Kamran. 2011. Lumbar Disc Disease. Medscape Reference.


Available at http://emedicine.medscape.com/article/249113-
overview#a0112 [Accessed 21st August 2016]

5. Foster Mark. 2012. Herniated Nucleus Pulposus. Medscape Reference.


Available at http://emedicine.medscape.com/article/1263961-
overview#aw2aab6b3 [Accessed 21st August 2016]

6. Strayer, Andrea. 2005. Lumbar Spine: Common Pathology and


Interventions. Medscape. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/512033 [Accessed 21st August
2016]

7. Frymore JW. 2010. Lumbar Disk Disease:Epidemiology. Available at


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1534104. [Accessed 21st August
2016]

8. Ernst CW, Stadnik TW, Peeters E, Breucq C, Osteaux MJ. 2015. Prevalence
of annular tears and disc herniations on MR images of the cervical spine in
symptom free volunteers. European Journal Radiology. 55 (3): 409–14.
Available at : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4464797/
[Accessed 22nd August 2016]

9. Kobayashi, K. 2014. Intradural disc herniation: Radiographic findings and


surgical results with a literature review. Clinical Neurology and
Neurosurgery. 125: 47–51. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4577319 [Accessed 22nd
August 2016]

18
10. Maliawan S. 2009. Diagnosis dan tatalaksana low back pain (LBP). Dalam :
Mahadewa TGB. Maliawan S. Editors. Diagnosis dan tatalaksana kegawat
daruratan tulang belakang. Jakarta. Sagung Seto.:p; 156-88.

11. Chou R, Qaseem A, Snow V, et al. Diagnosis and treatment of low back pain:
a joint clinical practice guideline from the american college of physicians
and the american pain society. Ann Intern Med 2007; 147: 478-491.

12. Frymore JW. 2010. Lumbar Disk Disease:Epidemiology.Pubmed.Available


at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1534104

19

Anda mungkin juga menyukai