Anda di halaman 1dari 6

Tujuan Keperawatan Transkultural

 Tujuan pengguanaan keperawatan transkultural adalah pengembangan sains dan keilmuan yang
humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan (kultur—culture) yang spesifik dan
universal (Leininger,1978). Kebudayaan yang spesifik adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang
spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain seperti pada suku Osing, Tengger,ataupun Dayak.
Sedangkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dan
dilakukan oleh hamper semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehatan.
 Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat membantu klien
agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan status kesehatan.
Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yang berbau amis
seperti ikan, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yang lain.
 Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan klien.
Perawat berupaya melakukan strukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak
merokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang budaya
sehingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat, pola rencana hidup yang
dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

PERAN PERAWAT DALAM MENGHADAPI ANEKA BUDAYA


 Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang,
sesuai kedudukannya dalam suatu system. Peran perawat dipengaruhi oleh keadaan social baik dari dalam
maupun dari luar profesi keperawatan dan bersifat konstan.
 Doheny (1982) mengudentifikasi beberapa elemen peran perawat professional meliputi:
1. Care giver
 Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan
keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang
benar, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil analisis data, merencanakan intervensi
keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan
masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada, dan melakukan evaluasi
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukannya.
 Dalam memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan, perawat memperhatikan individu
sebagai makhluk yang holistic dan unik.Peran utamanya adalah memberikan asuhan keperawatan kepada
klien yang meliputi intervensi atau tindakan keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan
menjalankan tindakan medis sesuai dengan pendelegasian yang diberikan.

2. Client advocate
 Sebagai advokat klien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar klien dengan tim kesehatan
lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan klien dan membantu klien
memahami semua informasi dan upeya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan
tradisional maupun professional. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai
narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus
dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus dapat melindungi dan
memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan.
 Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, antara lain :
1. Hak atas informasi ; pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit/ sarana pelayanan kesehatan tempat klien menjalani
perawatan
2. Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain; penyakit yang dideritanya, tindakan
medic apa yang hendak dilakukan, alternative lain beserta resikonya, dll

3. Counsellor
 Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan
sehat sakitnya. Adanya pula interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya. Memberikan konseling/ bimbingan kepada klien, keluarga dan
masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling diberikan kepada individu/keluarga
dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan penglaman yang lalu, pemecahan masalah
difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat.
4. Educator
 Sebagai pendidik klien perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya malalui pemberian
pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medic yang diterima sehingga klien/keluarga
dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik, perawat juga
dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kadar
kesehatan, dan lain sebagainya.

4. Collaborator
 Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencan maupun
pelaksanaan asuhan keperawtan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien.

5. Coordinator
 Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun
kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang
tindih. Dalam menjalankan peran sebagai coordinator perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
2. Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
3. Mengembangkan system pelayanan keperawatan
4. Memberikan informasi tentang hal-hal yang terkait dengan pelayanan keperawatan pada
sarana kesehatan

6. Change agent
 Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku,
dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup perencanaan,
kerjasama, perubahan yang sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan
keperawatan kepada klien

7. Consultan
 Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap informasi tentang
tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi
yang berkaitan dengan kondisi spesifik lain.
 Untuk menghadapi berbagai fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat, maka perawat dalam
menjalankan perannya harus dapat memahami tahapan pengembangan kompetensi budaya, yaitu:
Pertama:
1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis.
2. Hal ini merupakan proses kumulatif dan berkelanjutan
3. Hal ini dipelajari dan dibagi dengan orang lain.
4. Perilaku dan nilai budaya di tunjukkan oleh masyarakat
5. Budaya bersifat kreatif dan sangat bermakana dalam hidup.
6. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
7. Budaya menjadi acuan dalam berpikir dan bertindak

Kedua:
1. Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
2. Proses pemikiran yang terjadi pada perawat juga terjadi pada yang lain, tetapi dalam
bentuk atau arti berbeda.
3. Bias dan nilai budaya ditafsirkan secara internal
4. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara sosial dengan orang
lain dalam kehidupan sehari-hari.
5. Ketiga:
6. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain trerutama klien yang diasuh oleh
perawat sendiri
7. Budaya menggambarkan keyakinan bahwa banyak ragam budaya yang ada sudah sesuai
dengan budayanya masing-masing
8. Penting untuk membangun sikap saling menghargai perbedaan budaya dan apresiasi
keamanan budaya
9. Mengembangkan kemampuan untuk bekerja dengan yang lain dalam konteks budaya,
diluar penilaian etnosentris
BAB II

PEMABAHASAN

Prospek pengembangan pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada perkembangan social


buadaya khusunya keperawat sangat cerah pada masa mendatang ditinjau dari kekayaan budaya di
indonesia. Namun dapat menimbulkan masalah dalam penerapan pelayanan kesehatan ketika budaya tidak
sesuai dengan penerapan asuahan keperawatn. Antara faktor penyokongnya tersedianya sumber kekayaan
alam Indonesia dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia, sejarah pengobatan tradisional yang
telah dikenal lama oleh nenek moyang dan diamalkan secara turun temurun sehingga menjadi warisan
budaya bangsa, isu global “back to nature” sehingga meningkatkan pasar produk herbal termasuk Indonesia,
krisis moneter menyebabkan pengobatan tradisional menjadi pilihan utama bagi sebagian besar masyarakat
dan kebijakan pemerintah.

Social budaya erat kaitannya dengan pendekatan ilmu antropoligi yaitu Kata Antropologi berasal dari
bahasa Yunani, anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos berarti pikiran atau ilmu. Secara
sederhana, Antropologi dapat dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari manusia. Tentunya kita akan
semakin bertanya-tanya, begitu banyak ilmu yang mempelajari manusia.

Menurut William A. Haviland, seorang antropologi Amerika, Antropologi adalah ilrnu pengetahuan yang
mempelajari keanekaragaman manusia dan kebudayaannya. Dengan mempelajari kedua hal tersebut,
Antropologi adalah studi yang berusaha menjelaskan tentang berbagai macam bentuk perbedaan dan
persamaan dalam aneka ragam kebudayaan manusia.

berusaha mencapai sebuah pemahaman tentang manusia secara fisik, manusia dalam masyarakatnya, dan
manusia dengan kebudayaannya. Secara praktis, Antropologi berusaha membangun suatu pandangan
bahwa perbedaan manusia dan kebudayaannya merupakan suatu hal yang harus dapat diterima, bukan
sebagai sumber konflik tetapi sebagai sumber pemahaman baru, agar secara terus-menerus manusia dapat
merefleksikan dirinya. Secara praktis, kajian ilmu Antropologi dapat digunakan untuk membangun
masyarakat dan kebudayaannya tanpa harus membuat masyarakat dan kebudayaan itu, kehilangan identitas
atau tersingkir dari peradaban.

Dengan demikian jelas bahwa prospek social budaya dalam pelayanan kesehatan khususnya keperawatan
adalah untuk menerapkan pendekatan antropologi yang berorintasi pada keaneka ragaman budaya baik
antar budaya maupaun lintas budaya terhadap asuhan keperawatan yang tidak membedakan perbedaan
budaya dan melaksanakan sesuai dengan hati nurari dan sesuai dengan standar penerapan tanpa
membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lian

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21, termasuk tuntutan terhadap
asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan
penduduk antar negara (imigrasi) dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan
keperawatan.

Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang kuat, yang dapat dikembangkan
serta dapat diaplikasikan dalam praktek keperawatan. Perkembangan teori keperawatan terbagi menjadi 4
level perkembangan yaitu metha theory, grand theory, midle range theory dan practice theory.Salah satu
teori yang diungkapkan pada midle range theory adalah Transcultural Nursing
Theory. Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks
keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep. keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa sangatlah
penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan
kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.

Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan,
ketidakberdayaan danbeberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah
ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau negara
diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi
karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau
menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau berteriak,
maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi
pasien karena dianggap telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini
akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.

1. Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan
keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang
digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,mengakomodasi/neg
oasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).yang prospeknya terdiri dari
Ø Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan
dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien
sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi

Ø Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi
terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat
memilih dan
menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil me
mpunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang l
ain.

Ø Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat
berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut

Anda mungkin juga menyukai