Anda di halaman 1dari 11

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja Rumah Sakit

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia kembali melakukan gebrakan regulasi dalam


bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Regulasi dengan nama “Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit” resmi diundangkan pada 5 Januari 2017 lalu. Regulasi ini sekaligus mencabut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

Permenkes No.66 Thun 2016 memuat panduan yang sangat komprehensif dalam penerapan
Sistem Manajemen K3 di rumah sakit. Regulasi ini diwajibkan kepada rumah sakit yaitu yang
melaksanakan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat. Regulasi ini tidak hanya fokus
kepada pasien (patient safety) tapi juga ke seluruh manusia yang ada di rumah sakit seperti sumber
daya manusia rumah sakit (pekerja) serta pengunjung. Permenkes 66 Tahun 2016 berfokus pada
penerapan yang 8 rencana K3RS yang meliputi:

1. manajemen risiko K3RS;


2. keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit;
3. pelayanan Kesehatan Kerja;
4. pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari aspek keselamatan dan Kesehatan
Kerja;
5. pencegahan dan pengendalian kebakaran;
6. pengelolaan prasarana Rumah Sakit dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja;
7. pengelolaan peralatan medis dari aspek keselamatan dan Kesehatan Kerja; dan
8. kesiapsiagaan menghadapi kondisi darurat atau bencana.

Bagi praktis keselamatan dan kesehatan kerja, Permenkes 66 Tahun 2016 bisa menjadi sebuah
peluang baru mengingat bahwa setiap rumah sakit harus memiliki unit kerja fungsional K3RS dan
harus dipimpin oleh orang yang memiliki kualifikasi di bidang K3 sebagaimana disebut dalam
Pasal 26 ayat (1):

“Pimpinan unit kerja fungsional K3RS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus tenaga
kesehatan dengan kualifikasi paling rendah S1 bidang keselamatan dan Kesehatan Kerja, atau
tenaga kesehatan lain dengan kualifikasi paling rendah S1 yang memiliki kompetensi di bidang
K3RS. “
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran
Pelayanan Penyakit Akibat Kerja dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57
Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Dampak Kesehatan
Akibat Pajanan Merkuri Tahun 2016.

Kemeterian Kesehatan Republik Indonesi melalui Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga telah
mengeluarkan peraturan baru pada Bulan Oktober dan November 2016 lalu. Peraturan tersebut
adalah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Pelayanan
Penyakit Akibat Kerja dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 57 Tahun 2016 tentang Rencana
Aksi Nasional Pengendalian Dampak Kesehatan Akibat Pajanan Merkuri Tahun 2016-2020.

Permenkes No 56 Tahun 2016 tentang Penyelenggaran Pelayanan Penyakit Akibat Kerja


membahas tentang definisi Penyakit Akibat Kerja, diagnosis penyakit akibat kerja, sarana dan
pelayanan untuk mengatasi penyakit akibat kerja. Regulasi ini dapat menjadi panduan dalam
menegakkan penyakit akibat kerja karena membahas 7 langkah cara diagnosis penyakit akibat
kerja.

Gambar. Pekerja sedang menggerinda di tengah debu


Permenkes No. 57 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pengendalian Dampak Kesehatan
Akibat Pajanan Merkuri tahun 2016-2020 bertujuan untuk mengendalikan risiko dan dampak
merkuri terhadap kesehatan dalam rangka mendukung pengurangan dan penghapusan merkuri di
Indonesia tahun 2016-2020. Peraturan ini dengan detail membahas tentang roadmap yang
dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah di Indonesia hingga 5 tahun ke depan untuk
mengurangi dampak resiko dari merkuri.

3. Permenkes No 48 Tahun 2016 Tentang Standar K3 Perkantoran

Kementrian Kesehatan akhirnya mengeluarkan regulasi terbaru terkait Standar Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Perkantoran, peraturan tersebut dimuat di dalam Permenkes No 48 Tahun 2016
yang dikeluarkan pada bulan September 2016. Tentunya ini menjadi kabar baik bagi semua stake
holder, dengan dikeluarkan peraturan ini maka diharapkan standar keselamatan dan kesehatan
kerja di perkantoran dapat ditingkatkan.

Peraturan Standar K3 Perkantoran ini ditujukan sebagai acuan bagi pemimpin Kantor dan/atau
pengelola gedung dalam mengelola Perkantoran untuk mewujudkan kantor yang aman, sehat, dan
nyaman sehingga karyawan dapat bekerja dengan selamat, sehat, bugar dan tetap produktif.

“Perkantoran adalah Bangunan yang berfungsi sebagai tempat karyawan melakukan kegiatan
perkantoran baik yang bertingkat maupun yang tidak bertingkat.“.

Di dalam Permenkes No 48 Tahun 2016 mewajibkan pengelola gedung atau pemimpin kantor
untuk menyelenggarakan K3 Perkantoran dengan membentuk dan mengembangkan SMK3
Perkantoran dan menerapkan standar K3 Perkantoran.

1. Menerapkan SMK3 Perkantoran


Seperti kita ketahui bersama, cukup banyak sekali sistem manajemen K3 yang beredar di Indonesia
baik yang sifatnya wajib diterapkan maupun yang suka rela (volunteer), dan yang paling terbaru
adalah Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan yang dikeluarkan oleh Kementrian ESDM.

Kemudahan yang diberikan oleh Sistem manajemen klausul yang ada didalamnya tidak berbeda
jauh dari SMK3 lainnya sehingga bisa diterapkan secara terintegrasi. Penerapapan SMK3
perkantoran dapat dilakukan dengan :
1. Menetapkan Kebijakan K3 Perkantoran
2. Membuat Perencanaan Perkantoran
3. Melaksanakan rencana K3 Perkantoran
4. Melakukan Pemantauan dan evaluasi K3 Perkantoran
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3 Perkantoran.

2. Standar K3 Perkantoran
Standar K3 Perkantoran ditujukan untuk mencegah dan mengurangi penyakit akibat kerja dan
penyakit lain, serta kecelakaan kerja pada karyawan, dan menciptakan perkantoran yang aman,
nyaman dan efisien untuk mendorong produktifitas kerja. Penerapan Standar K3 Perkantoran
sendiri mencakup beberapa hal yaitu:
1. Keselamatan Kerja
2. Kesehatan Kerja
3. Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran
4. Ergonomi Perkantoran

Keselamatan Kerja perkantoran mengatur bagaimana perawatan, pengelolaan instalasi listrik,


desain kantor, dan juga tentang pengelolaan keadaan darurat.

Apakah Penerapan SMK3 Perkantoran Bisa Diintegrasikan Dengan Sistem Manajemen


Lainnya…?
Saat ini Keselamatan Kerja sudah menjadi hal yang wajib dilaksanakan di dunia pekerjaan dan
bidang usaha lainnya, dengan begitu akan banyak lahir Sistem Manajemen K3 dari sektor-sektor
lain. Jika mengacu pada PP No 50 tahun 2012 tentang SMK3 pada pasal 4 ayat 2 menyatakan
bahwa “Instansi Pembina sektor usaha dapat mengembangkan Pedoman Penerapan SMK3 sesuai
dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dengan begitu sangat
dimungkinkan Kementrian-kementrian di Indonesia akan mengeluarkan peraturan terkait
Keselamatan Kerja di sektornya masing-masing,
Jika sebelumnya kita mengenal adanya SMKP yang dikeluarkan Kementrian ESDM terkait Sistem
Manajemen Keselamatan Pertambangan yang ditujukan khusus bagi usaha Pertambangan, saat ini
Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan regulasi terkait Sistem Manajemen untuk Perkantoran
yang tertuang dalam Permenkes No 48 tahun 2016. Yang jadi pertanyaan “Apakah penerapan
SMK3 Perkantoran bisa diintegrasikan dengan SMK3 lainnya..?”

Tentu pertanyaan tersebut akan muncul, terutama bagi instansi atau perusahaan yang telah
menerapkan SMK3 baik yang wajib maupun yang sifatnya Valunteer (ISO & OHSAS).
Jika kita melihat Elemen-elemen di dalam SMK3, hampir semuanya relatif sama. Kalaupun ada
perbedaan tidak begitu signifikan. Begitupun juga dengan SMK3 Perkantoran, isi yang ada di
dalam SMK3 ini juga tidak begitu jauh dari SMK3 pendahulunya.
Oleh karena itu di dalam penerapannya bisa saja digabung (integrasi) dengan SMK3 lainnya, hal
ini juga akan mempermudah didalam penerapannya mengingat bahwa hal-hal yang dipersyaratkan
di dalam SMK3 Perkantoran sebagian besar sudah diminta oleh SMK3 pendahulunya.

Semoga dengan lahirnya SMK3 Perkantoran dapat meningkatkan Keselamatan Kerja di Kantor,
serta pengelola kantor lebih memperhatikan pemeliharaan perkantoran sehingga mengurangi
potensi kecelakaan pada penggunaan fasilitas kantor dan juga mengurangi potensi kebakaran.

4. Permenaker No 9 Tahun 2016 Tentang K3 Pekerjaan Pada Ketinggian

Pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan peraturan baru terkait Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pekerjaan di ketinggian, peraturan ini dimuat dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Di
dalam Permenaker No 9 tahun 2016 ini membahas mengenai pengertian bekerja di atas ketinggian,
dan tata cara bekerja di ketinggian secara lengkap. Pengertian bekerja di ketinggian menurut
permenaker ini sendiri memiliki perbedaan dengan pemahaman yang selama ini berkembang, jika
selama ini para praktisi membatasi bekerja di atas ketinggian merupakan pekerjaan yang dilakukan
pada ketinggian mulai dari 1.8 meter, maka pada permenaker 09 tahun 2016 tidak memberi batasan
ukuran.

Definisi Bekerja pada Ketinggian Menurut Permenaker 09 Tahun 2016:


“Bekerja pada ketinggian adalah kegiatan atau aktifitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga
kerja pada tempat kerja di permukaan tanah atau perairan yang terdapat perbedaan ketinggian
dan memiliki potensi jatuh yang menyebabkan Tenaga Kerja atau Orang Lain yang berada di
temoat kerja Cidera atau Meninggal dunia atau menyebabkan kerusakan harta benda“.

Permenaker No 09 tahun 2016 ini mewajibkan kepada pengusaha dan/atau pengurus untuk
menerapkan Keselamatan dan Kesehatan kerja pada pekerjaan di atas ketingian. Penerapan K3
dapat dilakukan dengan memastikan beberapa hal berikut:

1. Perencanaan
2. Prosedur Kerja
3. Cara / Teknik Bekerja yang aman
4. APD, Perangkat Pelindung Jatuh dan angkur
5. Tenaga Kerja yang kompeten dan Bagian K3
Peraturan terbaru tentang bekerja di ketinggian yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja
ini memberikan panduan yang lengkap bagaimana suatu pekerjaan di ketinggian dapat dilakukan
dengan aman.

Tahap perencanaan bekerja di Ketinggian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya potensi
bahaya dan langkah pengendalian yang perlu dilakukan agar pekerja tidak terjatuh seperti
memasang pagar pengaman, menggunakan Full Body Harness atau perangkat penahan atau
pencegah jatuh lainnya. Penerapan ijin kerja pada ketinggian juga diperlukan untuk memberikan
instruksi atau memastikan hal lainnya yang terkait kelengkapan yang dibutuhkan pada pekerjaan
di atas ketinggian.
Prosedur Kerja juga wajib ada untuk memberikan panduan kepada pekerja, prosedur ini harus
dipastikan bahwa Tenaga Kerja memahami dengan baik isi yang ada di dalamnya. Beberapa hal
yang harus ada di dalam prosedur bekerja pada ketinggian meliputi:

1. Teknik dan Cara perlindungan Jatuh


2. Cara pengelolaan peralatan
3. Teknik dan cara melakukan pengawasan pekerjaan
4. Pengamanan tempat kerja
5. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat.

Selain itu pengusaha dan/atau pengurus wajib memastikan bahwa pengendalian-pengendalian


telah dilakukan untuk mencegah pekerja jatuh atau mengurangi dampak jatuh dari ketinggian baik
yang dilakukan pada lantai kerja tetap, lantai kerja sementara, perancah atau scaffolding, bekerja
pada ketinggian di alam, pada saat pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, bekerja pada
akses tali, maupun pada posisi miring.

Itulah sekilas ulasan mengenai Permenaker No 09 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pekerjaan Pada Ketinggian, dengan dikeluarkannya peraturan ini tentunya
memberikan kabar gembira bagi praktisi K3 dan tenaga kerja agar pekerjaan yang dilakukan di
atas ketinggian dapat dilakukan dengan cara yang aman. Kompetensi pekerja juga menjadi sorotan
pada permenaker ini, sehingga untuk melakukan pekerjaan di ketinggian harus memiliki lisensi
yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal.

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 37 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Bejana dan Tangki Timbun dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja
No 38 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga dan
Produksi

Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia menerbitkan 2 peraturan baru:


Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 37 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Bejana dan Tangki Timbun serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Tahun
2016 nomor 38 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga
dan Produksi. Kedua peraturan ini praktis menjadi regulasi terakhir dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja di
tahun 2016.
Permenaker Nomor 37 Tahun 2016 merupakan peraturan yang mencabut
Permenaker No.1 tahun 1982 tentang Bejana Tekanan, Surat Edaran Menaker
No.6/MEN/1990 tentang Pewarnaan Botol Baja/Tabung bertekanan dan Keputusan Dirjen
Pembina Pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep/75/PPK/XII/2013 khusus yang mengatur
Calon Ahli K3 bidang Pesawat uap dan bejana tekan. Bisa dibilang, peraturan ini
meringkas dan meningkatkan kualitas peraturan-peraturan yang telah dicabut.

Gambar Boiler

Permenaker Nomor 37 Tahun 2016 ini cukup lengkap mengatur mengenai teknis bejana
tekan dan tangki timbun meliputi material penyusun, tekanan, label, warna dan lain-lain. Peraturan
ini juga mengatur mengenai pemeriksaan bejana tekan dan tangki timbun yang bisa dilakukan oleh
Dinas Tenaga Kerja atau Ahli K3 bidang Pesawat Uap dan Bejana Tekan yang kompetensinya
juga diatur dalam peraturan ini.

Permenaker Nomor 38 Tahun 2016 merupakan peraturan yang telah menggantikan


Permenaker No.4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga Produksi, Surat Edaran
No.01/DJPPK/VI/2009 dan KEP/75/PPK/XII/2013. Peraturan yang terdiri dari 146 pasal ini
sangat lengkap membahas mengenai ketentuan mesin-mesin produksi dan juga kompetensi
operator yang mengoperasikan mesin produksi.

Pada Permenaker No.38 Tahun 2016 terdapat ceklist lengkap berbagai macam alat
produksi sehingga akan memudahkan dalam proses pengecekan. Permenaker ini juga
mensyaratkan operator yang berlisensi K3 dalam menjalankan berbagai macam alat produksi yang
ada di tempat kerja.

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator

Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor 6 Tahun 2017 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Elevator dan Eskalator merupakan peraturan baru yang dikeluarkan oleh
Kementerian Tenaga Kerja pada 6 Juli 2017 lalu. Elevator adalah pesawat lift yang
mempunyai kereta dan bobot imbang bergerak naik turun mengikuti rel pemandu yang
dipasang secara permanen pada bangunan, memiliki governor dan digunakan untuk
mengangkut orang dan/atau barang. Eskalator adalah pesawat transportasi untuk
memindahkan orang dan/atau barang, mengikuti jalur lintasan rel yang digerakkan oleh
motor listrik. Peraturan ini mengatur aspek teknis dan kompetensi dalam perencanaan,
pembuatan, pemasangan, perakitan, perawatan, dan perbaikan elevator serta eskalator.
Peraturan ini sangat tepat diberlakukan mengingat adanya beberapa kasus jatuhnya lift
belakangan ini.

Credit: http://charterelevator.com/
Daftar Pustaka
http://www.kesjaor.kemkes.go.id/documents/PMK_No._66_ttg_Keselamatan_dan_Keseh
atan_Kerja_Rumah_Sakit_.pdf di akses pada 10 oktober 2017.

https://toolsfortransformation.net/wp-content/uploads/2017/05/PermenKes-48-2016-
Standar-K3-di-perkantoran_E.pdf di akses pada 10 oktober 2017

http://darmawansaputra.com/permenkes-no-48-tahun-2016-smk3-perkantoran/

http://darmawansaputra.com/permenaker-no-9-tahun-2016-tentang-k3-pekerjaan-pada-
ketinggian/

https://katigaku.top/2017/01/05/update-regulasi-permenaker-37-tahun-2016-tentang-
keselamatan-dan-kesehatan-kerja-bejanan-tekanan-dan-tangki-timbun-serta-permenaker-
38-tahun-2016-tentang-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-pesawat-tenag/

Anda mungkin juga menyukai